Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Pengertian, Syarat, Rukun dan Sejarah Nasikh wa Mansukh

Diajukan Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah nasikh wa mansukh

Dipresentasikan di kelas IAT 5-B

DOSEN PEMBIMBING :
Dr. Muhammad Taufiq M. Ag
Disusun Oleh:
Kelompok 1

Delsa Oktaviani 4120043


Yu;iana Astria 4120055
Ridhani Amaliyanti Batubara 4120056
Sesvi Sesvia 4120057
Nur Aisyah 4120063

JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI ( UIN ) SJECH M.DJAMIL DJAMBEK

BUKITTINGGI

TAHUN AJARAN 2022/2023


BAB 1

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Masalah


Keberadaan nasakh dan mansukh dalam penetapan hukum Islam sangat
penting, karena tidak selamanya hukum dalam satu tempat sama dengan
tempat dan kondisi di lain tempat. Hanya saja dalam memberlakukan nasakh
dan mansukh ini terbatas pada masalah-masalah hukum syar‟i, sementara
selain itu tidak diperbolehkan seperti masalah aqidah atau pokok-pokok
ibadah dan pokokpokok akhlaq, seperti keadilan, kejujuran, larangan syirik,
membunuh, mencuri dan lain sebagainya.. Disamping itu penetapan nasakh
dan mansukh tidak diperkenankan dengan menggunakan ijtihad atau pendapat
dari para ulama, tetapi memang murni dari Allah swt yang terdapat di dalam
Al Qur‟an.
Namun begitu, terdapat dua golongan yang berlawanan yaitu golongan
yang mendukung adanya nasakh dan mansukh di dalam Al Qur‟an dan
golongan yang menolak adanya nasakh dan mansukh dalam Al Qur‟an. Jalan
tengah yang diambil adalah dengan jalan mengkompromikan kedua golongan
yang bersebrangan dengan meninjau kembali istilah pengertian nasakh dan
mansukh. Dengan adanya kompromi ini diharapkan tidak ada lagi
pertentangan mengenai nasakh dan mansukh. Karena itulah para ulama
menetapkan cara-cara untuk mengetahuinya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Nasikh wa Mansukh.?
2. Apa syarat Nasikh wa Mansukh.?
3. Apa Rukun Nasikh wa mansukh.?
4. Bagaimana sejarah nasikh wa Mansukh.?

1
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Nasikh wa mansukh
2. Mengetahui Syarat nasikh wa mansukh
3. Mengetahui Rukun Nasikh wa Mansukh
4. Mengetahui Sejarah Nasikh wa mansukh

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nasikh wa Mansukh


Nasikh merupakan isim fa‟il (kata benda yang berkedudukan sebagai
pelaku) dari fi‟il madzi (kata kerja lampau) nasakha yang bermakna yang
menghapus. Mansukh merupakan isim maful (kata benda yang dikenai
pekerjaan), dari fi‟il madzi yang sama nasakha, yang bermakna yang dihapus.
Sedangkan bentuk masdar-nya 1 yakni naskh yang bermakna pembatalan.
kata Mansukh juga memiliki pengertian secara etimologi (bahasa) dan
juga terminologi (istilah). Maka secara etimologi Mansukh artinya suatu hal
yang diganti. Sedang secara istilah/terminologi, Mansukh diartikan sebagai
“hukum syara‟ yang menempati posisi awal, yang belum diubah dan belum
diganti dengan hukum syara‟ yang datang kemudian”. Dari pengertian-
pengertian diatas, selanjutnya kita perlu memahami kata Nasakh. Yang
dimaksud Nasakh adalah suatu perbuatan pembatalan atau penghapusan pada
hukum syara‟ dari hukum lama menuju hukum baru yang bersumber dalil
syara‟ yang datang kemudian. Maka dalam menasakhkan diperlukan dua
unsur penting yaitu Nasikh dan Manshuk. Dimana Nasikh merupakan
hukum/dalil syara‟ yang sifatnya menghapus suatu hukum atau merupakan
subjek penghapus, sedangkan Mansukh merupakan hukum/dalil syara‟ yang
nantinya dihapus atau diganti atau juga merupakan objek penghapusannya

B. Syarat Nasikh wa mansukh


Menurut sistematisasi tafsir dalam ilmu hukum hubungan norma hukum
antara keduanya harus dicermati dengan seksama agar tidak terjadi
pertentangan diantara satu kalimat dengan kalimat yang lain. Berdasarkan
hal itu, maka dalam “Nasikh wa al-Mansukh” ada sejumlah pilar yaitu rukun
yang terdiri atas,

3
1

1. Adat Nasikh, ialah sebuah statement yang meyakinkan bahwa benar-


benar ada pembatalan suatu hukum yang sudah ada.
2. Nasikh, yang merupakan hukum/dalil atau ayat yang sifatnya “akan
menghapus” dalil atau hukum awal atau yang sudah ada.
3. Mansukh, ini merupakan suatu hukum atau dalil yang akan dihapus,
dibatalkan ataupun dipindahkan keberadaannya.
4. Mansukh „anh”, yang berarti orang-orang yang harus mendapat beban
dari hukum tersebut.

C. Rukun Nasikh wa Mansukh


syarat-syarat yang terdiri atas empat hal sebagai berikut:
1. Mansukh (dalil hukum yang dihapuskan atau dibatalkan) haruslah berupa
hukum syara‟. Hukum syara‟ merupakan aturan-aturan yang berasal dari
Allah SWT dan telah ditetapkan guna mengatur segala perbuatan ataupun
tingkah laku para mukallaf yang berupa wajib, sunnah, haram, makruh
ataupun mubah. Artinya bahwa suatu mansukh bukan berasal dari hukum akal
pikiran ataupun hukum yang diciptakan manusia.
2. Nasikh (dalil yang menghapuskan atau membatalkan) musti memiliki
selang waktu dari mansukh (dalil hukum yang lama). Nasikh ini juga wajib
berwujud dalil-dalil syara‟ baik Al-Qur‟anul Karim, Al Hadits, Qiyas ataupun
Ijma‟.
3. Dalil baru (Nasikh) dan dalil lama (Mansukh) tersebut haruslah memiliki
pertentangan yang bersifat nyata (kontradiktif).
4. Sifat dari Nasikh (dalil yang menghapuskan atau dalil yang mengganti)
ialah mutawattir. Sebab dalil yang sudah terbukti secara pasti ketetapan

1
Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, hlm. 147

4
2
hukumnya, maka tidak bisa digantikan (dinasakhan) melainkan oleh hukum
yang juga secara pasti sudah terbukti.

D. Sejarah Nasikh wa Mansukh


Para ulama berbeda pendapat dalam menyoalkan eksistensi naskh. Salah
satu faktor penyebab munculnya kontroversi, tidak lepas dari konsep
yang dibangun oleh ulama klasik yang umumnya didefinisikan naskh
dengan penghapusan atau akhir ayat-ayat al-Qur'an. Dalam menyikapi
hal tersebut, muncul beberapa ulama kontemporer yang mencoba
melakukan rekonstruksi terhadap konsep nsikh-manskh klasik, yang
masih kurang mencerminkan universalitas al-Qur'an. Karena persoalan
nasikh mansukh tidak terbatas pada sejarah penurunan al-Qur'an, akan
tetapi jauh melampaui pada masa-masa itu yakni dalam hubungan
dalam penurunan kitab Taurat (perjanjian Lama) dan Injil (Perjanjian
Baru) di pihak yang lain.
Ilmu al-naskh wa al-manskh, yakni ilmu yang membahas hadis-hadis
yang menghapus hukum (nsikh), dan hadis-hadis yang hukumnya
dihapuskan (manskh). Adapaun makna ilmu ini diantara para ulama
adalah Ilmu yang membahas hadis-hadis yang tidak mungkin dapat
dikompromikan dari segi hukum yang terdapat pada sebagianya, karena
ia sebagai nasikh (penghapus) terhadap hukum yang terdapat pada
sebagian yang lain, karena ia sebagai mansukh (yang dihapus). Karena
itu hadis yang mendahului adalah sebagai mansukh dan hadis terakhir
adalah sebagai nasikh.
Ilmu ini sangat penting berkaitan dengan istinbat hukum. Untuk
mengetahui apakah hadis-hadis tersebut berlaku sebagai nsikh dan

2
Manna‟ Khalil al-Qaththan, Mabahis…,hlm. 227.

5
3
berlaku sebagai manskh bisa dilihat dengan beberapa cara, yaitu :
Melalui penjelasan dari nash atau syari' itu sendiri, yakni Rasulullah
SAW, Melalui penjelasan para Sahabat, Melalui tarikh keluarnya hadis
serta sebab turun hadis.

3
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, Jilid I (Mesir: Dar al-Manar, 1367), hlm. 415-416.

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Nasakh adalah menghilangkan, menghapuskan, membatalkan ayat dengan
ayat yang lain karena adanya dalil yang menunjukkannya. Nasakh terjadi pada
ayat yang berlawanan atau kontradiksi dengan ayat yang lain yang sulit untuk
dikompromikan. Nasakh dan mansukh hanya berlaku terhadap ayat-ayat yang
berkaitan dengan hukum syar‟i yaitu terjadi pada perintah dan larangan.
Nasakh tidak terdapat dalam akhlak, ibadah, akidah, dan juga janji dan
ancaman Allah Berkaitan dengan nasakh dan mansukh dikalangan ulama
terdapat dua kelompok yang berseberangan. Pertama, golongan ulama yang
menerima dan mendukung terjadinya nasakh dan mansukh. Kedua, golongan
ulama yang menolak terjadinya nasakh dan mansukh. Terhadap kedua
kelompok yang berbeda pendapat ini, diperlukan kompromi karena perbedaan
kedua golongan ini memiliki implikasi terhadap ketetapan hukum yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Kompromi tersebut dilakukan dengan meninjau
kembali istilah nasakh dan mansukh yang digunakan oleh ulama. Pemikiran
Muhammad Abduh, mungkin dapat dijadikan jalan tengah terhadap perbedaan
pendapat tersebut, meskipun Muhammad Abduh termasuk golongan yang
menolak nasakh mansukh. Pemikiran tersebut adalah mengubah istilah nasakh
mansukh sebagai penggantian/pengalihan/pemindahan ayat hukum di tempat
ayat hukum yang lain.
B. Saran
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi
pokok pembahasan dalam makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini

7
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

8
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Khalil al-Qaththan Manna. Mabahis…,hlm. 227.

Shihab, Quraish. Membumikan al-Qur’an, hlm. 147

Rasyid Ridha, Muhammad.1367. Tafsir al-Manar, Jilid I .Mesir:Dar Al-Manar. hlm.


415-416.

Anda mungkin juga menyukai