PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aspek perekonomian menempati posisi penting dalam aktivitas masyarakat,
khususnya pada pelaksanaan transaksi atau akad. Timbulnya suatu akad atau
muamalah antar sesama makhluk Allah Swt menimbulkan suau transaksi
pembayaran uang baik tunai maupun non tunai. Bagi masyarakat yang tidak
dapat membayar secara tunai, mereka akan melakukan suatu utang piutang atau
bayar kemudian. Problematika utang piutang ini sudah sangat lazim terjadi di
berbagai belahan dunia.
Problematika hutang timbul akibat finansial yang menurun dan berbagai
kebutuhan mendesak. Islam sebagai agama rahmatan lil alamin menjunjung
tinggi akan sifat tolong menolong, keadilan dan mencapai kesejahteraan
masyarakat. Adapun hadist riwayat Muslim yang menyebutkan fadilah dalam
pemberian pinjaman atau hutang terhadap sesama yang membutuhkan, yakni:
1
Konsep hutang dalam Islam dibahas secara jelas dan baik. Konsep menurut
syari’ah mampu memberikan jawaban atas keraguan dan tindakan-tindakan yang
harus diambil seorang Muslim dalam mengahadapi peristiwa ini. Pedoman dalil-
dalil dalam Al Quran dan Sunnah harus dipahami dan diikuti dengan baik. Kaum
Muslimin mampu memegang teguh ajaran Islam secara penuh dan baik dalam
menyelesaikan segala perkara yang berhubungan dengan hutang, bahkan perkara-
perkara kontemporer seiring perkembangan zaman.
B. Rumusan Masalah
Pembahasan ini memiliki beberapa rumusan masalah inti. Berikut ada
beberapa rmusan masalah, yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan hutang?
2. Apa sajakah syarat dan rukun dalam hutang?
3. Apa dasar hukum hutang piutang?
4. Bagaimanakah konsep hutang dalam Islam?
5. Apakah pendapat para ulama terkait hutang?
6. Bagaimanakah adab-adab dalam berhutang
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, antara lain:
1. Mampu mengetahui pengertian dari hutang
2. Mampu mengetahui syarat dan rukun dari hutang piutang
3. Mampu mengetahui dasar hukum hutang piutang
4. Mampu mengetahui konsep hutang dalam Islam
5. Mampu mengetahui pendapat para ulama terkait hutang
6. Mampu menganalisa adab-adab dalam berhutang
2
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Meningkatkan pengetahuan dan wawasan Islami bagi pembaca mengenai
konsep hutang dalam Islam
2. Manfaat Praktis
Makalah ini dapat digunakan sebagai sumber referensi dalam memahami
mengenai konsep hutang dalam Islam dengan sebaik-baiknya.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hutang
Hutang adalah sesuatu yang dipinjam baik berupa uang maupun benda.
Seseorang atau badan usaha yang meminjam disebut debitur.1 Entitas yang
memberikan utang disebut kreditur. Hutang secara terminologi adalah
memberikan harta kepada orang lain yang membutuhkan untuk dimanfaatkan
olehnya dengan pengembalian ganti rugi (uang yang dipinjam) dikemudian hari.2
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, hutang adalah penyediaan dana
atau tagihan antar Lembaga Keuangan Syari’ah dengan pihak peminjam untuk
melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam jangka waktu yang
ditentukan.
Pengertian hutang (dalam istilah ekonomi konvensional) menurut Kieso
et.al, yakni kemungkinan pengorbanan masa depan atas manfaat ekonomi yang
muncul dari kewajiban saat ini entitas lainnya di masa depan sebagai hasil dari
kejadian transaksi masa lalu. Semakin tinggi utang seseorang maka tingkat
pengembalian tidak pasti. Hutang juga terbagi menjadi dua, antara lain hutang
jangka pendek dan hutang jangka panjang.3
Dalam bahasa Arab, hutang disebut dengan al dayn dan al qardh, keduanya
merupakan sesuatu yang berada dalam tanggung jawab orang lain. Dayn disebut
juga sebagai urusan yang harus diselesaikan. Hutang dapat dikategorikan pada al
maal al hukmi, dimana harta tersebut dimiliki pemberi hutang, sementara
digunakan oleh orang yang berhutang.4
1
Wikipedia Bahasa Indonesia, dikutip pada tangga 20 Mei 2020.
