Anda di halaman 1dari 14

TEORI KONSUMSI DALAM ISLAM

Disusun Guna Memenuhi Tugas :


Mata Kuliah : Ekonomi Mikro Islam
Dosen Pengampu : H. Amirus Shodiq, Lc. MA

Disusun oleh :

1. Ridha Ardelia Cahyani (2150510112)


2. Nur Anis Widiyanti (2150510123)
3. Verry Ilyas Maulana (2150510125)
4. Fitria Azizah (2150510126)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI & BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga makalah yang berjudul “TEORI KONSUMSI ISLAM”
dapat tersusun sampai dengan selesai. Makalah disusun untuk memenuhi
tugas Mata kuliah Ilmu Ekonomi Islam. Selain itu, makalah ini bertujuan
menambah wawasan tentang Akuntan publik dan etika akuntan bagi para pembaca
dan juga bagi penulis. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak H. Amirus
Shodiq, Lc. MA. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih terhadap bantuan
dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam


penyusunan makalah ini. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca. Penulis mengucapkan terimakasih atas segala
dukungan dan bantuan sehingga makalah ini dapat di susun dengan baik.

Demikian makalah ini penulis susun, apabila ada kata-kata yang kurang
berkenan dan banyak terdapat kekurangan, penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Kudus, 3 Oktober 2022

i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................................1
C. Tujuan Penulisan ..............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Teori Konsumsi Dalam Islam ..........................................................2
B. Prinsip dan Hukum Konsumsi Dalam Islam ...................................... 4
C. Rasionalitas dan Kepuasan Dalam Konsumsi ..................................5
D. Fungsi dan Peeningkatan Utilitas .....................................................7
BAB III KESIMPULAN .......................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemenuhan terhadap kebutuhan akan memberikan dampak atau
manfaat fisik, spiritual, intelektual ataupun material, sedang pemenuhan
terhadap keinginan akan menambah kepuasan atau manfaat psikis di
samping manfaat lainnya. Jika suatu kebutuhan diinginkan oleh seorang,
maka pemenuhan kebutuhan tersebut akan melahirkan maslahah sekaligus
kepuasan, namun jika pemenuhan kebutuhan tidak dilandasi keinginan,
maka hanya akan memberikan manfaat saja.

Semua yang ada di bumi ini diperuntukkan untuk manusia, namun


manusia diperintahkan untuk mengonsumsi barang/jasa yang halal dan baik
secara wajar dan tidak berlebihan. Pemenuhan kebutuhan ataupun
keinginan tetap dibolehkan selama hal itu menambah maslahah atau tidak
mendatangkan mudharat. Peran konsumsi sangat penting, akan tetapi bukan
berarti kita menginginkan masyarakat konsumtif. Konsumen harus bisa
rasional dalam menentukan komoditas untuk kemaslahatan diri dan
kemaslahatan umum.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori konsumsi dalam islam ?
2. Apa saja prinsip dalam konsumsi islam ?
3. Bagaimana rasionalitas dan kepuasan dalam islam ?
4. Bagaimana fungsi dan peningkatan utilitas ?

C. Tujuan
1. Memahami teori konsumsi islam
2. Mengetahui prinsip dalam konsumsi islam
3. Memahami rasionalitas dan kepuasan islam
4. Mengetahui fungsi dan peningkatan utilitas.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Konsumsi Dalam Islam


Islam memandang bahwa bumi dengan segala isinya merupakan
amanah Allah SWT kepada sang khalifah agar dipergunakan sebaik-baiknya
bagi kesejahteraan bersama. Dalam al-Quran surat al-Baqarah 168 Allah selalu
mengingatkan “Makan dan minumlah, namun janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah itu tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.
Allah Swt sangat membenci orang yang berlebih-lebihan. Seseorang yang
belanja dengan israf, tanpa skala prioritas maqashid (maslahah), sehingga lebih
besar spendingnya dari penghasilannya akan membuahkan bencana yaitu akan
mencelakakan dirinya dan rumah tangganya. Dia akan terjerat hutang yang
berkepanjangan atau kesulitan hidup masa depan.

Teori konsumsi Islam menurut Adiwarman Karim, yang memuat


pendapat Monzer Khaf berdasarkan hadis Rasulullah saw. “Yang kamu miliki
adalah apa yang telah kamu makan dan yang telah kamu infakkan.”1 Tujuan
daripada konsumsi Islam adalah untuk memenuhi kebutuhan dan bukan
memenuhi kepuasan/keinginan. Dalam upaya pencapaian memenuhi kebutuhan
inilah yang merupakan salah satu kewajiban dalam agama. Dalam hal
pemenuhan kebutuhan ini hendaknya tidak terlepas dari konsep mashlahah.
Banyak teori-teori tentang konsumsi, namun tidak ada yang
menghubungkannya dengan konsep mashlahah kecuali Islam. Kebutuhan
manusia yang mencakup kebutuhan dlaruriyat, hajiyat, dan tahsiniyat
hendaklah dapat menjaga terhadap lima hal, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan
dan harta benda. Dengan terjaganya lima hal tersebut, insya Allah tidak akan
membawa kerusakan bagi kehidupan manusia.2

1
Sitepu, Novi Indriyani, Perilaku Konsumsi Islam di Indonesia, Jurnal Perspektif Ekonomi
Darussalam, Volume 2 Nomor 1, (Maret 2016)
2
Rangkuti, Sahnan, Konsumsi Dalam Ekonomi Islam, Jurnal Bisnis Net, Volume : I N0. 2,
(Juli-Desember 2018)

2
Untuk memudahkan pemahaman dalam melakukan konsumsi secara
baik, perbedaan diantara kebutuhan dan keinginan dijelaskan sebagai berikut.3

1. Sumber
a. Kebutuhan : fitrah manusia, yaitu hal yang memang diadakan untuk
manusia.
b. Keinginan : hasrat (nafsu), yaitu perasaan atau kekuasaan emosional
dalam diri manusia saat menginginkan suatu hal.
2. Hasil
a. Kebutuhan : manfaat dan berkah. Kebutuhan yang dibeli akan
membawa manfaat dan keberkahan bagi konsumen.
b. Keinginan : kepuasan. Sesuatu yang dibeli hanya karena ingin akan
menghasilkan kepuasan dan belum tentu menghasilkan kemanfaatan.
3. Ukuran
a. Kebutuhan : Fungsi, seseorang akan membeli sesuatu yang sesuai
dengan fungsi kebutuhan dalam hidup.
b. Keinginan : preferensi atau selera, seseorang akan membeli sesuatu
yang dingnkan sesuai dengan seleranya.
4. Sifat
a. Kebutuhan : objektif, sesuai dengan apa yang dibutuhkan dalam
hidupnya.
b. Keinginan : subjektif, tidak terlalu dibutuhkan tetapi sesuai dengan
selera pengguna.
5. Tuntunan islam
a. Kebutuhan : dipenuhi, kebutuhan harus dipenuhi untuk bertahan hidup.
b. Keinginan : dibatasi /dikendalikan, keingininan harus dibatasi karena
manusia masih bisa bertahan hidup tanpa harus membeli apa yang
diinginkan.

3
Hamid, Abdul, Teori Konsumsi Islam Dalam Peningkatan Ekonomi Umat, j-EBIS ,Vol. 3
No. 2, hal.206-208, (Juni 2018).

3
B. Prinsip dan Hukum Konsumsi Dalam Islam
Etika ilmu ekonomi islam berusaha untuk mengurangi kebutuhan
material yang luar biasa sekarang ini, untuk mengurangi energi manusia
dalam mengejar keinginan. Dalam ekonomi Islam konsumsi dikendalikan
oleh lima prinsip dasar diantaranya sebagai berikut :
1. Prinsip Keadilan
Syarat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari
rezeki secara halal dan tidak dilarang hukum. Perihal makanan dan
minuman, yang terlarang adalah darah, daging binatang yang telah mat
sendiri, daging babi, daging binatang yang ketika disembelih diserukan
nama selain Allah. Dalam firman Allah dalam surat Al-Baqarah 173
yang bermakna, Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu
bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih)
disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan
terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak
(pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
2. Prinsip Kebersihan
Syariat ini tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an maupun sunnah
tentang makanan. Makanan yang dikonsumsi harus baik untuk dimakan,
tidak kotor ataupun menjijikan sehingga meruak selera. Sehingga dalam
islam dianjurkan untuk memakan atau meminum makanan dan
minuman yang bersih dan bermanfaat.
3. Prinsip kesederhanaan
Prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai makanan dan minuman
yaitu sikap yang tidak boleh berlebih-lebihan, yang berarti janganlah
makan secara berlebihan. Hal ini telah Allah tetapkan dalam Surat Al-
Maidah:87 yang bermakna behwa urang makan dapat mempengaruhi
pembangunan jiwa dan tubuh, demikian juga ketika perut disi secara
berlebihan tentu aka nada pengaruhnya pada perut.

