Anda di halaman 1dari 14

NASIKH DAN MANSUKH

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul


Qur‘an Dosen Pembimbing : Suparman Jassin, M.Ag

Disusun oleh :

1. SUMI FITRIA (1205010184)


2. TAUFIK RAHMAN HAKIM (1205010189)
3. ULFAH WAFA AZIZAH (1205010192)
4. ZAIDUL AKBAR (1205010200)

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini tepat pada waktunya meskipun dalam bentuk maupun isinya
yang sangat sederhana. Harapan kami semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman, juga membantu menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga untuk kedepannya kami dapat
memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini dengan lebih baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersijat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah Yang Maha Kuasa senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Bandung, 02 November 2020

Tim Penyusun

ii
3

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Ldtdr Bbidgdne
Al-Qur‘an adalah kalamullah yang merupakan mu‘jizat bagi Nabi Muhammad
SAW. Al-Qur‘an merupakan petunjuk bagi umat manusia untuk mencapai
kebahagiaannya di dunia dan di akhirat. Dari awal hingga akhir Al-Qur'an merupakan
kesatuan utuh. Tak ada pertentangan satu dengan lainnya. Dalam Al-Qur‘an terkandung
banyak hikmah dan pelajaran. Al-Qur‘an memuat ayat yang mengandung hal-hal yang
berhubungan dengan keimanan, Ilmu pengetahuan, tentang cerita-cerita, seruan kepada
umat manusia untuk beriman dan bertaqwa, memuat tentang ibadah, muamalah, dan lain
lain.
Al Qur‘an diturunkan secara berangsur-angsur, dalam penjelasan Al Qur‘an ada yang
dikemukakan secara terperinci, ada pula yang garis besarnya saja, Ada yang khusus, ada
yang masih bersijat umum dan global. Ada ayat-ayat yang sepintas lalu menunjukkan
adanya gejala kontradiksi yang menurut Dr. KH. Quraish Shihab para ulama berbeda
pendapat tentang bagaimana menghadapi ayat-ayat tersebut. Sehingga timbul
pembahasan tentang Nasikh dan Mansukh. 1
B. Rufusdn Mdsdidl
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu :
1) Apa pengertian Nasih dan Mansukh
2) Apa saja syarat-syarat Nasakh
3) Apa saja pembagian Nasakh?
4) Bagaimana ruang lingkup Nasakh?
5) Apa hikmah adanya Nasakh dalam Al-Quran?
O. Tujudn Pbnuiisdn
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah:
1) Untuk mengetahui Nasih dan Mansukh.
2) Untuk mengetahui syarat-syarat Nasakh.
3) Untuk mengetahui pembagian Nasakh.
4) Untuk mengetahui ruang lingkup Nasakh.
5) Untuk mengetahui hikmah adanya Nasakh dalam Al-Quran.

1
M. Quraish Shihab. Membumikan AI-Qur‘an (Bandung: PT Mizan Pustaka, 1994), haI.143

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nasikh dan Mansukh


Dari segi etimologi, para ulama‘ Ulumul Qur‘an mengemukakan arti kata nasakh
dalam beberapa makna, diantaranya adalah menghilangkan, memindahkan sesuatu dari
suatu tempat ke tempat lain, mengganti atau menukar, membatalkan atau mengubah, dan
pengalihan.2. Nasakh dalam istilah para ahli ilmu ushul jiqh adalah membatalkan hukum
syar‘i dengan dalil yang datang kemudian, yang menunjukkan pembatalan, secara
tersurat atau tersirat, baik pembatalan secara keseluruhan ataupun pembatalan
sebagian,menurut keperluan yang ada. Atau: Melahirkan dalil yang dating kemudian yang
secara implisit menghapus pelaksanaan dalil yang lebih dulu. 3
Adapun menurut istilah dapat dikemukakan beberapa dejinisi sebagai berikut:

1) Menurut Manna‘ Khalil al-Qaththan adalah:

“Mengangkat atau menghapus hukum syara‘ dengan khithab (dalil) syara‘ yang
lain”

2) Menurut Muhammad ‘Abd. Adzim al-Zarqaniy:

“Mengangkat / menghapus hukum syara‘ dengan dalil syara‘ yang lain yang
datang kemudian”.4

Para ulama mutaqaddimin (abad I hingga abad III H) memperluas arti Nasikh
sehingga mencakup beberapa hal sebagai berikut:
1) Pembatalan hukum yang ditetapkan terlebih dahulu terjadi oleh hukum yang
ditetapkan kemudian.
2) Pengecualian hukum yang bersijat oleh hukum yang bersijat khusus yang
datang kemudian.
2
Usman. UIumuI Qur‘an (Yogyakarta: TERAS, 2009), haI. 256
3
AbduI Wahhab KhaIIaf, lImu UshuI Fiqh, aIih bahasa Masdar HeImy, ( Bandung: Gema RisaIah Press, 1997 ),
hIm. 391
4
Academia.edu, “ Hadis Nasikh Mansukh” haI. 3, diakses dari
https://www.academia.edu/10078808/hadis_nasikh_mansukh/ pada tanggaI 24 Oktober 2018

5
3) Penjelasan yang datang kemudian terhadap hukum yang bersijat samar.
4) Penetapan syarat terhadap hukum terdahulu yang belum bersyarat.5

Hal yang demikian luas dipersempit oleh ulama‘ yang datang kemudian
(mutaakhkhirin). Menurut mereka nasakh terbatas pada ketentuan hukum yang datang
kemudian guna membatalkan atau mencabut atau menyatakan berakhirnya masa
pemberlakuan hukum yang terdahulu sehingga ketentuan hukum yang berlaku adalah
yang ditetapkan terakhir.6
Pengertian mansukh menurut bahasa berarti sesuatu yang
dihapus/dihilangkan/dipindah ataupun disalin/dinukil. Sedangkan menurut istilah para
ulama‘, mansukh ialah hukum syara‘ yang diambil dari dalil syara‘ yang pertama, yang
belum diubah dengan dibatalkan dan diganti dengan hukum dari dalil syara‘ baru yang
datang kemudian.
Tegasnya, dalam mansukh itu adalah berupa ketentuan hukum syara‘ pertama yang
telah diubah dan diganti dengan yang baru, karena adanya situasi dan kondisi yang
menghendaki perubahan dan penggantian hukum. 7

B. Syarat- Syarat Nasakh


Dalam pembahasan mengenai ayat-ayat nasikh dan mansukh, perlu diketahui
syarat- syarat nasakh.Syarat-syarat nasakh yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Adanya mansukh (ayat yang dihapus) dengan syarat bahwa hukum yang dihapus itu
adalah berupa hukum syara‘ yang bersijat ‘amali, tidak terikat atau tidak dibatasi
dengan waktu tertentu. Sebab, bila terikat dengan waktu maka hukum akan berakhir
dengan berakhirnya waktu tersebut. Karena itu, maka yang demikian itu tidak dapat
dinamakan dengan nasakh. Di samping itu, mansukh (ayat yang dihapus) tidak
bersijat “ajeg” secara nashshi, dan ayat yang mansukh itu lebih dahulu diturunkan
daripada ayat yang nasikh (menghapus).
2. Adanya mansukh bih (ayat yang digunakan untuk menghapus), dengan syarat,
datangnya dari Syari‘ (Allah) atau dan Rasulullah SAW sendiri yang bertugas

5
Referensi MakaIah ,” Diskursus Pendapat UIama Tentang Nasikh” diakses dari
http://www.referensimakaIah.com/2013/04/diskursus-pendapat-uIama-tentang-nasikh.htmI/ pada tanggaI 24
Oktober 2018
6
Muhammad Chirzin. AI Qur‘an dan UIumuI Qur‘an (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1998), haI. 40
7
AbduI DjaIaI. UIumuI Qur‘an (Surabaya: Dunia lImu, 2012), haI. 122

6
menyampaikan wahyu dari Allah. Sebab penghapusan sesuatu hukum tidak dapat
dilakukan dengan menggunakan ijma‘ (konsensus) ataupun qiyas (analogi).
3. Adanya nasikh (yang berhak menghapus), yaitu Allah. Kadang-kadang ketentuan
hukum yang dihapus itu berupa al-Qur‘an dan kadang-kadang pula berupa sunnah.
4. Adanya mansukh ‘anhu (arah hukum yang dihapus itu ialah orang-orang yang sudah
aqil-baligh atau mukallaj), karena yang menjadi sasaran hukum yang menghapus dan
atau yang dihapus itu adalah tertuju kepada mereka. 8

Sedang ‘Abd. ‘Azhim al-Zarqaniy mengemukakan, bahwa nasakh baru dapat


dilakukan apabila :
a. Adanya dua ayat hukum yang saling bertolak belakang, dan tidak dapat
dikompromikan, serta tidak dapat diamalkan secara sekaligus dalam segala segi.
b. Ketentuan hukum syara‘ yang berlaku (menghapus) datangnya belakangan daripada
ketetapan hukum syara‘ yang diangkat atau dihapus.
c. Harus diketahui secara meyakinkan perurutan turunnya ayat-ayat tersebut, sehingga
yang lebih dahulu diturunkan ditetapkan sebagai mansukh, dan yang diturunkan
kemudiannya sebagai nasikh.9

C. Pembagian Nasakh
Umumnya para ulama‘ membagi Nasakh menjadi empat macam:10
1. Nasakh Al-Qur‘an dengan Al-Qur‘an
Ulama-ulama sepakat mengatakan ini diperbolehkan dan telah terjadi dalam
pandangan mereka yang mendukung adanya naskh dalam Alquran. Misalnya ada ayat
tentang iddah empat bulan sepuluh hari yakni Q.S. al- Baqarah ayat 240:

- - - 

Yang artinya:
"Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan
isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun
lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah
8
Usman. UIumuI Qur‘an….., haI. 262
9
Academia.edu, “ Hadis Nasikh Mansukh” haI. 5, diakses dari
https://www.academia.edu/10078808/hadis_nasikh_mansukh/ pada tanggaI 24 Oktober 2018
10
Manna‘ KhaIiI aI-Qhaththan. Studi lImu-iImu Qur‘an (Bogor: PT. Litera AntarNusa. HaIim laya, 2009),haI. 334

Anda mungkin juga menyukai