Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH AL -QUR’AN DAN HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

OLEH :

SANTI
RESKI SUCI MULIANTI
NASRUL HUDA
UMAR

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT bahwa dengan Rahmat dan
Ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “AL -QUR’AN DAN
HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM” sebagai tugas mata kuliah USUL
FIQIH.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan kita semua dan dapat
memenuhi tugas yang Dosen berikan serta dapat menjadi nilai untuk penulis.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, Oleh sebab itu
penulis menerima kritik dan saran dari pembaca sebagai perbaikan bagi penulis untuk
masa yang akan datang.

Kendari, 15 April 2023

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada hakikatnya, sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat
melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat
mengikat yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan
nyata. Untuk itu, yang disebut sumber hukum Islam adalah segala sesuatu yang
dijadikan dasar, pedoman, atau acuan dalam syariat islam.1
Untuk itu, seluruh aktivitas manusia diatur dari sumber hukum pokok
islam, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Namun, ketentuan para ulama dalam
mengeluarkan dalail-dalil hukum dari nas tidaklah sama, melainkan masing-
masing ulama memiliki cara yang berbeda. Karena perbedaan itu, sistem
untuk mengeluarkan dalil-dalil hukum dari nas tersebut di lingkungan ulama
sendiri, terdapat kesepakatan untuk satu hal dan tidak sepakat dalam hal lain.2
Menurut Abdul Wahab Khallaf, kata adillah syar’iyyah (sumber hukum
Islam), bersinonim dengan istilah adillah al-ahkam, ushul al-ahkam, al-
mashadir al-tasyri’iyyah lil-al-ahkam.3
Para ulama’ membagi dalil hukum syara’ menjadi dua, 1) dalil yang
disepakati (muttafaq), dan 2) dalil yang tidak disepakati (mukhtalaf). Dalil
yang disepakati dibagi menjadi 4, Al-Qur’an, Hadits, Ijma’, dan Qiyas. Mareka
juga menyepakati bahwa keempatnya harus digunakan secara berurutan dan
tidak melompat-lompat. Jika terjadi suatu peristiwa, maka dilihat lebih dulu
hukumnya dalam al-Qur’an, jika tidak ditemukan dilihat hukumnya di dalam
hadits, jika di dalam hadits belum juga ditemukan atau kurang jelas, maka
mencari hukumnya dalam ijma’, jika belum ditemukan juga di dalam ijma’,
maka berijtihad untuk mendapatkan hukumnya dengan
menggunakan qiyas. 4 Allah SWT berfirman:

1
Drs. Abd. Rochim, M.Ag, Fiqih 3 (Semarang, Aneka Ilmu:2006), 55
2
M. Rizal Qosim, Pengamalan Fikih 3 (Solo, AQILA:2013), 33
3
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh (Mesir, Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah),20.
4
Ibid, hlm. 21
1
َ ‫ُ أ‬ ‫أ‬ َ ‫َ ُ ْ َ ُ ْ ذَ ََ ُ ْ ُ َ َُْ أ‬
‫ذ‬ ٓ َ َ ‫َ َٰٓ َ ُّ َ ذ‬
‫يأيها ٱَّلِين ءامنوا أطِيعوا ٱّلل وأطِيعوا ٱلرسول وأو ِِل ٱۡلم ِر مِنكمۖۡ فإِن‬
‫َ ذ أ‬ ‫ُ ُ ُأ‬ ‫َ أ َ ُ ُّ ُ َ ذ‬ ‫َ أ‬
‫نت أم تؤم ُِنون ب ِٱّللِ َوٱۡلَ أو ِم‬ ‫وه إَِل ٱّللِ َوٱ ذلر ُسو ِل إِن ك‬ ‫ت َنَٰ َزع ُت أم ِِف َشءٖ فرد‬
‫ َ َ أ َ ُ َ أ ا‬ٞ ‫َ َٰ َ َ أ‬
٥٩ ‫ٱٓأۡلخ ِِر ذل ِك خۡي وأحسن تأوِيًل‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah


Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa/4:59).