4
4. Prinsip Kemurahan Hati
Dengan kemurahan hati-Nya, Allah telah menyediakan makanan dan
minuman yang baik dan halal bagi manusia. Dengan menaati perintah
islam tidak ada bahaya maupun dosa ketika kita memakan atau
meminumnya. Dalam QS.Al-Baqarah:96 yang bermakna Dihalalkan
bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut
sebagai makanan yang lezat bagimu dan bagi orang-orang dalam
perjalanan, dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat,
selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-
Nya-lah kamu akan dikumpulkan.
5. Prinsip Moralitas
Peningkatan atau kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual seseorang
muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan
menyatakan terima kasih kepada-Nya setelah makan. Dengan demikian
ia akan merasakan kehadiran Ilahi pada waktu memenuhi keinginan-
keinginan fisiknya. Hal ini penting artinya karena Islam menghendaki
perpaduan nilai-nilai hidup material dan spiritual yang berbahagia.

Selain itu, ekonomi islam juga memberikan prinsip dasar yang harus
diperhatikan bagi seorang konsumen, yaitu barangnya harus halal,
kemurahan hatu dan keadilan, dan maslahah.4

C. Rasionalitas dan Kepuasan Dalam Konsumsi


Suatu perilaku yang dianggap rasional oleh paham konvensional
dapat dianggap tidak rasional dalam pandangan Islam. Sebagai contoh
adalah minum-minuman keras atau mabuk dianggap tidak rasional menurut
Islam, Namun menurut paham relativisme atau utilitarianisme, minum
minuman keras dianggap sebagai tindakan rasional selama tindakan ini
dianggap “baik” oleh masyarakat atau tidak mendatangkan kerugian pada

4
Hamid, Abdul, Teori Konsumsi Islam Dalam Peningkatan Ekonomi Umat, j-EBIS ,Vol. 3
No. 2, hal.208-211, (Juni 2018).

5
mayoritas.5 Rasionalitas dalam perilaku konsumen muslim haruslah
berdasarkan aturan Islam sebagai berikut:
1. Konsumen muslim dikatakan rasional jika pembelanjaan yang
dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan. Maksudnya
jangan terlalu kikir, dan jangan pula terlalu pemurah.
2. Seorang konsumen muslim dapat dibilang rasional jika ia
membelanjakan tidak hanya untuk barang-barang yang bersifat
duniawi semata, melainkan untuk kepentingan jalan Allah (fii
sabilillah).
3. Konsumen muslim dikatakan rasional jika memiliki tingkat
konsumsi lebih kecil dibanding non muslim karena yang dikonsumsi
terbatas barang-barang yang halal dan thayib.
4. Seseorang dikatakan rasional jika tidak menumpuk dan menimbun
harta kekayaan melalui tabungan atau belanja barang mewah,
namun harus melakukan investasi untuk pertumbuhan ekonomi.

Pengertian perilaku konsumsi dapat dirangkum menjadi komponen-


komponen seperti berikut:

1. Perilaku konsumsi menyoroti perilaku individu dan rumah tangga.


2. Perilaku konsumsi menyangkut suatu proses keputusan sebelum
pembelian serta tindakan dalam memperoleh, memakai dan
menghabiskan suatu produk.
3. Perilaku konsumsi meliputi perilaku yang dapat diamati seperti
jumlah yang dibeli, kapan, dengan siapa dan oleh siapa serta
bagaimana barang yang sudah dikonsumsi.
Perilaku konsumsi merupakan perilaku keseharian setiap individu
atau rumah tangga dalam menggunakan barang dan jasa guna memenuhi
kebutuhan diri atau keluarga. Hal ini dapat berbentuk penggunaan satu
jenis barang dan jasa untuk memenuhi khusus kebutuhan lahiriah dan
dapat bersifat memenuhi khusus kebutuhan batiniah dan dapat pula

