Anda di halaman 1dari 12

Pemikiran Ekonomi Asy-Syatibi

Matsya Kuliah Dosen Pengampu

Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Mohd. Winario, M.E.Sy

Disusun Oleh:

Yara Elvina Santri (02020621466)

KELAS A

PRODI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS SYRIAH DAN HUKUM

UIN SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Karena keterbatasan ilmu dan pengalaman, makalah ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu kami terbuka untuk menerima segala kritik dan saran yang membangun agar
makalah ini menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.

Pekanbaru, 15 Desember 2021

Yara Elvina Santri

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................................1

1. 2 Rumusan Masalah....................................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................................2

A.    RIWAYAT HIDUP.............................................................................................................2

B. KONSEP MAQASHID AL-SYARI’AH...............................................................................2

C.    BEBERAPA PANDANGAN AL-SYATIBI  DI BIDANG EKONOMI............................5

D.    WAWASAN MODERN TEORI AL-SYATIBI.................................................................5

BAB III PENUTUP..........................................................................................................................7

A. Kesimpulan............................................................................................................................7

B. Saran.......................................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejarah ekonomi Islam tidak muncul dan berkembang begitu saja. Melainkan
melalui  bertahap-tahap. Sepanjang sejarah ekonomi Islam, para pemikir dan pemimpin
muslim sudah mengembangkan berbagai gagasan ekonomnya sedemikian rupa, sehingga
mengharuskan kita untuk menganggap mereka sebagai pencetus ekonomi Islam
sesungguhnya.
Ilmu ekonomi Islam berkembang secara bertahap sebagai suatu bidang ilmu
interdisiplin yang menjadi bahan kajian para fuqaha, mufassir, filsuf, sosiolog, dan
politikus. Sejumlah cendekiawan muslim terkemuka, sepaerti Abu Yusuf (w. 182 H), al-
Syabani (w. 189 H), Abu Ubaid (w. 224 H), Al-Ghazali (w.505 H), Al-Syatibi (w. 790
H) dan lain sebagainya. Dalam makalah ini akan menjelaskan riwayat Al-Syatibi beserta
pemikiran ekonomi Islamnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat hidup Asy-syatibi?
2. Bagaimana konsep maqashid al-syariah?
3. Apa saja pandangan Asy-syatibi di bidang ekonomi?
4. Bagaimana wawasan modern teori asy-syatibi?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui riwayat hidup Asy-syatibi
2. Untuk mengetahui konsep maqashid al-syariah
3. Untuk mengetahui pandangan Asy-syatibi di bidang ekonomi
4. Untuk mengetahui wawasan modern teori asy-syatibi

1
BAB II

PEMBAHASAN

A.    RIWAYAT HIDUP

Al-Syatibi yang  bernama lengkap Abu Ishaq bin Musa bin Muhammad Al-Lakhmi Al-
Gharnati Al-S yatibimraNGerupakan salah seorang cendikiawan muslim yang belum banyak
diketahui latar belakang kehidupannya. Ia berasal dari suku arab Lakhmi. Nama Al-
Syatibidinisbatkankedaerah asal keluarganya, Syatiba (Xatiba atau Jativa), yang terletak
dikawasan Spanyol bagian Timur.

Al-Syatibi dibesarkan dan memperoleh seluruh pendidikannya di ibukota kerajaan Nashr,


Granada, yang merupakan benteng terakhir umat Islam di Spanyol.  Masa mudanya
bertepatan dengan masa pemerintahan Sultan Muhammad V Al-Ghani Billah yang
merupakan masa keemasan umat Islam setempat karena Granada menjadi pusat kegiatan
ilmiah dengan berdirinya Universitas Granada.

Suasana ilmiah yang berkembang dengan baik dikota tersebut sangat menguntungkan
bagi Al-Syatibi dalam menuntut ilmu serta mengembangkannya dikemudian hari. Dalam
meniti pengembangan intelektualitasnya, tokoh yang bermazhab Maliki ini mendalami
berbagai ilmu, baik yang berbentuk ‘ulumal-wasa’il  (metode) maupu ‘ulummaqashid (esensi
dan hakikat).

Meskipun mempelajari dan mendalami berbagai ilmu, Al-Syatibi lebih berminat


mempelajari bahasa arab dan khususnya, Ushul Fiqih. Ketertarikannya terhadap ilmu
Ushulfiqih karena, menurutnya, metodologi dan falsafah fiqihislam merupakan faktor yang
sangat menentukan kekuatan dan kelemahan fiqih dalam menanggapi perubahan sosial.

Setelah memperoleh ilmu pengetahuan yang memadai, Al-Syatibi mengembangkan


potensi keilmuannya dengan mengajarkan kepada para generasi berikutnya, seperti Abu
Yahya ibnAsim, Abu bakar Al-Qadidan Abu Abdillah Al-Bayani. 

B. KONSEP MAQASHID AL-SYARI’AH

Sebagai sumber utama agama islam, Al Qur’an mengandung berbagai ajaran. Ulama
membagi kandungan Al Qur’an dalam tiga bagian besar, yaitu akidah, akhlaq, dan syariah.
Akidah berkaitan dengan dasar-dasar keimanan, akhlaq berkaitan dengan etika dan syariah

2
berkaitan dengan berbagai aspek hukum yang muncul dari aqwal (perkataan) dan af’al
(perbuatan). Kelompok terakhir (syari’ah), dalam sistematika hukum islam, dibagi dalam dua
hal, yakni ibadah (habl min Allah) dan muamalah (habl min al-nas).

Secara bahasa, Maqashid Al-Syari’ah terdiri dari dua kata, yakni maqashid dan al-syariah.
Maqashid berarti kesengajaan atau tujuan, sedangkan Al- Syari’ah berarti jalan menuju
sumber air, dapat pula dikatakan sebagai jalan kearah sumber pokok kehidupan.

Dengan demikian, kewajiban-kewajiban dalam Syariah menyangkut perlindungan


Maqashid Al-Syariah yang pada gilirannya bertujuan melindungi kemaslahatan manusia. Al-
Syatibi menjelaskan bahwa Syari’ah berurusan dengan perlindungan mushalih, baik dengan
cara yang positif, seperti demi menjaga eksistensi mushalih syariah, mengambil berbagai
tindakan untuk menunjang landasan-landasan mushalih ; maupun dengan preventif.

1.      Pembagian Maqashid Al-Syari’ah

Menurut Al-Syatibi kemaslahatan manusia dapat terealisasikan apabila lima unsur


pokok kehidupan manusia dapat diwujudkan dan dipelihara yaitu agama, jiwa, akal,
keturunan dan harta. Dalam kerangka ini Ia membagi maqashid menjadi tiga tingkatan yaitu
dharuriyat, hajiyat, dan tahsiniyat.

a.       Dharuriyat

Jenis maqashid ini merupakan kemestian dan landasan dalam menegakkan kesejahteraan
manusia di dunia dan akhirat yang mencakup pemeliharaan lima unsur pokok dalam
kehidupan manusia. Pengabaian terhadap kelima unsur pokok tersebut akan menimbulkan
kerusakan di muka bumi serta kerugian yang nyata diakhirat kelak.

Sebagai contoh, penunaian rukun islam, pelaksanaan kehidupan manusiawi serta larangan
mencuri masing-masingmerupakan salah satu bentuk pemeliharaan ekistensi agama dan jiwa
serta perlindungan terhadap eksistesi harta.

b.      Hajiyat

Jenis maqashid ini dimaksudkan untuk memudahkan kehidupan, menghilangkan kesulitan


atau menjadikan pemeliharaan yang lebih baik terhadap lima unsurv pokok kehidupan
manusia. Contoh jenis maqashid ini antara lain mencakup kebolehan untuk melaksanakan
akad mutharabah, musaqat, muzara’ah, dan baisalam, serta berbagai aktivitas ekonomi

3
lainnya yang bertujuan untuk memudahkan kehidupan atau menghilangkan kehidupan
manusia di dunia.

c.       Tahsiniyat

Tujuan jenis maqashid yang ketiga ini adalah agar manusia dapat melakukan yang terbaik
untuk menyempurnakan pemeliharaan lima unsur pokok kehidupan manusia. Ia tidak
dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi berbagai kesulitan, tetapi hanya
bertindak sebagai pelengkap, penerang dan penghias kehidupan manusia.