2
Abdullah bin Muhammad At Thayyar, Ensiklopedia Fiqh Muamalah dalam Pandangan 4
Madzhab, Yogyakarta: Fajar Media, 2009, hal 152.
3
Kieso Donal E, dkk, Akuntansi Intermediate Edisi ke Dua Belas Jilid I, Jakarta: Erlangga,
hal 172.
4
Nurul Huda, Dalam Keuangan Publik Islami: Pendekatan Teoritis dan Sejarah, Jakarta:
Kencana, 2012, hal 239.
4
B. Rukun dan Syarat Hutang Piutang
Kitab suci Al Quran memberikan petunjuk kepada sekalian umat manusia
yang didalamnya terdapat perintah, larangan dan anjuran. Dalam Surat Al
Baqarah ayat 282 dijelaskan secara rinci terkait hal-hal yang berkaitan dengan
pelaksanaan hutang piutang, dimana ayar tersebut membahas pencatatatan
hutang, syarat pencatat dan saksi dalam perjanjian hutang piutang. Sebagaimana
firman Allah Swt dalam QS Al Baqarah ayat 282, yaitu:
ٱَّل َين َءا َمنُ َٰٓو ۟ا ِإ َذا ت َدَ اي َ ُنُت ِبدَ ْي ٍن إ َ ى َِٰٓل أَ َج ٍل هم َس ًّمى فَٱ ْك ُت ُبو ُه ۚ َولْ َي ْك ُتب بذيْنَ ُ ْك ََكتِ ٌۢب بِٱلْ َعدْ لِ ۚ َو ََل ي َ ْأ َب
ِ ىي َ َٰٓ َأُّيه َا ذ
َ ٱَّلى عَلَ ْي ِه ٱلْ َح هق َولْ َيتذ ِق ذ
ۚ ٱَّلل َرب ذ ُ ۥه َو ََل ي َ ْبخ َْس ِمنْ ُه َش ْيـًٔا ُ ََكتِب أَن يَ ْك ُت َب َ َمَك عَل ذ َم ُه ذ
ِ ٱَّلل ۚ فَلْ َي ْك ُت ْب َولْ ُي ْم ِللِ ذ
ۚ ِٱَّلى عَلَ ْي ِه ٱلْ َح هق َس ِفهئًا أَ ْو ضَ ِعيفًٔا أَ ْو ََل ي َْس تَ ِطي ُع أَن يُ ِم ذل ه َُو فَلْ ُي ْم ِل ْل َو ِل هي ُ ۥه ِبٱلْ َعدْ ل ِ فَإِن ََك َن ذ
ٱلشهَدَ ا َٰٓ ِء أَن
َو ْٱست َ ْشه ُِدو ۟ا َشهِيدَ يْ ِن ِمن ِّر َجا ِل ُ ْك ۖ فَإِن ل ذ ْم يَ ُك َوَن َر ُجلَ ْ ِْي فَ َر ُجل َوٱ ْم َرأََتَ ِن ِم ذمن تَ ْرضَ ْو َن ِم َن ه
ُ ْ ت َِض ذل ِإ ْحدَ ٰىى ُ َما فَ ُت َذكِّ َر ِإ ْحدَ ٰىى ُ َما
ٱْلخ َْر ىى ۚ َو ََل ي َ ْأ َب ه
ٱلشهَدَ ا َٰٓ ُء ِإ َذا َما ُد ُعو ۟ا ۚ َو ََل ت َ ْسـَٔ ُم َٰٓو ۟ا أَن تَ ْك ُت ُبو ُه َص ِغرئًا
َ ْن َأ ذَل تَ ْرَتَ بُ َٰٓو ۟ا ۖ إ ذَِل َٰٓ أَن تَ ُك
َ ِ ون ِ ى َت َر ًٔة َح
اِض ًٔة َٰٓ لش ى َهدَ ِة َوأَد َ ى
ٱَّلل َوأَ ْق َو ُم ِل ذ ُ أَ ْو كَبِرئًا إ َ ى َِٰٓل أَ َج ِ ِِلۦ ۚ ى َذ ِل ُ ْك أَ ْق َس
ِ ط ِعندَ ذ
وَنا بَيْنَ ُ ْك فَلَي َْس عَلَ ْي ُ ْك ُجنَاح أَ ذَل تَ ْك ُت ُبوهَا ۗ َوأَ ْشه ُِد َٰٓو ۟ا ِإ َذا ت َ َباي َ ْع ُ ُْت ۚ َو ََل يُضَ ا َٰٓ ذر ََكتِب َو ََل َشهِيد ۚ َوإِن َ َ ت ُ ِد ُير
َش ٍء عَ ِلي ِّ ُ ٱَّلل ِب
ْ َ ُك ُ ٱَّلل ۖ َويُ َعل ِّ ُم ُ ُك ذ
ُ ٱَّلل ۗ َو ذ َ ت َ ْف َعلُو ۟ا فَ ِإن ذ ُ ۥه فُ ُس ٌۢوق ِب ُ ْك ۗ َوٱت ذ ُقو ۟ا ذ
Pelaksanaan kegiatan hutang piutang tidak lepas dari beberapa syarat-syarat dan
rukun-rukunnya. Adapun rukun dalam hutang piutang sebagaimana yang
dijelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 282 diatas, sebagai berikut5:
1. Ijab Qabul Hutang Piutang
