Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

NASIKH WAL MANSUKH DALAM STUDI ILMU AL-QURAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur


dalam mata kuliah ulumul quran

Dosen Pengampu

M. Ihsan, M.pd

Kelompok 11

Muhammad Alwi : 181520261

PEROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

JURUSAN TARBIYAH DAN KEGURUAN

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) BENGKALIS

TA. 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji sykur kehadirat Allah Swt yang telah memberikan kita rahmad, taufiq, hidayah
dan juga inayahnya sehingga kita selalu dibimbing oleh Allah kejalan yang benar dan
tentunya jalan yang lurus sesuai dengan tuntunan kitab yakni Al-Quran. Rasa sykur itu kita
aplikasikan dengan sering membaca Alhamdullah.

Sholawat dan salam senatiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad


Sollahualaihiwasallam juga kepada keluarganya, para sahabat-sahabat, dan penerus dakwah
Nabi Muhammad dengan ucapan “allahummasaholliala saiidina Muhammad
waalaalisaiidina Muhammad” semoga dengan kita selalu menyebut namanya akan timbul
rasa cinta, rindu, kasih dan juga sayang kepada baginda Nabi Muhammad Saw.

Penulis sangat berterima kasih pertama sekali kepada kedua orang tua dan juga
kepada segenap elemen-elemen, temen-temen dan juga dosen pengampu yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini, penulis juga menyadari bahwa masih banyak
kesalahan, dan kekurangan yang perlu sekali diperbaiki baik dari segi penulisan maupun isi
yang kurang lengkap maka dari itu penulis sangat mengiginkan masukan-masukan yang
positif dan membangun agar makalah ini bisa menjadi bahan bacaan yang menambah
pengetahuan dan reverensi bagi pembaca tentunya.

Bengkalis, 23 November 2021

Muhammd Alwi

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………..i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………......ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …………………………………………………………....1


B. Rumusan Masalah ……………………………………………………..….2
C. Tujuan……………………………….…………………………………..…2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Nasikh dan Mansukh…………………………………………...3


B. Syarat-syarat Nasakh……………………………………………………….5
C. Jenis-jenis nasakh…………………………………………………………..5
D. Macam-macam Nasakh dalam Al-Qur’an………………………………….7
E. Hal-hal yang mengalami nasakh……………………………...…………....10
F. Hikmah Nasakh…………………………………………………….…...….10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………...…….12
B. Saran…………………………………………………………………….….12

DAFTAR ISI………………………………………………………………….…...iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A . Latar Belakang

Allah menurunkan shari’at islam kepada Rasul-Nya adalah untuk memperbaiki umat di
bidang aqidah ibadah dan mu’amalah. Sesungguhnya aqidah semua ajaran samawi itu satu dan tidak
mengalami perubahan, maka dakwah atau seruan para Rasul kepada ‘aqidah yang satu pun sama. Hal
ini sebagaimana firman Allah:

(٥٢) ‫ﻚ ِﻣ ْﻦ َر ُﺳ ْﻮ ٍل إِﻻَ ﻧُﻮ ٍحى إِلَْي ِه أَﻧَهُ ﻻَ إِلَ َه إِﻻَ أَ َ فَﺎ ْعﺒُ ُدو َن‬
َ ِ‫َرﺳﻠْﻨَﺎ ِﻣ ْﻦ ﻗَـْﺒﻠ‬
َ ‫َوَﻣﺎ أ‬

“Dan kami mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan kami mewahyukan kepadanya,
bahwa tidak ada tuhan selain aku, maka sembahlah sekalian olehmu akan aku”. (QS. al-Anbiya’:25)

