Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH ILMU TAFSIR

Materi Pembahasan:”Nasikh Al-Mansukh”


Kelas XII Agama I

Disusun Oleh Kelompok 1:


1. Muh Atmawijaya Makalunsenge
2. Moh Ridho Mokoginta
3. Neysandra Batalipu
4. Alyssa Suratinoyo
5. Nabila kalumata
6. Rajib Beeg
7. Putry Saing
8. Moh Rayan Mokoagow

MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 KOTAMOBAGU


Jl.Brawijaya
2023

Kata Pengantar
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul “Nasikh Al Mansukh dalam Al-Qur’an”,
yang membahas tentang ilmu nasikh dan mansukh dalam Al-Qur’an.
Ilmu nasikh dan mansukh merupakan bagian penting dalam ilmu Al-Qur’an yang
wajib diketahui oleh mujtahid, akibatnya akan berakibat fatal apabila salah dalam
memahaminya pada konteks kekinian. Oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk
memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang nasikh dan mansukh dalam Al-Qur’an,
serta memberikan gambaran tentang bagaimana ilmu ini dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
menjadi amal jariyah bagi kami dan pembaca. Wassalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh.
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan…………………………………………………………………….
Latar Belakang Masalah………………………………………………………………
Rumusan Masalah……………………………………………………………………..
Bab II Pembahasan…………………………………………………………………….
Pengertian Nasikh Al-Mansukh………………………………………………………..
Syarat-Syarat Nasakh…………………………………………………………………..
Pembagian Nasakh……………………………………………………………………..
Ruang Lingkup Nasakh………………………………………………………………...
Bab III Penutup…………………………………………………………………………
Kesimpulan……………………………………………………………………………..
Kritik dan Saran………………………………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kalamullah yang merupakan mu’jizat bagi Nabi Muhammad
SAW.Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi umat manusia untuk mencapai
kebahagiaannya didunia dan di akhirat. Dari awal hingga akhir, Al-Qur’an merupakan
kesatuan utuh. Takada pertentangan satu dengan lainnya.
Dalam Al-Qur’an terkandung banyak hikmah danpelajaran. Al-Qur’an memuat
ayat yang mengandung hal-hal yang berhubungan dengankeimanan, Ilmu pengetahuan,
tentang cerita-cerita, seruan kepada uma tmanusia untukberiman dan bertaqwa,
memuat tentang ibadah, muamalah, dan lain lain.Al Qur’an diturunkan secara
berangsur-angsur, dalam penjelasan Al Qur’an ada yangdikemukakan secara terperinci,
ada pula yang garis besarnya saja, Ada yang khusus, adayang masih bersifat umum dan
global.
Ada ayat-ayat yang sepintas lalu menunjukkanadanya gejala kontradiksi yang
menurut Quraish Shihab para ulama berbeda pendapattentang bagaimana menghadapi
ayat-ayat tersebut. Sehingga timbul pembahasan tentangNasikh dan Mansukh.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu :
1) Apa pengertian Nasih dan Mansukh?
2) Apa saja syarat-syarat dan pembagian Nasakh?
3) Bagaimana ruang lingkup Nasakh?
4) Apa hikmah adanya Nasakh dalam Al-Quran?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah:
1) Untuk mengetahui Nasih dan Mansukh.
2) Untuk mengetahui syarat-syarat dan pembagian Nasakh.
3) Untuk mengetahui ruang lingkup Nasakh.
4) Untuk mengetahui hikmah adanya Nasakh dalam Al-Quran.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nasikh dan Mansukh

Kata nasikh merupakan bentuk isim fail dan Mansukh merupakan bentuk isim
maf ul‟yang berasal dari masdar naskh. Secara etimologi, naskh mempunyai beberapa
pengertian,yaitu antara lain penghilangan/penghapusan
(izalah),penggantian(tabdil),pengubahan(tahwil),dan pemindahan (naql).Sedangkan secara
terminologi “menghapuskan”dalam definisi tersebut adalah terputusnya hukum yang
dihapus dari seorang mukallaf. dan bukan terhapusnya substansi hukum itu sendiri.

Nasakh dalam istilah para ahli ilmu ushul fiqh adalah membatalkan hukum syar’i
dengan dalil yang datang kemudian, yang menunjukkan pembatalan, secara tersurat atau
tersirat, baik pembatalan secara keseluruhan ataupun pembatalan sebagian, menurut
keperluan yang ada. Atau: Melahirkan dalil yang datang kemudian yang secara implisit
menghapus pelaksanaan dalil yang lebih dulu Adapun menurut istilah dapat dikemukakan
beberapa definisi sebagai berikut:

1) Menurut Manna’ Khalil al-Qaththan adalah

:‫“يعرش باطخب يعرشال مكحال عفر‬

Mengangkat atau menghapus hukum syara’ dengan khithab (dalil) syara’ yang lain”

2) Menurut Muhammad ‘Abd. Adzim al-Zarqaniy

:‫رخأتم يعرش ليلدب يعرشال مكحال عفر‬

“Mengangkat / menghapus hukum syara’ dengan dalil syara’ yang lain yang
datang kemudian”.

