KELAS : 1 B
KELOMPOK 4
Jln. Syekh Yusuf No.10, rt001/003, Babakan, kec.Tangerang, kota Tangerang, Banten.
KATA PENGANTAR
Puji yukur atas kehadirat Allah SWT. yang atas rahmat nya dan limpahan rezeki nya
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu nya.Adapun tema dari
makalah ini adalah “Ilmu Naskhi Dan Mansukh.
Kami sadar betul dalam penggerapan makalah ini tak lepas dari bantuin pihak,termasuk Ibu
Dosen Dr.Siti Munawati,Spd.I M.pd.I yang sudah membingbing kelompok 4 dari mulai
penggarapan sampai rampungnya makalah.
Selain itu,makalah yang kami garap masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan
pengalaman dan pengatahuan kami.kiranya kami berharap adanya saran dan kritik untuk
makalah yang baru kami buat.Terakhir,kami berharap semoga makalah ini bisa memberi
manfaat yang banyak bagi pembaca.
Tanggerang,september,2023
Tim Kelompok
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................ii
Bab 1. Pendahuluan................................................................................
Bab 2. Pembahasan............................................................................
1. Pengertian nasikh........................................................................
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Mengenai ibadah dan muamalah, prinsip dasar umumnya adalah sama, yaitu
bertujuan membersihkan jiwa dan memelihara keselamatan masyarakat serta mengikatnya
dengan ikatan kerjasama dan persaudaraan.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Nasikh
Misalnya perintah untuk bersabar atau menahan diri pada periode Mekkah di saat
kaum muslim lemah, dianggap telah dinasakh oleh adanya perintah atau izin berperang pada
periode Madinah karena kondisi mereka sudah kuat. Bahkan ketetapan hukum islam yang
membatalkan hukum yang berlaku pada masa sebelum islam termasuk dalam pengertian
nasakh.
Jika hal tersebut tidak berhubungan dengan persoalan akidah, zat Allah, sifat
Allah, kitab-kitabNya, para rosulNya, dan hari kemudian, serta tidak berkaitan pula dengan
etika dan akhlak atau dengan pokok-pokok ibadah dan muamalah.
wafat. Oleh karena itu, ketika beliau wafat, sebagian orang masih tetap
membacanya (sebagai bagian dari al-Qur’an)
2. Nasakh hukum, sedangkan bacaannya tetap ada.
Misalnya nasakh hukum ayat-ayat ‘iddah selama satu tahun, sedang
tilawahnya tetap. Mengenai nasakh macam ini banyak disusun kitab-kitab yang
didalamnya disebutkan beracam-macam ayat. Padahal setelah diteliti, ayat-ayat
seperti itu hanya sedikit jumlahnya, sebagaimana dijelaskan al-Qadhi Abu bakr
bin al-‘Arabi.
Dalam hal ini mungkin tibul pertanyaan, apakah hikmah penghapusan
hukum, sedang tilawahnya tetap ada? Hal ini bisa dijawab dari dua sisi:
Al-Qu’an, disamping dibaca untuk diketahui dan diamalkan
hukumnya, juga ia dibaca karena ia adalah Kalamullah yang
membacanya mendapat pahala. Maka ditetapkanlah tilawah karena
hikmah ini.
Pada umumnya nasakh itu untuk meringankan. Maka ditetapkanlah
tilawah untuk mengingatkan akan nikmat dihapuskannya kesulitan
(masyaqqah) suatu kewajiban.
3. Nasakh bacaan sedangkan hukumnya tetap.
contoh kategori ini biasanya diambil dari ayat rajam. Mula-mula ayat
rajam ini terbilang ayat Al-Quran. Ayat yang dinyatakan mansukh bacaannya,
sementara hukumnya telap berlaku itu adalah:
Artinya: Apabila seorang lelaki dewasa dan seorang perempuan dewasa
berzina, maka rajamlah keduanya, itulah kepastian hukum dari Tuhan dan Tuhan
maha kuasa lagi bijaksana.
Ada beberapa kontroversi dengan ayat tersebut, riwayat Bukhari mengatakan bahwa posisi
semula ayat tersebut berada pada surat an-Nur ayat 24, tetapi terdapat batasan yang jelas
mengenai hukuman perbuatan zina tersebut dengan cambukan, sedangkan ayat di atas dengan
rajam.
4. Pembagian al-Nasakh (dari segi nash yang dinasakh dan yang menasakh)
Umumnya para ulama membagi nasakh menjadi empat bagian, yaitu nasakh sunnah
dengan sunnah, nasakh sunnah dengan Al Qur’an, nasakh Al Qur’an dengan Al Qur’an, dan
nasakh Al Qur’an dengan sunnah. Berikut penjelasannya seperti terdapat dalam Al Qur’an
dan tafsirnya.
a. Nasakh Sunnah dengan Sunnah
Suatu hukum syara’ yang dasarnya sunnah kemudian dinasakh atau dihapus
dengan dalil syara’ dari sunnah juga. Contohnya adalah larangan ziarah kubur yang
dinasakh menjadi boleh.