Ijab qabul dilaksanakan secara jelas baik secar lisan maupun tertulis. Ijab
qabul harus dihadiri kedua belah pihak antara pemberi dana dan pemberi
hutang.
2. Penulis Surat Perjanjian Hutang
5
Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami Wa Adillatuhu, Damaskus: Dar Al Fikr, Cet. 4 Jilid 5,
2006, hal 3786.
5
Penulis surat “Perjanjian Hutang” haruslah orang yang adil dan dipercayai
kedua belah pihak. Pemelaksana penulisan surat benar akan amanah yang
ditanggungnya.
3. Saksi
Jumlah saksi dalam proses hutang piutang ini harus diketahui oleh minimal
dua orang laki-laki, jika tidak ada bias diwakilkan oleh seorang laki-laki
dengan dua orang perempuan. Saksi mata bertugas dalam memberikan
kesaksian jika mana diperlukan
4. Pihak-Pihak yang terlibat
5. Jumlah Harta yang dipinjamkan
1. Peminjam (muqtaridh)
2. Pemilik Dana (muqridh)
3. Jumlah Dana
4. Ijab Qabul (shigat)
Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi antara lain:
1. Ridha kedua belah pihak dalam melakukan akad
2. Dana yang diberikan merupakan sesuatu yang bernilai dan halal
6
tersembunyi, khusunya sebagai seorang Muslim. Di satu sisi pemberi hutang
mencerminkan sikap tolong menolong kepada peminjam dan peminjam merasa
tercukupi akan peminjaman tersebut.
Menurut syari’ah Islam, hukum utang piutang diperbolehkan atau jaiz.
Bahkan, orang yang memberikan hutang atau pinjaman kepada orang lain yang
sangat membutuhkan adalah hal yang dianjurkan atau disukai oleh Allah SWT.6
Adapun dalil dalam Al Quran dalam Surat Al Maidah ayat 5 yang menjelaskan
tentang hutang, sebagaimana berikut:
ۖ ۖ ۖ
6
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani
Press, 2001, hal 132
7
Pertama, seseorang membeli sesuatu dengan harga yang mahal, namun ia tidak
mampu membayar sekaligus hanya sebagian dari jumlah yang diminta, lalu ia
mengangsur pembayaran sisanya. Kedua, seseorang memerlukan jumlah uang,
lalu ia meminjam kepada orang lain selama batas waktu tertentu. Kedua prkatek
hutang piutang ini diperbolehkan menurut syariat.7
Praktek hutang piutang menjadi haram hukumnya jika memberi hutang
untuk maksiat atau perbuatan makruh, misalnya untuk membeli narkoba dan lain
sebagiannya. Demikian juga penambahan dalam hutang piutang diharamkan.
Praktek hutang piutang bukanlah sarana mencari penghasilan, namun tindakan
tolong menolong antar umat mansia yang membutuhkan untuk mencapai ridaha
Allah Swt. Berbeda, bila kelebihan tersebut merupakan kehendak orang yang
berhutang yang dengan ikhlas memberikan tambahan sebagai bentuk balas jasa
dan kebaikan pemberi hutang.
