Anda di halaman 1dari 13

NASIKH MANSUKH

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah

Ulumul Qur’an

Dosen Pengampu: Adithiya Warman, M. A.

OLEH:

Kelompok IX : Hasnaa Alyaa Maitsaa (23312673)

Nurima Amarullah (23312706)

Maryam Taqiya (23312690)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT. yang telah


memberikan rahmat dan karunia –Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “ NASIKH DAN MANSUKH” ini dengan baik.
Dalam penyusunan makalah ini, dengan kerja keras dan dukungan
dari berbagai pihak, kami telah berusaha untuk dapat memberikan yang
terbaik dan sesuai dengan harapan, walaupun didalam pembuatannya kami
menghadapi kesulitan, karena keterbasan ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki.
Oleh karena itu pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Adithiya Warman, M. A. selaku dosen
pembimbing Ilmu Al-Quran . Dan juga kepada teman –teman yang telah
memberikan dukungan dan dorongan kepada kami.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat
banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun
sangat kami butuhkan agar dapat menyempurnakannya di masa yang akan
datang. Semoga apa yang disajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat
bagi teman – teman dan pihak yang berkepentingan.

Tangerang, 13 November 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................i
DAFTAR ISI ..........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................1
A. Latar Belakang .............................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................2
C. Tujuan ..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................3
A. Pengertian Nasikh Dan Mansukh ................................................3
B. Pendapat Ulama Tentang Naskh Dalam Al-Qur’an.....................4
C. Macam-Macam Nasikh Mansukh ...............................................7
D. Manfaat Mempelajari Nasikh Mansukh.......................................8
BAB III KESIMPULAN.........................................................................9
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengertian Nasikh wa al-Mansukh Nasikh memiliki dua pengertian


yakni secara etimologi (bahasa) dan juga secara terminoligi (istilah).
Selanjutnya makna kata Nasikh secara istilah yang dijelaskan oleh ahli
Fiqih (Fuqaha) yaitu bahwa Nasikh adalah "rof'u as syaari hukman
syar'iyyan bi dalilin syar'iyyin mutaraakhin 'anhu" yang berarti
"pengangkatan (penghapusan) oleh as Syaari (Allah Swt) terhadap
hukum syara' (yang lampau) dengan dalil syara' yang terbaru. Yang
dimaksud dengan pengangkatan hukum syara' adalah penghapusan
kontinuitas pengamalan hukum tersebut dengan mengamalkan hukum
yang ditetapkan terakhir". Sama halnya dengan Nasikh, kata Mansukh
juga memiliki pengertian secara etimologi (bahasa) dan juga terminologi
(istilah). Maka secara etimologi Mansukh artinya "suatu hal yang
diganti". Sedang secara istilah/terminologi, Mansukh diartikan sebagai
"hukum syara' yang menempati posisi awal, yang belum diubah dan
belum diganti dengan hukum syara' yang datang kemudian".

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah di jelaskan maka dapat


dibuat perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian Nasikh dan Mansukh?


2. Bagaimana pendapat ulama tentang Nasakh dalam al-qur’an?
3. Apa Macam-Macam Nasikh dan Mansukh?
4. Bagaimana Manfaat mempelajari Nasikh Mansukh?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan diatas, tujuan penulisan ini adalah untuk:

1. Untuk Mengtahui pengertian Nasikh dan Mansukh


2. Untuk Mengetahui Bagaimana pendapat ulama tentang nasakh dalam
al-qur’an
3. Untuk Mengetahui macam-macam Nasikh Mansukh
4. Untuk Mengetahui manfaat mempelajari nasikh Mansukh

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nasikh dan Mansukh


Pengertian Nasikh wa al-Mansukh Nasikh memiliki dua pengertian yakni
secara etimologi (bahasa) dan juga secara terminoligi (istilah). Berikut
makna kata Nasikh secara bahasa yang dipandang paling relevan:
1. "Ar-Raf'ulal-izalah" yang berarti penghapusan.
2. "An-Naqlu" yang berarti penyalinan ataupun penulikan.
3. "Al-Ibthal" yang berarti penghilangan atas sesuatu.
4. "At-Taghyir wal Ibtal Wal Iqamah ash-Shai Maqamahu" yang artinya
ialah mengganti atau menukar. Makna diatas mempunyai dasar Kalamullah
pada ayat 106 QS Al-Baqarah, artinya: "Ayat mana saja yang Kami
nasikhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan
yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu
mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?"
5. "At-Tahwil wal Baqa ihi fi Nafsihi / At-Tabdil" yang artinya
"memalingkan, meyalin atau memindahkan". Namun tiada kalamullah yang
mencontohkan ataupun mendasari makna ini. Selanjutnya makna kata
Nasikh 1secara istilah yang dijelaskan oleh ahli Fiqih (Fuqaha) yaitu bahwa
Nasikh adalah "rof'u as syaari hukman syar'iyyan bi dalilin syar'iyyin
mutaraakhin 'anhu" yang berarti "pengangkatan (penghapusan) oleh as
Syaari (Allah Swt) terhadap hukum syara' (yang lampau) dengan dalil syara'
yang terbaru. Yang
dimaksud dengan pengangkatan hukum syara' adalah penghapusan
kontinuitas pengamalan hukum tersebut dengan mengamalkan hukum yang
ditetapkan terakhir". Sama halnya dengan Nasikh, kata Mansukh juga
memiliki pengertian secara etimologi (bahasa) dan juga terminologi (istilah).
1
El-Mu'jam, Jurnal Kajian Al Qur'an dan Al-Hadis, Vol 2 No. 1, Juni 2022 E-ISSN

3
Maka secara etimologi Mansukh artinya "suatu hal yang diganti". Sedang
secara istilah/terminologi, Mansukh diartikan sebagai "hukum syara' yang
menempati posisi awal, yang belum diubah dan belum diganti dengan hukum
syara' yang datang kemudian". Dari pengertian-pengertian diatas, selanjutnya
kita perlu memahami kata Nasakh. Yang dimaksud Nasakh adalah suatu
perbuatan pembatalan atau penghapusan pada hukum syara' dari hukum lama
menuju hukum baru yang bersumber dalil syara' yang datang kemudian.
Maka dalam menasakhkan diperlukan dua unsur penting yaitu Nasikh dan
Manshuk. Dimana Nasikh merupakan hukum/dalil syara' yang sifatnya
menghapus suatu hukum atau merupakan subjek penghapus, sedangkan
Mansukh merupakan hukum/dalil syara' yang nantinya dihapus atau diganti
atau juga merupakan objek penghapusannya.

B. Pendapat ulama tentang nasakh dalam al-qur’an


Ada tidaknya Nasikh Mansukh dalam Al-Qur'an sudah sejak dahulu
diperdebatkan para ulama. Adapun sumber perbedaan pendapat tersebut
adalah berawal dari pemahaman mereka tentang ayat:

‫َاَفاَل َيَتَد َّبُر ْو َن اْلُقْر ٰاَن ۗ َو َلْو َك اَن ِم ْن ِعْنِد َغِرْي الّٰلِه َلَو َج ُد ْو ا ِفْيِه اْخ ِتاَل ًفا َك ِثْيًر ا‬

“Tidakkah mereka menadaburi Al-Qur’an? Seandainya (Al-Qur’an) itu


tidak datang dari sisi Allah, tentulah mereka menemukan banyak
pertentangan di dalamnya.”
Dengan memperhatikan ayat di atas, ulama' sepakat bahwa dalam Al-Qur'an
tidak terdapat wahyu yang bertentangan secara hakiki. Selanjutnya dalam
menghadapi ayat yang secara sepintas dinilai kontradiksi, maka ada dua
pendapat ulama yang harus diperhatikan yaitu:
1. Nasakh Secara Logika, Bukan Secara Syara
Nasakh dapat terjadi menurut logika, tetapi tidak secara syara'. Pendapat ini
dianut oleh Abu Muslim al-Asfihani dan kawan-kawan. Menurut kalompok
ini apabila ada ayat yang secara sepintas dinilai kontradiksi tidak
diselesaikan denga jalan Nasakh, tapi dengan jalan Takhsish. Menurut Abu

4
Muslim dan kawan-kawan, Al-Qur'an adalah syariat yang muhkam tidak ada
yang Mansukh Jadi nasakh menurut yang lain, takhshish menurut Abu
Muslim al-Asfihani. Hal ini untuk menghindari pendirian pembatalan suatu
hukum yang telah diturunkan Allah.
Bagi ulama yang menolak nasakh beranggapan bahwa pembatalan hukum
yang telah diturunkan Allah adalah mustahil. Sebab jika ada pembatalan
hukum yang telah diturunkan-Nya berarti akan muncul 2 pemahaman paling
kurang, yaitu:
a. Allah tidak tahu kejadian yang akan datang, sehingga Dia perlu
mengganti/membatalkan suatu hukum dengan hukum yang lain.
b. Jika itu dilakukan Allah, berarti Dia melakukan kesia-siaan dan permainan
belaka. Tegasnya bahwa Abu Muslim al-Ashfahani tidak sependapat atau
tidak setuju dengan adanya nasakh, baik secara garis besar maupun
secara terperinci
2. Nasakh Secara Logika dan Syara
Sebagai alternatif dalam menghadapi ayat yang kelihatannya memiliki
kontradiksi, maka di antara ulama ada yang mengakui adanya nasikh dan
mansukh dalam Al-Qur'an. Pendapat ini dianut oleh jumhur ulama'. Menurut
mereka ayat nasikh dan mansukh tetap berlaku, akan tetapi segi hukum yang
berlaku menyeluruh hingga waktu tertentu tidak dapat dibatalkan,
kecuali oleh syar'i. Adapun dalil yang digunakan mereka adalah:

a. Naqli, yaitu firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 106


b. Aqli atau rasio Menurut pendapat segolongan ulama bahwa Allah berbuat
secara mutlak. Dia dapat menyuruh berbuat sesuatu dalam waktu tertentu,
kemudian melarangnya dalam waktu tertentu lainnya.
Pendapat lain lagi menyatakan bahwa perbuatan Allah itu mengikuti
kemaslahatan dan menghindari kemudharatan. Jadi jika Allah menyuruh,
pasti di dalamnya ada kemaslahatan dan jika Dia melarangnya, pasti di sana
ada kemudharatan. Kemaslahatan itu dapat berubah karena perubahan masa.
Oleh karena itu, Allah dapat saja melarang atau menyuruh melakukan
sesuatu perbuatan karena ada kemaslahatan.
Al-Maraghi menyatakan bahwa nasikh dan mansukh itu ada
hikmahnya, tegasnya: "Hukum-hukum tidak akan diundangkan kecuali untuk
kemashlahatan manusia dan hal ini berubah atau berbeda akibat perbedaan
waktu dan tempat sehingga apabila ada hukum yang diundangkan pada suatu
waktu karena adanya kebutuhan yang mendesak kemudian kebutuhan itu
berakhir, maka hal itu merupakan suatu tindakan bijaksana apabila hukum
yang diundangkan tersebut dinasakh (dibatalkan) dan diganti dengan hukum

5
yang sesuai dengan waktu tersebut, sehingga dengan demikian hukum itu
akan jadi lebih baik dari hukum semula atau sama dari aspek manfaatnya
untuk hamba-hamba Allah", 2
Quraish Shihab mengompromikan pendapat pendapat keduanya,
sebab menurut kalangan yang mengaku adanya nasakh ditetapkan bahwa
nasakh baru dapat dilakukan bila:
a. Terdapat dua ayat hukum yang saling bertolak belakang, serta tidak dapat
lagi dikompromikan.
b. Harus diketahui secara meyakinkan urutan turunnya ayat tersebut. Yang
dahulu dikatakan mansukh oleh yang kemudian."
Namun dari masa ke masa makin banyak diduga bahwa ayat mansukh dapat
dikompromikan dengan al-jam'u atau al-talfiq ) ‫ (الجمع أو التلفيق‬. Quraish
Shihab menyarankan agar hendaknya para ulama (terutama mufassirin)
melakukan usaha rekonsiliasi antara kedua kelompok tersebut, seperti
meninjau kembali pengertian nasakh yang diungkapkan oleh para ulama
mutaakhirin.
Nasakh adakalanya dengan pengganti adakalanya tidak dengan pengganti.
Untuk lebih jelasnya, ikutilah pembahasan berikut ini:
a. Nasakh tanpa badal contoh penghapusan keharusan bersedekah sebelum
berbicara dengan rasul.
b. Nasakh dengan badal rin an contoh larangan bercampur pada bulan
Ramadan.
c. Nasakh dengan badal sebanding.
d. Nasakh dengan badal lebih berat contoh penghapusan tahanan rumah
bagi wanita pezina.

C. Macam-Macam Nasikh Mansukh


Menurut al-Zarkashi, ada tiga macam nasakh, khususnya dari segi tilawah
(bacaan) dan hukumnya.

1. Nasakh dari segi bacaan dan hukumnya sekaligus,yaitu bacaan dan


tulisan ayatnya pun tidak ada lagi termasuk hukum ajarannya telah
terhapus dan diganti dengan hukum yang baru. Misalnya penghapusan

2
Abu anwar munzir hitami,ulumul qur’an sebuah pengantar,Rajawali Pers,Depok.
2023.hlm.61-64

6
ayat tentang keharaman kawin dengan saudara satu susuan karena
samasama menetek kepada seorang ibu dengan sepuluh kali susuan
dengan lima kali susuan saja.
2. Nasakh hukumnya tanpa menasakh bacaannya, yaitu tulisan dan
bacaannya tetap ada dan boleh dibaca sedangkan isi hukumnya sudah
dihapus atau tidak boleh diamalkan. Misalnya pada surat alBaqarah ayat
240 tentang istri-istri yang dicerai suaminya harus ber’iddah selama satu
tahun dan masih berhak mendapatkan nafkah dan tempat tinggal selama
‘iddah satu tahun.
3. Menasakh bacaan ayat tanpa menasakh hukumnya. Yaitu tulisan
ayatnya sudah dihapus sedangkan hukumnya masih tetap berlaku.

D. Manfaat Mempelajari Nasikh Mansukh

Terjadinya penetapan nasakh didalam al-Qur’an, sejumlah ulama


meyebutkan bahwa ada hikmah yang dapat diambil, diantaranya:

1. Menunjukkan adanya konsep rububiyah sebab dengan nasakh


dapat membuktikan
bahwa atas kuasa dan keesaan Allah lah syariat Islam dapat diubah
serta ditetapkan.
2. Sebagai bentuk ujian bagi kita untuk membuktikan dengan jelas
golongan umat yang memilih taat pada syariat atau golongan umat
yang memilih untuk menentang.
3. Menghendaki kebaikan sekaligus menghilangkan kesulitan bagi
seorang hamba pada
beberapa hukum guna kemaslahatan umat. Sebab ketika nasakh
tersebut berubah

7
menjadi hukum yang semakin berat tentu akan ada penambahan
pahala didalamnya,
sedangkan ketika nasakh berubah menjadi hukum yang semakin
ringan tentu ada
keringanan didalamnya.
4. Bentuk perhatian dan kasih sayang Alloh pada kemaslahatan
hamba-Nya, dimana hal
tersebut merupakan tujuan pokok adanya syariat agama Islam
Rahmatan lil 'Alamin.
5. Dapat menaikkan tingkat iman kita kepada Allah SWT tentang
kejadian apapun yang telah berlalu atas seizin-Nya di dunia ini.3

Pengetahuan tentang nasikh dan mansukh memiliki hikmah yang


cukup besar bagi para ahli ilmu, terutama bagi mufassir, fuqaha, dan ahli
ushul. Tujuannya agar pengetahuan mereka tentang hukum syariát tidak
menjadi salah dan tidak tepat. Oleh sebab itu, terdapat banyak atsar
(perkataan sahabat maupun tabi`in) yang mendorong agar mengetahui
masalah ini. Syariat Islam adalah syariat sempurna yang selalu menjaga
kemaslahatan umat manusia. Menjaga agar perkembangan hukum senantiasa
relevan dengan perkembangan kondisi umat dan peradaban manusia. Adanya
nasakh dalam al-Qur'an memiliki hikmah tersendiri yang pada muaranya
kembali kepada kemaslahatan manusia.4

BAB III

3
El-Mu'jam, Jurnal Kajian Al Qur'an dan Al-Hadis, Vol 2 No. 1, Juni 2022 E-ISSN
4
Agus Handoko, Kontroversi Nasikh Mansukh Dalam Alquran, Vol. 10 No. 4, Jurnal Sosial
dan Budaya Syar-I,2023,hlm 7-8

8
KESIMPULAN

Tulisan ini untuk membahas pengertian tentang Nasakh dan Mansukh karena

ternyata banyak pengertian yang ada di dalamnya, juga berkenaan dengan

macammacam Nasakh dalam al-Qur’an dan begitu pula jenisjenis Nasakh


yang

ada.Kendati banyak para ulama yang berselisih pendapat mengenai

diperbolehkannya Nasakh dan Mansukh akan tetapi perlu diketahui bahwa

seiring dengan perkembangan dakwah dan kemajuan zaman serta

pergantian kaum yang satu dengan yang lainnya maka

hukum shar’i menyesuaikan dengan keadaan masyarakat yang ada.Banyak

hikmah yang dapat dipetik setelah mempelajari Nasakh dan Mansukh,

sehingga setelah mengetahui lebih dalam lagi maka kita makin kuat.
keimanan

kita dan kepercayaan kita bahwa Allah tidak akan menguji hambanya di luar

batas kemampuannya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Mu’jam,El . 2022. Nasikh wal Mansukh. Jurnal Kajian Al Qur'an dan Al-Hadis, Vol 2
No. 1, E-ISSN.

Dainori. 2019. Nasikh Mansukh dalam studi ilmu al-qur’an,rumah jurnal


institut ilmu keislaman annuqayah, vol 2. No 1, hlm 9-12.

Anwar,Abu munzir hitami.2023. ulumul qur’an sebuah pengantar. Depok.


Rajawali Pers.

Agus Handoko. 2023. Kontroversi Nasikh Mansukh Dalam Alquran, Jurnal


sosial dan budaya syar-I, vol 10.no 4,hlm 7-8.

10

Anda mungkin juga menyukai