5
Naqvi, Syed Nawab Haidar. 1985. Etika dan Ilmu Ekonomi, Suatu Sintesis Islami. Bandung: Mizan

6
bersifat memenuhi kebutuhan sekaligus, baik lahiriah maupun batiniah.
Perilaku konsumsi dapat berbentuk penggunaan berbagai jenis barang
dan jasa seperti sandang, pangan, alat komunikasi dan lain-lain yang
bermuara pada pemenuhan kebutuhan hidup sebagai makhluk biologis.
Islam sebagai pedoman hidup tidak menonjolkan standar atau sifat
kepuasan dari sebuah perilaku konsumsi sebagaimana yang dianut
dalam ilmu ekonomi konvensional seperti utilitas dan kepuasan
marginal, melainkan lebih menonjolkan aspek normatif. Kepuasan dari
sebuah perilaku konsumsi menurut Islam harus berlandaskan pada
tuntunan ajaran Islam itu sendiri. Dalam hal ini Muhammad Nejatullah
Siddiqi mengatakan, konsumen harus puas akan perilaku konsumsinya
dengan mengikuti normanorma Islam. Konsumen muslim seharusnya
tidak mengikuti gaya konsumsi kaum xanthous (orang-orang berkulit
kekuningkuningan dan berambut kecoklat-coklatan) yang
berkarakteristik menuruti hawa nafsu.6

D. Fungsi dan Peningkatan Utilitas


Utility secara bahasa berarti berguna (usefulness), Dalam konteks
ekonomi, utilitas dimaknai sebagai kegunaan barang yang dirasakan oleh
seorang konsumen ketika mengkonsumsi sebuah barang. Kegunaan ini bisa
juga dirasakan sebagai rasa “tertolong” dari suatu kesulitan karena
mengkonsumsi barang tersebut. Karena adanya rasa inilah, maka sering kali
utilitas dimaknai juga sebagai rasa puas atau kepuasan yang dirasakan oleh
seorang konsumen dalam mengkonsumsi sebuah barang. Jadi, kepuasan dan
utilitas dianggap sama, meskipun sebenarnya kepuasan adalah akibat yang
ditimbulkan oleh utilitas.7
Dalam ilmu ekonomi tingkat kepuasan (Utility Fungtion)
digambarkan oleh kurva indeferen (Indefference Curve). Biasanya yang

6
Muhammad Nejatullah Siddiqi, The Economic Enterprise , diterjemah oleh Anas Sidik,
Kegiatan Ekonomi dalam Islam (Cet. ke-2; Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 95
7
Manilet, Aisa, Kedudukan Maslahah dan Utility Dalam Konsumsi, Jurnal Institut Agama
Islam Negeri Ambon, Vol. XI No. 1, (Juni 2015).

7
digambarkan adalah Utility Fungtion antara dua barang (atau jasa) yang
keduanya memang disukai oleh konsumen. Dalam membangun teori Utility
Fungtion, digunakan tiga aksioma pilihan rasional.
1. Completeness
Aksioma ini mengatakan bahwa setiap individu selalu dapat
menentukan keadaan mana yang lebih disukainya diantara dua keadaan.
Bila A dan B adalah dua keadaan yang berbeda, maka individu selalu
dapat menentukan secara tepat satu diantara tiga kemungkinan ini:
 A lebih disukai daripada B
 B lebih disukai daripada A
 A dan B sama menariknya
2. Transitivity
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan
“A lebih disukai daripada B,” dan “B lebih disukai daripada C,” maka
ia pasti akan mengatakan bahwa “A lebih disukai daripada C”. aksioma
ini sebenarnya untuk memastikan adanya konsistensi internal di dalam
diri individu dalam mengambil keputusan.
3. Continuity
Aksioma ini menjelaskan bahwa jika seorang individu mengatakan
“A lebih disukai daripada B”, maka keadaan yang mendekati A pasti
juga lebih disukai daripada B.8
Ketiga asumsi ini dapat kita terjemahkan ke dalam bentuk geometris
yang selanjutnya lebih sering kita kenal dengan kurva indiferen, sebuah
kurva yang melambangkan tingkat kepuasan konstan, atau sebagai
tempat kedudukan masing-masing titik yang melambangkan kombinasi
dua macam komoditas yang memberikan tingkat kepuasan yang sama.9
Kepuasan maksimum seseorang akan terpenuhi ketika seseorang
tersebut memenuhi kepuasannya secara penuh dengan pendapatan yang

8
Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islam, Edisi ketiga, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2010, hal. 64
9
Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, Op. Cit, hal. 106