Korelasi Antara Dharuriyat, Hajiyat, dan Tahsiniyat

Dari hasil penelaahannya secara lebih mendalam, Al-Syatibi menyimpulkan korelasi antara
ketiganya, sebagai berikut :

a. Maqashiddharuriyat, merupakan dasar bagi maqashidhajiyat dan


maqashidtahsiniyat.

b.      Kerusakan pada maqashiddaruriyat akan membawa kerusakan pula pada  maqashidhajiyat


dan maqashidtahsiniyat.

c.       Sebaliknya, kerusakan pada maqashidhajiyat dan maqashidtahsiniyat tidak dapat merusak


maqashiddharuriyat.

d.      Kerusakan pada maqashidhajiyat dan maqashidtashniyat yang bersifat absolut terkadang


dapat merusak maqashiddharuriyat.

e.       Pemeliharaan maqashidhajiyat dan maqashidtahsiniyat diperlukan demi pemeliharaan


maqashiddharuriyat secara tepat.

Dengan demikian, apabila dianalisis lebih jauh, dalam usaha mencapai pemeliharaan lima
unsur pokok secara sempurna, ketiga tingkat maqashid tersebut tidak dapat dipisahkan.
Tampaknya, bagi Al-Syatibi, tingkat hajiyat merupakan penyempurna tingkat dharuriyat,
tingkat tahsiniyat merupakan penyempurna lagi bagi tingkat, sedangkan dharuriyat menjadi
pokok hajiyat dan tahsiniyat.

4
C.    BEBERAPA PANDANGAN AL-SYATIBI  DI BIDANG EKONOMI

1. Objek Kepemilikan

Pada dasarnya Al-Syatibi mengakui hak milik individu. Namun, ia menolak


kepemilikan individu terhadap setiap sumber daya yang dapat menguasai hajat hidup orang
banyak. Ia menegaskan bahwa air bukanlah objek kepemilikan dan penggunaannya tidak bisa
dimiliki oleh seorang pun. Dalam hal ini ia membedakan dua macam air yaitu :

Air yang tidak dapat di jadikan sebagai objek kepemilikan, seperti air sungai dan
oase, dan air yang bisa dijadikan sebagai objek kepemilikan, seperti air yang dibeli atau
termasuk bagian dari sebidang tanah milik individu. Lebih jauh, ia menyatakan bahwa tidak
ada hak kepemilikan yang dapat di klaim terhadap sungai dikarenakan adanya pembangunan
dam.

2. Pajak

Dalam pandangan Al-Syatibi, pemungutan pajak harus di lihat dari sudut pandang
maslahah (kepentingan umum). Dengan mengutip pendapat para pedahulunya, seperti Al-
Ghazali dan Ibnu Al-Farra’, yang menyatakan bahwa pemeliharaan kepentingan umum
secara essensial adalah tanggung jawab masyarakat. Dalam kondisi tidak mampu
melaksanakan tanggung jawab ini, masyarakat bisa mengalihkannya kepada Baitul Mall serta
menyumbangkan sebagai kekayaan mereka sendiri untuk tujuan tersebut. Oleh karena itu,
pemerintah dapat mengenakan pajak-pajak baru terhadap rakyatnya, sekalipun pajak tersebut
belum pernah dikenal dalam sejarah islam.

D.    WAWASAN MODERN TEORI AL-SYATIBI

Dari pemaparan konsep Maqashid Al-Syariah diatas, terlihat jelas bahwa syaria
menginginkan setiap individu memperhatikan kesejahteraan mereka. Al –Syatibi
menggunakan istilah maslahah untuk mnggambarkan tujuan syariah ini. Dengan kata lain,
manusia senantiasa dituntut untuk mencari kemaslahatan. Aktifitas ekonomi produksi,
konsumsi, dan pertukaran yang menyertakan kemaslahatan seperti di defenisikan syariah
harus diikuti sebagai kewajiban agama untuk memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat.

5
Dengan demikian, seluruh aktifitas ekonomi yang mengandung kemaslahatan bagi umat
manusia disebut sebagai kebutuhan (needs).

