Ikhsan Intizam
STIT Muh. Kendal ikhsan.intizam@gmail.com
Pendahuluan
Al-Quran merupakan sumber pertama dan otoritas utama hukum Islam,
sehingga diyakini oleh setiap Muslim bersifat abadi dan universal. Abadi
berarti terus berlaku sampai akhir zaman. Sedangkan universal berarti
syariatnya berlaku untuk seluruh dunia tanpa memandang perbedaan etnis
dan geografis. Hanya saja, dalam menjabarkan arti abadi dan universal itu
menjadi bahan diskusi para ulama karena adanya perbedaan masalah yang
menjadi penekanannya. Perbedaan pandangan adalah rahmat, yang menurut
Imam Taufiq, menunjukkan beragamnya cara pandang manusia sebagai
makhluk yang berakal, mampu memahami simbul, intelek, berilmu
pengetahuan dan normatif.1
Penulis adalah dosen tetap dan Ketua STIT Muhammadiyah Kendal.
1 Imam Taufiq. Maqamat dan Ahwal, Tinjauan Metodologis, dalam Tasawuf
dan Krisis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 135
20 | DIDAKTIKA ISLAMIKA
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020
Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran
sebagai Kaidah Penetapan Hukum Islam
(Kairo: `Isa al-Babi al-Halabi, 1957), hlm. 175. Lihat pula Jalal al-Din al-Suyuthi, al-
Itqan fî Ulum al-Qur`an, (Beirut: Dar al-Fikr, 1979), hlm. 200. Lihat pula Supiana dan
DIDAKTIKA ISLAMIKA | 21
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020
Ikhsan Intizam
22 | DIDAKTIKA ISLAMIKA
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020
Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran
sebagai Kaidah Penetapan Hukum Islam
nasakh.8 Berdasarkan pengertian yang dikemukakan para ahli itu, para ulama
mutaakhirin lebih mempersempit makna nasakh dengan mendefinisikannya
sebagai amandemen sebuah ketentuan hukum atau berakhirnya masa
berlakunya ketentuan hukum oleh hukum yang datang kemudian, sehingga
hukum yang terdahulu tidak berlaku lagi.
Sementara itu, menurut az-Zarqani, sebagaimana dinukil Moh. Nur
Ichwan, yang dimaksud dengan terminologi “menghapuskan” dalam definisi
tersebut adalah terputusnya hubungan hukum yang dihapus dari seorang
mukallaf dan bukan terhapusnya subtansi hukum itu sendiri.9 Dalam arti
bahwa semua ayat al-Quran tetap berlaku, tidak ada kontradiksi. Yang ada
hanya pergantian hukum bagi masyarakat atau orang tertentu karena kondisi
yang berbeda. Dengan demikian, ayat hukum yang tidak berlaku lagi baginya
tetap berlaku bagi orang lain yang sama dengan kondisinya dengan mereka.
hlm. 52.
11 Artinya: “…maka maafkanlah dan biarkanlah mereka sampai Allah
mendatangkan perintahNya…”.
DIDAKTIKA ISLAMIKA | 23
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020
Ikhsan Intizam
memperhatikan syarat di atas, maka jelas bahwa nasakh tidak bisa ditetapkan
sembarangan dan harus mematuhi syarat yang ada. Kecuali dalam berita,
tidak terjadi nasikh mansukh, karena mustahil Allah berdusta. Kemudian dua
dalil yang nampak kontradiksi itu datangnya tidak bersamaan, nasakh datang
lebih akhir daripada mansukh. Pada hakikatnya, nasakh adalah untuk
mengakhiri pemberlakuan ketentuan hukum yang ada sebelumnya, yang
mana ketentuan tersebut tidak dibatasi oleh waktu.
Quraish Shihab, menambahkan lagi syarat nasakh, bahwa nasakh baru
dilakukan bila : 1) Terdapat dua ayat hukum yang saling bertolak belakang,
serta tidak dapat lagi dikompromikan; 2) Harus diketahui secara meyakinkan
urutan turunnya ayat-ayat tersebut. Yang lebih dahulu dikatakan mansukh,
dan yang datang kemudian disebut nasakh.12
Beberapa penjelasan mengenai pengertian dan syarat nasakh di atas,
dapat disimpulkan nasakh mempunyai empat rukun yaitu : 1) Nasakh, yaitu
proses revisi atau penggantian hukum; 2) Nasakh, yaitu hukum pengganti,
dalam hal ini Allah SWT, yang berhak secara mutlak untuk merevisi atau
mengganti hukum tersebut; 3) Mansukh, yaitu hukum yang direvisi; dan 4)
Mansukh `anhu, yaitu orang yang dikenai hukum atau mukallaf.13
kiranya al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan
yang banyak di dalamnya”.