8
dimilikinya, dimana nilai utilitas marginal dapat terpenuhi ketika suatu
barang tertentu di konsumsi sama dengan nilai marginal utilitas barang lain.
Dalam mengukur kepuasan komsumsi seorang konsumen, pendekatan
utilitas memiliki suatau kelemahan, maka Nicholson (1991) menawarkan
pendekatan indifference. Kelemahan pada pendekatan utilitas adalah
“tidak adanya alat yang bisa digunakan untuk mengukur utilitas tersebut dan
adanya kesulitan menerapkan asumsi ceteris paribus dalam analisis”. Untuk
itu, kepuasan dapat diukur dengan menggunakan skala preferensi.
Berdasarkan pendekatan ini, Samuelson (1995) menawarkan
ukuran kepuasan dengan kurva indifference. Kurva indifference adalah
kurva yang menunjukkan konsumsi atau pembelian barang-barang yang
menghasilkan tingkat kepuasan yang sama pada setiap titiknya. 10 Hal ini
menunjukkan bahwasanya seseorang tidak puas dalam mengkonsumsi
hanya pada satu barang, melainkan dia akan merasa puas jika
mengkonsumsi barang yang jumlahnya lebih dari satu meskipun barang
tersebut tidak berkualitas.

10
Sadono Sukirno, Mikroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga,(Jakarta:Rajawali Pers, 2009),
hal. 190

9
BAB III
KESIMPULAN

Teori konsumsi Islam menurut Adiwarman Karim, yang memuat


pendapat Monzer Khaf berdasarkan hadis Rasulullah saw. “Yang kamu
miliki adalah apa yang telah kamu makan dan yang telah kamu infakkan.”
Tujuan daripada konsumsi Islam adalah untuk memenuhi kebutuhan dan
bukan memenuhi kepuasan/keinginan. Dalam upaya pencapaian memenuhi
kebutuhan inilah yang merupakan salah satu kewajiban dalam agama.
Dalam ekonomi Islam konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip dasar
diantaranya sebagai berikut : Prinsip keadilan, prinsip kebersihan, prinsip
kesederhanaan, prinsip kemurahan hati, prinsip moralitas.
Suatu perilaku yang dianggap rasional oleh paham konvensional
dapat dianggap tidak rasional dalam pandangan Islam. Kepuasan dari
sebuah perilaku konsumsi menurut Islam harus berlandaskan pada tuntunan
ajaran Islam itu sendiri. Dalam hal ini Muhammad Nejatullah Siddiqi
mengatakan, konsumen harus puas akan perilaku konsumsinya dengan
mengikuti normanorma Islam.
Dalam ilmu ekonomi tingkat kepuasan (Utility Fungtion). Biasanya
yang digambarkan adalah Utility Fungtion antara dua barang (atau jasa)
yang keduanya memang disukai oleh konsumen. Dalam membangun teori
Utility Fungtion, digunakan tiga aksioma pilihan rasional, yaitu:
Completeness,Transitivity ,Continuity. Dengan adanya utility fungtion,
kepuasan maksimum seseorang akan terpenuhi ketika seseorang tersebut
dapat memenuhi kepuasannya secara penuh dengan pendapatan yang
dimilikinya, dimana nilai utilitas marginal dapat terpenuhi ketika suatu
barang tertentu di konsumsi sama dengan nilai marginal utilitas barang lain.

10
DAFTAR PUSTAKA

Sitepu, Novi Indriyani, Perilaku Konsumsi Islam di Indonesia, Jurnal Perspektif Ekonomi
Darussalam, Volume 2 Nomor 1, (Maret 2016)
Rangkuti, Sahnan, Konsumsi Dalam Ekonomi Islam, Jurnal Bisnis Net, Volume : I N0. 2,
(Juli-Desember 2018)
Hamid, Abdul, Teori Konsumsi Islam Dalam Peningkatan Ekonomi Umat, j-EBIS ,Vol. 3 No.
2, hal.206-208, (Juni 2018).
Naqvi, Syed Nawab Haidar. 1985. Etika dan Ilmu Ekonomi, Suatu Sintesis Islami. Bandung:
Mizan
Muhammad Nejatullah Siddiqi, The Economic Enterprise , diterjemah oleh Anas Sidik,
Kegiatan Ekonomi dalam Islam (Cet. ke-2; Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 95
Manilet, Aisa, Kedudukan Maslahah dan Utility Dalam Konsumsi, Jurnal Institut Agama
Islam Negeri Ambon, Vol. XI No. 1, (Juni 2015).
Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islam, Edisi ketiga, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2010, hal. 64
Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, Op. Cit, hal. 106
Sadono Sukirno, Mikroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga,(Jakarta:Rajawali Pers,
2009), hal. 190

11

Anda mungkin juga menyukai