STUDY QURAN
Filsafat Ilmu Prodi Pascasarjana Konsentrasi Pendidikan Agama Islam UIN Alauddin
Makassar
Oleh:
ANNISA FITRIANI
80200223026
Dosen Pengampu:
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur ke hadirat Allah swt. karena dengan izin-Nya kami
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. yang telah
membawa kedamaian dan rahmat untuk semesta alam, Nabi yang sepantasnya kita
jadikan teladan dari setiap sisi kehidupannya bilamana kita ingin merasakan
ini kami tuliskan sesuai dengan hasil tinjauan pustaka yang dilakukan berdasarkan
pembimbing dalam mata kuliah Study Quran dan semua pihak yang telah
makalah ini tentu memiliki kekurangan maka kritik dan saran konstruktif sangat
kami butuhkan guna memperbaiki tulisan kami pada karya tulis ilmiah selanjutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama samawi terakhir yang diturunkan oleh Allah SWT.
Islam berfungsi sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia. Ia mengajarkan
kebenaran dan tata nilai yang abadi dan universal. Islam juga menjamin
kebahagiaan pemeluknya di dunia dan akhirat. Al-Qur'an, sebagai acuan pokok
dalam Islam mengan dung kaidah-kaidah fundamental yang perlu dikaji terus-
menerus. Al-Qur'an menempati posisi sentral dalam studi-studi keislaman. Di
dalamnya terkandung semua aspek kehidupan manusia, baik yang bersifat vertikal
(tata kehidupan manusia yang berhubungan dengan Allah SWT) maupun yang
bersifat horizontal (hubungan manusia dengan sesama makhluk-Nya). Hal ini
sebagaimana dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman Nya yang terdapat pada
surat Al-An'am ayat 38:
iv
terpetakan faktor-faktor penyebab perbedaan pendapat di kalangan para mufasir.
Lebih jauh, penulis juga ingin menggali strategi yang harus dilakukan oleh umat
Islam dalam menghadapi perbedaan tersebut.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk:
1. Menjelaskan teori Study Quran ?
2. Menjelaskan konsep Nasakh wa Mansukh?
v
BAB II
PEMBAHASAN
Dan apabila Kami letakkan suatu ayat pada tempat ayat yang lain
sebagai penggantinya, padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-
Nya. Secara terminologi (istilah), an-naskh menurut Subhi Ash-Shalih berarti *
mengangkat hukum syara’ dengan dalil syara”. Qaththan mendefinisikannya
pula kepada” Mengangkat hukum syara’ dengan dalil syara’ yang lain”.
Definisi yang dikemukakan oleh kedua tokoh di atas tidak memperlihatkan
perbedaan yang berarti. Maksudnya, suatu hukum yang telah ditetapkan bisa
saja dibatalkan kemudian digantikan oleh hukum lain. Atau suatu ayat yang
telah diturunkan secara makna dan lafal bisa saja dicabut kembali lafal, makna
(hukumnya) atau lafal sekaligus maknanya. Alquran berbicara tentang nasakh
dalam arti” penggantian”. Hal itu seperti yang terdapat dalam firman Allah:
1
Mustafa Muslim, Mabahith fit At-Tafsir Mawadhu’I, (Damaskus: Darul Qalam.1997) hal 57
ما ننسخ من ءاية أو تنسها نأت بخير منها أو مثلها ألم تعلم أن ا على كل شيء قدير
Ayat mana saja yang Kami nasakhkan atau Kami jadikan (manusia)
lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang
sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah
Mahakuasa atas segala sesuatu ? (QS. Al-Baqarah (2): 106) Jadi, Alquran
menyebutkan bahwa nasakh memang terjadi dalam hukum Islam, sesuai
dengan ketentuan Allah atas pertimbangan situasi dan kondisi masyarakat pada
masa Alquran itu diturunkan. An-nasakh terjadi karena terdapat dua nash yang
saling bertentangan ta'rudh). Nasakh hukum tidak terjadi jika nash yang
mengandung hukum itu tidak bertentangan dengan nash yang lain. Kedua nash
itu muncul dalam waktu yang tidak bersamaan, maka nash yang munculnya
lebih awal digantikan. Hukumnya oleh nash yang muncul kemudian. Nash
yang munculnya lebih awal disebut dengan al-mansikh dan nash yang
munculnya kemudian disebut dengan an-násikh.