Selanjutnya dalil yang tidak disepakati (mukhtalaf), menurut


Wahbah Zuhaili dibagi menjadi tujuh, yaitu istihsan, maslahah
mursalah (istislah), istishab, urf, mazhab sahabi, syar’u man qoblana,
dan saddu al-zariah[3]. Tetapi, menurut Abdul Wahab Khallaf hanya
ada enam, dengan menghilangkan saddu al-zariah, maka menurutnya
keseluruhan adillahsyar’iyyah berjumlah 10 macam. 5
Sebagai dalil muttafaq, al-Qur’an menempati urutan yang utama
karena merupakan kalam Allah yang diturunkan oleh-Nya melalui
perantaraan malaikat Jibril ke dalam hati Rasulullah Muhammad bin
Abdullah dengan lafazh yang berbahasa Arab dan makna-maknanya
yang benar, untuk menjadi hujjah bagi Rasul atas pengakuannya sebagai
Rasulullah, menjadi undang- undang bagi manusia yang mengikuti
petunjuknya, dan menjadi qurbah dimana mereka beribadah dengan
membacanya. 6

5
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh (Mesir, Maktabah al-Da’wah al-Islamiyah),22.
6
Abdul wahhab Khallaf, terj., Ilmu Ushul Fiqh, (Semarang, Dina Utama Semarang, 1994)
18.
2
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana Alqur’an sebagai sumber hukum Islam?
b. Bagaimana Hadist sebagai sumber hukum Islam?
c. Bagaimana Hubungan Al -Qur’an dan Hadits?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui Alqur’an sebagai sumber hukum Islam
b. Untuk mengetahui Hadist sebagai sumber hukum Islam
c. Untuk mengetahui hubungan Al -Qur’an dan Hadits

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Al-qur’an
2.1.1 Pengertian Al-Qur’an

Lafadz al-Qur’an dalam bahasa Arab diambil dari kata Qara’a


seperti lafadz Al-ghufran yang diambil dari kataghafara. Dikatakan qira’a,
yaqra’u, qira’atan dan qur’anan, seperti terdapat dalam surat Al-Qiyamah
(75):17-18:
“sesungguhnya atas tanggungan kami-lah menguumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu pandai)membacanya,maka ikutilah. Apabial
kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaanya itu”.
Secara terminologi, ada beberapa definisi dari pengertian al-Qur’an,
antara lain :
1. Menurut ahli Ushul, al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan
kepada Muhammad saw. yang ditulis dalam mushaf yang berbahasa
Arab, telah dinukilkan (dipindahkan) kepada kita dengan jalan
mutawatir, dimulai dengan Surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan
Surah An-Nas, yang kita beribadah dengan membacanya.
2. Ali Ash-Shabuni, membatasi pengertian al-Qur’an sebagai berikut:
“al-Qur’an adalah kalam Allah yang mengandung mukjizat yang
diturunkan kepada Nabi atau Rasul-Nya yang penghabisan dengan
perantaraan Malaikat Jibril yang ditulis pada mushaf-mushaf, dinukilkan
kepada kita secaramutawatir, membacanya adalah ibadah, dimulai
dengan Surah al-Fatihah dan diakhiri dengan Surahan Nas.
3. Menurut Abdul Wahab Khallaf, al-Qur’an ialah kalam Allah yang
diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat
Jibril dengan lafadz berbahasa Arab dangan makna yang benar sebagai
hujjah bagi Rasul, sebagai pedoman hidup, dianggap ibadah
membacanya dan urutannya dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri
oleh surat an-Nas serta dijamin keasliannya.
4
Al-Qur’an adalah wahyu ilahi dan menjadi mukjizat Nabi
Muhammad Saw. Bukan buatan ataupun karangan beliau. Orang-orang
kafir menuduh Al- Qur’an adalah karangan Nabi Muhammad Saw.
untuk menjawab tuduhan itu, Allah merintahkan kepada beliau
menantang orang-orang kafir dan mereka yang masih ragu-ragu
terhadap kebenaran Al-Qur’an untuk membuat yang serupa dengan
Al-Qur’an, walau hanya satu surah. Tantangan itu
dikemukakan Allah dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah
ayat 23 :

“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur’an yang kami
wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surah (saja)
yang semisal Al-Qur’an itu, dan ajaklah penolong-penolongmu selain
Allah, jika kamu orang-orang yang benar.”

