STAIN MAJENE
Oleh:
Kelompok : IX
Kelompok IX
Daftar isi
Contents
BAB I...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
B.rumusan masalah........................................................................................................4
C.tujuan masalah............................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................5
PEMBAHASAN....................................................................................................................5
A. Pengertian Nasikh dan Mansukh.............................................................................5
B. Klasifikasi Nasikh dan Mansukh..............................................................................6
C. Perbedaan antara Nasikh dan Mansukh..................................................................6
D. Perbedaan Pendapat tentang Ayat-ayat Mansukh..................................................6
BAB III...............................................................................................................................11
PENUTUP..........................................................................................................................11
A. KESIMPULAN.........................................................................................................11
B. SARAN...................................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN
A.latar belakang
Nasikh mansukh (abrogasi) merupakan salah satu cabang ilmu-ilmu Al-Qur’an yang
controversial sepanjang sejarah. Ini disebabkan dengan adanya setidaknya dua pandangan
yang bertentangan mengenai apakah Al-Qur’an mengandung ayat-ayat yang nasikh dan
ayat-ayat yang manuskh. Pengakuan ada dan tidaknya nasikh mansukh dalam Al-Qur’an
memiliki implikasi yang sangat serius bagi kehidupan manusia sehari-hari.
Dalam Ulumul Al-Qur’an yang mengundang perdebatan para ulama adalah mengenai
nāsikh mansūkh. Perbedaan pendapat para ulama dalam menetapkan ada atau tidak
adanya ayat-ayat mansūkh (dihapus) dalam Al-Qur’an, antara lain disebabkan adanya
ayat-ayat yang tampak kontradiksi bila dilihat dari lahirnya. Sebagian ulama berpendapat
bahwa di antara ayat-ayat tersebut, ada yang tidak bisa dikompromikan. Oleh karena itu,
mereka menerima teori nāsikh (penghapusan) dalam Al-Qur’an. Sebaliknya, bagi para
ulama yang berpendapat bahwa ayat-ayat tersebut keseluruhannya bisa dikompromikan,
tidak mengakui teori penghapusan itu.
Persoalan menjadi semakin rumit jika dikaitkan dengan landasan hukum adanya nāsikh
mansūkh itu sendiri yang lahir secara ijtihad, mulai dari landasan hukum naqliyahnya,.
penafsirannya, pertimbangan illat al-hukm dan hikmah al-hukmnya, hingga derivasi-
derivasi yang kemungkinan timbul kemudian seiring perkembangan waktu penerapan
hukumnya. Banyak sekali kalangan-kalangan yang membincangkan masalah adanya
nāsikh mansūkh diantaranya kalangan ahli hukum Islam tradisional maupun kontemporer.
Tidak hanya diperbincangkan, namun keberadaannya dianggap begitu penting dalam
memahami dan menafsirkan hukum-hukum dalam Al-Qur’an.
B.rumusan masalah
1. Apa pengertian dari Nasikh dan Mansukh.
2. Bagaimana klasifikasi Nasikh dan Mansukh.
3. Apa perbedaan antara Nasikh dan Mansukh.
4. Apa perbedaan Pendapat tentang Ayat-ayat Mansukh.
C.tujuan masalah
1. Untuk mengetahui pengertian Nasikh dan Mansukh
2. Untuk mengetahui klasifikasi Nasikh dan Mansukh
3. Untuk mengetahui perbedaan antara Nasikh dan Mansukh
4. Untuk mengetahui pebedaan pendapat tentang ayat-ayat
Mansukh
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Nasikh dan Mansukh
Secara bahasa nasakh adalah menghapus, sedangkan mansukh adalah yang dihapus.
Dengan demikian ada dua hal yang terkait yakni Nasikh dan Mansukh. Sedangkan
menurut istilah yang dimksud dengan Nasaikh adalah meñghapuskan suatu ketentuan
hukum syara’ dengan dalil syara’ yang datangnya kemudian. Atau Iebih jelasnya Nasikh
adalah menghapus/ membatalkan berlakunya sesuatu hukum syara’ yang telah ada oleh
hukum syara’ yang datang kemudian. Sedangkan Mansukh adalah sesuatu ketentuan
hukum syara yang dihapuskan oleh hukum yang datang kemudian itu. Jadi Nasikh berarti
mnghapus sedangkan Mansukh berarti dihapus.
Menurut Manna’ Khalil Al Qattan dalam bukunya “Ulumul Qur’an” bahwa nasakh
adalah mengangkat atau menghapus hukum syara’ dengan dalil syara’ yang lain yang
datang kemudian. Mengenai nasakh, Al Syatibi menegaskankan bahwa para ulama
mutaqaddimin (ulama abad ke I hingga abad ke III H.) memperluas arti nasakh di
ataranya:
Misalnya perintah untuk bersabar atau menahan diri pada periode Mekkah di saat
kaum muslim lemah, dianggap telah dinasakh oleh adanya perintah atau izin
berperang pada periode Madinah karena kondisi mereka sudah kuat. Bahkan
ketetapan hukum Islam yang membatalkan hukum yang berlaku pada masa sebelum
Islam termasuk dalam pengertian nasakh.
Pengertian yang begitu luas tersebut dipersempit oleh para ulama muta’akhirin (ulama
setelah abad ke III M.). Menurut mereka, nasakh terbatas pada ketentuan hukum yang
datang kemudian, guna membatalkan atau mencabut atau menyatakan berakhirnya masa
pemberlakuan hukum yang terdahulu sehingga ketentuan hukum yang berlaku ada yang
ditetapkan terakhir.
Secara etimologis, kata naskh yang bentuk isim failnya “nasikh” dan isim maf
’ulnya “mansukh”, mempunyai arti yang beragam, antara lain : menghilangkan,
menghapuskan, membatalkan. Yang berarti membatalkan atau memindah dari
satu wadah ke wadah yang lain. Atau juga berarti penukilan dan penyalinan. Jadi
“nasikh” adalah sesuatu yang membatalkan, menghapus, memindahkan dan
mengubah, sedang “mansukh” adalah sesuatu yang dibatalkan, dihapus,
dipindahkan, dirubah dan lain sebagainya. Sedang menurut istilah ulama’ ushul,
nasikh ialah membatalkan pelaksanaan hukum syara’ dengan dalil yang datang
kemudian, yang menunjukkan penghapusannya secara jelas ataupun implisit
(Dzonni), baik penghapusan itu secara keseluruhan atau sebagian menurut
kepentingan yang ada.
Bertitik tolak dari ayat 106 Al Baqarah dan ayat 101 An Nahl sebagai subyek timbulnya
faham tentang naskhul Qur’an, sekaligus menjadi sebab timbulnya perbedaan pendapat
dikalangan Musfasirin, yang kemudian menjadi dua kelompok antara yang mengakui dan
yang menolak.
“Apa-apa saja ayat yang kami nasakhkan kami jadikan manusia lupa kepadanya, atau
kami gantikan dengan yang lebih baik dari padanya, atau yang sebanding dengannya.
Tidaklah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”
Ayat kedua :
َوِاَذ ا َبَّد ْلَنٓا ٰا َيًة َّم َك اَن ٰا َيٍة َّۙوُهّٰللا َاْع َلُم ِبَم ا ُيَنِّز ُل َقاُلْٓو ا ِاَّنَم ٓا َاْنَت ُم ْفَتٍۗر َبْل َاْك َثُرُهْم اَل َيْع َلُم ْو َن
“Dan apabila Kami mengganti suatu ayat dengan ayat yang lain, dan Allah lebih
mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata, “Sesungguhnya engkau
(Muhammad) hanya mengada-ada saja.” Sebenarnya kebanyakan mereka tidak
mengetahui”.
Kedua ayat diatas ini telah menimbulkan dualisme penafsiran dikalangan Ulama pentafsir
Al-Qur’an. Segolongan yang mansukh. Dengan kedua ayat ini pula Mufassir yang lain
menolak adanya nasakh beberapa qarinah. Sebab kata nasakh itu sendiri beberapa arti.
Pertama yaitu nasakh bisa menghapus atau menghilangkan, Kedua yaitu nasakh bisa
bermakna menyalin atau memindahkan.
Sebagian ulama ada yang menggunakan alasan dengan bahasa karena dihapus, dihilangkan,
diganti, dan sebagainya, yang pada intinya memiliki makna yang sama, yaitu tidak
diberlakukannya suatu hukum karena dianggap telah diganti oleh hukum yang lain,
dengan tujuan untuk memberikan kemudahan dan keringanan kepada umat, sesuai dengan
kebutuhan.
Maka dari itu, pergantian hukum dalam Al-Qur’an (mansukh) sangat memungkinkan
terjadi, untuk menyesuaikan makna teks dengan situasi dan kondisi seiring dengan
perjalanan waktu dan perkembangan umat dari berbagai aspek. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Thabathaba’i, bahwa setiap teks Al-Qur’an yang diturunkan memiliki
kemaslahatan masing-masing. Ayat-ayat yang dinasakh (mansukh) memiliki
kemaslahatan (kesesuaian) pada masanya, sedangkan ayat-ayat yang menasakh juga
memiliki kemaslahatan tersendiri pada masa setelahnya. Akan tetapi, menetapkan nasikh
dari yang mansukh dalam ayat-ayat Al-Qur’an pada dasarnya di dasarkan pada
pengetahuan yang cermat tentang sejarah azbabun nuzul dan kronologi turunnya ayat, dan
ini bukan masalah mudah, sebagaimana yang dikatakan Ikrimah ketika ditanya oleh
Muhammad bin Sirrin, tentang mengapa para sahabat tidak menyusun Al-Qur’an
berdsarkan kronologi turunya, Ia menjawab: “Andaikata manusia dan jin berkumpul
untuk bersamasama menyusunya dengan cara itu, mereka tidak akan mampu.
Faktor inilah yang menjadikan upaya menetapkan mana yang nasikh dan mana yang
mansukh tidak selalu gampang. Barangkali faktor inilah yang menjadi sebab mengapa
ulama Al-Qur’an belebih-lebihan dalam memberikan contoh-contoh yang mereka
bicarakan dalam masalah ini. Mereka menjadikan setiap perbedaan sebagai satu jenis
naskh. Dan dalam hal ini mereka mencampur adukkan antara sarana-sarana takhshih
kebahasaan dalam satu ayat dengan perubahan hukum karena perubahan situasi dan
kondisi.
Berangkat dari sulitnya menentukan kronologi turunya ayat tersebut, pambahasan nasikh
mansukh selalu kontroversial dikalangan ulama. Silang pendapat mereka tidak hanya
dalam wilayah pro dan kontra tentang adanya ayat-ayat yang dimansukd dalam Al-
Qur’an. Lebih dari itu, mereka juga berselisih dalam menentukan tempat ayat, serta
jumlah ayat-ayat mansukh dalam al-Quran, sekalipun sesama ulama yang pro dengan
adanya konsep nasakh. Sebagaimana yang dikatakan oleh Musthafa Zayd, berdasarkan
penelitiannya tentang jumlah ayat-ayat mansukh bahwa, jumlah ayat-ayat mansukh yang
dikatakan oleh beberapa ulama berbeda-beda, yaitu:
Perbedaan jumlah tersebut berimbas pada perbedaan tempat ayat yang mereka anggap
mansukh, sehingga ayat yang dianggap nasikh orang satu kalangan, ternyata ditolak oleh
kalangan yang lain, bahkan sebagian ada yang sangat kontradikfif dalam ketentuan
tersebut. Ayat yang dianggap nasikh oleh satu kalangan malah oleh kalangan yang lain
dianggap mansukh. Hal ini karena mereka juga berbeda pendapat tentang orentasi ayat-
ayat nasikh. Sebagaimana yang dikatakan oleh ulama tradisional, bahwa ayat-ayat yang
pesannya tidak terbatas dinasakh oleh ayat-ayat yang terbatas.
Sedangkan ulama yang lain, seperti yang dikatakan oleh Thabathaba‟i, bahwa ayat yang
terbatas dinasakh oleh ayat yang kandungan pesannya tidak terbatas. Hal ini
menunjukkan bahwa permasalahan nasikh mansuk dan al-Quran merupakan
permasalahan yang sangat komplik, baik dari segi perbedaan pendapat mengenai pro dan
kontra adanya nasakh, maupun dalam tataran konsep nasakh.
Kalangan ulama yang menganggap bahwa ada nasikh dalam al-Quran mula-mula
berpegang pada keterangan ayat Makkiyah dan madaniyah.
Sebagian ulama yang lain menganggap bahwa tidak ada nasakh dalam Al-Qur’an, mereka
mengatakan bahwa tidak mungkin firman Allah Swt, bertentangan satu sama lain, ”yang
tidak datang kepadanya (al-Quran) kebathilan baik dari depan maupun dari belakangnya,
yang diturunkan dari sisi Tuhan yang Maha bijaksana lagi Maha terpuji”. (QS. Fussilat:
42).
Secara ringkas, pendapat ulama mengenai adanya nasikh dalam al-Quran dapat
dikelompokkan yaitu :
Nasikh memang ada dan terjadi dalam syariat islam, khususnya selama dalam
proses pembentukannya. Tentang ayat-ayat Al-Qur’an dalam mushaf yang seperti
keadaanya yang sekarang ini yakin telah disepakati tidak ada yang mansukh. Bahwa
didalam Al-Qur’an yang ada itu juga terdapat nasikh dan mansukh, hanya saja
kejadiannya adalah di zaman Rasulullah Saw. Lalu apa yang ada di dalam Al-Qur’an
sekarang ini tidak ada lagi nasikh-mansukh, dan tidak akan ada atau terjadi penasakhan di
dalamnya hingga hari kiamat.
B. SARAN
Demikianlah makalah tentang Nasikh dan Mansukh yang telah saya buat, saya
meminta maaf jika ada kesalahan atau kekurangan pada makalah ini, semoga bisa
bermanfaat.