Maka jika ada di antaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka
akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika di antaramu ada seribu
orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang
2
dengan seizin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar. Terlihat isi
kandungan kedua ayat ini saling bertentangan, ayat pertama mewajibkan satu
orang muslim melawan sepuluh orang kafir. Sedangkan ayat kedua
mewajibkan satu tentara muslim melawan dua tentara kafir. Maka ayat yang
pertama telah di-mansukh-kan hukumnya oleh ayat kedua. Artinya kewajiban
setiap individu tentara muslim memerangi sepuluh tentara kafir telah
dibatalkan, yang kemudian digantikan oleh kewajiban satu lawan dua.
3
6. Hukum yang terkandung dalam nash al-mansukh telah ditetapkan sebelum
munculnya nash an-násikh. Status nash an-násikh harus sama dengan nash
al-mansukh. Maka nash yang zhanni al-wurud tidak bisa me-nasakhk-an
nash yang qath'i al-wurid. Jika ditemukan pertentangan antara keduanya
maka jelas yang dipegang adalah nash qath'i al-wurûd.
C. Bentuk-Bentuk Nasakh
4
yang membuat ia haram menikah dengan ibu yang menyusukannya, yaitu
sepuluh kali kemudian di-nasakh-kan oleh lima kali menyusu sehingga
yang diharamkan adalah lima kali menyusu. Aisyah ra. berkata:
كان فيما أنزل من القرآن عشر رضعات معلومات يحرمن ثم نسخن بخمس معلومات فتوفي
رسول ا صلى ا عليه وسلم وهن فيما يقرأ من القرآنPernah diturunkan (kepada
Nabi) sepuluh kali menyusu yang dimaklumi yang (menyebabkan) haram
(menikahi), kemudian dinasakhkan dengan lima kali yang dimaklumi.
Selanjutnya Rasul wafat, ayat-ayat itu dibaca sebagai bagian dari Alquran.
21
2) Ayat yang di-nasakh-kan hukum, tetapi bacaannya masih ada. Hal itu
seperti firman Allah:
عليهن أربعة منكم فإن شهدوا فأمسكوهن في البيوت والتي يأتيت الفحشة من نسايكم فاستشهدوا يا
حتى يتوفلهن الموت
Dan (terhadap) wanita-wanita yang mengerjakan perbuatan keji hendaklah
ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian
apabila mereka telah memberikan kesaksian maka kurunglah mereka
(wanita-wanita) itu dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya. (QS.
An-Nisâ’ (4): 15)
Ketentuan hukuman bagi pezina, yaitu ditahan di rumah sampai meninggal
yang terdapat dalam ayat, ( )الموت فأمسكوهن في البيوت حتى يتوفنهنini telah di-
nasakh-kan. Akan tetapi, teksnya masih ada. Ayat yang me nasalkh-kannya
adalah
الزانية والزاني فاجلدوا كل واحد منهما مائة جلدة ول تأخذكم بما رأفة في دين ا إن كنتم تؤمنون
بال واليوم الخر
Perempuan dan laki-laki yang berzina maka deralah setiap orang dari
keduanya seratus kali dera. Dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah dan hari akhir. (QS. An-Nûr (24): 2)
Jadi, hukuman bagi pezina berubah dari kurungan menjadi cambuk s kali.
5
3) Ayat yang telah di-nasakh-kan bacaannya, tetapi hukumnya masih
diamalkan. Al-Muhasabi menyebut pembagian ini dengan” ayat yang di-
nasakh-kan tulisannya, tetapi ia masih terpelihara dalam hati”. Hal ini
banyak terdapat dalam Alquran, di antaranya:
Aisyah berkata;” Dahulunya di zaman Nabi, Surah Al-Ahzâb dibaca
sebanyak 200 ayat. Tatkala Utsman menulis mushaf, ia hanya tinggal 73
ayat saja seperti yang terlihat sekarang. Di antara ayat yang tidak ditulis
karena telah di-nasakh-kan adalah ayat mengenai hukum rajam, yaitu
6
Nasakh kulli adalah suatu nasakh yang mencakupi seluruh hukum yang
terkandung dalam suatu ayat, seperti yang terlihat dalam nasakh hukum
wajibnya wasiat oleh hukum mawaris dan penghapusan iddah wafat
selama satu tahun yang digantikan oleh empat bulan sepuluh hari.
Sedangkan nasakh juz'i ialah suatu ketentuan hukum yang
disyariatkan secara umum dan universal yang mencakupi seluruh individu,
kemudian dihapuskan atau tidak diberlakukan atas individu yang
mempunyai kriteria tertentu. Atau dengan kata lain, suatu pe-nasakh-an
yang tidak mencakupi seluruh individu yang terkandung dalam suatu ayat,
tetapi sebagiannya saja. Seperti firman Allah Surah An-Nûr ayat 4:
والذين يرمون المحصنت ثم لم يأتوا بأربعة شهداء فاجلدوهم ثمنيين جلدة
“Dan orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik (berbuat zina)
dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka
(yang menuduh itu) delapan puluh kali dera.”
Sebagian hukum yang terkandung dalam ayat ini telah di-nasakh-kan oleh
Surah An-Nur (24) ayat 6 sehingga ayat 4 hanya berlaku atas penuduh
yang bukan sebagai suami tertuduh;” ayat itu tidak berlaku atas tuduhan
suami terhadap istri”. Bagi yang terakhir ini mempunyai ketentuan
khusus, yaitu li'an.
7
tertentu saja. Atau dengan kata lain, munculnya ketentuan mengenai
pemberlakuan suatu hukum pada individu tertentu saja, setelah ditetapkan
beberapa lama pemberlakuannya secara umum. Inilah yang dimaksud
dengan nasakh juz'i. Jika pemberlakuan hukum pada individu atau hal-hal
tertentu itu muncul bersamaan dengan ketentuannya secara umum, maka
tidak disebut dengan nasakh juz'i, tetapi ia merupakan takhshish
(pengkhususan).
Nasakh itu dapat pula dibagi kepada dua macam; pertama, nasakh
sharih (jelas), yaitu pe-nasakh-an suatu hukum yang terkandung dalam
ayat disebutkan secara jelas, seperti Surah Al-Anfal (8) ayat 65 yang di-
nasakh. kan oleh ayat 66 surah yang sama. Awal ayat 66 itu secara jelas
menegaskan (sekarang Allah memberikan keringan kepadam)
الشن خفف ا عنكم وعلم
yang kemudian diikuti oleh ketentuan baru. Ungkapan itu
menunjukkan bahwa hukum yang terkandung dalam ayat 65 tidak
diamalkan lagi, ia telah digantikan oleh ketentuan yang terdapat dalam
ayat 66. Dan kedua, nasakh dhimni (mengandungi), yaitu secara tegas teks
Alquran tidak menyebutkan terjadinya perubahan atau penggantian
ketentuan suatu hukum. Akan tetapi, suatu ketentuan hukum itu
bertentangan dengan ketentuan lain yang datang kemudian, di mana
pertentangan itu tidak mungkin dapat dikompromikan (al-jam'u). Nasakh
seperti ini banyak terdapat dalam Alquran, seperti nasakh
kewajiban mewasiatkan harta atas orang yang akan meninggal
dunia terhadap kedua orangtua dan kaum kerabat oleh ayat mawaris dan
perubahan iddah wafat bagi wanita dari satu tahun menjadi empat bulan
sepuluh hari.
