Anda di halaman 1dari 12

PENGANTAR STUDI AL-QUR’AN

Nama kelompok :
Ani Yuliani
Hasni Nurfauziyah
Liftiara Rahmawan
A. PENGERTIAN NASIKH DAN MANSUKH

 Secara etimologi kata Nasakh di pakai untuk beberapa


pengertian yaitu menghilangkan, melenyapkan atau
menghapus, dapat juga berarti ( memindahkan sesuatu
dari suatu tempat ke tempat lain). Kata Nasakh dapat juga
berarti mengganti atau menukar, membatalkan,
menghapus, memindahkan dan sebagainya dinamakan
nasikh. Dan Mansukh secara etimologi dapat di artikan
dengan yang di hapus, di salin, ada juga yang mengartikan
dengan “hukum yang di angkat”, Sedangkan secara
terminologi adalah hukum syara yang pertama yang belum
di ubah, dan di batalkan atau di ganti oleh hukum dari dalil
syara baru yang datang kemudian. Singkatnya dalam Al-
Qur’an dan Tafsirnya disebutkan nasikh ialah ayat yang
menasakh dan mansukh ialah ayat yang dinasakh.
 Sedangkan pengertian nasakh secara terminologi
menurut Manna’ Khalil al Qattan sebagaimana di kutib
dalam buku Studi Ilmu-ilmu Al Qur’annasakh ialah
“mangangkat (menghapus) hukum syara’ dengan dalil
hukum (khitab) syara’ yang lain”.Menurut Muhammad
‘Abd Azhim al Zarqaniy sebagaimana dikutip Dr
Usman, M.Ag dalam buku Ulumul Qur’an, bahwa
nasakh adalah mengangkat atau menghapus hukum
syara’ dengan dalil syara’ yang lain yang datang
kemudian mengenai nasakh, Al Syatibi sebagaimana
dikutip oleh DR. M Quraish Shihab menandaskan
bahwa para ulama mutaqaddimin (ulama abad ke 1
hingga abad ke 3 H) memperluaskan arti nasakh,
mencakup hal-hal, yaitu:
 Pembatalan hukum yang ditetapkan kemudian.
 Pengecualian hukum yang bersifat umum oleh
hukum yang bersifat khusus yang datang
kemudian.
 Penjelasan yang datang kemudian terhadap
hukum yang belum jelas (samar), dan penetapan
syarat terhadap hukum yang terdahulu yang belum
bersyarat.
 Penetapan syarat terhadap hukum terdahulu yang
belum bersyarat.
B. Syarat, Macam macam Nasikh dan Mansukh

Para ushul Fiqih menyatakan bahwa Nasakh itu bisa di benarkan bila memenuhi
kriteria berikut :
1. Pembatalan itu harus di lakukan melalui tuntunan syara’yang mengandung hukum
dari Allah dan Rasul-Nya yang di sebut Nasakh.
2. Yang di batalkan adalah syara’yang di sebut mansukh (yang di hapus).
3. Nasakh harus datang kemudian terakhir dari mansukh.

a. Syarat syarat Nasikh dan Mansukh adalah :


Yang di mansukhkan adalah hukum syara.
Dalil yang menghapus hukum syara tersebut harus berupa dalil syara seperti Al Quran,
Hadist, Ijma, dan Qiyas.
Adanya tenggang waktu antara nasakh dan mansukh dalam satu ayat atau dalil
pertama dan kedua datang berurut (gandeng ayat).
Antara dua dalil nasakh dan mansukh adanya pertentangan nyata, sehingga kedua dalil
tersebut tidak bisa di kompromikan.
Yang di nasakh bukan merupakan pokok pokok agama
b.Macam macam Nasikh dan Mansukh
1. Nasikh Badal ( nasikh yang ada penggantinya) terbagi menjadi tiga yaitu :
- Nasikh dengan Badal Akhof (pengganti yang lebih ringan).
-Nasikh Mumatsil (pengganti yang serupa)
-Badal Atsqol (pengganti yang lebih berat )
2. Nasikh Ghairu Badal (nasikh yang tidak ada gantinya), seperti nasakh terhadap
keharusan memberi sedekah kepada orang miskin ketika hendak melakukan
pembicaraan dengan Nabi.
3. Nasikh hukum dan tilawah (bacaan) kebenaran dan jenis hukumnya telah di hapus
sehingga tidak ada di jumpai lagi dalam Al Quran.
4. Nasikh hukum tanpa tilawah, artinya teks ayat masih ada hanya hukumnya saja
yang di ganti termasuk hanya tilawahnya.
5. Nasikh hukum dan bacaan ayat sekaligus seperti haramnya menikahi saudara
sesusu itu dengan batasan sepuluh kali (HR.Bukhori dan Muslim dari Aisyah) hukum
dan bacaan teks tersebut telah di hapus.
6. Terjadinya penambahan hukum yang pertama, menurut ulama hanafiyah hukum
ulama penambahan tersebut bersifat nasakh.
7. Pengurangan terhadap hukum ibadah yang telah di syariatkan menurut kesepakatan
ulama di katakan nasakh tetapi mereka tidak memberikan contohnya.
C. Madzhab Madzhab Nasikh dan Mansukh

1. Dasar pemikiran imam Hambali


Beliau mengistinbatkan hukum adalah berpegang pada Al-
Qur’an atau Hadist (marfu’,mursal, diriwayatkan oleh tabi’in,
doif, fatwa dan “pendapat sebagian sahabat (baik yang
disepakati maupun diperselisihkan) dan mereka yang lebuh
dekat kepada Al-Qur’an dan hadits, diantara fatwa yang
berlawanan sahabat dengan syarta benar benar terjadi. Lalu
pendapat sahabat yang diketahui terdapat ikhtilaf”. Jika
terdapat perbedaan pendapat, beliau akan menggunakan
metodeijtihad seperti qiyas dan istishab karena tidak adanya
hukum yang ditetapkan mengenai permasalahan bari timbul
ketika itu.
2.Pemikiran Imam Syafi’I
Mazhab Syafi’iyah dikenali sebagai salah satu mazhab Ahli Al
Sunnah wal Jama’ah. Beliau lebih cenderung kepada Al-Hadits
daripada Ahl al-Ra’yu.
Di dalam permasalahan aqidah, beliau akan menjadikan Al-
Qur’an dan Sunnah sebagai landasan sumber hukumnya dan
menggunakan dalil-dalil dari keduanya sebagai hujjah dalam
pembahasan jika dia menghadapi penentangnya (terutama
ahli kalam). Beliau akam menggunakan dalil sunnah jikalau
tidak menemukan dalil dikehendaki didalam Al-Qur’an. Selain
daripada itu, beliau juga mengistinbatkan hukum melalui ijma
jikalau tidak menemukan hukum syariah didalam kedua dalin-
dalil utama Islam yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits.
D. Implikasi Filosofis Nasikh dan Mansukh

Pertama, secara negatif jika Naskh dipahami sebagai al-izalah


atau menghapus maka konsekwensi yang ditimbulkan adalah
hilangnya eternalitas (ke-azali-an) eksistensi tulisan al-Qur’an
yang berada di Laul Mahfuz. Hal ini mencerminkan bahwa
sebenarnya kita harus memahami konsep nasakh dalam al-
Qur’an yakni sebagai pergantian atau pemindahan dari satu
wadah kepada wadah lain, dalam arti bahwa kesemua ayat
al-Qur’an tetap berlaku,tidak ada kontradiksi.
Kedua, bahwa konsep nasakh dalam al-Qur’an ini adalh untuk
mengingatkan nikmat yang telah Allah berikan dan juga untuk
menghapus kesulitan, karena jika naskh itu beralih pada sesuatu
yang terasa lebih berat maka disana terdapat tambahan
pahala, dan jika beralih pada sesuatu yang dianggap lebih
ringan maka ia mengandung kemudahan dan keringanan.
Ketiga, secara umum bahwa adanya naskh dalam al-Qur’an ini
menunjukan bahwa al-Qur’an sebagai sebuah kitab dan sumber
utama dan syariat islma, adalah merupakan kitab syariat yang
paling sempurna yang me-naskh syariat-syariat yang dating
sebelumnya. Oleh Karena itusyariat islam berlaku untuk setiap
situasi dan kjondisi, maka adanya naskh berfungsi menjaga
kemaslahatan umat.
Keempat, Adanya konsep naskh dalam al-Qur’an menunjukan
bahwa pe-naskh-an hukum yang pertama (ketentuan hukum
yang dinaskh) adalah untuk kepentingan suatu hikmah atau
suatu kemaslahatan hingga waktu ternetntu. Lalu hukum yang
kedua (yang menaskh hukum yang pertama) ditetapkan untuk
kepentingan suatu hikmah atau kemaslahatan yang lain.
KESIMPULAN
Nasakh ialah mengangkat atau menghapuskan hukum syara
dengan dalil syara’. Nasikh ialah dalil syara yang menghapus atau
mengangkat suatu hukum, dan mansukh ialah hukum syara’ yang
telah di hapus atau di ganti. Nasakh terjadi pada perintah dan
larangan baik yang di ungkapkan dengan tegas dan jelas maupun
yang di ungkapkan dengan kalimat berita (khabar) yang bermakna
‘amar’(perintah) atau nahyi (larangan),tidak ada nasakh ayat
tentang persoalan akidah,zat Allah, sifat sifat Allah, kitab kitabNya,
para rasulNya dan hari kemudian, etika dan akhlak atau dengan
pokok pokok ibadah dan muamalah.

Anda mungkin juga menyukai