24 | DIDAKTIKA ISLAMIKA
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020
Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran
sebagai Kaidah Penetapan Hukum Islam
dinasakh, sementara tidak ada dalil yang kuat terhadap pe-nasakhan itu; 2)
Sebagai antithesis dari mereka, ada yang mengingkari sama sekali adanya
nasakh dalam al-Quran; dan 3) Ada pendapat pertengahan yang mengakui
adanya nasakh, jika dalil yang sahih dan jelas, yang meyakinkan akal dan
menenangkan hati.16 Berikut adalah pendapat dari golongan yang menerima
dan menolak nasakh mansukh.
Ayat 106 dalam al-Quran surat al-Baqarah tersebut dijadikan dasar naqli
bagi mayoritas ulama yang mendukung adanya nasakh dalam al-Quran.
Mayoritas ulama tanpa keraguan menetapkan ayat-ayat yang termasuk
nasakh dan mansukh tetap berlaku, akan tetapi segi hukum yang berlaku
menyeluruh sampai waktu tertentu tidak dapat dibatalkan kecuali oleh
syara`. Jadi menurut pandangan beberapa tokoh pendidikan di atas, nasikh
mansukh bisa diterima oleh akal dan telah terjadi dalam hukum syara` sesuai
dalil di atas.
Selain dalil naqli di atas, jumhur ulama pendukung nasakh juga
mendasarkan dalil naqli. Mereka berpandangan perbuatan Allah SWT. itu
adalah mutlak, tidak tergantung kepada alasan dan tujuan. Ia boleh saja
memerintahkan sesuatu pada suatu waktu dan melarangnya pada waktu yang
lain. Ini karena, Allah SWT. lebih mengetahui kepentingan hambanya.18
Pendapat lain yang mendasari mayoritas ulama tentang teori nasakh adalah
penetapan perintah-perintah tertentu kepada kaum muslimin di dalam al-
Quran yang menurut Rosihan Anwar, ada yang bersifat sementara dan ketika
keadaan berubah perintah tersebut dihapus dan diganti dengan perintah baru
lainnya. Namun, karena perintah-perintah itu kalam Allah, harus dibaca
sebagai bagian dari al-Quran.19
lupa kepadanya, kami datangkan yang lebih baik dari padanya, atau sebanding
dengannya, tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu ”.
18 Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Quran, penerjemah Mudzakir,
DIDAKTIKA ISLAMIKA | 25
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020
Ikhsan Intizam
94. Lihat juga M. Quraish Shihab, Mukjizat al-Quran, Ditinjau dari Aspek Kebahasaan,
Isyarat Ilmiah, dan Pemberitaan Ghaib, (Bandung: Mizan, 2007), hlm. 146
23 Munawir Sjadzali, Ijtihad Kemanusiaan., (Jakarta: Paramadina Press, 1997),
hlm. 47.
24 Abi al-Fida` Isma`il ibn Katsir al-Qurasyiyyi al-Dimasyqi, Tafsir al-Qur`an al-
26 | DIDAKTIKA ISLAMIKA
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020
Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran
sebagai Kaidah Penetapan Hukum Islam
diberikan pada masjid ini pada masa kekhalifahan Umar ibn. Khattab. Oleh karena itu
dalam menafsirkan ayat tentang isra` mikraj diperlukan kemampuan memahami
simbul ayat dimaksud, demikian Fazlur Rahman. Sejalan paparan di atas terkait
dengan perpindahan kiblat diperlukan pemahaman sejarah agar diperoleh penafsiran
yang valid dan reliabel, karena masjid al-Aqsha yang dimaksud tidak bisa mengacu
pada Masjidil Aqsha di Palestina, demikian Mulyadi Kertanegara menyatakan dalam
Mozaik Khazanah Islam, Bunga Rampai dari Chicago, (Jakarta: Paramadina, 2000),
hlm. 185.
28 Sayyid Quthb, Tafsir fî Zhilal al-Qur`an, (Beirut: Dar al-`Arabiyyah, t.th.), juz
I, hlm. 101-102
DIDAKTIKA ISLAMIKA | 27
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020
Ikhsan Intizam
Relevan", dalam Iqbal Abdurrauf Saimima (ed.), Polemik Reaktualiasi Ajaran Islam,
(Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1998), cetakan Ke-10, hlm. 109. Pernyataan yang
28 | DIDAKTIKA ISLAMIKA
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020
Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran
sebagai Kaidah Penetapan Hukum Islam
(ed.), Polemik Reaktualiasi Ajaran Islam, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1998), cet. Ke-10,
hlm. 100
32 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam
DIDAKTIKA ISLAMIKA | 29
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020
Ikhsan Intizam
digambarkan oleh kata kerja pada masing-masing ayat. Ini berarti ada
keterlibatan manusia (yakni para ahli) untuk menetapkan alternatifnya
dari sekian banyak alternatif yang ditawarkan oleh ayat-ayat al-Quran
yang mansukh atau diganti itu".33
33M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan, (Bandung: Mizan, 2004), hlm. 150
34 Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika al-Quran dan Hadits, (Yogyakarta:
30 | DIDAKTIKA ISLAMIKA
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020
Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran
sebagai Kaidah Penetapan Hukum Islam
maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha Bijaksana lagi
Maha Terpuji”. (Q.S. Fushilat: 42). Soenarjo, dkk, Al Quran dan Terjemahnya,
(Jakarta: Depag RI, 2003), hlm. 544.
38 Amir Syarifuffin, Ushul Fiqh, jilid I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2007), hlm.
229.
39 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, Fungsi dan Peran Wahyu dalam
88.
DIDAKTIKA ISLAMIKA | 31
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020
Ikhsan Intizam
Dengan demikian ayat hukum yang tidak berlaku baginya, tetap berlaku
bagi orang lain yang kondisinya sama dengan kondisi mereka. Dalam
perspektif hikmah, pemahaman semacam ini menurut Quraish Shihab akan
sangat membantu dakwah islamiyah, sehingga ayat-ayat hukum yang
bertahap dapat dijalankan oleh mereka yang kondisinya sama dengan kondisi
umat Islam pada awal masa Islam.41
Menurut penulis, perbedaan nasakh mansukh di atas didasarkan pada
perbedaan dalam menginterpretasikan dalil-dalil hukum yang kontradiksi atau
bertentangan. Jumhur ulama menyetujui adanya nasakh dalam arti
penghapusan, sementara Abu Muslim al-Isfahani menyepakati adanya taksis,
sedangkan Muhammad Abduh lebih setuju jika nasakh diartikan dengan al-
Tabdil yaitu menggantikan.
hlm. 53.
43Supiana dan M. Karman, Ulumul al-Quran dan Pengenalan Metode Tafsir,
(Bandung: Pustaka Islamika, 2002), hlm. 150.
32 | DIDAKTIKA ISLAMIKA
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020
Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran
sebagai Kaidah Penetapan Hukum Islam
Pembagian Nasakh
Dari segi nasakh atau yang berhak menghapus sebuah nash
(dalil/hukum), nasakh dikelompokkan dalam empat bagian :44
1. Nasakh al-Quran dengan al-Quran
Bagian ini disepakati oleh para pendukung nasakh. Adapun nasakh
dalam al-Quran terbagi dalam tiga kategori :
a. Ayat-ayat yang teksnya di nasakh, namun hukumnya masih tetap
berlaku. Maksudnya adalah bahwa terdapat ayat al-Quran yang turun
kepada Rasulullah yang kemudian lafadznya dinasakh tetapi hukum
yang terdapat dalam lafadz tersebut masih berlaku, contohnya ayat
tentang rajam. Hal ini seperti yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab
bahwa terdapat nasakh al-Quran yang berbunyi :
“Laki-laki tua dan perempuan tua jika berzina maka rajamlah,
keduanya secara mutlak sebagai ketetapan hukum dari Allah dan
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Lafadz itu adalah bagian dari ayat al-Quran yang telah dinasakh
bacaannya tanpa menasakh hukum yang terkandung di dalamnya.
a. Nasakh pada bacaan dan hukum yang terkandung di dalamnya.
Maksudnya bahwa terdapat ayat al-Quran yang sebelumnya telah
permanen dari sisi lafadz dan juga makna kemudian di nasakh, baik
itu lafadz maupun makna (hukum yang terkandung di dalamnya).
Contohnya riwayat Aisyah tentang persusuan, yaitu penghapusan
ayat yang mengharamkan kawin dengan saudara persusuan, karena
menetek pada ibu dengan sepuluh kali susuan, kemudian dinasakh
dengan lima kali susuan.
ات ُُيَ ِرْم َنٍ ات معلُوم ٍ َكا َن فِيما اُنْ ِزَل عشر ر: عَ ْن عا ئِشةَ ر ِضي هللا عْن ها قَالَت
َ ْ ْ َ ض َع َ َ َُ َ َْ ْ ََُ َ َ َ َ َ
(وُه َّن ِِمَّا يُ ْقَراُ ِم َن ِ
َ : صلَّى هللاُ َعلَْيه َو َسلَّم
ِ
َ َف َر ُس ْو ُل هللا
ٍ ٍ فَنُ ِس ْخ َن ِِبَ ْم
ََ س َم ْعلُ ْوَمات فَتُ ُو
)اْل ُق ْراَ ِن) (رواه مسلم
“Dari Aisyah, r.a., beliau berkata : Adalah termasuk (ayat al-Quran)
yang diturunkan (yaitu ayat yang menerangkan) sepuluh kali susuan
yang diketahui itu menjadikan mahram (haram dikawini), maka lalu
dinasakh dengan lima kali susuan yang nyata. Maka menjelang wafat
Rasulullah, ayat-ayat itu masih termasuk yang dibaca dari al-Quran.”
(H.R. Muslim).
44Rachmat Syafe`i, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hlm.
88. Lihat juga Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Quran, terj. Mudzakir,
(Yogyakarta: Pustaka Lentera, 2001), hlm. 334.
DIDAKTIKA ISLAMIKA | 33
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020
Ikhsan Intizam
“Dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji,
hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang
menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi
persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam
rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi
jalan lain kepadanya”. (Q.S. an-Nisa : 45).
Hukum dalam ayat tersebut tidak berlaku lagi dengan turunnya surat
an-Nur ayat 2 di bawah ini :
…
‘‘Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera ...”. (Q.S. an-Nur :
2).
Contoh lain adalah tentang masa iddah isteri yang ditinggal mati
oleh suami, yang semula tinggal di rumah suami selama satu tahun
dinasakh dengan ayat tentang masa iddah empat bulan sepuluh hari.
“Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan
meninggalkan isteri, hendaklah Berwasiat untuk isteri-isterinya,
(yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh
pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri),
Maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal)
membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. al-Baqarah : 240).
34 | DIDAKTIKA ISLAMIKA
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020
Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran
sebagai Kaidah Penetapan Hukum Islam
…
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan
meninggalkan isteri-isteri (hendaklah Para isteri itu) menangguhkan
dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari…”. (Q.S. al-Baqarah :
234).
Mengingat pembagian nasakh dalam al-Quran ada beberapa
pendapat yang dikemukakan ulama. Sebagian ulama berpendapat tidak
boleh menasakh hukum tanpa nasakh tilawah dengan alasan: 1) Yang
dimaksud dengan bacaan ayat-ayat al-Quran adalah untuk menjelaskan
adanya hukum. Bacaan diturunkan untuk alasan tersebut. Sehingga tidak
mungkin terjadi pencabutan hukum sedangkan bacaannya masih ada,
sebab akan hilang apa yang dimaksud dengan adanya bacaan itu; 2) Suatu
hukum apabila dinasakh dan masih tetap bacaannya akan menimbulkan
dugaan masih adanya hukum, hal yang demikian mendorong mukallaf
meyakini suatu kebodohan.45
Menanggapi hal itu, al-Qattan mengemukakan hikmah penghapusan
hukum, sementara tilawahnya tetap, di antaranya: 1) Al-Quran di samping
dibaca untuk diketahui dan diamalkan hukumnya, juga akan mendapatkan
pahala karena membaca kalam Allah; dan 2 Gemuh.
Pada umumnya nasakh itu meringankan, maka dengan tetap
adanya tilawah, maka akan meringankan nikmat dihapuska nnya
kesulitan ( musyaqqah ). 46
45 Amir Syarifuffin, Ushul Fiqh, jilid I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2007), hlm.
251.
46 Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Quran, terj. Mudzakir,
(Yogyakarta: Pustaka Lentera, 2001), hlm. 337.
47 Artinya: “Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia)
lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding
dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu?”.
DIDAKTIKA ISLAMIKA | 35
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020
Ikhsan Intizam
“Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan
hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya)”.
Ayat tersebut dinasakh oleh sabda Rasulullah saw dalam salah satu
hadis dari Umamah, menurut riwayat empat perawi hadits, selain an-
Nasa`i, dinyatakan hadits hasan menurut Ahmad dan at-Turmuzi, yaitu
sabda Rasulullah saw. : “Sesungguhnya Allah SWT telah memberi bagian
tertentu untuk yang berhak, maka tidak boleh berwasiat kepada ahli
waris”. (HR. Tirmidzi).
49
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, terj. Saefullah Ma`sum, dkk, (Jakarta:
48
arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka Palingkanlah
36 | DIDAKTIKA ISLAMIKA
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020
Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran
sebagai Kaidah Penetapan Hukum Islam
wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-
orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan
takutlah kepada-Ku (saja). dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya
kamu mendapat petunjuk”.
50 Supiana dan M. Karman, Ulumul al-Quran dan Pengenalan Metode Tafsir,
DIDAKTIKA ISLAMIKA | 37
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020
Ikhsan Intizam
38 | DIDAKTIKA ISLAMIKA
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020
Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran
sebagai Kaidah Penetapan Hukum Islam
Hikmah Nasakh
Manna Khalil al-Qattan menjelaskan tentang hikmah adanya nasakh
dalam al-Quran, yaitu: 1) Menjaga keselamatan hamba Allah; 2)
Perkembangan tasyri` menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan
dakwah dan perkembangan kondisi umat Islam; 3) Cobaan dan ujian bagi
Mukallaf untuk mematuhinya atau sebaliknya; dan 4) menghendaki kebaikan
dan kemudahan bagi umat Islam. Sebab jika nasakh itu beralih kepada hal
atau perkara yang lebih berat maka di dalamnya terdapat tambahan pahala,
dan jika beralih kepada hal atau perkara yang lebih ringan maka nasakh
mengandung kemudahan dan keringanan.55
Simpulan
Berdasarkan paparan tentang konsep nasikh mansukh di dalam al-
Quran dalam penetapan hukum Islam di atas dapat disimpulkan: 1)
Pembahasan tentang nasikh dan mansukh merupakan pembahasan yang
sangat vital bagi seorang mufassir untuk menghindari kekeliruan dan
kesalahan dalam menangkap maksud al-Quran; 2) Masalah nasikh dan
mansukh, selama ini masih menjadi perdebatan di kalangan ulama mufassirin,
yaitu antara ulama yang mendukung dan menolaknya. Namun
bagaimanapun penetapan suatu hukum, bukan berarti sudah menjadi suatu
keputusan akhir, bisa saja keputusan itu berubah seiring dengan
perkembangan dan perubahan sejarah; dan 3) Meskipun terjadi perbedaan
pendapat di kalangan ulama mufassirin tentang ada tidaknya nasakh dalam al-
Quran, namun perlu digaris bawahi bahwa pada umumnya ulama ittifaq
tentang terjadinya naskh dalam al-Quran.
DAFTAR PUSTAKA
Abi al-Fida` Isma`il ibn Katsir al-Qurasyiyyi al-Dimasyqi, Tafsir al-Qur`an al-
Azhim, Beirut: al-Maktabah al-`Ashriyyah, 2000
Abi Bakar Muhammad ibn Musa al-Hazimi al-Hamdzani, Al-`Itibar fî al-
Nasikh wa al-Mansukh min al-Atsar, Pakistan: Jami`ah al-Dirasat al-
Islamiyyah Karatisyi 1982
Abu Anwar, Ulumul Quran Sebuah Pengantar, , Yogyakarta: Amzah, 2009.
DIDAKTIKA ISLAMIKA | 39
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020
Ikhsan Intizam
40 | DIDAKTIKA ISLAMIKA
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020
Konsep Nasikh dan Mansukh dalam al-Quran
sebagai Kaidah Penetapan Hukum Islam
DIDAKTIKA ISLAMIKA | 41
Volume 11 Nomor 1 – Februari 2020