Anda di halaman 1dari 5

makna kata secara harafiah atau makna sebenarnya dari suatu kata.

Dalam Kamus Besar


Bahasa Indonesia (KBBI) telah dijelaskan arti denotasi dan konotasi. Denotasi adalah makna
kata atau kelompok kata yang didasarkan atas penunjukan yang lugas pada sesuatu di luar
bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu dan bersifat objektif. Dilansir dari situs
Lexico, denotasi adalah arti literal atau primer dari sebuah kata, berbeda dengan perasaan atau
ide yang disarankan oleh kata tersebut. Denotasi juga dikenal sebagai makna kognitif, mengacu
pada hubungan langsung antara suatu istilah dan objek, ide atau tindakan yang ditunjuknya.
Kesimpulannya, denotasi adalah arti literal atau primer dari suatu kata. Biasanya makna denotasi
sesuai dengan yang terdapat dalam kamus atau literatur lain. Tidak ada unsur makna lain atau
makna tersembunyi yang terkandung di dalam denotasi. Jika suatu kalimat tidak memiliki makna
ganda atau tidak ambigu maka kalimat tersebut adalah denotasi. Baca juga: KBRI Lima
Promosikan Bahasa Indonesia ke Siswi Sekolah di Peru Pengertian Konotasi Menurut KBBI,
konotasi adalah kata yang mempunyai makna lain di baliknya atau sesuatu makna yang
berkaitan dengan sebuah kata. Dilansir dari situs Lexico, konotasi adalah tautan pikiran yang
menimbulkan nilai rasa pada seseorang ketika berhadapan dengan sebuah kata. Konotasi
adalah makna yang ditambahkan pada makna denotasi. Konotasi adalah suatu gagasan atau
perasaan yang menyertai suatu kata di samping makna literal atau primernya. Dengan demikian
konotasi dikenal sebagai makna afektif, mengacu pada aspek emosi dan asosiasi dari suatu
istilah. Kesimpulannya, konotasi adalah gagasan atau perasaan yang menyertai suatu kata.
Perasaan atau emosi ini bisa negatif atau positif.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Konotasi dan Denotasi: Pengertian, Ciri-
ciri, dan Contohnya", Klik untuk
baca: https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/21/200000469/konotasi-dan-denotasi-
pengertian-ciri-ciri-dan-contohnya?page=all.
Penulis : Arum Sutrisni Putri
Editor : Nibras Nada Nailufar

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:


Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Sejarah Bahasa Indonesia

Sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, bahasa Indonesia merupakan salah satu


dialek bahasa Melayu (melayao). Telah berabad-abad  bahasa Melayu dipakai sebagai alat
perhubungan antar penduduk Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan bahasa. Pada masa
penjajahan Belanda, bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan yang luas.
Bahkan komunikasi antara pemerintah Belanda dan penduduk Indonesia yang memiliki berbagai
macam bahasa juga menggunakan bahasa Melayu. 

Pada tahun 1928 saat dilangsungkannya Kongres Pemuda pada tanggal 28 Oktober, bahasa
Melayu diubah namanya menjadi bahasa Indonesia dan diikrarkan sebagai bahasa persatuan
atau bahasa nasional dalam Sumpah Pemuda.
Pada masa penjajahan Jepang, pemerintah Jepang melarang penggunaan bahasa Belanda.
Pelarangan ini mempunyai dampak yang positif terhadap perkembangan bahasa Indonesia. Saat
itu pemakaian bahasa Indonesia semakin meluas. Bahasa Indonesia dipakai dalam berbagai
aspek kehidupan termasuk kehidupan politik dan pemerintahan yang sebelumnya lebih banyak
menggunakan bahasa Belanda. 

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, pada tanggal 18
Agustus 1945 ditetapkan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat pasal yang menyatakan bahwa
“Bahasa Negara adalah bahasa Indonesia”. Pernyataan dalam pasal tersebut mengandung
konsekuensi bahwa selain menjadi bahasa nasional bahasa Indonesia juga berkedudukan
sebagai bahasa negara sehingga dipakai dalam semua urusan yang berkaitan dengan
pemerintahan dan negara.

Pada masa kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang amat pesat. Setiap
tahun jumlah pemakai bahasa Indonesia semakin bertambah. Perhatian pemerintah Indonesia
terhadap perkembangan bahasa Indonesia juga sangat besar. Hal ini terbuktu dengan
dibentuknya sebuah lembaga yang mengurus masalah kebahasaan yang saat ini dikenal dengan
nama Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Berbagai upaya mengembangkan bahasa
Indonesia telah ditempuh, seperti adanya perubahan ejaan dari ejaan Van Ophuijsen, ejaan
Suwandi, Ejaan yang Disempurnakan (EYD), hingga sekarang yang berlaku adalah Ejaan Bahasa
Indonesia (EBI) berdasarkan Peraturan  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia.

Ragam bahasa (bahasa Inggris: linguistic style) adalah bentuk bahasa yang bervariasi menurut


konteks pemakaian (topik yang dibicarakan, hubungan antarpembicara, medium pembicaraan).
[1]
 Ragam bahasa tidak berfungsi sebagai atribut tetap seorang pembicara – bahasawan yang
kompeten biasanya menguasai berbagai-bagai jenis ragam bahasa dan mampu menyesuaikan
ragam yang dipakai dengan situasi dan tujuan berbahasa. Dalam pengertian ini, ragam bahasa
berkontras dengan dialek, yaitu varian dari sebuah bahasa yang berbeda-beda menurut
kelompok pemakai atau wilayah penuturan.[2][3]
Dalam literatur linguistik, istilah ragam bahasa dan laras bahasa tidak dibedakan secara
konsisten. Sebagaimana dimaknai oleh KBBI, kedua istilah tersebut merupakan sinonim.
[4]
 Istilah ragam bahasa sering dibedakan dengan varietas bahasa, yaitu bentuk bahasa yang
diperbedakan tanpa menitikberatkan secara khusus pada karakter variasinya. [5]

Klasifikasi ragam bahasa[sunting | sunting sumber]


Terdapat berbagai jenis klasifikasi ragam bahasa, sebagai contoh antara lain:

1. Berdasarkan pokok pembicaraan:


o Ragam bahasa undang-undang
o Ragam bahasa jurnalistik
o Ragam bahasa ilmiah
o Ragam bahasa sastra
2. Berdasarkan media pembicaraan:
o Ragam lisan yang antara lain meliputi:
 Ragam bahasa cakapan
 Ragam bahasa pidato
 Ragam bahasa kuliah
 Ragam bahasa panggung
o Ragam tulis yang antara lain meliputi:
 Ragam bahasa teknis
 Ragam bahasa undang-undang
 Ragam bahasa catatan
 Ragam bahasa surat
3. Berdasarkan hubungan sosial antarpembicara:
o Ragam bahasa resmi
o Ragam bahasa akrab
o Ragam bahasa agak resmi
o Ragam bahasa santai
o dan sebagainya.

Sederhananya, diksi adalah pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk

mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan.

Ketepatan dalam pemilihan dan penempatan kata dalam kalimat sangat menentukan keberhasilan

sebuah tulisan.

Penulis yang mampu menuangkan gagasannya dengan nuansa kata yang berbeda dari penulis lain

adalah penulis yang berhasil.

Adapun, berikut ini adalah beberapa fungsi diksi:

1. Memudahkan pembaca atau pendengar dalam memahami dan mengerti apa yang
ingin disampaikan penulis atau pembicara

2. Kata yang disampaikan menjadi lebih jelas sehingga terasa tepat dan sesuai dalam
konteks penggunaannya

3. Mengantisipasi terjadinya interpretasi atau tafsiran yang berbeda antara penyampai


kalimat dengan penerimanya
4. Diksi yang bagus dan sesuai dapat digunakan untuk memperindah kalimat sehingga
cerita yang dibuat bisa lebih runtut dengan mendeskripsikan karakter tokoh, latar
dan waktu, serta alur cerita

5. Untuk menggambarkan ekspresi terhadap ide dan gagasan yang akan disampaikan

6. Membuat komunikasi yang terjalin menjadi lebih efektif dan efisien

Seorang penulis yang mumpuni akan dapat memadukan kata umum dan kata khusus, abstrak dan

konkret, panjang pendek kata, kata populer dan ilmiah, makna konotatif dan denotatif dalam tulisan

mereka.

Kemampuan ini menjadikan kata yang sedikit, tetapi menakjubkan maknanya.

Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme kedaulatan


rakyat dalam penyelenggaraan negara dan penyelengaraan pemerintahan berdasarkan
konstitusi yaitu Undang-undang Dasar 1945 [4]. Sebagai demokrasi pancasila terikat dengan UUD
1945 dan pelaksanaannya harus sesuai dengan UUD 1945.[4]

Prinsip Demokrasi Pancasila[sunting | sunting sumber]


Prinsip pokok demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut [3]:

1. Perlindungan terhadap hak asasi manusia


2. Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah
3. Peradilan yang merdeka berarti badan peradilan (kehakiman) merupakan badan
yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan
lain contoh Presiden, BPK, DPR, DPA atau lainnya
4. adanya partai politik dan organisasi sosial politik karena berfungsi untuk
menyalurkan aspirasi rakyat
5. Pelaksanaan Pemilihan Umum
6. Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (pasal 1 ayat 2
UUD 1945)
7. Keseimbangan antara hak dan kewajiban
8. Pelaksanaan kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan YME, diri
sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain
9. Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita nasional
10. Pemerintahan berdasarkan hukum, dalam penjelasan UUD 1945 dikatakan[3]:

Anda mungkin juga menyukai