Seseorang yang melakukan hutang piutang wajib melunasi seluruh
hutangnya, bahkan jika ia telah meninggal, maka beban hutang tersebut haruslah
dibayar oleh ahli waris. Adapun ancaman yang didapat seseorang yang belum
melunasi hutangnya, yakni jiwanya tertahan sampai seluruh hutangnya
dibayarkan. Hadist yang menjelaskan ancaman tersebut adalah sebagaimana
berikut:
”: :
Artinya: Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam beliau bersabda: Jiwa seorang mukmin itu terkatung-katung atau tertahan.
7
Nawang Regar Pangestuti, Tinjauan Hukum Isla Terhadap Hutang Yang Dialkukan Anak DI
Bawah Umur (Studi Kasus di TKIT Nurul Hikmah Lembeyan Magetan), Skripsi untuk menempuh
gelas S1, IAIN Ponorogo, 2017, hal 5.
8
(Diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi No. 1078-1079 dan Imam Ibnu Mâjah
dalam Sunan-nya 2413. Hadits ini di shahihkan oleh Syaikh al-Albâni
rahimahullah dalam Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr.)
9
ke dalam al milk. Menurut bahasa, hutang (dayn) dapat bermakna pinjaman.
Al dayn mensyaratkan jangka waktu tertentu dalam pengembalian utang, hal
ini yang membedakan dari al qardh. Dayn lebih umum dibandingkan dengan
qardh. Setiap qardh adalah dayn, namun tidak semua dayn adalah qardh.8
Konsep sederhana dayn, bahwa hal tersebut adalah beban material atau
finansial yang harus dibayar kepada yang berhak atau lebih sering disebut
dengan tanggungan. Tanggungan tersebut mencakup seluruh yang berada
disebabkan oleh meminjam harta, membeli barang dengan cara tidak tunai,
peggantian barang orang lain karena suatu sebab, diyat (kompensasi harta
yang diterima keluarga terbunuh) atas tindakan kriminal.9
2. Qardh
Kata lain yang digunakan dalam kontes arti hutang piutang disebut
dengan al qardh, yang berarti memotong. Secara etimologis, merupakan
bentuk mashdar dari qaradha asy syai’ yaqhridhu yang berarti memutusnya.
Secara terminologi, akad qardh adalah orang yang memberikan piutang
memberikan sebagian hartanya kepada orang lain yang membutuhkan uang
tersebut. Definisi lain dari qardh sendiri yaitu perjanjian khusus untuk
menyerahkan harta (mal mitsli) kepada orang lain untuk kemudian
dikembalikan persis seperti diterimanya.10
Akad qardh memiliki rukun-rukun dan syarat-syarat dalam
pelaksanaannya. Rukun-rukun yang harus dipenuhi antara lain:
a) Pelaku Akad
b) Objek akad yaitu dana
c) Tujuan yaitu iwad berupa pinjaman tanpa imbalan
8
Op. Cit, Nurul Huda, hal 239
9
Agus Rijal, Utang Halal dan Utang Haram, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013, hal 98-
99
10
Tio Aryansyah Putra, Pengaruh Piutang Dagang dan Metode Pencatatan Hutang Piutang
Terhadap Kesediaan Modal Penjualan Dalam Perspektif Ekonomi Islam, Jurnal El Hikam, Vol II,
No.1 Januari-Juni 2017, hal 98
10
d) Shigat, yakni ijab qabul
Al qardh merupakan pengalihan kepemilikan barang sementara, bukan
suatu pengalihan mutlak. Peminjam akan mengembalikan harta yang telah
dipinjam dengan jumlah yang sama atau serupa. Pada akad qardh, tempo
waktu pelunasan pembayaran tidak ditentukan, jika ada suatu kendala
terhadap muqtarid dalam hal penangguhan, maka ia harus menyampaikan
alasan tidak dapat membayar ketika muqrid menagih uang tersebut sewaktu-
waktu. Disimpulkan bahwa al qard merupakan akad yang bersifat tolong
menolong.11
Hutang merupakan kewajiban seseorang yang harus ditunaikan. Di satu
sisi hutang menyebabkan seseorang masuk surga, namun juga bisa
menyebabkan seseorang masuk ke dalam neraka. Kata al qardh dalam Al
Quran disebutkan sebanyak 6 kali dan semuanya diikuti dengan kata hasan.