Para ulama mutaqaddimin (abad I hingga abad III H) memperluas arti


Nasikh sehingga mencakup beberapa hal sebagai berikut:
1) Pembatalan hukum yang ditetapkan terlebih dahulu terjadi oleh hukum yang
ditetapkan kemudian.

2) Pengecualian hukum yang bersifat oleh hukum yang bersifat khusus yang
datang kemudian.

3) Penjelasan yang datang kemudian terhadap hukum yang bersifat samar

4) Penetapan syarat terhadap hukum terdahulu yang belum bersyarat.

Hal yang demikian luas dipersempit oleh ulama’ yang datang


kemudian(mutaakhkhirin). Menurut mereka nasakh terbatas pada ketentuan hukum yang
datang kemudian guna membatalkan atau mencabut atau menyatakan berakhirnya
masa pemberlakuan hukum yang terdahulu sehingga ketentuan hukum yang berlaku adalah
yang ditetapkan terakhir.

Pengertian mansukh menurut bahasa berarti sesuatu yang


dihapus/dihilangkan/dipindah ataupun disalin/dinukil. Sedangkan menurut istilah
paraulama’, mansukh ialah hukum syara’ yang diambil dari dalil syara’ yang pertama, yang
belum diubah dengan dibatalkan dan diganti dengan hukum dari dalil syara’ baru yang
datang kemudian.

Tegasnya, dalam mansukh itu adalah berupa ketentuan hukum syara’ pertama yang
telah diubah dan diganti dengan yang baru, karena adanya situasi dan kondisi yang
menghendaki perubahan dan penggantian hukum

B. Syarat- Syarat Nasakh

Dalam pembahasan mengenai ayat-ayat nasikh dan mansukh, perlu diketahui


syarat-syarat nasakh. Syarat-syarat nasakh yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Adanya mansukh (ayat yang dihapus) dengan syarat bahwa hukum yang dihapus
itu adalah berupa hukum syara’ yang bersifat ‘amali, tidak terikat atau tidak dibatasi
dengan waktu tertentu. Sebab, bila terikat dengan waktu maka hukum akan berakhir
dengan berakhirnya waktu tersebut. Karena itu, maka yang demikian itu tidak dapat
dinamakan dengan nasakh. Di samping itu, mansukh (ayat yang dihapus) tidak
bersifat “ajeg” secara nashshi, dan ayat yang mansukh itu lebih dahulu diturunkan
daripada ayat yang nasikh (menghapus).
2. Adanya mansukh bih (ayat yang digunakan untuk menghapus), dengan
syarat, datangnya dari Syari’ (Allah) atau dan Rasulullah s.a.w. sendiri yang
bertugas menyampaikan wahyu dari Allah. Sebab penghapusan sesuatu hukum tidak dapat
dilakukan dengan menggunakan ijma’ (konsensus) ataupun qiyas (analogi)

3. Adanya nasikh (yang berhak menghapus), yaitu Allah. Kadang-kadang


ketentuan hukum yang dihapus itu berupa al-Qur’an dan kadang-kadang pula berupa
sunnah. Adanya mansukh ‘anhu (arah hukum yang dihapus itu ialah orang-orang yang
sudahaqil-baligh atau mukallaf), karena yang menjadi sasaran hukum yang menghapus dan
atau yang dihapus itu adalah tertuju kepada mereka.

Sedang ‘Abd. ‘Azhim al-Zarqaniy mengemukakan, bahwa nasakh baru


dapat dilakukan apabila :

a. Adanya dua ayat hukum yang saling bertolak belakang, dan tidak dapat
dikompromikan, serta tidak dapat diamalkan secara sekaligus dalam segala segi.

b. Ketentuan hukum syara’ yang berlaku (menghapus) datangnya belakangan daripada


ketetapan hukum syara’ yang diangkat atau dihapus.

c. Harus diketahui secara meyakinkan perurutan turunnya ayat-ayat tersebut, sehingga


yang lebih dahulu diturunkan ditetapkan sebagai mansukh, dan yang diturunkan
kemudiannya sebagai nasikh

C. Pembagian Nasakh

Naskh terbagi kedalam 3 bagian:

a. Naskh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an.