‘ibadah dan mu’amalah, prinsip dasar umumnya adalah sama yaitu bertujuan untuk membersihkan
jiwa dan memelihara keselamatan masyarakat, serta mengikatnya dengan ikatan kerjasama dan
persaudaraan. Akan tetapi tuntutan dan kebutuhan antara umat yang satu dengan yang lainnya tidak
sama, hal ini dikarenakan perjalanan dakawah dan taraf pertumbuhan serta pembentukan yang tidak
sama. begitu pula hikmah al – tashri pada suatu periode akan berbeda dengan periode yang lain.
Tetapi tidak diragukan lagi bahwa pembuat shari’at adalah Allah SWT yang rahmat dan ilmu-Nya
meliputi segala sesuatu begitu pula terhadap otoritas perintah dan larangan-Nya. Oleh karena itu
sangatlah wajar jika kemudian Allah menghapuskan suatu shari’at dengan shari’at yang lain demi
menjaga kemaslahatan para hamba berdasarkan pengetahuan-Nya yang ‘azali tentang yang pertama
dan kemudian.

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian Nasakh dan Mansukh ?

2. Apakah syarat-syarat Nasakh ?

3. apa saja jenis-jenis nasakh ?

4. Apa saja macam-macam Nasakh dalam al-Qur’an ?

5. Hikmah apa yang ada pada Nasakh ?

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian Nasakh dan Mansukh .

2. Mengetahui syarat-syarat Nasakh .

3. Mengetahui jenis-jenis Nasakh .

4. Mengetahui macam-macam Nasakh yang ada dalam AL-Qur’an .

5. Mengetahui hikmah yang ada dalam Nasakh .

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Nasikh dan Mansukh

Kata Nasikh dan Mansukh merupakan bentuk perubahan dari kata Nasakh, masdar dari kata
kerja nasakha. Kata nasakh sendiri mempunyai banyak makna. Ia bisa berarti menghilangkan (al-
izalah) sebagai mana terdapat dalam [QS. Al-Hajj ayat 52]

Artinya: “dan kami mengutus seorang rasul dan tidak (pula) seorang nabi sebelum engkau
(Muhammad), melainkan apabila ia mempunya suatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-
godaan kedalam keinginannya itu, tetapi allah menghilangkan apa yang dimasukkan setan itu. Dan
allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”.
Secara etimologi (bahasa) imam Az-zarqani dalam manahil al-irfan fi ulumil AL-Quran
menyebutkan nasakh itu adalah.

 Al - ibthal (penghapusan)
 Al – izalah (peniadaaan)
 Dan al- naql (perpindahan)

Sedangkan secara terminologi (istilah) banyak berbagai pendapat antara lain:

‫رﻓﻊ اﻟﻜﻢ اﻟﺸﺮﻋﻲ ﲞﻄﺎب ﺷﺮﻋﻲ ﻣﱰاﺣﻴﺎ ﻋﻨﻪ‬


“mengangkat (menghapus) hukum syara’ dengan dalil hukum (khotob) syara’ yang datang
kemudian.”

Muhammad al-khudari dalam bukunya ushul fiqih mengatakan bahwa nasakh, adalah:

An-nasakh adalah jalan hukum yang syari’ dangan dalil syari’, ia dibolehkan atau tidak dibolehkan
berdasarkan akal.

Abd. Al-wahhab khalaf, dalam bukunya “ilmu Usul Fiqh, mengatakan bahwa:

‫إبطﺎل العمل ﳊكم الشرعي بد ليل ﻣﱰاخ عﻨه‬


“Amal dibatalkan dengan hukum syari’ dengan dalil yang terakhir”

3
ِ ‫الدل عﻠي‬
‫اﻧﺘﻬﺎء أَ َﻣ ِد اﳊُ ْك ِم لِشرعي ﻣﻊ الﺘﺄﺧﲑ عﻦ َﻣ َﻮِرِد ِﻩ‬ ُ ‫الﻔﻆ‬
“Lafaz yang menunjukkan kepada berahirnya masa berlakunya suatu hukum syari’ yang ditandai
dengan berakhirnya sumbernya.”

Sebagian ulama memaknai muhkam sebagai ayat yang menasakh, sedang mustasyabihah sebagai
sengai ayat yang mansukh. Dari berbagi pendapat yang dikemukakan diatas. Maka dapat disimpulkan
bahwa nasakh adalah penghapusan atau pembatasan Sesuatu hukum yang datang kemudian.