Dalil dalam Al Quran yang menjelaskan tentang konsep hutang tersebut
salah satunya terdapat pada Surat Al Baqarah ayat 245. Allah berfirman
dalam surat ini:
Artinya: Barang siapa yang meminjami Allah dengan pinjaman yang baik,
maka Allah akan melipat gandakan ganti kepadanya dengan banyak. Allah
menahan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
(Al Baqarah: 245)
11
Op. Cit, Muhammad Syafi’i Antonio, hal 131.
11
Allah akan mengganti apa yang telah ia berikan bahkan melipat
gandakannya dengan berbagai kebaikan atas perbuatannya.
12
Saleh Al Fauzan, Al Mukhasal Al Fiqhi, Jakarta: Gema Insani Press, 2005, hal 411.
12
Memahami perbedaan kedua arti hutang piutang dalam konsep hukum Islam
sangatlah penting, karena masing-masing memiliki konsekuensi berbeda-beda.
Perbedaan tersebut terdapat pada konsep makna dan pelaksanaannya. Pertama,
dayn mencakup segala jenis hutang, baik dalam suatu akad, transaksi,
merusakkan, menghabiskan, ataupun pinjaman. Al qardh hanya berupa hutang
yang timbul akibat dari pinjaman. Kedua, Al dayn mensyaratkan jangka waktu
tertentu dalam pengembalian jumlah harta yang dihutangkan, hal inilah yang
membedakan dari qardh, yang tidak mensyaratkan jangka waktu, karena akad
qardh adalah akand yang bersifat ta’awuni atau tolong menolong.13
Mayoritas fuqoha bersepakat bahwa tidak ada waktu tenggang atau takjil
yang ditentukan dalam pelunasan suatu hutang. Jika terdapat kesepakatan, yang
demikian tidaklah diwajibkan. Pada istilah dayn, waktu pelunasan sering
diberikan masa waktu atau tenggang, namun pada akad qardh umumunya
bersifat hallan (saat muqrid menagih uang tersebut). Jika waktu penangguhan
muqtarid belum mampu untuk membayar, maka murqrid dapat
menyedekahkannya, hal tersebut merupakan suatu kebaikan atau pahala bagi si
muqrid. Adapun firman Allah Swt yang menjelaskan tentang waktu penangguhan
suatu hutang yang terdapat dalam surat Al Baqarah ayat 280, yakni:
ۖ ۖ
Artinya: Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua
utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui (Al Baqarah: 280)
13
Dewi Roichatul Mardhiyah, Skripsi: Konsep Dayn Perspektif Al Quran: Studi Komparatif
Tafsir Al Syarawi dan Tafsir Al Misbah, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019,
hal 4
13
Ibnu Jarir At Thobari mentafsirkan beberapa riwayat sebab turunnya ayat
tersebut. Beliau menyimpulkan bahwa ayat ini mengisahkan tentang orang-orang
jahiliyah (yang kemudian masuk Islam) mempunyai piutang sedangkan pada
waktu itu mereka membungakan uang mereka. Ketika awal mereka masuk Islam,
perkara tersebut belum tunai. Maka Allah memerintahkan mereka untuk
meninggalkan apa yang berbau riba setelah mereka masuk Islam. Kemudian,
mereka hanya diperbolehkan mengambil uang pokok tanpa tambahan bunga dan
memberikan opsi penangguhan pengembalian uang pokok. Hal ini diperuntukkan
bagi mereka yang berada dalam kesusahan membayar hutang.
14
Adapun pendapat ulama terkait arti lain terkait hutang (dalam bahasa
Arab), yakni al qardh. Berikut adalah beberapa ulama terkenal dengan gagasan
pemikirannya terkait hutang piutang yang berarti al qardh14:
1. Menurut kalangan Malikiyah berpendapat bahwa al qardh atau hutang
pinjam meminjam adalah pembayaran kepada orang lain terhadap sesuatu
yang memiliki nilai materi dengan tanpa kelebihan syarat pengembalian.