2.1.2 Bukti Kehujjahan Al-Qur’an


Abdul Wahhab Khallaf mengemukakan tentang kehujjahan Al –
Qur’an sebagai berikut: ‘ Bukti bahwa Al-qur’an menjadi hujjah atas manusia
yang hukum – hukumnya merupakan aturan – atauran yang wajib bagi
manusia untuk mengikutinya, ialah karena al -quran datang dari Allah Swt
dan dibawa kepada manusia dengan jalan yang pasti tidak diragukan
kebenarannya.
Bukti dari kemukjizatan al-Qur’an tidak dilihat dari segi lafadznya
saja, tetapi juga makna dan isinya. Di dalamnya berisi rahasia-rahasia alam
yang hingga kini masih banyak yang belum terungkap. Ayat-ayat di
dalamnya merupakan kalam Allah yang indah yang tak dapat ditandingi oleh
siapapun (lihat QS (2):23, (28):49-50 ).

5
2.1.3 Penjelasan Al-Qur’an Terhadap Hukum
Dari segi penjelsanya terhadap hukum, ada beberapa cara yang
digunakan Al-Quran yaitu :
a. Secara juz’i(terperinci).maksudnya, Al-Quran menjelaskan secara
terperinci. Allah dalam al-Quran memberikan penjelasan secara
lengkap,sehingga dapat dilaksanakan menurut apa adanya, mesikpun
tidak dijelaskan Nabi dengan sunahnya. Contohnya ayat-ayat
tetangg kewarisan yang terdapat dalam surat an-Nisa (4):4.tentang
sanksi terhadap kejahata zina dalam surat al-Nur(24):4.
b. Secara kulli (global). Maksudnya, penjelasan Al-Quran terhadap
hukum berlaku secara garis besar, sehingga masih memerlukan
penjelasan dalam pelaksanannya. Yang paling berwenang memberi
pennjelasan terhadap maksud ayat yang berbentuk garis besar itu
adalah Nabi Muhammad dengan sunnah-nya.
c. Secara Isyarah Al-Quran memberikan penjelasan terhapad apa yang
secara lahir desebutkan dalam bentuk penjelasan secara ibarat. Salah
satu ayat Al- Quran yang memberikan beberapa maksud. Firman
Allah dalam surat al- Baqrah (2):233:
“ dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para
ibu dengan secara makruf.”(Al-Baqarah(2):233).

2.1.4 Hukum yang terkandung dalam Al-Quran


a. Hukum – hukum I’tiqadiyah, yang berkaitan dengan hal-hal yang
harus dipercaya oleh setiap mukallaf, yaitu mempercayai Allah,
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, dan hari akhir.
b. Hukum moralitas, yang berhubungan dengan sesuatu yang harus
dijadikan perhiasan oleh setiap mukallaf, berupa hal-hal keutamaan
dan menghindarkan diri dari hal yang hina.
c. Hukum amaliyyah yang bersangkut paut dengan sesuatu yang
timbul dari mukallaf, baik berupa perbuatan, perkataan, perjanjian
hukum, dan pembelanjaan. Macam yang ketiga ini adalah fiqh al-
Qur’an. Dan inilah yang dimaksud dengan sampai kepadanya
6
dengan ilmu ushul fiqh. Hukum-hukum amaliyyah di dalam al-
Qur’an terdiri dari dua macam, yaitu;
1. Hukum-hukum ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, haji,
nadzar, sumpah, dan ibadah-ibadah lainnya yang dimaksudkan
untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya
(habluminallah).
2. Hukum muamalat, seperti akad, pembelanjaan, hukuman,
pidana, dan lainnya yang bukan ibadah dan dimaksudkan untuk
mengatur hubungan antar sesama mukallaf, baik sebagai
individu, bangsa, atau kelompok (habluminannas).

2.2 Hadist
2.2.1 Pengertian Hadist
Hadits (‫ ) الحديث‬secara harfiah dapat diartikan sebagai perkataan (sabda),
percakapan, atau perbuatan. Sedangkan secara terminologi, hadist didefinisikan
sebagai catatan yang bersumber dari pernyataan dan tingkah laku Nabi Muhammad
SAW yang dijadikan landasan syariat islam.
Secara garis beras, hadits mempunyai makna segala perkataan (sabda),
perbuatan, dan ketetapan lainnya dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan
hukum syariat islam selain Al-Qur’an. Ada banyak sekali ulama-ulama ahlul
hadits, diantaranya adalah Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Tirmidzi, Imam
Ahmad, Imam Abu Daud, Imam Ibnu Majah, dan Imam Nasa’i.
Beberapa ulama memiliki pendapat berbeda terkait dengan pengertian
hadits tersebut.
1. Menurut Para Ahli Hadits
Menurut para ahli hadits, hadits merupakan segala perkataan (sabda),
perbuatan, hal ihwal (kejadian, peristiwa, masalah), dan ketetapan lainnya yang
disandarkan kepada Nabi Muhahmmad SAW.
2. Menurut Ahli Ushul Fiqh (Ushuliyyun)
Pengetian hadits juga dijelaskan oleh ahli ushul fiqh (Ushuliyyun).
Menurut ahli ushul fiqh, hadits adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan
7
yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW yang hanya berhubungan dengan
hukum-hukum islam.
3. Menurut Jumhur Ulama
Beberapa ulama berpendapat bahwa hadist adalah segala perkataan
(sabda), perbuatan, dan ketetapan lainnya (taqrir) yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW, para sahabat, dan para tabiin.

2.2.2 Fungsi Hadits


Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam tentunya untuk menjelaskan
lebih detail apa yang tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an. Pada dasarnya, hadits
memiliki fungsi utama sebagai menegaskan, memperjelas dan menguatkan
hukum-hukum dan hal lain yang ada di Al-Qur’an. Para ulama sepakat setiap umat
islam diwajibkan untuk mengikuti perintah yang ada hadits-hadits shahih.
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama
berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (Hadits
Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm.
Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil
Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).
1. Bayan At-Taqrir (Memperjelas Isi Al-Qur’an)
Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam yang pertama yakni adalah
Bayan At-Taqrir atau memperjelas isi Al-Qur’an. Hadits berfungsi untuk
memperjalas isi Al-Qur’an, agar lebih mudah dipahami dan menjadi petunjuk umat
manusia dalam menjalankan perintah dari Allah SWT.
Fungsi Hadist sebagai bayan al- taqrir berarti memperkuat isi dari Al-Qur’an.
Sebagai contoh hadits yang diriwayatkan oleh H.R Bukhari dan Muslim terkait
perintah berwudhu, yakni:
“Rasulullah SAW bersabda, tidak diterima shalat seseorang yang berhadats sampai
ia berwudhu” (HR.Bukhori dan Abu Hurairah)
Hadits diatas mentaqrir atau menjelaskan dari surat Al-Maidah ayat 6 yang
berbunyi:
8
ْ ُ َ ‫َ أ‬ ‫ُ َ أ‬ َ ُ َ ْ ُ ‫ذ َ َ أ‬ َ ُ َ ْ َ َ َ ‫ََٰٓ َ ُّ َ ذ‬
‫لصل َٰوة ِ فٱغسِلوا ُو ُجوهك أم َوأيأدِيَك أم إَِل ٱل َم َراف ِِق وٱمسحوا‬ ‫ام ُن ٓوا إِذا ق أم ُت أم إَِل ٱ‬‫يأيها ٱَّلِين ء‬
ٓ َ َ َ
َ َٰ َ ‫ُ ُ ذ أ َ َٰٓ أ‬ ْ َ ُ ‫ك أع َب أي ِإَون ُك‬ َ ‫ُ أ ََأ ُ َ ُ أ َ أ‬
‫لَع َسف ٍر أ أو َجا َء‬ ‫نت أم ُج ُن ٗبا فٱ ذط ذه ُروا ِإَون كنتم مرَض أو‬ ِ ‫ب ِ ُر ُءوسِكم وأرجلكم إَِل ٱل‬
ْ ُ َ ‫َ َٓ ََ أ َ ُ ْ َ ٓٗ َََ ذ ُ ْ َ ٗ َ ٗ َ أ‬ َ ٞ َ َ
‫َتدوا ماء فتيمموا صعِيدا طيِبا فٱمسحوا‬ ‫م‬ ‫ل‬‫ف‬ ‫ء‬ ‫ا‬ ‫ِس‬ ‫لن‬ ‫ٱ‬ ُ ‫ِنكم م َِن ٱلأ َغآئ ِط أ أو َل َٰ َم أس ُت‬
‫م‬
ُ
‫م‬ ‫د‬ ‫أح‬
ِ ِ
ُ ُ ‫ُ أُ َ ُ ُ ذُ َ أ ََ َ َأ‬
ُ ‫كم م أِن َح َرج َو َل َٰكِن يُر‬ َ ُ
‫يد ِۡلُ َط ِه َرك أم َو ِۡلُت ذِم‬ ِ ٖ ‫ب ِ ُو ُجوهِك أم َوأيأدِيكم مِنه ما ي ِريد ٱّلل ِۡلجعل علي‬
َ ُ ‫َ ُ َ ذ ُ َأ‬
٦ ‫ن أِع َم َت ُهۥ َعل أيك أم ل َعلك أم تشك ُرون‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah muka dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS.Al-Maidah:6)

2. Bayan At-Tafsir (Menafsirkan Isi Al-Qur’an)


Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam berikutnya yakni sebagai
Bayan At-Tafsir atau hadits berfungsi untuk menafsirkan isi Al-Qur’an. Fungsi
hadist sebagai bayan at-tafsir berarti memberikan tafsiran (perincian) terhadap isi
Al-Qur’an yang masih bersifat umum (mujmal) serta memberikan batasan-batasan
(persyaratan) pada ayat-ayat yang bersifat mutlak (taqyid). Contoh hadist sebagai
bayan At- tafsir adalah penjelasan nabi Muhammad SAW mengenai hukum
pencurian.
ِ ‫ص ِل ْالك‬
‫َف‬ َ ‫ط َع يَدَهُ مِ ْن مِ ْف‬
َ َ‫ق فَق‬ َ ِ‫أَت َى ب‬
ِ ‫سا ِر‬
“Rasulullah SAW didatangi seseorang yang membawa pencuri, maka beliau
memotong tangan pencuri tersebut dari pergelangan tangan”
Hadist diatas menafsirkan surat Al-maidah ayat 38:
ٗ َ ٓ
َ َ َ َ َ َۢ َ َ َ َ ُ َ ‫َ ذ ُ َ ذ َ ُ َ أ َ ُ ٓ أ‬
ُ ‫كًَٰل م َِن ٱ ذّللِه َوٱ ذ‬ َْ
٣٨ ‫ِيم‬ ٌ ‫ّلل َعز‬
ٞ ‫يز َحك‬ ‫وٱلسارِق وٱلسارِقة فٱقطعوا أيدِيهما جزاء بِما كسبا ن‬
ِ

Artinya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan hukuman bagi seorang pencuri
dengan memotong tangannya. Ayat ini masih bersifat umum, kemudian Nabi SAW
memberikan batasan bahwa yang dipotong dari pergelangan tangan.
9
3. Bayan At-Tasyri’ (Memberi Kepastian Hukum Islam yang Tidak Terdapat
dalam Al-Qur’an)
Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam berikutnya yakni adalah
sebagai Bayan At-Tasyri’, yang dimana hadits sebagai pemberi kepastian hukum
atau ajaran-ajaran islam yang tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an. Biasanya Al-
Qur’an hanya menjelaskan secara general, kemudian diperkuat dan dijelaskan
lebih lanjut dalam sebuah hadits. Sebagaimana contohnya hadist mengenai zakat
fitrah, dibawah ini:
َ ‫صا عًا مِ ْن ت َ َم ٍرا َ ْو‬
‫صا‬ ِ َّ‫علَى الن‬
َ ‫اس‬ َ ‫ِط ِر مِ ْن َر َم‬
َ َ‫ضان‬ ْ ‫ض زَ كَا ة َ الف‬ َ ‫سلَّ َم فَ َر‬َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ ُ ‫ا َِّن َر‬
َ‫ع ْب ٍد ذَك ٍَر أ َ ْو أ ُ ْنثَى مِ نَ ْال ُم ْسلِمِ يْن‬
َ ‫ع َلى ُك ِل ُح ٍر ا َ ْو‬ َ ‫عًامِ ْن‬
َ ‫ش ِعي ٍْر‬
“Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat Islam pada bulan
Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum untuk setiap orang, beik merdeka atau
hamba, laki-laki atau perempuan”(HR. Muslim).

2.3 Hubungan Hadits dan Al – Qur’an


Hubungan hadits dengan Al-Qur’an tentunya memiliki hubungan yang
cukup erat. Hadits berfungsi menjelaskan hukum-hukum dalam Al-Qur’an. Allah
SWT menetapkan hukum dalam Al-Qur’an adalah untuk diamalkan, karena dalam
pengalaman itulah terletak tujuan yang digariskan. Pengalaman hukum Allah
diberi penjelasan oleh Nabi.
Dengan demikian bertujuan supaya hukum-hukum yang ditetapkan Allah
dalam Al-Qur’an secara sempurna dapat dilaksanakan oleh umat. Sebagian besar
ayat hukum dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar yang secara
amaliyah belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits. Dengan demikian
keterkaitan hadits dengan Al-Qur’an yang utama adalah berfungsi untuk
menjelaskan Al-Qur’an.7

7
https://www.liputan6.com/hot/read/4404644/fungsi-hadits-sebagai-sumber-hukum-islam-
pahami-penjelasan-dan-contohnya . Diakses 15 April 2023 Pukul 20.32
10
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
3.1. Al-Qur’an secara terminologi adalah mashdar yang bermakna qiro’ah
(bacaan dan apa yang ditulis di dalamnya). Sedangkan makna al-Qur’an
secara etimologi berarti kalam Allah swt. yang diturunkan kepada nabi
Muhammad saw. dalam bahasa Arab yang dinukilkan kepada kita
dengan jalan yang mutawattir, jika membacanya dihukumi ibadah, dan
diawali dengan Surat Al- Fatihah dan diakhiri Surat an-Naas. Bukti
kehujjahan Al-Qur’an adalah, al-Qur’an diturunkan dari Allah swt.,
disampaikan kepada manusia dengan jalan yang pasti dan tidak
terdapat keraguan tentang kebenarannya tanpa ada campur tangan
manusia dalam penyusunannya. Hal ini mengandung arti bahwa al-
Qur’an merupakan mukjizat yang membuat manusia tidak mampu
untuk mendatangkan yang semisalnya. Hukum-hukum dalam al-Qur’an
di antaranya;

a. Hukum-hukum I’tiqadiyyah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan


dengan keimanan seseorang.
b. Akhlaq dan moral, yaitu sesuatu yang harus dijadikan perhiasan
mukallaf dan menghindari hal-hal yang hina.
c. Hukum-hukum amaliyyah, yaitu hukum-hukum yang bersangkutan
dengan sesuatu yang timbul dari mukallaf (fiqh al-Qur’an)
3.2 Hadits (‫ ) الحديث‬secara harfiah dapat diartikan sebagai perkataan (sabda),
percakapan, atau perbuatan. Sedangkan secara terminologi, hadist
didefinisikan sebagai catatan yang bersumber dari pernyataan dan
tingkah laku Nabi Muhammad SAW yang dijadikan landasan syariat
islam.
3.3 Hubungan hadits dengan Al-Qur’an tentunya memiliki hubungan yang
cukup erat. Hadits berfungsi menjelaskan hukum-hukum dalam Al-

11
Qur’an. Allah SWT menetapkan hukum dalam Al-Qur’an adalah untuk
diamalkan, karena dalam pengalaman itulah terletak tujuan yang
digariskan. Pengalaman hukum Allah diberi penjelasan oleh Nabi.

B. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, diharapkan saran dan kritikan yang membangun untuk kesempurnaan
makalah ini

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh (Mesir, Maktabah al-Da’wah al-
Islamiyah),20.
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh (Mesir, Maktabah al-Da’wah al-
Islamiyah),22.
Abdul wahhab Khallaf, terj., Ilmu Ushul Fiqh, (Semarang, Dina Utama Semarang,
1994) 18.
Drs. Abd. Rochim, M.Ag, Fiqih 3 (Semarang, Aneka Ilmu:2006), 55
M. Rizal Qosim, Pengamalan Fikih 3 (Solo, AQILA:2013), 33
https://www.liputan6.com/hot/read/4404644/fungsi-hadits-sebagai-sumber-
hukum-islam-pahami-penjelasan-dan-contohnya . Diakses 15 April 2023
Pukul 20.32

13

Anda mungkin juga menyukai