1. Menggantikan (al-tabdil), sebagai mana terdapat dalam [QS. Al-Nahl ayat 101].

ٍ ‫وإٍذَا ب ّدلْﻨَﺎ آﻳﺔً ﻣ َكﺎ َن‬


َ ْ‫آﻳﺔ َوا ﱠُ أ ْعﻠَ ُم ِﲟَﺎ ﻳـُﻨَـ ﱠﺰ ُل ﻗَﺎلُﻮا إِ ﱠﳕَﺎ أَﻧ‬
.‫ﺖ ُﻣ ْﻔ ٍَﱰ بَ ْل أ ْﻛﺜَـ ُر ُﻫ ْم ﻻَ ﻳَـ ْعﻠَ ُمﻮ َن‬ َ َ َ َ

Artinya: dan apabila kami mengganti ayat yang satu dengan ayat yang lain dan allah lebih
mengetahui apa yang diturunkannya-Nya, merekan berkata “sesungguhnya engkau (Muhammad)
hanya mengada-ada saja” sebenarnya kebanyakan mereka tidak mengetahui.

2. pengalihan (al-tahwil), sebagaimana yang berlaku dalam ilmu faraid (pembagian harta warisan)

3. mengutip atau memindahkan (al - Naql) seperti kalimat Nasakhtu al – kitab, berarti saya mengutip
isi buku, dalam ayat al-Qur’an surat al-Jasiyah ayat 29:

(٢٩) ‫َﻫ َذا ﻛِﺘَﺎبُـﻨَﺎ ﻳُـ ْﻨﺘِ ُق َعﻠَْي ُك ْم ِ ْﳊَ ﱠق إِ ﱠ ُﻛﻨﱠﺎ ﻧَ ْسﺘَـْﻨ ِس ُﺦ َﻣﺎ ُﻛﻨّـﺘُ ْم ﺗَـ ْع َمﻠُﻮ َن‬

Artinya: “ inilah kitab (catatan) kami yang menuturkan kepadamu dengan sebenar-benarnya.
Sesungguhnya kami menyuruh untuk mencatat apa yang telah kamu kerjakan.”

maksudnya kami (Allah) memindahkan amal perbuatan kedalam lembaran-lembaran catatan amal.

Dari definisi yang telah disebutkan, disini jelas bahwa naskh mempunyai makna yang banyak, akan

tetapi diantara makna-makna tersebut yang paling mendekati kebenaran adalah bermakna al-izalah
(menghilangkan). Sedangkan pengertian menurut istilah adalah:

4
‫رفﻊ ﺷيﺊ وإﺛﺒﺎت ﻏﲑﻩ ﻣكﺎﻧه‬

(mengangkat atau menghapuskan) suatu dan menetapkan yang lain pada tempatnya.

Dalam kalimat lainnya ialah mengangkat (menghilangkan) hukum shara’ dengan dalil hukumnya
shara’ yang lain. disebutkan kata hukum disini menunjukkan prinsip bahwa segala sesuatu hukum
asalnya adalah boleh tidak termasuk yang dinasakh.

Kata Nasikh (yang menghapus) maksudnya adalah Allah (yang menghapus hukum itu).
Seperti firmannya dalam surat al-baqarah : 106:

‫ْت ِﲞ ٍْﲑِﻣ ْﻨـ َﻬﺎ أ َْو ِﻣﺜْﻠِ َﻬﺎ أَ َﱂْ ﺗَـ ْعﻠَ ْم أَ ﱠن ا ﱠَ َعﻠَى ُﻛ ِّل َﺷ ْي ٍء ﻗَ ِد ٌﻳر‬ ٍ ‫ﻣﺎﻧَـ ْﻨسﺢ ِﻣﻦ‬
ِ َ ‫آﻳﺔ أَو ﻧـُْﻨ ِسﻬﺎ‬
َ ْ َْ َ

Artinya: “ayat mana saja yang kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, kami
datangkan yang lebih baik dari padanya atau yang sebanding dengannya Allah maha perkasa atas
segala sesuatu.

Mansukh adalah hukum yang diangkat atau yang dihapus. Maka ayat mawarith (warisan) atau hukum
yang terkandung di dalamnya misalnya adalah penghapusan ( Nasikh ) hukum wasiat kepada kedua
orang tua atau kerabat sebagaimana akan dijelaskan.

B. Syarat-syarat Nasakh

Dalam Nasakh terdapat syarat-syarat yang harus diketahui yaitu:

1 Hukum yang Mansukh adalah hukum Shara’

2. Dalil penghapusan hukum tersebut adalah khita shar’i

3. kitab yang dihapus atau yang diangkat hukumnya tidak terikat (dibatasi) dengan waktu
tertentu.

C. Jenis-jenis Nasakh

1. Nasakh al-Qur’an dengan al-Qur’a n. Misalnya ayat tentang ‘iddah empat bulan sepuluh
hari.

5
2. Nasakh Al-Qur’an dengan as-Sunnah :

a. Nasakh al-Qur’a n dengan hadith ahad. akan tetapi Jumhur a l - ‘Ulama’ sepakat bahwa
ini tidak berlaku karena al-Qur’a n adalah mutawatir

b. Nasakh al-Qur’an dengan hadith mutawatir, nasakh semacam ini diperbolehkan oleh
Malik, Abu Hanifah dan Ahmad.

3. Nasakh al-Sunnah dengan Al-Qur’an, ini dibolehkan oleh jumhur sebagaimana masalah
menghadap ke Bayt al - Maqdis yang ditetapkan dengan as-Sunnah dan didalam Al-Qur’an tidak
terdapat dalil yang menunjukkannya. Ketetapan ini kemudian di nasakh oleh al-Qur’an dengan
firman-Nya:

‫ﻚ َﺷطْ َرُﻩ ال َْم ْس ِﺠ ِد ا ْﳊََر ِام‬


َ ‫ﺿﺎ َﻫﺎ فَـ َﻮ ًل َو ْﺟ َﻬ‬ َ ‫الس َم ِﺎء فَـﻠَﻨُـ َﻮلّيَـﻨ‬
َ ‫ﱠﻚ ﻗَـ ْﺒـﻠَ ًﺔ ﺗَـ ْر‬ َ ‫ّﺐ َو ْﺟ ِﻬ‬
ّ ‫ﻚ ِﰲ‬ َ ‫ﻗَ ْدﻧَـ َرى ﺗَـ َﻘﻠ‬
‫ﺎب لَيَـ ْعﻠَ ُمﻮ َن أَﻧهُ ا ْﳊَ ُق ِﻣ ْﻦ َرِْ ْم َوَﻣﺎ ﷲُ بِغَﺎفِ ٍل َع َمﺎ‬ ِ َ ‫َو َح ْيـﺜُ َمﺎ ُﻛ ْﻨـﺘُ ْم فَـ َﻮلﱡﻮا ُو ُﺟ‬
َ ‫ﻮﻫ ُك ْم َﺷط َْرﻩُ َوإِ ﱠن ّاﱃ‬
َ َ‫ﻳﻦ أُوﺗُﻮا الْكﺘ‬

.‫ﻳَـ ْع َمﻠُﻮ َن‬

Artinya: “sungguh Kami (sering) milihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh kami
akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu kearah masjidil haram.
Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu kearanhnya. Dan sesungguhnya orang-orang
(yahudi dan nasrani) yang diberi Al-kitab (taurat dan injil) memang mengetahui, bahwa berpaling
kemasjidil haram itu adalah benar dari tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang
mereka kerjakan.

Tetapi nasakh versi ini pun ditolak oleh Imam Shafi’i dalam salah satu riwayat. Menurutnya
apa saja yang ditetapkan Sunnah tentu di dukung oleh al-Qur’an dan apa saja yang ditetapkan oleh
alQur’an tentu pula didukung oleh as-Sunnah. Hal ini karena Al-Qur’an dan As-Sunnah harus
senatiasa sejalan dan tidak bertentangan.

4. Nasakh Sunnah dengan Sunnah Dalam hal ini ada empat bentuk yaitu:

a. Nasakh mutawatir dengan mutawatir

b. Nasakh ahad dengan ahad

6
c. Nasakh ahad dengan mutawatir

d. Nasakh mutawatir dengan ahad

tiga bentuk pertama diperbolehkan sedangkan yang ke empat terjadi silang pendapat.

D. Macam-macam Nasakh dalam Al-Qur’an

Menurut al-Zarkashi, ada tiga macam nasakh, khususnya dari segi tilawah (bacaan) dan hukumnya.

1. Nasakh dari segi bacaan dan hukumnya sekaligus, yaitu bacaan dan tulisan ayatnya pun tidak
ada lagi termasuk hukum ajarannya telah terhapus dan diganti dengan hukum yang baru. Misalnya
penghapusan ayat tentang keharaman kawin dengan saudara satu susuan karena samasama menetek
kepada seorang ibu dengan sepuluh kali susuan dengan lima kali susuan saja.

2. Nasakh hukumnya tanpa menasakh bacaannya, yaitu tulisan dan bacaannya tetap ada dan
boleh dibaca sedangkan isi hukumnya sudah dihapus atau tidak boleh diamalkan. Misalnya pada surat
alBaqarah ayat 240 tentang istri-istri yang dicerai suaminya harus ber’iddah selama satu tahun dan
masih berhak mendapatkan nafkah dan tempat tinggal selama ‘iddah satu tahun.
Artinya: “dan orang-orang akan meninggal dunia diantara kamu dan meninggalkan isteri,
hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) dibei nafkah hingga setahun lamanya dan tidak
disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa
bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) memberikan mereka berbuat yang makruf terhadap
diri mereka. Dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana”. ( QS. Al-Baqarah: 240)

Ketentuan hukum ayat tersebut dihapus oleh ayat 234 surat al-Baqarah , sehingga keharusan ‘iddah
satu tahun tidak berlaku lagi.

ِ ِ ِ
‫ﺎح‬ َ ‫َﺷﻬ ٍرَو َع ْش ًرا فَِﺈذَا بَـﻠَغْ َﻦ أ‬
َ َ‫َﺟﻠَ ُﻬ ﱠﻦ فَﻼَ َﺟﻨ‬ ُ ‫ص َﻦ َِﻧْـ ُﻔس ِﻬ ﱠﻦ أ َْربَـ َع َﺔ أ‬
ْ َ‫اﺟﺎ ﻳَـﺘَـ َرب‬
ً ‫ﻳﻦ ﻳَـﺘَـ َﻮفَـ ْﻮ َن ﻣْﻨ ُك ْم َوﻳَ َذ ُرو َن أ ْزَو‬
َ ‫َوالذ‬
ِ ‫َعﻠَيﻬ ُكم فِيمﺎ فَـعﻠْﻦ ِﰲ أﻧْـ ُﻔ ِس ِﻬ ﱠﻦ ِ لْمعر‬
(٢٣٤) ٌ‫وف َوﷲُ ِﲟَﺎ ﺗَـ ْع َمﻠُﻮ َن َﺧﺒِﲑ‬ ُْ َ َ َ َْ ْ ْ

7
Artinya: “orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan isteri-istri m
(hedaklah para istri itu) menagguhkan dirinya (beri’ddah) empat bulan sepuluh hari, kemudian
setelah habis ‘iddahnya, maka tidak dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap
diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat. (QS. al-Baqarah: 234)

3. Menasakh bacaan ayat tanpa menasakh hukumnya

Yaitu tulisan ayatnya sudah dihapus sedangkan hukumnya masih tetap berlaku. Sebagaimana
hadiast Umar bin khatahab dan ubay bin Ka’ab:

.‫ش ْي َﺨﺔُ إِذَا َزﻧـَيَﺎ فَ ْﺎر َﲨُْﻮ ُﳘَﺎ اَلْﺒَِﺘﺔً ﻧَ َكﺎﻻً ِﻣ َﻦ ﷲ َعﻠِْي ٌم َح ِك ْيم‬
‫ش ْي ُﺦ َوال ﱠ‬
‫ال ﱠ‬

Artinya: “orang tua laki-lali dan perempuan yang berzina, maka rajamlah keduanya itu
dengan pasti sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana”.

4. Nasakh dengan pengganti dan tanpa pengganti:

Secara umum, bahwa adanya nasakh ini menunjukkan bahwa shari’at Islam merupakan
shari’at paling sempurna yang menasakh shari’at shari’at yang datang sebelumnya. Karena shari’at
Islam berlaku untuk semua situasi dan kondisi, maka adanya nasakh berfungsi untuk menjaga
kemaslahatan umat.

5. Nasakh tanpa pengganti

Terkadang ada nasakh terhadap suatu hukum tetapi tidak ditentukan hukum lain sebagai
pennggantinya, selain bahwa ketentuan hukumnya sudah berubah. Misalnya penghapusan keharusan
bersedekah sebelum menghadap Rasulullah sebagaimana diperintahkan dalam firman Allah:

َ ِ‫ﺻ َدﻗَﺔً ذَل‬


ْ‫ﻚ َﺧ ْيـ ٌرلَ ُك ْم َوأﻃ َْﻬ ُر فَﺈ ْن َﱂ‬ َ ْ ‫ﻮل فَـ َﻘ ﱠد ُﻣﻮا بَـ‬
َ ‫ﲔ ﻳَ َد ْي َْﳒ َﻮا ُﻛ ْم‬ َ ‫الر ُﺳ‬ ِ َ ‫َ أﻳَـ َﻬﺎ الﱠ ِذﻳْ َﻦ‬
َ ‫آﻣﻨُﻮا إذَا َ َﺟ ْيـﺘُ ُم‬
(١٢) ‫ﻮر َر ِح ْي ٌم‬
ٌ ‫َِﲡ ُدوا فَﺈ ﱠن ﷲَ ﻏَ ُﻔ‬

8
Artinya: “hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menghadap lalu mengadakan
pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin)
sebelum pembicaraan itu…..(QS. al-Mujadalah: 12)

Ketentuan ini dinasakkan dengan firman-nya:

‫ب ﷲُ َعﻠَْي ُك ْم فَﺄَ ﻗِ ْي ُمﻮا ال ﱠ‬ ِ ِ


َ‫صﻼ َة َوآﺗُﻮا ال ّﺰَﻛﺎة‬ َ َ‫ﺻ َدﻗَﺎت فِﺈ ْذ َﱂْ ﺗَـ ْﻔ َعﻠُ ْﻮا َو‬ َ ْ ‫أَ ْﺷ َﻔ ْﻘﺘُ ْم أَ ْن ﺗـُ َﻘ ﱠد ُﻣﻮا بَـ‬
َ ‫ﲔ ﻳَ َد ْي َْﳒ َﻮا ُﻛ ْم‬
ِ ‫وأ‬
(١٣) ‫َﻃيعُﻮا ﷲَ َوَر ُﺳﻮلَهُ َوﷲُ َﺧﺒِْيـ ٌر ِﲟَﺎ ﺗَـ ْع َمﻠُﻮ َن‬ َ

Artinya: “apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karna kamu memberi sedekah sebelum
pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tidak memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat
kepadamu maka dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat serta taatlah kepada Allah dan Rasulnya dan
Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. al-Mujadilah: 13)

6. Nasakh dengan pengganti yang seimbang

Nasakh disamping menghapuskan suatu ketentuan juga menentukan hukum baru sebagai
penggantinya. Penggantinya itu sering seimbang atau sama dengan ketentuan yang dihapusnya.
Misalnya nasakh dari sholat menghadap ke Bayt al Muqaddas yang beralih menghadap ke Bayt-al
Muqoddas yang beralih menghadap al-Haram (Ka’bah)

7. Nasakh dengan pengganti yang lebih berat, misalnya penghapusan hukuman penahan di rumah
(terhadap wanita yang berzina).

ِ ‫ﺎﺣ َﺸﺔَ ِﻣﻦ ﻧِﺴﺎﺋِ ُﻜﻢ ﻓَﺴﺘَ ْﺸ ِﻬ ُﺪوا ﻋﻠَﻴ ِﻬ ﱠﻦ أَرﺑـﻌﺔً ِﻣْﻨ ُﻜﻢ ﻓَِﺈ ْن َﺷ ِﻬ ُﺪوا ﻓَﺄَﻣ ِﺴ ُﻜﻮ ﻫ ﱠﻦ ِﰲ اﻟْﺒـﻴ‬
‫ﻮت َﺣ ﱠﱴ ﻳـَﺘَـ َﻮ‬ ِ ‫واﻟﱵ ْتِﲔ اﻟْ َﻔ‬
ُُ ُ ْ ْ َ َْ ْ َ ْ ْ َ ْ َ َ َ
(١٥) ً‫ت أ َْو َْﳚ َﻌ َﻞ ﷲُ َﳍُ ﱠﻦ َﺳﺒِْﻴﻼ‬ ُ ‫ﻓﱠ‬
ُ ‫ﺎﻫ ﱠﻦ اﻟْ َﻤ ْﻮ‬

Artinya: “dan terhadap para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, diantara perempuan-
perempuan kamu, hendaklah diantara mereka ada empat orang saksi dari pihak kamu (untuk menjadi
saksi). Kemudian apabila mereka telah memberikan kesaksian, maka kurungkanlah mereka (wanita-
wanita itu) di rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan (yang lain)
kepadanya”. (QS. `an-nisa : 15)

9
Ayat ini kemudian dinasakh dengan ayat:

Artinya: “perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina maka cambuklah setiap orang dari
mereka 100 kali cambukan ….” (QS. an-Nur: 2)

8. nasakh dengan pengganti yang lebih ringan, misalnya:

‫ﻳﻦ ِﻣ ْﻦ ﻗَـ ْﺒﻠِ ُك ْم لَ َعﻠﱠ ُك ْم ﺗَـﺘﱠـ ُﻘ ْﻮ َن‬ ِ‫ﱠ‬


َ ‫ﺐ َعﻠَى الذ‬
ِ
َ ‫ﺎم َﻛ َمﺎ ُﻛﺘ‬ ِّ ‫ﺐ َعﻠَْي ُك ُم‬
ُ َ‫الصي‬
ِ
َ ‫آﻣﻨُﻮا ُﻛﺘ‬
ِ‫ﱠ‬
َ ‫َ أَﻳـﱡ َﻬﺎ الذ‬
َ ‫ﻳﻦ‬

Artinya: “diwajibkan atas kamu untuk berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa”. (QS. al-Baqarah: 183)

Ayat tersebut kemudian dinasakh dengan ayat sebagai berikut:

ِ ِ ِ ِ ُ َ‫الصي ِﺎم ال ﱠرف‬


ِ ِ
(١٧٨)........‫ﺎس َﳍُ ﱠﻦ‬ ٌ َ‫ﺚ إِ َﱃ ﻧ َسﺎﺋ ُك ْم ُﻫ ﱠﻦ لﺒ‬
ٌ َ‫ﺎس لَ ُك ْم َو أَﻧْـﺘُ ْم لﺒ‬ َ ّ َ‫أح ﱠل لَ ُك ْم لَْيـﻠَﺔ‬

Artinya: “dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu;
mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka”. (QS. al-Baqarah: 187)

E. Hal-hal yang mengalami nasakh

Nasakh hanya terjadi pada perintah dan larangan , baik yang diungkapkan dengan tegas dan
jelas maupun yang diungkapkan dengan kalimat Khabar (Berita) yanng bermakna ‘Amr (Perintah)
atau Nahy (Larangan). Bagaimana cara mengetahui Nasikh dan Mansukh:

1. Keterangan tegas dari Nabi atau Sahabat

2. Ijma’ umat bahwa ayat ini Nasikh dan yang itu Mansukh

3. Mengetahui mana yang lebih dahulu dan mana yang belakangan datang berdasarkan
sejarah

F. Hikmah Nasakh

Adapun hikmah yang terdapat pada Nasakh adalah sebagai berikut:

1. Mengukuhkan keberadaan Allah, bahwa Allah takkan pernah terikat dengan ketentuan
ketentuan yang sesuai dengan logika manusia. Sehingga jalan pikiran manusia takkan pernah
bisa mengikat Allah SWT. Allah mampu melakukan apa saja, sekalipun menurut manusia hal
tersebut tidak logis.

10
Tetapi Allah akan menunjukkan, bahwa kehendak-Nya lah yang akan terjadi, bukan kehendak
kita. Sehingga diharapkan dari keberadaan Nasakh dan Mansukh ini akan mampu
meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT, bahwa Dia-lah yang Maha Menentukan.

2. Dengan nasakh dan mansukh ini diharapkan pula kita akan mempunyai prediksi dan
pengertian bahwa Allah itu memang adalah zat yang Maha Bijak, Maha Kasih, Maha Sayang, bahkan‚
al – Ham al-Rahimin‚ , yaitu lebih kasih dari pada yang berhati kasih dan lebih sayang dari pada siapa
saja yang berhati sayang. Mengapa? Karena memang pada kenyataannya hukum-hukum Nasakh dan
Mansukh tersebut semuanya demi untuk kemaslahatan dan kebaikan kita.

3. Memelihara kemaslahatan hamba.

4. Perkembangan tashri’ menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan
kondisi umat Islam

5. Cobaan dan ujian bagi seorang mukallaf untuk mengikutinya atau tidak

6. Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika nasakh itu beralih ke hal
yang lebih berat maka di dalamnya terdapat tambahan pahala, dan jika beralih ke hal yang
lebih ringan maka ia mengandung kemudahan dan keringanan.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan.

Tulisan ini untuk membahas pengertian tentang Nasakh dan Mansukh karena ternyata banyak
pengertian yang ada di dalamnya, juga berkenaan dengan macam-macam Nasakh dalam al-Qur’an
dan begitu pula jenis-jenis Nasakh yang ada.

Kendati banyak para ulama yang berselisih pendapat mengenai diperbolehkannya Nasakh dan
Mansukh akan tetapi perlu diketahui bahwa seiring dengan perkembangan dakwah dan kemajuan
zaman serta pergantian kaum yang satu dengan yang lainnya maka hukum shar’i menyesuaikan
dengan keadaan masyarakat yang ada.

Banyak hikmah yang dapat dipetik setelah mempelajari Nasakh dan Mansukh , sehingga
setelah mengetahui lebih dalam lagi maka kita makin kuat keimanan kita dan kepercayaan kita bahwa
Allah tidak akan menguji hambanya di luar batas kemampuannya.

B. Saran

Jika kita belajar mendalami suatu disiplin ilmu maka pahamilah dengan baik dan perkayalah
ilmu itu seperti hal-nya belajar annasih wa al-mansukh ini karna sangat rentan menjurus pada
penalaran yang keliru sehingga tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya diharapan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Von Denffer, An Introduction To The Sciences of The Qur’an , Pent. A. Nashir
Budiman, Jakarta, Rajawali, 1988.

Az-Zarqani, Manhil al - ‘ Irfan , Beirut: Dar al-Fikr, t.t, Jilid II.

Jalaluddin as-Suyutiy, al - Itqan fi ‘Ulum al - Quran , Bairut: Daral-Fikr, t.t.

Khalil al-Qatta n, Maba hith Fi ‘ Ulum a l - Qur’an , diterjemah Mudzakkir, Bogor, Pustaka
Lentera Antar Nusa, 1996.

M. Hashbi ash-Shiddiqi, Ilmu - ilmu al - Qur’an , Jakarta: Bulan Bintang, 1972

Muhammad, AbuZahroh, al-Syafi’I, Hayatuh Wa ‘Asrah Wa al - Fiqhuh , Jilid II, Daral-Fikr,


Mesir, 1945.

Quraish shihab, membumikan Al - Qur’an, Bandung: Mizan, 1992.

iii

Anda mungkin juga menyukai