Hendaknya tidak berbeda dengan pembayaran
2. Menurut kalangan Hanafiyah, definisi hutang adalah pemberian harta
tertentu untuk dikembalikan sesuai padanannya, dan disyaratkan agar
pinjaman berupa sesuatu yang serupa
3. Menurut kalangan Syafiiyah, al qardh adalah sesuatu yang dihutangkan atau
pemberian kepemilikan sesuatu dengan pengembalian yang serupa
4. Menurut kalangan Hanbilah, al qard adalah pembayaran harta kepada orang
yang ingin memanfaatkannya untuk dikembalikan sesuai padanannya
14
Habib Yazir dan Muhammad Hasanudin, Ensiklopedia Ekonomi dan Perbankan Syari’ah
Kaki Langit, 2004, hal 479.
15
Abdul Aziz dan Ramdansyah, Esensi Hutang dalam Ekonomi Islam, Bisnis: Vol 4 No 1
Juni ,2016, hal 129-132.
15
2. Tidak menunda pembayaran. Pembayaran yang diberikan jarak waktu tempo
haruslah segera melunasinya, begitu juga bagi pembayaran yang tidak
ditentukan jangka waktu pengembaliannya.
3. Tambahan dalam hutang, hal ini merupakan bentuk kesadaran peminjam
terhadap pemberi hutang sebagai bentuk balas jasa atas kebaikannya.
Adapun syarat penambahan, tidak disebutkan dalam akad awal hutang
piutang tersebut.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hutang secara terminologi adalah memberikan harta kepada orang lain yang
membutuhkan untuk dimanfaatkan olehnya dengan pengembalian ganti rugi
(uang yang dipinjam) dikemudian hari. Menurut syari’ah Islam, hukum utang
piutang diperbolehkan atau jaiz. Bahkan, orang yang memberikan hutang atau
pinjaman kepada orang lain yang sangat membutuhkan adalah hal yang
dianjurkan atau disukai oleh Allah SWT
Allah mendorong hambanya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan dan
menafkahkan sebagian hartanya di jalan Allah. Barangsiapa yang melakukan hal
yang demikian, niscahya Allah akan mengganti apa yang telah ia berikan bahkan
melipat gandakannya dengan berbagai kebaikan atas perbuatannya. Perbuatan
tolong menolong ini juga tidak boleh diikuti oleh pencarian keuntungan secara
komersil, karena pinjaman yang diberikan adalah niat murni pember pinjaman
untuk menolong peminjam dalam kebutuhan finansial yang mendesak.
Mayoritas fuqoha bersepakat bahwa tidak ada waktu tenggang atau takjil
yang ditentukan dalam pelunasan suatu hutang. Jika terdapat kesepakatan, yang
demikian tidaklah diwajibkan. Pada istilah dayn, waktu pelunasan sering
diberikan masa waktu atau tenggang, namun pada akad qardh umumunya
bersifat hallan (saat muqrid menagih uang tersebut).
B. Saran
Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan dan salah satu
sumber tentang investasi nasional dan pekembangannya lebih lanjut. Sebaiknya
pembaca menggunakan makalah ini dengan bijak dan tidak terpaku pada satu
sumber saja. Demi penyempurnaan makalah ini, kami mengharapkan kritik dan
saran yang konstruktif
17
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz dan Ramdansyah. 2016. Esensi Hutang dalam Ekonomi Islam, Bisnis:
Vol 4 No 1.
Agus Rijal. 2013. Utang Halal dan Utang Haram. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Dewi Roichatul Mardhiyah. 2019. Skripsi: Konsep Dayn Perspektif Al Quran: Studi
Komparatif Tafsir Al Syarawi dan Tafsir Al Misbah. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kieso Donal E, dk. 2012. Akuntansi Intermediate Edisi ke Dua Belas Jilid I. Jakarta:
Erlangga.
Muhammad Syafi’I Antonio. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta:
Gema Insani Press.
Nawang Regar Pangestuti. 2017. Tinjauan Hukum Isla Terhadap Hutang Yang
Dialkukan Anak DI Bawah Umur (Studi Kasus di TKIT Nurul Hikmah
Lembeyan Magetan). Skripsi untuk menempuh gelas S1, IAIN Ponorogo.
Nurul Huda. 2015. Dalam Keuangan Publik Islami: Pendekatan Teoritis dan
Sejarah. Jakarta: Kencana.
Tio Aryansyah Putra. 2017. Pengaruh Piutang Dagang dan Metode Pencatatan
Hutang Piutang Terhadap Kesediaan Modal Penjualan Dalam Perspektif
Ekonomi Islam. Jurnal El Hikam, Vol II, No.1 Januari-Juni.
18