Selain dari bentuk dan pembagian nasakh di atas, As-Sayuti meng
klasifikasikan pula bentuk-bentuk nasakh itu kepada tiga macam, yaitu pe
sakh-an suatu hukum sebelum diamalkan. Kedua, pe-nasakh-an hukum
yang diberlakukan terhadap umat terdahulu (syar'u man qablana) seperti
pe-nasakh-an bentuk hukum qisas dan diyat.27 Dan ketiga, pe-nasakh-an
8
suatu hukum yang diperintahkan karena suatu sebab atau illat, apabila
sebabnya sudah hilang maka hukum tidak berlaku lagi. Hal ini seperti
perintah bersabar menghadapi tindakan orang-orang kafir terhadap umat
Islam, yang di-nasakh-kan oleh perintah memerangi mereka. Sebab atau
illat diperintahkannya bersabar adalah belum kuatnya umat Islam
menghadapi mereka pada masa itu. Akan tetapi, ketika umat Islam sudah
kuat maka sebab atau illat itu tidak ada lagi. Oleh sebab itu, berperang pun
diperintahkan, jika kaum kafir mengganggu umat Islam.
Al-Jauzi membagi perubahan itu kepada tiga macam, yaitu sebagai berikut.
9
hakikatnya, bukanlah mengangkat hukum sebagian individu-individu; ia hanya
merupakan pengecualian ketentuan hukum terhadapnya.
ول تحل لكم أن تأخذوا مما اتيتموهن شيئا إل أن تخافا أل يقيما حدود ا
Dan tidak dihalalkan bagimu mengambil apa-apa yang telah kamu berikan
kepada mereka (istri), kecuali keduanya (suami istri) takut tidak mendirikan
hukum-hukum Allah.
dalam ayat ini di ول تحل لكم أن تأخذوا مما ءاتيتموهن شيئا إل أن تخافا أل يقيما حدود ا
nasakh-kan oleh ungkapan Ungkapan Hal ini tidak bisa disebut dengan nasakh,
sebab bertentangan dengan syarat nasakh itu sendiri, yaitu” ayat yang di-nasakh-
kan harus muncul lebih awal dari ayat yang me-nasakh-kan”. Sedangkan kedua
penggalan ayat ini berada dalam satu ayat, yang tentu saja turunnya bersamaan.
Al-Jauzi mengatakan pula;” pendapat tersebut merupakan berlebih-lebihan,
10
karena istisna itu hanya mengeluarkan sebagian hukum yang terkandung dalam
suatu ayat, bukan nasakh.”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori kebenaran adalah teori kebenaran yang menggabungan
pengalaman dengan pengetahuan. Contohnya, pernyataan ibu adalah yang
melahirkan kita. Teori kebenaran koherensial adalah teori kebenaran yang
menggabungan pengalaman dengan pengetahuan melalui dua pembuktian
yakni pembuktian proposisi yang mengaitkan antara proposisi dahulu
dengan pernyataan suatu pengetahuan, yang kedua dengan pembuktian
sejarah. Contohnya, sebagai warga negara Indonesia yang baik, kita tahu
bahwa Indonesia diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945, yang
bertepatan dengan hari Jumat, 17 Ramadhan pada saat itu. Jika ingin
membuktikan hal tersebut, tidak mungkin bisa dilakukan secara
objektivitas, karena faktanya peristiwa bersejarah itu terjadi sekitar tujuh
puluh tahun yang lalu.
B. Implikasi
Pembahasan dan kesimpulan yang telah dirumuskan sebelumnya
diharapkan dapat berimplikasi positif dan membangun terhadap para
pembaca dalam memahami tentang hadis dan sunnah. Terkhusus bagi para
mahasiswa, penggiat, penuntut ilmu yang sedang mengkaji tentang hadis.
11
Dan lebih khusus lagi bagi para pendidik yang mengajarkan Ilmu Hadis,
sehingga bisa mengenalkan hadis secara menyeluruh lewat ilmu hadis.
DAFTAR PUSTAKA
12