b. Nasakh Sunnah dengan Al Qur’an
Suatu hukum yang telah ditetapkan dengan dalil sunnah kemudian dinasakh
dengan dalil Al Qur’an. Seperti shalat yang semula menghadap ke Baitul Maqdis
kemudian menjadi menghadap Ka’bah di Masjidil Haram setelah turun ayat Al
Qur’an surah Al Baqarah ayat 144. Namun nasakh seperti itu pun ditolak oleh Syafi’i
sebagaimana dikutip Syaikh Manna’ dari Al Itqan, menurut Syafi’i, apa saja yang
ditetapkan sunnah tentu didukung oleh Al Qur’an, dan apa saha yang di tetapkan Al
Qur’an tentu didukung pula oleh sunnah. Hal tersebut menurut beliau antara Kitab
dengan sunnah harus senantiasa sejalan dan tidak bertentangan.
c. Nasakh Al Qur’an dengan Al Qur’an
Hukum yang ditetapkan berdasarkan dalil ayat Al Qur’an kemudian dinasakh
dengan dalil ayat Al Qur’an pula. Tentang hal ini terdapat perbedaan pendapat
dikalangan ulama. Mereka yang berpendapat bahwa nasikh dan mansukh ada
terdapat dalam ayat Al Qur’an, berdasarkan surah Al Baqarah ayat 106. Menurut
para ulama yang menerima adanya nasikh mansukh dalam Al Qur’an ini, bahwa
adanya nasikh dan mansukh dalam Al Qur’an dapat diterima akal karena Allah Maha
Kuasa, Maha Pengasih dan Penyayang, sehingga hukum yang ringan pada mulanya
memang perlu ditetapkan, dan kemudian perlu diganti dengan hukum yang tidak
ringan lagi setelah orang-orang Islam menghadapi keadaan normal dan dipandang
sudah mampu menghadapi hukum yang tidak ringan lagi. Hal terebut termasuk
kebijakan Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Mengetahui. Tetapi sebagian ulama lain
berpendapat bahwa tidah ada nasikh mansikh dalam ayat-ayat Al Qur’an. Menurut
ulama-ulama ini Al Qur’an memang telah menasakh kitab-kitab suci terdahulu, tetapi
semua ayat Al Qur’an yang ada sekarang tidak ada lagi yang mansukh. Hal tersebut
menurut mereka sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Fussilat/41 ayat 42.
d. Nasakh Al Qur’an dengan Sunnah
Nasakh jenis ini menurut Syaikh Manna’ terbagi dua, yaitu:
Nasakh Al Qur’an dengan hadist ahad.
Jumhur ulama berpendapat, bahwa hal itu tidak boleh, karena, hadist
ahad itu bersifat dzanni(relatif benar)sementara Al Qur’an bersifat
qath’ie(pasti benar).2
Nasakh Al Qur’an dengan Hadist Mutawatir
Nasakh jenis ini dibolehkan oleh Malik, Abu Hanifah dan Ahmad dalam
satu riwayat, sebab masing-masing keduanya adalah wahyu. Dasarnya adalah
firman Allah alam surah An Najm ayat 3-4.
5. Pendapat Ulama tentang al-Naskh
a. Mutaqaddimin
Menurut ulama mutaqaddimin, nasakh adalah Mengangkat hukum syar‘i
(menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum (kitab) syara‘ yang lain.
Misalnya, dikeluarkannya hukum syar’i dengan berdasarkan kitab syara’dari
seseorang karena dia mati atau gila. Contoh tentang waris, di mana hukum waris
dinasakhkan oleh hukum wasiat ibu bapak dan karib kerabat.
b. Mutaakhirin
Pengertian yang begitu luas kemudian dipersempit oleh ulama yang
datang kemudian. Pengertian nasakh menurut ulama mutaakhirin di antaranya
adalah sebagaimana diungkapkan Quraish Shihab: “Nasakh terbatas pada
ketentuan hukum yang datang kemudian, guna membatalkan, mencabut atau
menyatakan berakhirnya pemberlakuan hukum yang terdahulu, hingga
ketentuan hukum yang ada yang ditetapkan terakhir”.
Syarat-syarat Nasakh sebagai berikut:
Hukum yang mansukh adalah hukum syara’
Dalil penghapusan hukum tersebut adalah kitab syar’ i yang tentang lebih kemudian
dari kitab yang hukumnya mansukh.
Kitab yang mansukh hukumnya tidak dibatasi dengan waktu tertentu.
2
A. KESIMPULAN
Pengertian nasikh-mansukh sangat beragam dari berbagai kalangan, secara ringkasnya
nasikh adalah yang menghapus, yang menggantikan, atau yang memindahkan. Sedangkan
mansukh adalah yang digantikan, yang dihapus, atau yang dipindahkan.
Macam-macam al-Nasakh (dari segi kejelasan cakupannya) ada 4 yaitu : Nasikh sharih,
Nasikh dhimmy, Nasikh kully, dan Nasikh juz’iy.
Pembagian al-Nasakh (dari segi nash yang dinasakh dan yang menasakh) ada 4 yaitu:
Nasakh al-Qur’an dengan al-Qur’an.
Nasakh al-Qur’an dengan al-Sunnah.
Nasakh al-Sunnah dengan Al-Qur’an.
Nasakh al-Sunnah dengan Al-Sunnah.
Sedangkan Pembagian al-Naskh (dari segi bacaan dan hukumnya) ada 3 yaitu :
Nasakh tulisan, bacaan dan hukumnya.
Nasakh tulisan dan bacaannya tetapi hukumnya tetap.
Nasakh hukumnya tetapi tulisan dan bacaannya tetap.