Para ulama yang mengakui adanya naskh telah sepakat adanya naskh Al-Qur’an
dengan Al-Qur’an dan itu pun telah terjadi menurut mereka. Salah satu contohnya ayat
‘iddah satu tahun di-naskhan dengan ‘iddah 4 bulan 10 hari.

b. Naskh Al-Qur’an dengan Sunnah.

Naskh yang macam ini terbagi menjadi dua.Pertama naskh Al-Qur’an dengan
hadits ahad. Jumhur ulama berpendapat, hadits ahad tidak bisa menaskhan Al-Qur’an
karena Al-Qur’an adalah naskh yangnmutawatir, menunjukan keyakinan tanpa ada praduga
atau dugaan padanya, sedangkan hadist ahad adalah naskh yang bersifat zhanni dan tidak
sah pula menghapus suatu yang sudah diketahui dengan suatu yang sifat dugaan/diduga.

c. . Naskh sunnah dengan al-Qur’an.

Jumhur ulama membolehkan naskh seperti ini,salahsatu contohnya adalah


menghadap ke Baitul maqdis yang ditetapkan oleh sunnah, kemudian ketetapan ini di
nashkan oleh Al-Qur’an.

d. . Naskh sunnah dengan sunnah,

sunnah macam ini terbagi pada empat macam, yaitu : Naskh sunnah mutawatir
dengan sunnah mutawatir, Naskh sunnah ahad dengan sunnah ahad, naskh sunnah ahad
dengan sunnah mutawatir, dan Naskh mutawatir dengan sunnah ahad.

D. Ruang Lingkup Nasakh

Nasakh hanya terjadi pada perintah dan larangan, baik yang diungkapkan dengan
tegas dan jelas maupun yang diungkapkan dengan kalimat khabar (berita) yang bermakna
amar (perintah) atau nahy (larangan), jika hal tersebut tidak berhubungan
dengan persoalan akidah, yang berfokus kepada Zat Allah, sifat-sifat-Nya, para rasul-Nya
dari hari kemudian, serta tidak berkaitan pula dengan etika dan akhlak atau dengan pokok-
pokok ibadah dan mu’amalah. Hal ini karena semua syari’at ilahi tidak lepas dari pokok-
pokok tersebut.

Naskh tidak terjadi dalam berita atau kabar yang jelas-jelas tidak bermakna
talab(tuntutan ; perintah atau larang larangan)seperti janji (al-wa’d) dan ancaman (al-
wa’id).

Penunjukkan adanya nasakh dalam syari’at Firman Allah SWT:

١٠١ ‫َو ِاَذ ا َبَّد ْلَنٓا ٰا َيًة َّم َك اَن ٰا َيٍۙة‬

“Apabila Kami ganti suatu ayat di tempat ayat yang lain”


Demiikian juga ayat ini juga nyata menunjukkan adanya ayat Al-Qur’an yang
nasikh dan mansukh, bukan hanya nasikh saja. Ayat yang Allah jadikan pengganti adalah
nasikh, ayat yang digantikan adalah ayat mansukh.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Secara bahasa nasakh adalah menghapus, sedangkan mansukh adalah yang dihapus.
Dengan demikian ada dua hal yang terkait yakni Nasikh dan Mansukh. Sedangkan menurut
istilah yang dimksud dengan Nasaikh adalah meñghapuskan suatu ketentuan hukum syara’
dengan dalil syara’ yang datangnya kemudian. Atau Iebih jelasnya Nasikh adalah
menghapus/ membatalkan berlakunya sesuatu hukum syara’ yang telah ada oleh hukum
syara’ yang datang kemudian. Sedangkan Mansukh adalah sesuatu ketentuan hukum syara
yang dihapuskan oleh hukum yang datang kemudian itu. Jadi Nasikh berarti mnghapus
sedangkan Mansukh berarti dihapus

Nasikh memang ada dan terjadi dalam syariat islam, khususnya selama dalam
proses pembentukannya. Tentang ayat-ayat Al-Qur’an dalam mushaf yang seperti
keadaanya yang sekarang ini yakin telah disepakati tidak ada yang mansukh. Bahwa
didalam Al-Qur’an yang ada itu juga terdapat nasikh dan mansukh, hanya saja kejadiannya
adalah di zaman Rasulullah Saw. Lalu apa yang ada di dalam Al-Qur’an sekarang ini tidak
ada lagi nasikh-mansukh, dan tidak akan ada atau terjadi penasakhan di dalamnya hingga
hari kiamat

B. SARAN
Demikianlah makalah tentang Nasikh dan Mansukh yang telah saya buat, saya meminta
maaf jika ada kesalahan atau kekurangan pada makalah ini, semoga bisa bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai