Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

USHUL FIQH NASIKH DAN MANSUKH

OLEH:
KELOMPOK I

Abdullah a
Wafurul Wadud
Sadili Ali
Suyuti Ali

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM AL-KHAIRAT PAMEKASAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan hidayah, taufik,
dan inayahnya kepada kita semua. Sehingga kami bisa menjalani kehidupan ini
sesuai dengan ridhonya. Syukur Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan
makalah ini sesuai dengan rencana. Makalah ini kami beri judul ”Nasikh-
Mansukh” dengan tujuan untuk mengetahui bagaimanakah sebenarnya”Nasikh-
Mansukh”.

Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita


Nabi Muhammad SAW. Karena beliau  adalah  salah satu figur umat yang mampu
memberikan syafa’at kelak di hari kiamat.Selanjutnya kami mengucapkan banyak
terima kasih kepada Bapak Muniriyanto selaku dosen Mata KuliahUshul
Fiqih yang telah membimbing kami. Dan  kepada semua pihak yang  terlibat
dalam  pembuatan  makalah ini hingga selesai.

Kami  mohon ma’af  yang  sebesar-besarnya apabila dalam penulisan


makalah ini terdapat banyak kesalahan didalamnya.kami mengharapkan saran dan
kritik yang membangun demi tercapainya kesempurnaan  makalah  selanjutnya.

                                                                                 Pamekasan , 21 November
2021

                                                                                                       Penyusun
DAFTAR ISI

Cover............................................................................................................  i

Kata Pengantar............................................................................................ ii

Daftar Isi....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.........................................................................   1

B. Rumusan Masalah..........………...............................................   2

C. Tujuan Penulisan......................................................................    2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Nasakh Mansukh.....................................................  3

B.  Syarat-syarat Nasakh Mansukh ................................................ 7

C. Rukun Nasakh Mansukh............................................................. 7

D. Pembagian Nasakh Mansukh.....................................................  8

E.  Macam-macam Nasakh Mansukh.............................................. 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................  15

B. Saran........................................................................................... 16

Daftar Pustaka............................................................................................. 17
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Al Qur’an merupakan sumber ilmu yang takkan habis-habisnya untuk


dikaji dan diteliti. Banyak cabang-cabang ilmu pengetahuan yang digali dari Al-
Qur’an. Dalam makalah ini kami mencoba sedikit membahas tentang ilmu Nasikh
Mansukh yang cukup panjang pembahasannya, namun kami telah berusaha untuk
lebih teliti dan jeli dalam mempelajarinya. Dengan harapan sebagai seorang
muslim yang taat dan paham kita semakin memahami isi kandungan Al-Qur’an
secara benar dan baik.

Secara terminologi nasikh adalah raf’u Al-hukm Al-syar’i bi Al-khithab


Al-syar’i (menghapuskan hukum syara dengan kitab syara pula) atau ‘raf’u Al-
hukm bil Al-dalil Al-syar’i (menghapus hukum syara dengan dalil syara lain).
Sedangkan mansukh adalah hukum yang di angkat. Selain itu  nasikh jug
mempunyai rukun dan syarat.Manna’Al-Qathathan menetapkan tiga dasar untuk
menegaskan bahwa suatu ayat dikatakan bahwa nasikh (menghapus) ayat lain
mansukh (dihapus).

B. RUMUSAN MASALAH

1.Apakah pengertian nasikh dan mansukh?

2.Apakah rukun dan syarat naskh?

3.Bagaimana dasar-dasar penetapan Nasikh danMansukh?

4. Bagaimana Bentuk-bentuk dan macam-macam Nasikh dalam Al-Quran?

C.TUJUAN

1. Mengetahui pengertian Nasikh dan Mansukh.

2. Mengetahui rukun dan syarat nasikh.

3. Mengetahui dasar-dasar penetapan Nasikh danMansukh.

4. Mengetahui Bentuk-bentuk dan macam-macam Nasikh dalam Al-Quran.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nasakh Mansukh

1. Pengertian Nasakh

Pengertian yang sederhana atau umumnya yang kebanyakan orang tau


nasikh ini. Nasikh secara etimologi yaitu menghapus/ mengganti/ memindahkan/
mengutip. Sedangkan secara terminologi, nasikh berarti menghapus suatu hukum
syara’ dengan dalil syara’ yang datang kemudian, dengan catatan kalau sekiranya
tidak ada nasikh itu tentulah hukum yang pertama akan tetap berlaku. Seperti
terlihat dalam surat Al-Baqarah ayat 106 

Artinya: Ayat mana saja yang kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa
kepadanya, kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang
sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu?.

Menurut Mufti Mesir, Ali Jum'ah, dalam bukunya an-Naskh `ida al-


Usuliyyîn, menjelaskan makna naskh secara etimologi ada tiga:

a. Menghilangkan dan menghapus sesuatu.

b. Menghilangkan/menghapus sesuatu dan menggantikannya dengan yang lain.

c. Memindahkan sesuatu dari tempat ke tempat yang lain. Reinkarnasi adalah


perpindahan roh dari suatu tubuh ke jasad yang lain. Dalam bahasa Arab disebut
dengan tanasukh.

Secara terminologi, para ulama pun berbeda pendapat tentang


defenisi nasikh. Ulama-  ulama klasik, dalam mendefenisikan naskh berkisar
pada:

a. Pembatalan hukum oleh hukum yang datang kemudian.

b. Pengkhususan yang umum oleh yang khusus.

c. Menjelaskan yang mubham dan mujmal dengan penjelasan yang datang kemudian.

d. taqyîd mutlaq, penetapan syarat bagi yang tidak bersyarat.


Defenisi di atas dipandang terlalu luas, hingga perlu untuk mempersempit
definisi tersebut untuk mewakili maksud dari naskh saja. Ali Jum`ah
menyebutkan, setidaknya ada tiga definisi:

1). Naskh adalah mengangkat hukum syar`i dengan dalil yang syar`i yang datangnya
belakangan. Definisi ini dipilih oleh Qadhi Abu Bakr al-Baqillani, Ibnu Hajib, dan
as-Subki.

2). Naskh adalah khitab yang menunjukkan atas terangkatnnya hukum yang telah
ditetapkan dengan khitab yang datang belakangan, yang kalaulah tidak datang
khitab itu niscaya hukum yang pertama tetap berlaku. Definisi ini diucapkan oleh
Imam al-Ghazali, as-Sairafi, Abu Ishaq asy-Syirazi, dan al-Amidi.

3). Naskh adalah keterangan berakhirnya hukum syar`i dengan cara yang syar`i yang
datangnya belakangan. Definisi ini diucapkan oleh al- Baidhawi.

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa naskh secara


terminologi adalah ketentuan hukum yang datang kemudian, guna membatalkan
atau mencabut atau menyatakan berakhirnya masa pemberlakuan hukum yang
terdahulu, sehingga ketentuan yang berlaku adalah yang ditetapkan belakangan.

2. Pengertian Mansukh

Arti yang sederhana mansukh yaitu sesuatu yang diganti. Sedangkan


secara terminologi, mansukh berarti hukum syara’ yang menempati posisi awal,
yang belum diubah dan belum diganti dengan hukum syara’ yang datang
kemudian.

Mansukh disini dapat dibagi menjadi beberapa macam, antara lain:

a. Mansûkh tilâwah-nya, yakni redaksi ayatnya dalam Alquran, akan tetapi


hukumnya tetap berlaku.

b. Mansûkh hukumnya, sementara redaksinya tetap ada di dalam Alquran, seperti


surat al-Mujadilah ayat 12:

Artinya: "Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan


pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah
(kepada orang  miskin) sebelum pembicaraan itu. Yang demikian tu lebih baik
bagimu dan lebih bersih; jika kamu tidak memperoleh (yang akan disedekahkan)
maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Ayat ini di-naskh hukumnya oleh surat al-Mujadalah ayat 13.


Artinya: "Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu
memberikan sedekah  sebelum mengadakan pembicaraan dengan Rasul? Maka
jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepadamu maka
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan."

c. Mansûkh tilâwah dan hukumnya sekaligus.[3]

3. Pengertian Nasikh Mansukh

Arti nasikh mansukh  dalam istilah fuqaha’ antara lain:

a. Membatalkan hukum yang telah diperoleh dari nas yang telah  lalu dengan suatu
nas yang baru datang. Seperti cegahan terhadap ziarah kubur oleh Nabi, lalu Nabi
membolehkannya.

b. Mengangkat nas yang umum, atau membatasi kemutlakan nas seperti dalam Surat
Al-Baqarah ayat 228

Artinya: Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu)


tiga kali quru'. tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah
dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-
suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami)
menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi para suami, mempunyai
satu tingkatan kelebihan dari pada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.

Dan Surat Al-Ahzab ayat 49:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi


perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum
kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu
yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan
lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.”

B. Syarat-syarat Nasikh Mansukh

Terjadinya Nasikh-Mansukh mengharuskan adanya syarat-syarat berikut :

1. Hukum yang mansukh  adalah hukum syara’.


2. Adanya dalil baru yang mengganti (nasikh) harus setelah ada tenggang waktu dari
dalil hukum yang pertama (mansukh).

3. Antara dua dalil nasikh dan mansukh harus ada pertetangan yang nyata
(kontradiktif).

4. Dalil yang mengganti (nasikh) harus bersifat mutawatir.[4]

Cara untuk mengetahui nasikh dan mansukh terdapat beberapa cara:

1. Keterangan tegas dari Nabi atau sahabat.

2. Kesepakatan umat bahwa ayat ini nasikh dan yang itu mansukh.

3. Mengetahui mana yang terlebih dahulu dan mana yang kemudian dalam perspektif
sejarah.

C. Rukun Nasakh Mansukh

Adapun Rukun nasakh ada empat, yaitu

a. An-Nasikh, yaitu peryataan yang menunjukan pembatalan (penghapusan)


berlakunya hukum yang telah ada.

b. Nasikh, yaitu: Allah SWT, karena Dia-lah yang membuat hukum dan Dia pula
yang membatalkannya, sesuai dengan kehendak-Nya. Oleh sebab itu, nasikh itu
hakikatnya adalah Allah SWT.

c. Mansukh, yaitu: yaitu hukum yang di batalkan, dihapuskan, atau dipindahkan.

d. Mansukh ‘anhu, yaitu: orang yang dibebani hukum.

E. Pembagian  Nasakh Dan Mansukh

Pembagian Nasakh dapat diklarifikasikan kepada empat bagian :

1.   Naskh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an ( Nasakh semacam ini disepakati


kebolehannya oleh para ulama dan telah terjadi secara hukum ), seperti ayat tetang
idah yang masanya satu tahun menjadi empat bulan sepuluh hari. QS. Al-
Baqarah : 240

ٍ ‫ َر‬Q‫ َر إِ ْخ‬Q‫صيَّةً ألَ ْز َوا ِج ِهم َّمتَاعًا إِلَى ْال َحوْ ِل َغ ْي‬
َ Qَ‫ َرجْ نَ فَالَ ُجن‬Qَ‫إ ِ ْن خ‬Qَ‫اج ف‬
‫اح‬Q ِ ‫َوالَّ ِذينَ يُتَ َوفَّوْ نَ ِمن ُك ْم َويَ َذرُونَ أَ ْز َواجًا َو‬
٢٤٠ : ‫َزي ُُز َح ِكي ُُم – البقرة‬ ِ ‫ُوف َوهللاُ ع‬ ٍ ‫َعلَ ْي ُك ْم فِي َما فَ َع ْلنَ فِي أَنفُ ِس ِه َّن ِمن َّم ْعر‬

Artinya: “Dan orang-orang yang akan meninggal dunia diantaramu dan


meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi
bafkah hingga setahun lamanya dengan tidak disuruh pindah (dari rumahnya).
Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau
waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat ma'ruf terhadap diri
mereka.Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.Al-Baqarah 2:240)

Dinaskh dengan ayat Al-Baqarah : 234.

‫ا َح َعلَ ْي ُك ْم‬QQَ‫َوالَّ ِذينَ يُتَ َوفَّوْ نَ ِمن ُك ْم َويَ َذرُونَ أَ ْز َواجًا يَتَ َربَّصْ نَ بِأَنفُ ِس ِه َّن أَرْ بَ َعةَ أَ ْشه ٍُر َو َع ْشرًا فَإ ِ َذا بَلَ ْغنَ أَ َجلَه َُّن فَالَ ُجن‬
٢٣٤ : ‫ البقرة‬- * ‫ُوف َوهللاُ بِ َما تَ ْع َملُونَ َخبِي ُر‬ ِ ‫فِي َما فَ َع ْلنَ فِي أَنفُ ِس ِه َّن بِ ْال َم ْعر‬

Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan


meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya
(ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis masa
'iddahnya, maka tiada dosa bagimu(para wali) memberiarkan mereka berbuat
terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu
perbuat. ( QS. Al-Baqarah /2:234)

Dan hukum tersebut bagi yang tidak hamil, bagi yang hamil dinaskh


dengan ayat Al-Thalaq : 4

ُ َ‫نَ َوأُوْ ال‬QQ‫ض‬


‫ا ِل‬QQ‫ت ْاألَحْ َم‬ ْ ‫ه ٍُر َواالَّئِى لَ ْم يَ ِح‬Q ‫ةُ أَ ْش‬Q َ‫ َّدتُه َُّن ثَالَث‬Q‫آئِ ُك ْم إِ ِن ارْ تَ ْبتُ ْم فَ ِع‬Q ‫يض ِمن نِّ َس‬ ِ ‫نَ ِمنَ ْال َم ِح‬Q ‫َواالَّئِى يَئِ ْس‬
٤: ‫ق هللاَ يَجْ َعل لَّهُ ِم ْن أَ ْم ِر ِه يُ ْسرًا – الطالق‬ َ َ‫أَ َجلُه َُّن أَن ي‬
ِ َّ‫ض ْعنَ ِح ْملَه َُّن َو َمن يَت‬
Artinya :Dan perempuan-perempuan yang putus asa dari haid di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka
iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang
tidak haid. Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah
sampai mereka melahirkan kandungannya.Dan barangsiapa yang bertaqwa
kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.
(QS. 65:4)

2.  Naskh Al-Qur’an dengan As-Sunnah. (Dalam hal ini para ulama membatasi hanya
denga sunnah mutawatiroh, sebagaimana menurut imam Maliky, Abu Hanifah,
mazhab al-Asy’ary dan Mu’tazilah), dan naskh ini ditolak oleh mazhab syafi’ih,
dengan alasan ayat Al-Baqarah : 106, bahwa Al-Qur’an tidak lebih baik
kedudukannya dengan as-sunnah.[7]

Nasakh jenis ini menurut Syaikh Manna’ terbagi dua, yaitu:

1). Nasakh Al Qur’an dengan hadits ahad.

 Jumhur berpendapat, Qur’an tidak boleh dinasakh oleh hadis ahad, sebab
Al Qur’an adalah mutawatir dan menunjukkan yakin, sedang hadis ahad zanni,
bersifat dugaan, di samping tidak sah pula menghapus sesuatu yang ma’lum(jelas
diketahui) dengan yang maznun(diduga)

2). Nasakh Al Qur’an dengan hadis mutawatir.

Nasakh jenis ini dibolehkan oleh Malik, Abu Hanifah dan Ahmad dalam
satu riwayat, sebab masing-masing keduanya adalah wahyu.Dasarnya adalah
firman Allah dalam surah an Najm ayat 3-4.

Artinya”Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa


nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan(kepadanya)”.

Serta Surah An Nahl ayat 44. Artinya “Dan kami turunkan kepadamu
Qur’an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka”.Dan nasakh itu sendiri merupakan salah satu penjelasan.

Sementara itu Asy Syafi’I, Zhahiriyah dan Ahmad dalam riwayatnya yang
lain menolak nasakh seperti ini, berdasarkan firman Allah dalam surah Al
Baqarah ayat 106:

Artinya :Apa saja ayat yang kami nasakhan, atau kami jadikan
(manusia) lupa kepadanya, kami datangkan yang lebih baik atau yang
sebanding denganya…..[8]

Sedang hadits menurut ulama-ulama tersebut tidak lebih dari atau


sebanding dengan Al Qur’an.[9] Jadi jumhur ulama sepakat tidak ada nasakh Al
Qur’an dengan sunnah, karena Al Qur’an lebih tinggi dari sunnah, jadi tidak
mungkin dalil yang lebih tinggi dihapus oleh dalil yang lebih rendah. Pada Surah
Al Baqarah ayat 106 telah disebutkan bahwa dalil yang menasakh yaitu lebih baik
dalam arti kuat dari pada dalil yang dinasakh, atau setidaknya sama.

3.Naskh As-Sunnah dengan Al-Qur’an. (Naskh dalam semacam ini disepakati oleh
jumhur ulama, dalam hal ini nabi memrintahkan kaum muslimin dalam
menghadap kiblat Baitul Maqdis kemudian dinaskh oleh Al-Qur’an dalam surat al
Baqarah ; 144) atau kewajiban puasa Asyura’, yang ditetapkan berdasarkan
Sunnah kemudian dinaskh oleh firman Allah QS. Al-Baqarah : 185.
ُ ‫ َر ِام َو َحي‬Q‫ط َر ْال َم ْس ِج ِد ْال َح‬
‫ا ُكنتُ ْم فَ َولُّوا‬QQ‫ْث َم‬ ْ ‫ك َش‬ َ َ‫ضاهَا فَ َو ِّل َوجْ ه‬ َ َّ‫ك فِي ال َّس َمآ ِء فَلَنُ َولِّيَن‬
َ ْ‫ك قِ ْبلَةً تَر‬ َ ‫ب َوجْ ِه‬ َ ُّ‫قَ ْد نَ َرى تَقَل‬
َ‫ون‬QQQُ‫ ٍل َع َّما يَ ْع َمل‬QQQِ‫ا هللاُ بِغَاف‬QQQ‫ق ِمن َّربِّ ِه ْم َو َم‬ َ ‫وا ْال ِكت‬QQQُ‫ط َرهُ َوإِ َّن الَّ ِذينَ أُوت‬
ُّ QQQ‫ونَ أَنَّهُ ْال َح‬QQQ‫اب لَيَ ْعلَ ُم‬QQQَ ْ QQQ‫وهَ ُك ْم َش‬QQQُ‫ُوج‬
)١٤٤ : ‫(البقرة‬
Artinya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit,
maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.Dan di mana saja kamu berada,
palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan
Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa
berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Rabb-nya; dan Allah sekali-
kali tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Baqarah /2:144)

4.  Naskh as-Sunnah dengan As-Sunnah.contohnya sabda Nabi shollallohu alaihi wa


sallam :

Artinya :"Dahulu aku melarang kalian dari meminum nabidz  yang


disimpan di tempat-tempat, maka (sekarang) minumlah sesuai dengan kehendak
kalian, dan jangan kalian meminum sesuatu yang memabukkan."

Dalam katagori ini, ulama membolehkan, dengan ketentuan :

1).  Naskh mutawwatir dengan mutawatir,

2).  Naskh ahad dengan ahad,

3).  Naskh ahad dengan mutawatir,

4).  Naskh mutawatir dengan ahad

Dan ulama menyepakati dalam tiga bentuk yang pertama, sedang bentuk
keempat dalam perselisihan pendapat.

G.    Macam-macam Naskh

Macam-macam naskh berpengganti dan tidak berpengganti.

1.  Naskh tanpa badal ( pengganti ), contoh, penghapusan besedekah sebelum


berbicara kepada rasulullah, sebagaimana diperintahkannya dalam surat Al-
Mujadilah : 12.
ْ َ‫ك خَ ْي ُُر لَّ ُك ْم َوأ‬
‫إ ِ َّن‬Q َ‫ دُوا ف‬Q‫إِن لَّ ْم تَ ِج‬Q َ‫طهَ ُر ف‬ َ ‫يَاأَيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا إِ َذا نَا َج ْيتُ ُم ال َّرسُو َل فَقَ ِّد ُموا بَ ْينَ يَ َديْ نَجْ َوا ُك ْم‬
َ ِ‫ص َدقَةً َذل‬
)١٢:‫هللاَ َغفُو ُُر َّر ِحي ٌم (المجادلة‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengadakan


pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah
(kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu.Yang demikian itu adalah lebih
baik bagimu dan lebih bersih; jika kamu tiada memperoleh (yang akan
disedekahkan) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS. Al-Mujadilah /58:12)

Ayat diatas, dinaskh dengan ayat al-Mujadilah : 13.

َّ ‫أَقِي ُموا‬Qَ‫اب هللاُ َعلَ ْي ُك ْم ف‬Qَ


َ‫اة‬QQ‫وا ال َّز َك‬Qُ‫الَةَ َو َءات‬Q‫الص‬ َ ‫وا َوت‬Qُ‫إ ِ ْذ لَ ْم تَ ْف َعل‬Qَ‫ت ف‬ َ ‫ َوا ُك ْم‬Qْ‫ َديْ نَج‬Qَ‫ ِّد ُموا بَ ْينَ ي‬Qَ‫َءأَ ْشفَ ْقتُ ْم أَن تُق‬
ٍ ‫ َدقَا‬Q‫ص‬
)١٣: ‫َوأَ ِطيعُوا هللاَ َو َرسُولَهُ َوهللاُ َخبِي ٌر بِ َما تَ ْع َملُونَ (المجادلة‬

Artinya : Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu


memberikan sedekah sebelum pembicaraan dengan Rasul Maka jika kamu tiada
memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepadamu maka dirikanlah
shalat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Mujadilah /58:13)

2. Naskh dengan badal akhaf ( lebih ringan ), contohnya puasa masa dahulu, dalam


Surat Al-Baqarah : 183 ( ayat Puasa ). Dinaskh dengan ayat Al-Baqarah : 187

ِّ ‫أُ ِح َّل لَ ُك ْم لَ ْيلَةَ ال‬


ُ َ‫صيَ ِام ال َّرف‬
)١٨٧: ‫ث إِلَى نِ َسائِ ُك ْم ( البقرة‬

Artinya : Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur


dengan isteri-isteri kamu ( Al-Baqarah / 2 : 187 )

3. Naskh dengan badal mumatsil ( sebanding ), Contohnya, tahwil kiblat, menghapus


menghadap bait al-maqdis dengan menghadap kiblat ke ka’bah. Dengan firman
Allah surat Al-Baqarah : 144
ْ ‫ك َش‬
)١٤٤ : ‫ط َر ْال َم ْس ِج ِد ْال َح َر ِام ( البقرة‬ َ َ‫ضاهَا فَ َو ِّل َوجْ ه‬ َ َّ‫ك فِي ال َّس َمآ ِء فَلَنُ َولِّيَن‬
َ ْ‫ك قِ ْبلَةً تَر‬ َ ُّ‫قَ ْد نَ َرى تَقَل‬
َ ‫ب َوجْ ِه‬

Artinya :Sungguh  Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit,


maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.( Al-Baqarah / 2 : 144 )

4.  Naskh dengan badal astqal ( lebih berat ), contohnya, menghapus hukuman


penahanan di rumah pada awal islam, dalam ayat an Nisa’ : 15-16,

15. dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada
empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). kemudian apabila
mereka telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu)
dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan
lain kepadanya. 16. dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di
antara kamu, Maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya
bertaubat dan memperbaiki diri, Maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Dinaskh dengan An Nur : 2

ِ‫ونَ بِاهلل‬QQُ‫ةٌ فِي ِدي ِن هللاِ إِن ُكنتُ ْم تُ ْؤ ِمن‬Qَ‫ا َر ْأف‬QQ‫ذ ُكم بِ ِه َم‬Q
ْ Q‫ َد ٍة َوالَتَأْ ُخ‬Q‫ةَ َج ْل‬Qَ‫ا َمائ‬QQ‫ ٍد ِّم ْنهُ َم‬Q‫ َّل َوا ِح‬Q‫ال َّزانِيَةُ َوال َّزانِي فَاجْ لِدُوا ُك‬
)٢( َ‫َو ْاليَوْ ِم ْاألَ ِخ ِر َو ْليَ ْشهَ ْد َع َذابَهُ َما طَآئِفَةٌ ِّمنَ ْال ُم ْؤ ِمنِين‬

Atau dengan didera 100 kali dan diasingkan bagi yang belum menikah ( gadis ),
dan di dera 100 kali dan dirajam, bagi yang telah menikah, sebagaimana
disebutkan dalam firman Allah SWT :

Artinya  :"orang tua laki-laki dan perempuan apabila berzina, maka


rajamlah keduanya dengan pasti.

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

1.      Pengertian Nasakh

Pengertian yang sederhana atau umumnya yang kebanyakan orang tau


nasikh ini. Nasikh secara etimologi yaitu menghapus/ mengganti/ memindahkan/
mengutip. Sedangkan secara terminologi, nasikh berarti menghapus suatu hukum
syara’ dengan dalil syara’ yang datang kemudian, dengan catatan kalau sekiranya
tidak ada nasikh itu tentulah hukum yang pertama akan tetap berlaku.

2. Pengertian Mansukh

Arti yang sederhana mansukh yaitu sesuatu yang diganti. Sedangkan secara


terminologi, mansukhberarti hukum syara’ yang menempati posisi awal, yang
belum diubah dan belum diganti dengan hukum syara’ yang datang kemudian.
3. Syarat-syarat Nasikh Mansukh

4. Rukun Nasakh Mansukh

5. Pembagian  Nasakh Dan Mansukh

6. Macam-macam Naskh

B.     Saran

Semoga makalah ini bisa di bahas dan di pelajari serta menjadi suatu motivasi
belajar yang mendorong mahasiswa untuk membaca dan sekaligus memahami isi
dari makalah, dan kepada kita selaku penyusunnya supaya bisa bermanfaat di
kemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Shiddieqy, Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. PT Pustaka

Rizki Putra. Semarang: 2009

Syadali, Ahmad. Ulumul Qur’an I. CV Pustaka Setia. Bandung: 2006

Shiddieqy, Hasbi. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.PT Pustaka Rizki Putra. Semarang: 2010

Al-Qattan.Studi Ilmu-Ilmu Qur’an.PT. Mitra Kerjaya Indonesia. Jakarta: 2009

Anda mungkin juga menyukai