Bila ditelaah dari sudut pandang ilmu manajemen kontenporer, konsep maqashidal-
syariah mempunyai relevansi yang begitu erat dengan konsep motivasi. Seperti yang telah
kita kenal, konsep motivasi lahir seiring dengan munculnya persoalan “mengapa”seseorang
berprilaku. Motivasi itu sendiri didefenisikan sebagai seluruh kondisi usaha keras yang
timbul dari dalam manusia yang di gambarkan dengan keinginan, hasrat, dorongan, dan
sebagainya. Bila dikaitkan dalam konsep maqashidal-syariah jelas bahwa dalam pandangan
islam, motivasi manusia dalam melakukan aktivitas ekonomi adalah untuk memenuhi
kebutuhanya dalam arti memperoleh  kemaslahatan hidup di dunia maupun di akhirat.

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Al-Syatibi yang bernama lengkap Abu Ishaq bin Musa bin Muhammad Al-Lakhmi
Al-Gharnati Al-Syatibi merupakan salah seorang muslim yang belum banyak diketahui
latar belakang kehidupanya. Yang jelas, ia berasal dari suku Arab Lakhmi. Nama Al-
Syatibidinisbatkan ke daerah asal keluarganya, Syatibah (Xatiba atau Jativa), yang
terletak di kawasan Spanyol bagian timur, beliau wafat  pada tanggal 8 Sya’ban 790
H/1388 M.

Al-Syatibi mengemukakan konsep maqashidal-syari’ah. Konsep ini  bertujuan


melindungi kemaslahatan manusia.

Kemaslahatan manusia dapat terealisasi apabila lima unsur pokok kehidupan dapat
diwujudkan dan dipelihara,yaitu agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.

Maqasidal-syari’ah dibagi menjadi tiga tingkatan,yaitudharuriat, hajiyat dan


tahsiniyat.

Tingkat hajiyat merupakan penyempurna tingkat dharuriyat, tingkat tahsiniyat


merupakan penyempurna lagi bagi tingkat dharuriyat, sedangkan dharuriyat menjadi
pokok hajiyat dan tahsiniyat. lebih jauh, ia menyatakan bahwa segala aktivitas atau
sesuatu yang bersifat tahsiniyat harus dikesampingkan jika bertentangan dengan
maqashid yang lebih tinggi (dharuriyat dan hajiyat).

Beberapa Pandangan Al-Syatibi di bidang Ekonomi antara lain, yaitu

1.      Objek Kepemilikan

2.      Pajak

Seluruh aktivitas ekonomi yang mengandung kemaslahatan bagi umat manusia


disebut sebagai kebutuhan (needs). Pemenuhan kebutuhan dalam pengertian tersebut
adalah tujuan aktivitas ekonomi, dan pencarian terhadap tujuan ini adalah kewajiban
agama. Dengan kata lain, manusia berkewajiban untuk memecahkan berbagai
permasalahan ekonominya.

 Problematika ekonomi manusia dalam perspektif Islam adalah pemenuhan kebutuhan


(fulfillmentneeds) dengan sumber daya alam yang tersedia. Bila ditelaah dari sudut
pandang ilmu manajemen kontemporer, konsep Maqashidal-Syariah mempunyai

7
relevansi yang begitu erat dengan konsep Motivasi. Motivasi itu sendiri didefinisikan
sebagai seluruh kondisi usaha keras yang timbul dari dalam diri manusia yang
digambarkan dengan keinginan, hasrat, dorongan dan sebagainya. Bila dikaitkan dengan
konsep maqashidalsyari’ah, jelas bahwa dalam pandangan Islam, motivasi manusia
dalam melakukan aktivitas ekonomi adalah untuk memenuhi kebutuhannya dalam arti
memperoleh kemaslahatan hidup di dunia dan di akhirat.
B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kesalahan. Oleh karena itu,
pembaca diharapkan dapat memberi kritik ataupun saran yang dapat memperbaiki
makalah ini.

8
DAFTAR PUSTAKA

Karim, Adiwarman A. 2004. ”Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer”. Gema


Insani Press: Jakarta.
Chapra, Umar. 2000. ”Islam Dan Tantangan Ekonomi”. Gema Insani Press: Jakarta.
Amalia, Euis. 2007. ”Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga
Kontemporer”. Pusaka Asatruss: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai