Anda di halaman 1dari 13

Tugas

Presentasi
Kelompok 14
Anggota Tim:
1. Hadun Alattas (F.2310891)
2. Hud Alattas (F.2310889)
Latar Belakang
Salah satu tema dalam Ulumul Qur’an yang memunculkan
perdebatan para ulama adalah mengenai Nasikh-Mansukh.
Perbedaan pendapat para ulama dalam menetapkan ada
atau tidak adanya ayat-ayat mansukh (dihapus) dalam Al-
Qur’an, antara lain disebabkan oleh adanya ayat-ayat yang
tampak kontradiksi apabila dilihat dari lahirnya. Sebagian
ulama berpendapat bahwa diantara ayat-ayat tersebut ada
yang tidak dapat di kompromikan. Oleh karena itu mereka
menerima teori nasakh (penghapusan) dalam Al-Qur’an.
Sebaliknya, bagi para ulama yang berpendapat bahwa ayat-
ayat tersebut keseluruhannya dapat dikompromikan, tidak
mengakui teori penghapusan.
Penjelasan 1
A. Pengertian Nasakh
Secara etimologi kata nasikh mansukh (‫ منسوخ‬- ‫ )ناسخ‬berasal dari
akar kata nasakha-yansukhu-naskhun (‫ نسخ‬- ‫ ينسخ‬- ‫)نسخ‬. Nasikh
(‫ )ناسخ‬adalah isim fa’il dari nasakha, dan mansukh (‫ )منسوخ‬adalah
isim maf’ulnya. Dalam bentuk mashdar naskhun berarti al-izalah
(‫ )اإلزالة‬dengan pengertian menghilangkan sesuatu dengan sesuatu
yang mengikutinya (‫ )إزالة شيء بشيء يتعّق به‬seperti matahari
menghilangkan bayang-bayang (‫)إزالة الشمس الظل‬.

Nasakh secara etimologi ini ada empat makna yang sering


diungkapkan para ulama, yaitu sebagai berikut:
1. Izalah (Menghilangkan).....
2. Tabdil (Penggantian).....
3. Tahwil (Memalingkan).....
4. Naql (Memindahkan dari satu tempat ke tempat lain).....
Penjelasan 2
Adapun bagi segi terminology, para ulama mendefinisikan
nasakh, kendati (meskipun) dengan redaksi yang sedikit
berbeda, tetapi memiliki pengertian yang sama dengan raf’
al -hukm asy-syar’i bi al-khitab asy-syar’i (menghapuskan
hukum syara’ dengan titah syara’ pula) atau raf al-hukm bil
ad-dalil asy-syar’i (menghapus hukum syara’ dengan dalil
syara’ yang lain). Terminology “Menghapuskan” dalam
definisi ini adalah terputusnya hubungan hukum yang
dihapus dari seorang mukallaf, bukan terhapusnya
substansi hukum itu sendiri.
B. Rukun dan Syarat Nasakh
Rukun nasakh ada empat, yaitu Adapun syarat-syarat nasakh
sebagai berikut: adalah:
1. Adanya nasakh, yaitu pernyataan yang
menunjukkan adanya pembatalan 1. Yang dibatalkan adalah hukum
hukum/ketentuan yang telah ada. syara’.
2. Nasikh, yaitu dalil kemudian yang 2. Dalil yang menghapus sebuah
menghapus hukum/ketentuan yang hukum/ketentuan harus datang
telah ada. Pada hakikatnya, nasikh belakangan dari hukum/ketentuan
berasal dari Allah karena Dia yang yang dihapus.
membuat hukum dan Dia pula yang 3. Hukum/ketentuan yang dihapus
menghapusnya. tidak terikat/tidakk dibatasi oleh
3. Mansukh, yaitu hukum/ketentuan yang waktu, seperti perintah Allah tentang
dibatalkan, dihapuskan, atau kewajiban berpuasa tidak berarti
dipindahkan. dihapus setelah selesai melaksanakan
4. Mansukh ‘anh, yaitu orang yang puasa tersebut.
dibebani hukum/ketentuan
Penjelasan 1
C.Dasar-dasar Penetapan Nasikh dan Mansukh
Manna’ Al-Qattan menetapkan tiga dasar untuk menegaskan bahwa suatu
ayat dikatakan nasikh (menghapus) ayat lain mansukh (dihapus), yaitu
sebagai berikut:
1. Pentransmisian yang jelas (an-naql as-sarih) dari Nabi atau
para sahabatnya, seperti hadits yang diriwayatkan Al-Hakim
‫“ كنت نهيتكم عن زيارة القبور اال فزوروها‬aku (dulu) melarang kalian
untuk berziarah kubur, (sekarang) berziarahlah”.
2. Kesepakatan umat bahwa ayat ini nasikh dan ayat itu
mansukh.
3. Studi sejarah sehingga diketahui ayat yang lebih akhir turun
disebut nasikh dan yang duluan turun disebut mansukh.
D. Macam-macam Nasakh dan Jenis-jenisnya
Ada beberapa jenis dan macam Nasakh dalam Alqur’an.
Adapun jenis-jenisnya nasakh itu ada empat, sebagai berikut:

a. Nasakh Alquran dengan Alquran (Naskhul Qur’aani bil Qur’aani).....


b. Nasakh Alquran dengan sunnah (Naskhul Qur’aani bis Sunnah).....
c. Nasakh sunnah dengan Alquran (Naskhus Sunnah bil Qur’aan).....
d. Nasakh sunnah dengan sunnah (Naskhus Sunnah bis Sunnah).....

Dalam jenis nasakh ini, ada empat kemungkinan, yaitu:

1) Nasakh sunnah yang mutawatirah (Naskhus Sunnati Al-Mutawaatirati bil


Mutawaatirati)
2) Nasakh Sunah yang ahad dengan yang ahad (Naskhus Sunnati Al-Ahaadi bil
Ahaadi)
3) Nasakh Sunah yang ahad dengan yang Mutawatir (Naskhus Sunnati Al-Ahaadi bil
Mutawaatirati).
4) Nasakh sunah mutawatirah dengan yang ahad (Naskhus Sunnati Al-Mutawaatirati
bil Ahaadi).
Menurut Jumhur Ulama, yang nomor 1) - 3) itu adanya nasakh, tetapi yang nomor 4) tidak
diperbolehkan hukumnya.
Adapun macam-macam nasakh yang terjadi dalam Alquran itu ada tiga
macam, sebagai berikut:
a) Menasakh bacaan ayat dan hukumnya sekaligus (Naskhut Tilawati). Yaitu,
menghapuskan bacaan ayat dan hukum isinya sekali, sehingga bacaan ayatnya
sudah tidak ada dan bahkan tulisan lafal ayatnya pun sudah tidak ada pula, dan
hukum ajarannya pun telah dihapus dan diganti dengan ketentuan lain.....

b) Menasakh hukumnya tanpa menasakh bacaannya (Naskhul Hukmi Duunat


Tilawati). Yakni, tulisan dan bacaan ayatnya masih tetap ada dan masih boleh
dibaca, tetapi isi hukum ajarannya sudah dinasakh, sudah dihapuskan dan diganti
dengan yang lain, sehingga sudah tidak boleh diamalkan lagi.

c) Menasakh bacaan ayat tanpa menasakh hukumnya (Naskhut Tilawati Duunal


Hukmi). Yakni, tulisan ayatnya sudah dihapus, sehingga sudah tidak dapat dibaca
lagi, tetapi hukum isinya masih tetap berlaku dan harus diamalkan.....
E. Urgensi dan hikmah nasikh dan mansukh

Kajian tentang nasikh mansukh sangat penting sekali dalam kajian Islam,
terutama dalam bidang fiqih karena menyangkut ketetapan hukum.
Lebih-lebih lagi dalam menyelesaikan kasus ayat-ayat yang terdapat
pertentangan satu sama lain, dan tidak ada cara untuk
menyelesaikannya kecuali dengan meneliti kronologi turunnya, mana
yang lebih dahulu turun dibandingkan dengan yang lain, sehingga dapat
ditentukan mana yang nasikh dan mana yang mansukh. Itulah sebabnya
kenapa para ulama pada masa yang lalu sangat memperthatikan hal
ini.....
Adanya nasikh mansukh ini juga memberikan keuntungan kepada umat
Islam. Jika pengganti hukum yang dihapus ternyata lebih berat daripada
yang diganti akan memberikan tambahan pahala kepada umat yang
melaksanakannya. Jika pengganti lebih ringan akan memberikan
kemudahan dan keringinan kepada umat.

Nasikh mansukh juga menjadi batu ujian bagi umat Islam. Contohnya adalah
perubahan Qiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah di Makkah. Bagi kaum Muslimin
sendiri, perpindahan kiblat ini juga merupakan ujian keimanan, siapa yang betul-
betul patuh mengikuti Rasulullah SAW, dan siapa kemudian berpaling gara-gara
perpindahan kiblat ini. Bagi orang-orang yang tidak mendapatkan petunjuk dari
Allah. Memang perpindahan qiblat ini akan terasa berat.
penutup
Kesimpulan
Nasikh adalah menghapus hukum syara’ dengan dalil/khitab syara’ yang
lain. Nasakh terdiri dari: adanya pernyataan yang menunjukkan terjadi
pembatalan hukum yang telah ada, harus ada nasikh, harus ada mansukh
dan harus ada yang dibebani hukum atasnya Dalam menghapus hukum
syara’ tersebut ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yakni: Hukum
yang mansukh (dihapus) adalah hukum syara’, dalil nasikh harus datang
kemudian daripada mansukh, khitab yang mansukh hukumnya tidak terikat
dengan waktu. Dalam cakupannya nasakh dibagi menjadi empat, antara
lain:
-Nasakh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
-Nasakh Al-Qur’an dengan As-Sunnah
-Nasakh As-Sunnah dengan Al-Qur’an
-Nasakh As-Sunnah dengan As-Sunnah.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai