Anda di halaman 1dari 184

628

Materi 1
Sumber Hukum Islam

Kata-kata “Sumber Hukum Islam’ merupakan terjemahan dari lafazh


Masâdir al-Ahkâm. Kata-kata tersebut tidak ditemukan dalam kitab-kitab
hukum Islam yang ditulis oleh ulama-ulama fikih dan ushul fikih klasik. Untuk
menjelaskan arti ‘sumber hukum Islam’, mereka menggunakan al-adillah al-
Syariyyah. Penggunaan mashâdir al-Ahkâm oleh ulama pada masa sekarang
ini, tentu yang dimaksudkan adalah searti dengan istilah al-Adillah al-
Syar’iyyah.(Fathurrahman Djamil, 1999 : 82.) Yang dimaksud Masâdir al-
Ahkâm adalah dalil-dalil hukum syara’ yang diambil (diistimbathkan)
daripadanya untuk menemukan hukum’.( Wahbah al-Zuhaili, : 401)

Sumber hukum dalam Islam, ada yang disepakati (muttafaq) para ulama
dan ada yang masih dipersilisihkan (mukhtalaf). Adapun sumber hukum Islam
yang disepakati jumhur ulama adalah Al Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Para
Ulama juga sepakat dengan urutan dalil-dalil tersebut di atas (Al Qur’an,
Sunnah, Ijma’ dan Qiyas). Sedangkan sumber hukum Islam yang masih
diperselisihkan di kalangan para ulama selain sumber hukum yang empat di
atas adalah istihsân, maslahah mursalah, istishâb, ‘‘uruf, madzhab as-Shahâbi,
syar’u man qablana.

Keempat sumber hukum yang disepakati jumhur ulama yakni Al Qur’an,


Sunnah, Ijma’ dan Qiyas, landasannya berdasarkan hadits yang diriwayatkan
629

dari Shahabat Nabi Saw Muadz ibn Jabal ketika diutus ke Yaman. Hadits
diriwayatkan al-Thabrani (lihat: al-Mu’jam al-Kabir, Juz 15), hal 96.

Artinya : Dari Muadz ibn Jabal ra bahwa Nabi Saw ketika


mengutusnya ke Yaman, Nabi bertanya: “Bagaimana kamu jika dihadapkan
permasalahan hukum? Ia berkata: “Saya berhukum dengan kitab Allah”.
Nabi berkata: “Jika tidak terdapat dalam kitab Allah” ?, ia berkata: “Saya
berhukum dengan sunnah Rasulullah Saw”. Nabi berkata: “Jika tidak
terdapat dalam sunnah Rasul Saw” ? ia berkata: “Saya akan berijtihad dan
tidak berlebih (dalam ijtihad)”. Maka Rasul Saw memukul ke dada Muadz
dan berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah sepakat dengan utusannya
(Muadz) dengan apa yang diridhai Rasulullah Saw.

Dengan demikian, sumber hukum Islam berjumlah sepuluh, empat


sumber hukum yang disepakati dan enam sumber hukum yang diperselisihkan.(
Abdul Wahhab al-Khallaf, 1978 : 21-22) Wahbah al-Zuhaili (401)
menyebutkan tujuh sumber hukum yang diperselisihkan, enam sumber yang
telah disebutkan di atas dan yang ketujuh adalah ad-dzara’i. Sebagian ulama
menyebutkan enam sumber hukum yang masih diperselisihkan itu sebagai dalil
hukum bukan sumber hukum, namun yang lainnya menyebutkan sebagai
metode ijtihad. (Amir Syarifuddin : 305)

1. al-Qur’an

Secara etimologis, al-Qur’an merupakan Masdar dari kata kerja


“Qoroa” yang berarti bacaan atau yang ditulis (Romli SA, 1999 : 55.), sedang
menurut (Quraish Shihab berarti bacaan yang sempurna. M. Quraish Shihab,
1996, : 3.)
Secara terminologis para ulama mengemukakan berbagai definisi
sebagai berikut :
Safi’ Hasan Abu Thalib(1990 : 54.) menyebutkan :
‫القران هو الكتاب منزل بالفاظه العربية ومعانيه من عند هللا تعالى عن طريق الوحي الى النبي محمد‬
‫عليه الصالة والسالم و هو اسا س الشريعة واصلها االول‬
Al-Qur’an adalah wahyu yang diturunkan dengan lafal Bahasa Arab dan
maknanya dari Allah SWT melalui wahyu yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW, Ia merupakan dasar dan sumber utama bagi syariat.
630

Dalam hubungan ini Allah sendiri menegaskan dalam firman-Nya :


‫انا انزلنه قرانا عربيا لعلكم تعقلون‬

Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa


Arab, agar kamu memahaminya. (QS. Yusuf : 2)

Sementara Al-Ghazali (1971 : 118.) dalam kitabnya al-Mustasfa


menjelaskan bahwa yang dimaksud al-Quran adalah:

‫القران و هو قول هللا تعالى‬

Al-Qur’an yaitu merupakan firman Allah SWT.

Dari kedua definisi di atas, pada dasarnya mengacu pada maksud yang
sama. Definisi pertama dan kedua sama-sama menyebutkan bahwa al-Qur’an
adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan
menggunakan bahasa Arab. Adapun bedanya definisi kedua lebih menegaskan
bahwa al-Qur’an dinukil secara mutawatir. Adapun definisi ketiga, yang
dikemukakan oleh Al-Ghazali ternyata hanya menyebutkan bahwa al-Qur’an
merupakan firman Allah SWT, akan tetapi , Al-Ghazali dalam uraian
selanjutnya menyebutkan bahwa al-Qur’an bukanlah perkataan Rasulullah,
beliau hanya berfungsi sebagai orang yang menyampaikan apa yang diterima
dari Allah SWT.( Al-Ghazali, 1971 : 118.)
‫بل هو مخبر عن هللا تعالى انه حكم بكذا و كذا‬
Nabi hanya berfungsi pembawa atau penyampai apa-apa yang diterima
dari Allah, bahwa Allah menetapkan hukum-hukum.

Dalam kaitannya dengan sumber dalil, al-Qur’an oleh ulama ushul


sering disebut dengan al-Kitab. Umumnya di dalam kitab-kitab ushul, para
ulama ushul dalam sistematika dalil yang mereka susun menyebut al-Quran
dengan al-Kitab.(Zakaria al-Birri, 1975, : 16.)
631

Hal ini tentu saja bisa dipahami, sebab di dalam al-Qur’an sendiri
sering disebut al-Kitab –yang dimaksud adalah al-Qur’an. Seperti firman Allah
‫ذلك الكتاب ال ريب فيه هدى للمتقين‬
Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka
yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah : 1 ).

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an


merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi SAW dengan
menggunakan bahasa Arab, yang penukilannya disampaikan secara mutawatir,
dari generasi ke generasi, hingga sampai sekarang ini, Penukilan al-Qur’an
dilakukan oleh para sahabat dengan menghafalnya dan menyampaikan ke
generasi setelah mereka melalui sanad yang mutawatir. Dengan demikian
otentisitas dan keabsahan al-Qur’an dan terpelihara sepanjang masa serta tidak
akan pernah berubah. Hal dibenarkan oleh Allah dalam firman-Nya :

‫انا نحن نزلنا الذكرى و انا له لحافظون‬


Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr : 9)

Pokok-pokok kandungan al-Qur’an (Hanafi, 1989 : 103)


a) Aqidah / Akidah. Aqidah adalah ilmu yang mengajarkan manusia
mengenai kepercayaan yang pasti wajib dimiliki oleh setiap orang di
dunia. Alquran mengajarkan akidah tauhid kepada kita yaitu
menanamkan keyakinan terhadap Allah SWT yang satu yang tidak
pernah tidur dan tidak beranak-pinak. Percaya kepada Allah SWT
adalah salah satu butir rukun iman yang pertama. Orang yang tidak
percaya terhadap rukun iman disebut sebagai orang-orang kafir.
b) Ibadah. Ibadah adalah taat, tunduk, ikut atau nurut dari segi bahasa.
Dari pengertian "fuqaha" ibadah adalah segala bentuk ketaatan yang
dijalankan atau dkerjakan untuk mendapatkan ridho dari Allah SWT.
Bentuk ibadah dasar dalam ajaran agama islam yakni seperti yang
tercantum dalam lima butir rukum islam. Mengucapkan dua kalimah
632

syahadat, sholat lima waktu, membayar zakat, puasa di bulan suci


ramadhan dan beribadah pergi haji bagi yang telah mampu
menjalankannya.
c) Akhlaq. Akhlak adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik
akhlak yang terpuji atau akhlakul karimah maupun yang tercela atau
akhlakul madzmumah. Allah SWT mengutus Nabi Muhammd SAW
tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memperbaiki akhlaq. Setiap
manusia harus mengikuti apa yang diperintahkanNya dan menjauhi
laranganNya.
d) Hukum-Hukum. Hukum yang ada di Al-quran adalah memberi suruhan
atau perintah kepada orang yang beriman untuk mengadili dan
memberikan penjatuhan hukuman hukum pada sesama manusia yang
terbukti bersalah. Hukum dalam Islam berdasarkan Alqur'an ada
beberapa jenis atau macam seperti jinayat (pidana), mu'amalat,
munakahat (pernikahan), faraidh (waris) dan jihad.
e) Peringatan / Tadzkir. Tadzkir atau peringatan adalah sesuatu yang
memberi peringatan kepada manusia akan ancaman Allah SWT berupa
siksa neraka atau waa'id. Tadzkir juga bisa berupa kabar gembira bagi
orang-orang yang beriman kepadaNya dengan balasan berupa nikmat
surga jannah atau waa'ad. Di samping itu ada pula gambaran yang
menyenangkan di dalam alquran atau disebut juga targhib dan
kebalikannya gambarang yang menakutkan dengan istilah lainnya
tarhib.
f) Sejarah-Sejarah atau Kisah-Kisah. Sejarah atau kisah adalah cerita
mengenai orang-orang yang terdahulu baik yang mendapatkan kejayaan
akibat taat kepada Allah SWT serta ada juga yang mengalami
kebinasaan akibat tidak taat atau ingkar terhadap Allah SWT. Dalam
menjalankan kehidupan sehari-hari sebaiknya kita mengambil pelajaran
yang baik-baik dari sejarah masa lalu.
633

g) Dorongan Untuk Berpikir. Di dalam al-qur'an banyak ayat-ayat yang


mengulas suatu bahasan yang memerlukan pemikiran menusia untuk
mendapatkan manfaat dan juga membuktikan kebenarannya, terutama
mengenai alam semesta.

1.1. Kehujjahan Al-Qur’an


Sebagaimana disebutkan oleh Abdul Wahab Khallaf (1990 : 24)
bahwa kehujjahan Al-Qur’an itu terletak pada kebenaran dan kepastian isinya
yang sedikitpun tidak ada keraguan atasnya. Dengan kata lain Al-Qur’an itu
betul-betul datang dari Allah dan dinukil secara qat’iy (pasti). Oleh karena itu
hukum-hukum yang terkandung di dalam Al-Qur’an merupakan aturan-aturan
yang wajib diikuti oleh manusia sepanjang masa. Sementara M. Quraish
Shihab (1994 : 27.) menjelaskan bahwa al-Qur’an sebagai wahyu, merupakan
bukti kebenaran Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah, tetapi fungsi
utamanya adalah sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia.
Kehujjahan (argumentasi) Al-Qur’an sebagai wahyu tidak seorangpun
mampu membantahnya –di samping semua kandungan isinya tak satupun yang
bertentangan dengan akal manusia sejak awal diturunkan hingga sekarang dan
seterusnya. Lebih-lebih di abad modern ini, di mana perkembangan sains
modern sudah sampai pada puncaknya dan kebenaran Al-Qur’an semakin
terungkap serta dapat dibuktikan secara ilmiah.

1.2. Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum


Seluruh mazhab dalam Islam sepakat bahwa al-Qur’an adalah sumber
hukum yang paling utama, dengan kata lain, al-Qur’an menempati posisi awal
dari tertib sumber hukum dalam berhujjah. al-Qur’an dipandang sebagai
sumber hukum yang utama dari sumber-sumber yang ada. Safi’ Hasan Abi
Thalib (1990 : 63-64.) menegaskan :

‫يعتبر القران المصدر االول االحكام الشرعية اما بقية المصادر فهى تابعة له ومتفرعة عنه ومن ثم يحتل‬
‫المرتبة االولى فى االستبدال فال يجوز العدول عنه الى غيره اال اذا خال من حكم للحالة المعروضة‬
634

Al-Qur’an dipandang sebagai sumber utama bagi h‫ع‬kum-hukum


syari’at. Adapun sumber-sumber lainnya adalah sumber yang menyertai
dan bahkan cabang dari al-Qur’an. Dan dari sini, jelas bahwa al-Qur’an
menempati posisi utama dalam berargumentasi, tidak boleh pindah
kepada yang lain kecuali apabila tidak ditemukan di dalamnya.

Berdasarkan penjelasan tersebut, jelaslah bahwa al-Qur’an adalah


sumber hukum utama dalam ajaran Islam. Adapun sumber-sumber lainnya
merupakan pelengkap dan cabang dari al-Qur’an, karena pada dasarnya
sumber-sumber lain itu akan kembali kepada al-Qur’an. Al-Ghazali (1971 :
118.) bahkan mengatakan , pada hakikatnya sumber hukum itu satu, yaitu
firman Allah SWT. Sebab sabda Rasulullah bukanlah hukum, tetapi sabda
beliau merupakan pemberitaan tentang bermacam-macam hukum Allah SWT.
‫بان اصل االحكام واحد وهو قول هللا تعالى اذ قول الرسول صلى هللا تعالى عليه و سلم ليس بحكم وال‬
‫ملزم بل هو مخبر عن هللا تعالى انه حكم بكذه و كذا‬
Dari uraian di atas jelas bahwa al-Qur’an adalah wahyu Allah, menjadi
sumber utama dalam melakukan istinbath hukum. Tidak seorang pun ulama
dan umat Islam yang membantahnya.

2. al-Hadits / as-Sunnah

Sunnah adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin)


yang kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-
Qur’an sebagai sumber hukum Islam, maka secara otomatis harus percaya
bahwa Sunnah juga merupakan sumber hukum Islam. Bagi mereka yang
menolak kebenaran Sunnah sebagai sumber hukum Islam, bukan saja
memperoleh dosa, tetpai juga murtad hukumnya. Ayat-ayat Al-Qur’an sendiri
telah cukup menjadi alasan yang pasti tentang kebenaran Al-Hadits, ini sebagai
sumber hukum Islam. Di dalam Al-Quran dijelaskan antara lain sebagai
berikut:
635

a) Setiap Mu’min harus taat kepada Allah dan kepada Rasulullah. (Al-Anfal: 20,
Muhammad: 33, an-Nisa: 59, Ali ‘Imran: 32, al- Mujadalah: 13, an-Nur: 54, al-
Maidah: 92).
b) Patuh kepada Rasul berarti patuh dan cinta kepada Allah. (An-Nisa: 80, Ali
‘Imran: 31)
c) Orang yang menyalahi Sunnah akan mendapatkan siksa. (Al-Anfal: 13, Al-
Mujadilah: 5, An-Nisa: 115).
d) Berhukum terhadap Sunnah adalah tanda orang yang beriman. (An-Nisa: 65).

Alasan lain mengapa umat Islam berpegang pada sunnah karena selain
memang di perintahkan oleh Al-Qur’an, juga untuk memudahkan dalam
menentukan (menghukumi) suatu perkara yang tidak dibicarakan secara rinci
atau sama sekali tidak dibicarakan di dalam Al Qur’an sebagai sumber hukum
utama. Apabila Sunnah tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum
Muslimin akan mendapatkan kesulitan-kesulitan dalam berbagai hal, seperti
tata cara shalat, kadar dan ketentuan zakat, cara haji dan lain sebagainya. Sebab
ayat-ayat Al-Qur’an dalam hal ini tersebut hanya berbicara secara global dan
umum, dan yang menjelaskan secara terperinci justru Sunnah Rasulullah.
Selain itu juga akan mendapatkan kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan
ayat-ayat yang musytarak (multi makna), muhtamal (mengandung makna
alternatif) dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan Sunnah untuk
menjelaskannya. Dan apabila penafsiran-penafsiran tersebut hanya didasarkan
kepada pertimbangan rasio (logika) sudah barang tentu akan melahirkan
tafsiran-tafsiran yang sangat subyektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Secara bahasa, sunnah berarti jalan yang biasa dilalui, baik hal itu terpuji atau
tercela. (Muhammad Ajjaj al-Khatib, 1981 :17) Secara terminology, ulama
Ushul Fiqh mengartikan sunnah dengan semua yang diriwayatkan oleh
Rasulullah SAW berupa perbuatan, ucapan dan ketetapan yang berkaitan
dengan hukum. ( Muhammad Ajjaj al-Khatib, 1981 :19). Sementara Sunnah
menurut ahli hadits ialah, sesuatu yang didapatkan dari nabi SAW yang berupa
636

perkataan, perbuatan, persetujuan, sifat fisik atau budi, baik dari masa sebelum
kenabian atau pun sesudahnya. (Mushthofa Ash-Syiba’I, tt : 53). Contoh
sunnah fi’liyah adalah prilaku sholat nabi, atau pun tindakan-tindakan nabi
dalam peperangan. Sunnah taqririyah, misalnya nabi melihat atau mendengar
suatu perbuatan lalu nabi mengakui atau membenarkannya.

2.1. Fungsi Sunnah terhadap Al-Qur'an

Dalam hubungan dengan Al-Qur’an, maka As-Sunnah berfungsi sebagai


penafsir, pensyarah, dan penjelas daripada ayat-ayat tertentu. Apabila
disimpulkan tentang fungsi As-Sunnah dalam hubungan dengan Al-Qur’an itu
adalah sebagai berikut : (Ali Hasaballah (1976 : 36-37)

a) Bayan Tafsir. yaitu menerangkan ayat-ayat yang sangat umum, mujmal dan
musytarak. Seperti hadits : “Shallu kamaa ro-aitumuni ushalli” (Shalatlah kamu
sebagaimana kamu melihatku shalat) adalah merupakan tafsiran daripada ayat Al-
Qur’an yang umum, yaitu : “Aqimush-shalah” (Kerjakan shalat). Demikian pula
hadits: “Khudzu ‘anni manasikakum” (Ambillah dariku perbuatan hajiku) adalah
tafsir dari ayat Al-Qur’an “Waatimmulhajja” ( Dan sempurnakanlah hajimu).
b) Bayan Takhsis, yaitu As-Sunnah berfungsi untuk memberikan penjelasan tentang
kekhususan. Missal ada ayat tentang pembagian harta warisan (Allah
mensyariatkan bagi kamu tentang pembagian harta anak-anakmu (QS.an-Nisa’ :
11) kalimat anak-anakmu dalam ayat tersebut masih bersifat umum, yaitu seluruh
anak. Akan tetapi Rasul memberikan batasan bahwa anak yang membunuh
ayahnya dengan sengaja tidak akan mendapat harta warisan ayahnya.
“pembunuh tidak akan mendapatkan harta warisan (HR.Muslim).
c) Bayan mutlak, yaitu menjelaskan hukum mutlak yang ada dalam al-Qur’an,
seperti perintah memotong tangan orang yang melakukan tindak pidana
pencurian. Perintah Allah tersebut tidak merincikan ukuran tangan yang dipotong
dan juga nisab harta yang dicuri. Rasulullah menjelaskan bahwa tangan yang
dipotong adalah sampai pergelangan tangan dan nisab dari barang yang dicuri itu
adalah seperempat dinar (HR. Bukhori-Muslim)
637

2.2. Perbedaan Antara Al-Qur'an dan Al-Hadits sebagai Sumber Hukum

Sekalipun al-Qur’an dan as-Sunnah / al-Hadits sama-sama sebagai


sumber hukum Islam, namun diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan
yang cukup prinsipil. Perbedaan-perbedaan tersebut antara lain ialah :
http://www.pengobatan.com/ajaran_islam/perbedaan_quran&hadits.htm
a. Al-Qur’an nilai kebenarannya adalah qath’I ( absolut ), sedangkan al-
Hadits adalah zhanni ( kecuali hadits mutawatir ).
b. Seluruh ayat al-Qur’an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup. Tetapi
tidak semua hadits mesti kita jadikan sebagai pedoman hidup. Sebab
disamping ada sunnah yang tasyri’ ada juga sunnah yang ghairu tasyri ‘.
Disamping ada hadits yang shahih adapula hadits yang dha,if dan
seterusnya.
c. Al-Qur’an sudah pasti otentik lafazh dan maknanya sedangkan hadits tidak.
d. Apabila Al-Qur’an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal
yang ghaib, maka setiap muslim wajib mengimaninya. Tetapi tidak harus
demikian apabila masalah-masalah tersebut diungkapkan oleh hadits.

3. Ijma’

Ijma’ dalam pengertian bahasa memiliki dua arti. (lihat, Wahbah al-
Zuhaili, Ushul Fiqh al-Islami, hal 468.) Pertama, berupaya (tekad) terhadap
sesuatu. disebutkan berarti berupaya di atasnya. Sebagaimana firman Allah
Swt:

    


    
   
  
   
   
   
638

   


 

Dan bacakanIah kepada mereka berita penting tentang Nuh di waktu Dia
berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, jika terasa berat bagimu tinggal
(bersamaku) dan peringatanku (kepadamu) dengan ayat-ayat Allah, Maka
kepada Allah-lah aku bertawakal, karena itu bulatkanlah keputusanmu
dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku).
kemudian janganlah keputusanmu itu dirahasiakan, lalu lakukanlah
terhadap diriku, dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku.
(QS.Yunus :71)

Pengertian kedua, berarti kesepakatan. Perbedaan arti yang pertama dengan


yang kedua ini bahwa arti pertama berlaku untuk satu orang dan arti kedua
lebih dari satu orang.

Ijma’ dalam istilah ahli ushul adalah kesepakatan semua para mujtahid
dari kaum muslimin dalam suatu masa setelah wafat Rasul Saw atas hukum
syara.( Wahbah al-Zuhaili, Ushul Fiqh al-Islami, hal 468.)

Adapun rukun ijma’ dalam definisi di atas adalah adanya kesepakatan para
mujtahid kaum muslimin dalam suatu masa atas hukum syara’. Kesepakatan itu
dapat dikelompokan menjadi empat hal : (Abdul Wahhab al-Khallaf, Ilmu
Ushul Fiqh, hal 45-46)

a) Tidak cukup ijma’ dikeluarkan oleh seorang mujtahid apabila


keberadaanya hanya seorang (mujtahid) saja di suatu masa. Karena
‘kesepakatan’ dilakukan lebih dari satu orang, pendapatnya disepakati
antara satu dengan yang lain.
b) Adanya kesepakatan sesama para mujtahid atas hukum syara’ dalam
suatu masalah, dengan melihat negeri, jenis dan kelompok mereka.
Andai yang disepakati atas hukum syara’ hanya para mujtahid
haramain, para mujtahid Irak saja, Hijaz saja, mujtahid ahlu Sunnah,
Mujtahid ahli Syiah, maka secara syara’ kesepakatan khusus ini tidak
639

disebut Ijma’. Karena ijma’ tidak terbentuk kecuali dengan kesepakatan


umum dari seluruh mujtahid di dunia Islam dalam suatu masa.
c) Hendaknya kesepakatan mereka dimulai setiap pendapat salah seorang
mereka dengan pendapat yang jelas apakah dengan dalam bentuk
perkataan, fatwa atau perbuatan.
d) Kesepakatan itu terwujudkan atas hukum kepada semua para mujtahid.
Jika sebagian besar mereka sepakat maka tidak membatalkan
kespekatan yang ‘banyak’ secara ijma’ sekalipun jumlah yang berbeda
sedikit dan jumlah yang sepakat lebih banyak maka tidak menjadikan
kesepakatan yang banyak itu hujjah syar’i yang pasti dan mengikat.

3.1. Syarat Mujtahid

Mujtahid hendaknya sekurang-kurangnya memiliki tiga syarat: (Wahbah


al-Zuhaili, Ushul Fiqh al-Islami, hal 474-476)

a. Memiliki pengetahuan sebagai berikut: Memiliki pengetahuan tentang


Al Qur’an, memiliki pengetahuan tentang Sunnah, memiliki
pengetahuan tentang masalah Ijma’ sebelumnya.
b. Memiliki pengetahuan tentang ushul fikih.
c. Menguasai ilmu bahasa.

Selain itu, al-Syatibi (Abu Ishaq al-Syatibi dalam kitabnya: al-Muwafaqat


fi ushul al-Syariah ) menambahkan syarat selain yang disebut di atas, yaitu
memiliki pengetahuan tentang maqasid al-Syariah (tujuan syariat). Oleh karena
itu seorang mujtahid dituntut untuk memahami maqasid al-Syariah. Menurut
Syatibi, seseorang tidak dapat mencapai tingkatan mujtahid kecuali menguasai
dua hal: pertama, ia harus mampu memahami maqasid al-syariah secara
640

sempurna, kedua ia harus memiliki kemampuan menarik kandungan hukum


berdasarkan pengetahuan dan pemahamannya atas maqasid al-Syariah.

3.2. Kehujjahan Ijma’

Apabila rukun ijma’ yang empat hal di atas telah terpenuhi dengan
menghitung seluruh permasalahan hukum pasca kematian Nabi SAW dari
seluruh mujtahid kaum muslimin walau dengan perbedaan negeri, jenis dan
kelompok mereka yang diketahui hukumnya. Perihal ini, nampak setiap
mujtahid mengemukakan pendapat hukumnya dengan jelas baik dengan
perkataan maupun perbuatan baik secara kolompok maupun individu.

Selanjutnya mereka mensepakati masalah hukum tersebut, kemudian


hukum itu disepakati menjadi aturan syar’i yang wajib diikuti dan tidak
mungkin menghindarinya. Lebih lanjut, para mujtahid tidak boleh menjadikan
hukum masalah ini (yang sudah disepakati) garapan ijtihad, karena hukumnya
sudah ditetapkan secara ijma’ dengan hukum syar’i yang qath’i dan tidak dapat
dihapus (dinasakh).( Abdul Wahhab al-Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, hal 46-47)

Contoh Ijma’, pengangkatan khalifah Abu Bakar sebagai


Khulafaurrasyidin, dibukukannya al-Qur’an, haramnya lemak babi. (Hanafi,
1989 : 126)

4. Qiyas

Qiyas menurut ulama ushul adalah menerangkan sesuatu yang tidak ada
nashnya dalam Al Qur’an dan hadits dengan cara membandingkan dengan
sesuatu yang ditetapkan hukumnya berdasarkan nash. Mereka juga membuat
definisi lain, Qiyas adalah menyamakan sesuatu yang tidak ada nash hukumnya
dengan sesuatu yang ada nash hukumnya karena adanya persamaan illat
hukum. (Muhammad Abu Zahrah, 173.) Dengan demikian qiyas itu penerapan
hukum analogi terhadap hukum sesuatu yang serupa karena prinsip persamaan
641

illat akan melahirkan hukum yang sama pula. Umpamanya hukum meminum
khamar, nash hukumnya telah dijelaskan dalam Al Qur’an yaitu hukumnya
haram. Sebagaimana firman Allah Swt:

 
  
 
   
 
  

Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,


berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan.(QS. Al-Maidah :90)

Haramnya meminum khamr berdasar illat hukumnya adalah memabukan.


Maka setiap minuman yang terdapat di dalamnya illat sama dengan khamar
dalam hukumnya maka minuman tersebut adalah haram.( Abdul Wahhab al-
Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, hal 53.)

Berhubung qiyas merupakan aktivitas akal, maka beberapa ulama


berselisih faham dengan ulama jumhur.

Pandangan ulama mengenai qiyas ini terbagi menjadi tiga kelompok:


(Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, hal 175.)

a) Kelompok jumhur, mereka menggunakan qiyas sebagai dasar hukum


pada hal-hal yang tidak jelas nashnya baik dalam Al Qur’an, hadits,
pendapat shahabt maupun ijma ulama.
b) Mazhab Zhahiriyah dan Syiah Imamiyah, mereka sama sekali tidak
menggunakan qiyas. Mazhab Zhahiri tidak mengakui adalanya illat
nash dan tidak berusaha mengetahui sasaran dan tujuan nash termasuk
menyingkap alasan-alasannya guna menetapkan suatu kepastian hukum
yang sesuai dengan illat. Sebaliknya, mereka menetapkan hukum hanya
dari teks nash semata.
642

c) Kelompok yang lebih memperluas pemakaian qiyas, yang berusaha


berbagai hal karena persamaan illat. Bahkan dalam kondisi dan masalah
tertentu, kelompok ini menerapkan qiyas sebagai pentakhsih dari
keumuman dalil Al Qur’an dan hadits.

4.1. Kehujjahan Qiyas

Jumhur ulama kaum muslimin sepakat bahwa qiyas merupakan hujjah


syar’i dan termasuk sumber hukum yang keempat dari sumber hukum yang
lain. Apabila tidak terdapat hukum dalam suatu masalah baik dengan nash
ataupun ijma’ dan yang kemudian ditetapkan hukumnya dengan cara analogi
dengan persamaan illat maka berlakulah hukum qiyas dan selanjutnya menjadi
hukum syar’i. (Abdul Wahhab al-Khallaf : 53) Diantara ayat Al Qur’an yang
dijadikan dalil dasar hukum qiyas adalah firman Allah:

   


   
    
    
  
    
    
    
 
 
 
  

Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari


kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. kamu
tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin,
bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari
(siksa) Allah; Maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman)
dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan
ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah
mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin.
Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang
yang mempunyai wawasan. (QS. Al-Hasyr : 2)
643

Dari ayat di atas bahwasanya Allah Swt memerintahkan kepada kita untuk
‘mengambil pelajaran’, kata I’tibar di sini berarti melewati, melampaui,
memindahkan sesuatu kepada yang lainnya. Demikian pula arti qiyas yaitu
melampaui suatu hukum dari pokok kepada cabang maka menjadi (hukum)
yang diperintahkan. Hal yang diperintahkan ini mesti diamalkan. Karena dua
kata tadi ‘i’tibar dan qiyas’ memiliki pengertian melewati dan melampaui.
(Wahbah al-Zuhaili :592)

  


  
  
     
    
  
   
   

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat
tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya. (QS. An-Nisa’ : 59)

Ayat di atas menjadi dasar hukum qiyas, sebab maksud dari ungkapan ‘kembali
kepada Allah dan Rasul’ (dalam masalah khilafiyah), tiada lain adalah perintah
supaya menyelidiki tanda-tanda kecenderungan, apa yang sesungguhnya yang
dikehendaki Allah dan Rasul-Nya. Hal ini dapat diperoleh dengan mencari illat
hukum, yang dinamakan qiyas. Muhammad Abu Zahrah : 175.)

Dalil kedua tentang kehujahan qiyas adalah dalil sunnah berdasar pada
hadits Muadz ibn Jabal, yakni ketetapan hukum yang dilakukan oleh Muadz
ketika ditanya oleh Rasulullah Saw, diantaranya ijtihad yang mencakup di
dalamnya qiyas, karena qiyas merupakan salah satu macam ijtihad. (Abdul
Wahhab al-Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, hal 56)
644

Sedangkan dalil yang ketiga mengenai qiyas adalah ijma’. Bahwasanya


para shahabat Nabi Saw sering kali mengungkapkan kata ‘qiyas’. Qiyas ini
diamalkan tanpa seorang shahabat pun yang mengingkarinya. Di samping itu,
perbuatan mereka secara ijma’ menunjukkan bahwa qiyas merupakan hujjah
dan wajib diamalkan.

Umpamanya, bahwa Abu Bakar ra suatu kali ditanya tentang ‘kalâlah’


kemudian ia berkata: “Saya katakan (pengertian) ‘kalâlah’ dengan pendapat
saya, jika (pendapat saya) benar maka dari Allah, jika salah maka dari syetan.
Yang dimaksud dengan ‘kalâlah’ adalah tidak memiliki seorang bapak maupun
anak”. Pendapat ini disebut dengan qiyas. Karena arti kalâlah sebenarnya
pinggiran di jalan, kemudian (dianalogikan) tidak memiliki bapak dan anak.
(Wahbah al-Zuhaili, Ushul Fiqh al-Islami, hal 597.)

Dalil yang keempat adalah dalil rasional. Pertama, bahwasanya Allah Swt
mensyariatkan hukum tak lain adalah untuk kemaslahatan. Kemaslahatan
manusia merupakan tujuan yang dimaksud dalam menciptakan hukum. Kedua,
bahwa nash baik Al Qur’an maupun hadits jumlahnya terbatas dan final.
Tetapi, permasalahan manusia lainnya tidak terbatas dan tidak pernah selesai.
Mustahil jika nash-nash tadi saja yang menjadi sumber hukum syara’.
Karenanya qiyas merupakan sumber hukum syara’ yang tetap berjalan dengan
munculnya permasalahan-permasalahan yang baru. Yang kemudian qiyas
menyingkap hukum syara’ dengan apa yang terjadi yang tentunya sesuai
dengan syariat dan maslahah. (Abdul Wahhab al-Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, hal
58)

4.2. Rukun Qiyas

Qiyas memiliki rukun yang terdiri dari empat hal: (Abdul Wahhab al-
Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, hal 60)
645

a) Asal (pokok), yaitu apa yang terdapat dalam hukum nashnya. Disebut
dengan al-maqis alaihi.
b) Fara’ (cabang), yaitu sesuatu yang belum terdapat nash hukumnya,
disebut pula al-maqîs.
c) Hukm al-asal, yaitu hukum syar’i yang terdapat dalam dalam nash
dalam hukum asalnya. Yang kemudian menjadi ketetapan hukum untuk
fara’.
d) Illat, adalah sifat yang didasarkan atas hukum asal atau dasar qiyas
yang dibangun atasnya.

Contoh qiyas, al-Qur;an melarang jual beli ketika sholat jum’at berlangsung
(QS.al-Jumu’ah ayatu 9), diqiyaskan bahwa seluruh aktivitas selain dagang
juga dilarang karena sama-sama mengganggu sholat jum’at. (Depag, 2000 :79)

5. Ijtihad

Menurut bahasa, ijtihad berasal Dari kata dasar Jahada yang berarti
mencurahkan segala kemampuan atu menanggung beban. Atau disebut usaha
yang optimal yang menanggung beban berat. (Luwis Ma’luf, 1986 :105-106)
Pengertian ijtihad menurut bahasa ini ada relevansinya dengan pengertian
ijtihad menurut istilah, dimana untuk melakukannya diperlukan beberapa
persyaratan yang karenanya tidak mungkin pekerjaan itu (ijtihad) dilakukan
sembarang orang.

Secara etimologis, ulama ushul mendefinisikan ijtihad adalah pengerahan


kemampuan yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan suatu tahap
dugaan kuat terhadap adanya sebuah ketetapan syari’at. (Mahdi Fadhilah, 1987
: 12)

Dari pengertian di atas nyata bahwa ijtihad tidaklah mudah karena


membutuhkan kesungguh-sungguhan dalam menetapkan suatu hukum/
perkara. Bahkan untuk dapat berijtihad seseorang harus memiliki enam
646

persyaratan. Syarat-syarat tersebut adalah : (Abu Zahrah, 1994: 568-574 ; lihat


juga Amir Syarifuddin, 1999 :300)

Syarat yang berhubungan dengan kepribadian, di antaranya, pertama,


baligh dan berakal, kedua beriman dan bertaqwa kepada Allah secara
sempurna.

Syarat yang bekenaan dengan kemapuan, yaitu menguasai bahasa Arab,


mengetahui nasakh dan mansukh ayat al-Qur’an, mengerti Sunnah, mengerti
letak Ijma’, mengetahui qiyas, mengetahui maksud hukum.

5.1. Metode Ijtihad :

a. Istihsan

Isthsan adalah penetapan hukum dari seorang mujtahid terhadap suatu


masalah yang menyimpang dari ketetapan hukum yang diterapkan pada
masalah yang serupa karena ada alas an yang kuat yang menghendaki
perpindahan tersebut. (Abu Zahroh, 1994 : 401)

Dari definisi tersebut diketahui bahwa yng dikehendaki Istihsan adalah


suatu kondisi yang itu berada di tengah-tengah di antara dua ketentuan. Seolah-
olah jika dilihat dari satu sisi, maka hukum yang lebih cocok adalah A, tetapi
jika dilihat dari sisi yang lain lagi, maka kelihatan hukumnya yang lebih sesuai
adalah. Atau disebut juga berpalingnya seorang mujtahid dari hukum yang
umum kepada pengecualian karena ada maslahat yang menghendaki.

Contoh istihsan, makan dan minum di siang hari di bulan romadhon


maka puasanya batal. Tetapi jika makan dan minum disebababkan lupa maka
hukumnya tidak batal dan harus dilanjutkan. Contoh lain, seseorang harus
memilih dua perbuatan yang sama-sama berbahaya maka ia harus memilih
salah satu yang diyakininya paling ringan melakukannya. Contoh lain, boleh
membuka aurat untuk pengobatan.
647

b. Mashalih Mursalah

Pada hakikatnya, al-mashalih artinya adalah mengambil yang baik dan


meninggalkan yang buruk (yang tidak baik). Apakah yang dimaksud dengan
“yang baik” tersebut? Para ulama menyebutkan, bahwa “yang baik” itu
kriterianya adalah sesuai dengan tujuan Allah dan Rasul-Nya menetapkan
hukum, maka itulah kebaikan yang dimaksud tersebut, tak peduli jika menurut
logika kita itu tidak baik. Ketika Allah mengatakan bahwa hal itu merupakan
kebaikan maka diperintah dan adalah keburukan sehingga dilarang. Sehingga
kita tak mempunyai hak untuk mengatakan, bahwa babi itu baik, walaupun
mungkin secara logika ada yang mengatakan bahwa babi itu lebih enak
dibandingkan dengan daging yang lainnya. Ketika Allah melarangnya, maka
itulah keburukan. (Disarikan dari Pengajian Tarikh Tasyri yang disampaikan
oleh Dr. H.M. Masyhoeri M. Naim, M.A. pada tanggal 5 Februari 2009 di
Masjid Agung Sunda Kelapa-Jakarta.)

Dengan demikian yang dinamakan mashalih mursalah ialah


menetapkan hukum berdasarkan tinjauan manfaat dan kegunaannya sesuai
dengan tujuan syariat. Perbedaan dengan istihsan, jika istihsan menggunakan
konsiderasi hukum-hukum universal al-Qur’an dan as-Sunnah atau
menggunakan dalil-dalil umu, maka mashalih mursalah menggunakan
pertimbangan hukum berdasarkan akal. contoh : membuat penjara, mata uang.

c. Istishab

Istishhab sesungguhnya adalah penetapan hukum suatu perkara –baik itu


berupa hukum ataupun benda- di masa kini ataupun mendatang berdasarkan
apa yang telah ditetapkan atau berlaku sebelumnya. Seperti ketika kita
menetapkan bahwa si A adalah pemilik rumah atau mobil ini –entah itu melalui
proses jual-beli atau pewarisan-, maka selama kita tidak menemukan ada dalil
atau bukti yang mengubah kepemilikan tersebut, kita tetap berkeyakinan dan
menetapkan bahwa si A-lah pemilik rumah atau mobil tersebut hingga
648

sekarang atau nanti. Dengan kata lain, istishhab adalah melanjutkan


pemberlakuan hukum di masa sebelumnya hingga ke masa kini atau nanti.(
Muhammad ibn ‘Ali al-Syaukany. 1414 H.)
Secara sederhana istishab berarti berpegang teguh kepada dalil asal selagi
tidak ada dalil baru. contoh : orang hilang. tidak bisa dihukumkan wafat dan
tidak boleh dilakukan pewarisan.

d. Adat / urf

Dalam disiplin/literatur ilmu Ushul Fiqh, pengertian adat (al-‘âdah) dan


‘urf mempunyai peranan yang cukup signifikan. Kedua kata tersebut berasal
dari bahasa Arab yang diadopsi ke dalam bahasa Indonesia yang baku. Kata
‘urf berasal dari kata ‘araf yang mempunyai derivasi kata al-ma‘rûf yang
berarti sesuatu yang dikenal/diketahui.(1) Sedangkan kata adat berasal dari kata
‘âd yang mempunyai derivasi kata al-‘âdah yang berarti sesuatu yang diulang-
ulang (kebiasaan). Dalam pengertian lain ‘urf adalah segala sesuatu yang sudah
dikenal oleh manusia karena telah menjadi kebiasaan atau tradisi baik bersifat
perkataan, perbuatan atau kaitannya dengan meninggalkan perbuatan tertentu,
sekaligus disebut adat. Sedangkan menurut ahli Syara` ‘urf itu sendiri
bermakna adat dengan kata lain ‘urf dan adat itu tidak ada perbedaan.
‘Urf tentang perbuatan manusia misalnya, seperti jual beli yang
dilakukan berdasarkan saling pengertian dengan tidak mengucapkan sighat.
Untuk ‘urf yang bersifat ucapan atau perkataan, misalnya saling pengertian
terhadap pengertian al-walad, yang lafaz tersebut mutlak berarti anak laki-laki
dan bukan anak wanita.(2)

e. Dzari’ah.

Menurut istilah, dzari’ah ialah sesuatu yang menjadi perantara kea rah
perbuatan yang diharamkan atau dihalalkan. Dalam hal ini ketentuan hukum
yang dikenakan pada dzari’ah selalu mengikuti ketentuan hukum yang terdapat
649

pada perbuatan yang menjadi sasarannya. Jelasnya, perbuatan yang membawa


ke arah mubah adalah mubah, perbuatan yang membawa ke arah haram adalah
haram. Misalnya, zina adalah haram, maka melihat aurat wanita yang
menyebabkan seseorang melakukan zina juga haram. (Abu Zahroh, 2008 : 438-
439)

Materi 2

Toleransi Dan Kerukunan Antar Umat Beragama

I. Allah berfirman:

   


     
    
     
650

    


     

Artinya : Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa
yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah, dan
aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak
pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah, untukmu
agamamu, dan untukkulah, agamaku."

Surat ini diturunkan di Makkah dan yang dituju ialah kaum musyrikin,
yang kafir, artinya tidak mau menerima seruan dan petunjuk kebenaran yang
dibawakan Nabi kepada mereka. Kata “kafir” mengandung beberapa
pengertian. Kafir bisa berarti orang yang tidak percaya kepada adanya Allah,
maka dia disebut “Mulhid” atau atheis. Kafir juga dapat diartikan orang yang
tidak percaya kepada keesaan Allah, maka dia disebut “Musyrik” atau politheis.
Kafir juga dapat dilekatkan kepada orang yang tidak percaya kepada kerasulan
dan syari’at Nabi Muhammad saw. Kaum musyrik Arab dikatakan kafir karena
penolakan mereka terhadap keesaan Allah dan kerasulan Nabi Muhammad
saw.

Menurut Ibnu Jarir panggilan seperti ini disuruh sampaikan Tuhan oleh
Nabi-Nya kepada orang-orang kafir itu, yang sejak semula berkeras menentang
Rasul. Nabi saw pun tegas pula dalam sikapnya menantang penyembahan
mereka kepada berhala, sehingga timbullah suatu semacam kompetisi siapakah
yang lebih kuat semangatnya mempertahankan pendirian masing-masing.
Maka pada satu waktu terasalah oleh mereka sakitnya pukulan-pukulan itu,
mencela berhala mereka, menyalahkan kepercayaan mereka. Maka
bermufakatlah pemuka-pemuka Quraisy musyrikin itu hendak menemui Nabi.
Mereka bermaksud hendak mencari, “damai”. Yang mendatangi Nabi itu
menurut riwayat Ibnu Ishaq dari Said bin Mina – ialah Al-Walid bin Al-
Mughirah, Al-Ash bin Wail, Al-Aswad bin Al-Muthalib dan Umaiyah bin
Khalaf. Mereka kemukakan suatu usul damaki: “Ya Muhammad! Mari kita
berdamai. Kami bersedia menyembah apa yang engkau sembah tetapi engkau
pun hendaknya bersedia pula menyembah yang kami sembah, dan di dalam
651

segala urusan di negeri kita ini, engkau turut serta bersama kami. Kalau seruan
yang engkau bawa ini memang ada baiknya daripada apa yang ada pada kami,
supaya turutlah kami merasakannya dengan engkau. Dan jika kami yang lebih
benar daripada apa yang engkau serukan itu maka engkau pun telah bersama
merasakannya dengan kami, sama mengambil bahagian padanya.”

Tidak berapa lama setelah mereka mengemukakan usul ini, turunlah


ayat ini: “Katakanlah, hai orang-orang yang kafir!” Aku tidaklah menyembah
apa yang kamu sembah.” Menurut tafsiran Ibnu Katsir, arti ayat yang kedua:
“Aku tidaklah menyembah apa yang kamu sembah,” ialah menafikan
perbuatan (nafyul fi’li). Artinya bahwa perbuatan begitu tidaklah pernah aku
kerjakan. “Dan tidak pula kamu menyembah apa yang aku sembah.” (ayat 3).
Artinya persembahan kita ini sekali-kali tidak dapat diperdamaikan atau
digabungkan. Karena yang aku sembah hanya Allah dan kalian menyembah
kepada benda; yaitu kayu atau batu yang kamu perbuat sendiri dan kamu
besarkan sendiri. “Dan aku bukanlah penyembah sebagaimana kamu
menyembah.” (ayat 5). Maka selain dari yang kita sembah itu berlain; kamu
menyembah berhala aku menyembah Allah Yang Maha Esa, maka cara kita
menyembah pun lain pula. Kalau aku menyembah Allah maka aku melakukan
shalat di dalam syarat rukun yang telah ditentukan. Sedang kamu menyembah
berhala itu sangatlah berbeda dengan cara aku menyembah Allah. Oleh sebab
itu tidaklah dapat pegangan kita masing-masing ini didamaikan: “Untuk
kamulah agama kamu, dan untuk akulah agamaku.” (ayat 6).

Dalam persoalan akidah, Tauhid (mengesakan Allah) sekali-kali


tidaklah dapat dikompromikan atau dicampur-adukkan dengan syirik. Syaikh
Muhammad Abduh mengatakan bahwa ayat 2 dan 3 menjelaskan perbedaan
yang disembah. Dan dua ayat berikutnya (ayat 4 dan 5) menjelaskan perbedaan
cara beribadat. Tegasnya yang disembah lain dan cara menyembah pun lain.
Tidak satu dan tidak sama. Yang aku sembah ialah Tuhan Yang Maha Esa,
yang bersih daripada segala macam persekutuan dan perkongsian dan mustahil
652

menyatakan diri-Nya pada diri seseorang atau sesuatu benda. Allah, yang
meratakan kurnia-Nya kepada siapa jua pun yang tulus ikhlas beribadat
kepada-Nya. Dan Maha Kuasa menarik ubun-ubun orang yang menolak
kebenaran-Nya dan menghukum orang yang menyembah kepada yang lain.
Sedang yang kamu sembah bukan itu, bukan Allah, melainkan benda. Aku
menyembah Allah sahaja, kamu menyembah sesuatu selain Allah dan kamu
persekutukan yang lain itu dengan Allah. Sebab itu maka menurut aku,
ibadatmu itu bukan ibadat dan tuhanmu itu pun bukan Tuhan. Untuk kamulah
agama kamu, pakailah agama itu sendiri, jangan pula aku diajak menyembah
yang bukan Tuhan itu. Dan untuk akulah agamaku, jangan sampai hendak
kamu campur-adukkan dengan apa yang kamu sebut agama itu.”

Surat ini memberi pedoman yang tegas bagi pengikut Nabi Muhammad
saw, bahwasanya akidah tidaklah dapat diperdamaikan. Tauhid dan syirik tak
dapat dipertemukan. Kalau yang hak hendak dipersatukan dengan yang batil,
maka yang batil jualah yang menang. Oleh sebab itu maka akidah Tauhid itu
tidaklah mengenal apa yang dinamai Cynscritisme, yang berarti menyesuai-
nyesuaikan. Misalnya di antara animisme dengan Tauhid, penyembahan
berhala dengan shalat, menyembelih binatang guna pemuja hantu atau jin
dengan membaca Bissmillah.

2. Allah berfirman:

   


   
  
   
  
   
   
653

   


    
  
   
   
  
  
    
 

Artinyan : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-


syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan
(mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan
jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang
mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah
menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali
kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu
dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah
kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.

Arti/penjelasan mufradat:

Syi'ar Allah yaitu segala amalan yang : 


dilakukan dalam rangka ibadat haji dan 
tempat-tempat mengerjakannya.
Bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, : 
Muharram dan Rajab) 
Binatang (unta, lembu, kambing, biri-biri) : 
yang dibawa ke ka'bah untuk mende-katkan
diri kepada Allah, disembelih di tanah Haram
dan dagingnya dihadiahkan kepada fakir
miskin dalam rangka ibadat haji.
Binatang had-ya yang diberi kalung, supaya : 
diketahui orang bahwa binatang itu telah
diperuntukkan untuk dibawa ke Ka'bah.
654

Setelah ayat sebelumnya menerangkan perincian hukum-hukum haji,


ayat ini mengatakan, "Apa saja yang ada hubungannya dengan ibadah haji
harus dihormati, dan suci. Oleh karenanya, orang yang berhaji harus
menghormati kehormatannya. Binatang kurban dan tempat-tempat suci
merupakan syiar dan tanda-tanda kebesaran Allah. Waktu pelaksanaan ibadah
haji juga harus harus dilakukan pada bulan-bulan haram. Mereka yang datang
melakukan ibadah haji dan menziarahi Kabah masuk dalam pusaran kedamaian
ilahi. Semuanya terhormat dan harus terhitung sebagai orang-orang yang
terhormat."

Ayat ini juga menyinggung peristiwa-peristiwa bersejarah tahun ke 6


Hijrah, dimana pada tahun itu kaum Muslimin bersama Nabi Muhammad
Saw bergegas dari Madinah menuju ke Mekah untuk melaksanakan haji. Tapi
di tengah perjalanan, kaum Musyrikin Mekah tidak mengizinkan mereka
memasuki Mekah. Kedua belah pihak berusaha untuk mencegah timbulnya
peperangan. Akhirnya di suatu kawasan bernama Hudaibiyah mereka
menanda-tangani sebuah surat perdamaian dan perjanjian yang dinamai
perjanjian Hudaibiyah.

Setelah Fathu Mekah (pembebasan kota Mekah), sebagian Muslimin


datang dengan maksud untuk melakukan pembalasan, dimana ayat ini
melarang mereka. Ayat ini mengatakan, "Daripada kalian melakukan
pembalasan dan penyerangan, maka perbaiki niat kalian. Berusahalah dan
bekerjasama di antara kalian untuk mengajak mereka menuju jalan Allah dan
melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik. Dengan demikian, kalian telah
menyiapkan lahan yang kondusif bagi masyarakat untuk melakukan hal-hal
yang baik.Itu yang harus kalian lakukan bukan menggalang persatuan untuk
melakukan penyerangan dan kejahatan terhadap mereka. Kalian harus
menghidupkan budaya yang baik.
655

Sekalipun ayat ini menjelaskan masalah kerjasama dalam haji, tapi


tentu saja ayat ini khusus menyinggung masalah ini. Benar, kerjasama
merupakan prinsip penting dalam Islam yang mencakup semua masalah
kemasyarakatan, kekeluargaan dan politik. Oleh karenanya, kerjasama
merupakan pondasi persatuan yang mampu membuat kaum Muslimin dapat
saling berinteraksi demi melakukan perbuatan baik dan memupuk takwa,
bukannya berbuat zalim, aniaya dan dosa. Berbeda dengan tradisi mayoritas
masyarakat yang menyebutkan persaudaraan dan persahabat menjadi landasan
membela saudara setanah air, sekalipun berbuat zalim.

Dari ayat tadi terdapat tiga pelajaran yang dapat dipetik:


a. Aturan ilahi pasti suci dan kita harus menghormatinya, sekalipun terhadap
binatang.
b. Permusuhan dengan seseorang tidak boleh menjadi kesempatan bagi kita
untuk menzaliminya.
c. Kerjasama apapun bentuknya harus berdasarkan keadilan, kebaikan dan
takwa. Tolok ukurnya bukan etnis, bahasa dan hal-hal sektarian.

Beberapa ayat yang sudah dibahas diatas (khususnya al-Kafirun ayat 1-


6), menjadi sebagian dari dasar (pedoman) umat Islam dalam membina
toleransi dan menjalin hubungan dengan umat beragama lain. Toleransi antar
umat beragama yang sangat penting dibangun oleh bangsa Indonesia yang
berbeda agama dan keyakinan ini harus dipahami dengan benar oleh umat
Islam; pengertiannya, batas-batasnya dan bentuk-bentuknya sesuai dengan
ketentuan al-Qur’an.

A. Pengertian Toleransi
656

Kata toleransi digunakan sebagai terjemahan dari bahasa Arab


tasamukh yang secara etimologi atau bahasa artinya memberi maaf dan lapang
dada1. Kata toleransi itu sendiri diambil dari bahasa Inggris tolerance /
toleration yang berarti yaitu suatu sikap membiarkan, mengakui dan
menghormati terhadap perbedaan pada orang lain, baik dalam hal pendapat
(opinion), agama/kepercayaan maupun dalam segi ekonomi, sosial dan politik.
Adapun secara terminologi, toleransi adalah pemberian kebebasan kepada
sesama manusia atau kepada sesama warga masyarakat untuk menjalankan
keyakinannya atau mengatur hidupnya dan menentukan nasibnya masing-
masing, selama dalam menjalankan dan menentukan sikapnya itu tidak
melanggar dan tidak bertentangan dengan syarat-syarat asas terciptanya
ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat.2 Jadi toleransi adalah suatu sikap
atau tingkah laku dari seseorang untuk memberikan kebebasan kepada orang
lain dalam berpendirian, berpendapat, berpandangan, dan menganut
kepercayaan dan menghargai perbedaan tersebut sebagai pengakuan atas hak-
hak asasi manusia.
Toleransi mengandung maksud supaya membolehkan terbentuknya
sistem yang menjamin terjaminnya pribadi, harta benda dan unsur-unsur
minoritas yang terdapat pada masyarakat dengan menghormati agama,
moralitas dan lembaga-lembaga mereka serta menghargai pendapat orang lain
serta perbedaan-perbedaan yang ada di lingkungannya tanpa harus berselisih
dengan sesamanya dikarenakan berbeda keyakinan atau agama.
Toleransi beragama mempunyai arti sikap lapang dada seseorang untuk
menghormati dan membiarkan pemeluk agama untuk melaksanakan ibadah
mereka menurut ajaran dan ketentuan agama masing-masing yang diyakini

1
Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab Indonesia al-Munawir,
(Yogyakarta: Balai Pustaka Progresif, t.th.), h.1098
2
Umar Hasyim, Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam
Sebagai Dasar menuju Dialoq dan kerukunan Antar Umat Beragama,
(Surabaya: Bina Ilmu, 1979), h. 22
657

tanpa ada yang mengganggu atau memaksakan baik dari orang lain maupun
dari keluarganya sekalipun.3
Toleransi tidak dapat diartikan bahwa seseorang yang telah mempunyai
suatu keyakinan kemudian pindah/merubah keyakinannya (konversi) untuk
mengikuti dan membaur dengan keyakinan atau peribadatan agama-agama
lain, serta tidak pula dimaksudkan untuk mengakui kebenaran semua
agama/kepercayaan, namun tetap suatu keyakinan yang diyakini. Hal ini
disebabkan agama telah menggariskan dua pola dasar hubungan yang harus
dilaksanakan oleh pemeluknya, yaitu : hubungan secara vertikal dan hubungan
secara horizontal.
Yang pertama (hubungan vertical) adalah hubungan antara pribadi
dengan Tuhan yang direalisasikan dalam bentuk ibadat sebagaimana yang telah
digariskan oleh setiap agama. Hubungan ini dilaksanakan secara individual,
meskipun adakalanya (lebih diutamakan) dilaksanakan secara kolektif atau
berjamaah (seperti shalat dan haji dalam Islam). Pada hubungan ini berlaku
toleransi agama yang hanya terbatas dalam lingkungan atau intern suatu agama
saja.
Hubungan yang kedua (horizontal) adalah hubungan antara manusia
dengan sesamanya. Hubungan ini tidak terbatas panda lingkungan suatu agama
saja, tetapi juga berlaku kepada semua orang yang tidak seagama, dalam
bentuk kerjasama dalam masalah-masalah kemasyarakatan atau kemaslahatan
umum. Dalam hal seperti inilah berlaku toleransi dalam pergaulan hidup antar
umat beragama.4

3
H. M Ali dkk, Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1989), hlm. 83
4
Said Agil Al Munawar, Fiqih Hubungan Antar Agama, (Jakarta:
Ciputat Press, 2003), hlm. 14
658

3. Perintah Toleransi Beragama dalam Al-Qur’an

Dalam surat al-Baqarah/2:185, surat Ibrahim/14:1, dan surat al-


Hadid/57: 9, Al-Qur’an menyatakan diri sebagai kitab yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad, sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia, untuk
mengeluarkan mereka dari kegelapan sekaligus membawa mereka menuju
cahaya petunjuk. Ayat-ayat tersebut merupakan isyarat bahwa Nabi
Muhammad berkewajiban untuk menyebarkan seruan dakwah dan ajarannya
kepada seluruh kelompok masyarakat, baik yang masih mulhid (atheis,
mengingkari adanya Tuhan), maupun yang telah beriman kepada Tuhan tetapi
mengotori keimanan mereka dengan kemusyrikan, bahkan kepada kelompok-
kelompok yang sudah menganut agama-agama yang diajarkan oleh para rasul
sebelumnya, yang oleh Al-Qur’an disebut sebagai Ahlu al-Kitab yakni kaum
Yahudi dan Kristen. Intensitas pelaksanaan dakwah Nabi itu antara lain
ditunjukkan dengaan dikirimnya beberapa orang sahabatnya ke berbagai daerah
untuk menyampaikan ajaran-ajaran beliau. Selain itu dia juga mengirimkan
sejumlah surat kepada beberapa pemimpin negara yang berisi ajakan beliau
kepada mereka agar beriman kepada risalahnya.5
Meskipun dakwah sejak semula merupakan kewajiban dan
dilaksanakan secara serius oleh Nabi dan para pengikutnya, tetapi ajakan itu
jauh dari sifat memaksa. Secara tekstual Al-Qur’an melarang pemaksaan dalam
mengajak orang untuk beragama. Dua ayat berikut menegaskan prinsip itu:
.)99 :‫ أفأنت تكره الناس حتى يكونوا مؤمنين (يونس‬،‫ولو شاء ربك آلمن من في األرض كلهم جميعا‬
Artinya:
Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang
ada di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia
supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman? (Yunus: 99)

5
Informasi tentang pengutusan sahabat-sahabat dan pengiriman surat-surat
dapat dilihat pada kitab-kitab hadits Nabi, antara lain pada karya Al-Imam Muslim,
Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Fikr, 1992), Jilid 2, h. 152-154, dan pada karya
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Lu’lu’ wa al-Marjan, (Beirut: Al-Maktabah al-
Ilmiyah, tth.), Jilid 1, h. 5
659

)256 : ‫ال إكراه في الدين قد تبين الرشد من الغي (البقرة‬


Artinya : Tidak ada paksaan untuk (memaksuki) agama (Islam); sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang salah”. (al-Baqarah: 256)

Para mufassir sepakat bahwa kedua ayat diatas merupakan prinsip dasar
yang menjadi landasan dalam menjalankan dakwah: ‘tidak boleh ada
pemaksaan’. Yusuf Ali memberikan alasan-alasan kenapa agama tidak boleh
dipaksakan. Menurutnya, tindakan pemaksaan tidak cocok dalam agama
karena:
a. agama didasarkan atas keyakinan dan keimanan, dan kedua hal itu tidak ada
artinya kalau dipaksakan. Mungkin yang dimaksudnya adalah bahwa seseorang
bisa saja tunduk kalau dipaksa dengan ancaman pedang, maka demi
keselamatannya dia pura-pura beriman;

b. kebenaran dan kesalahan sudah nyata berkat rahmat Tuhan, maka


semestinya tidak ada keraguan pada hati orang-orang yang mempunyai niat
baik untuk beriman;
c. perlindungan Tuhan akan tetap berlangsung dan rencana Tuhan akan selalu
memberi bimbingan (pada manusia) untuk keluar dari kegelapan menuju
cahaya kebenaran.6

Larangan pemaksaan beragama itu, menurut Aisyah Abdurrahman,


adalah untuk memastikan agar akidah itu benar-benar bersumber dari
keyakinan hati, karena tidak ada iman (yang benar) kecuali bila berasal dari
hati yang rela, murni, tenang, dan jujur. Pemaksaan hanya akan menghasilkan
pengakuan di mulut, tetapi hati mengingkari, dan itu adalah kemunafikan yang
oleh Islam dianggap sebagai kekafiran yang paling jahat.7

6
Yusuf Ali, op.cit., h. 103
7
Aisyah Abdurrahman, Manusia; Sensitivitas Hermeneutika Al-Qur’an,
terjemahan M. Adib Al-Arief, (Yogyakarta: LKPSM, 1997), h. 95-96
660

4. Bentuk-Bentuk Kerukunan antar Umat Beragama dalam Bidang Sosial dan


Politik Berdasarkan Petunjuk Al-Qur’an

Al-Qur’an memerintahkan kaum Muslimin untuk menghormati para


penganut agama non-Islam dan melarang mereka untuk menghina agama-
agama itu, serta merusak tempat-tempat ibadah para penganutnya. Sebaliknya
Al-Qur’an memerintahkan kaum Muslimin untuk berbuat baik dan adil
terhadap mereka.
a. Bidang Sosial

Yang dimaksud masalah sosial adalah seperti hubungan pertetanggaan,


perkawinan, belajar mengajar, dan pengadilan. Berkaitan dengan masalah-
masalah itu, ayat-ayat Al-Qur’an antara lain menyebutkan:
‫ال ينهكم هللا عن الذين لم يقاتلوكم في الدين ولم يخرجوكم من دياركم أن تبروهم وتقسطوا إليهم إن هللا‬
)8:‫يحب المقسطين (الممتحنة‬
Artinya : Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berbuat adil (al-Mumtahanah/60:8).

Ayat ini menunjukkan bahwa perbedaan agama semata-mata tidak boleh


menjadi alasan bagi kaum Muslimin untuk tidak berbuat baik terhadap orang-
orang non Muslim, sebagai tetangga, atau sebagai sesama anggota masarakat.
Lebih jauh mengenai hubungan pertetanggaan ini Al-Qur’an juga
membolehkan kaum Muslimin untuk saling memberi dan mengkonsumsi
makanan dengan orang-orang Ahl al-Kitab, dan membolehkan pula mengawini
wanita-wanita mereka. Surat Al-Maidah/5:5 mengatakan :
‫اليوم أحل لكم الطيبت وطعام الذين أوتوا الكتاب حل لكم وطعامكم حل لهم والمحصنات من المؤمنات‬
‫والمحصنات من الذين أوتوا الكتاب من قبلكم إذا آتيتموهن أجورهن محصنين غير متخذي أخدان‬
)5:‫(المائدة‬
Artinya : Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan orang-
orang Ahl al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi
mereka. (Dan dihalalkan pula mengawini) wanita-wanita yang menjaga
kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang
menjaga kehormatan diantara orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu,
bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahi, tidak
661

dengan maksud berzina dan tidak pula untuk menjadikan mereka gundik-
gundik (al-Maidah/5:5).

Para mufassir sepakat bahwa yang dimaksud tho’am (makanan) dalam


ayat di atas bukan gandum, biji-bijian atau hasil bumi yang lain yang
hukumnya sudah jelas halal, melainkan hewan sembelihan. Penafsiran itu
didasarkan atas ayat sebelumnya (al-Maidah/5:3) yang menjelaskan beberapa
jenis makanan yang diharamkan yaitu bangkai, darah, daging babi, dan daging
hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yakni sembelihan orang-orang
musyrik Arab. Jadi ayat al-Maidah/5:5 itu membedakan hukum sembelihan
Ahl al-Kitab dari sembelihan orang-orang musyrik. Demikian pula wanita-
wanita Ahl al-Kitab boleh dinikahi akan tetapi wanita-wanita musyrik tidak
boleh dinikahi (al-Baqarah/2:221).
Quraish Shihab berpendapat bahwa istilah Ahl al-Kitab yang terdapat
dalam Al-Qur’an ditujukan kepada orang-orang yang menganut agama Yahudi
dan Nasrani, kapanpun dan di manapun, serta dari keturunan bangsa manapun.
Pendapatnya itu didasarkan atas sebuah ayat yang terjemahannya: “(Kami
turunkan Al-Qur’an) agar kamu (orang-orang kafir) tidak mengatakan bahwa,
‘Kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan sebelum kami (Yahudi dan
Nasrani), dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca”
(al-An’am/6:156). Namun demikian, menurutnya para penganut agama lain,
termasuk para penyembah berhala non-Arab meskipun tidak disebut Ahl al-
Kitab, mereka diperlakukan sebagaimana Ahl al-Kitab. Artinya mereka
membayar jizyah, sembelihannya halal dikonsumsi, dan wanitanya boleh
dinikahi8
Beberapa ayat dalam Al-Qur’an juga menunjukkan bahwa kaum
Muslimin diperbolehkan menimba pengetahuan dari Ahl al-Kitab, antara
lain:
)94:‫فإن كنت في شك مما أنزلنا إليك فسئل الذين يقرءون الكتاب من قبلك (يونس‬

8
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), h.368-369
662

Artinya : Jika kamu (Muhammad) ragu terhadap apa yang Kami turunkan
kepadamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca kitab
sebelum kamu (Yunus/10:94).

Karena dibolehkan melakukan kontak belajar itulah, maka menurut Fazlur


Rahman pengaruh Yahudi dan Kristen telah masuk ke dalam tubuh Islam sejak
awal sejarahnya.9
Dalam bidang hukum, Al-Qur’an juga memerintahkan kepada Nabi dan
umatnya agar memberikan keputusan yang adil kepada orang-orang Yahudi
apabila mereka datang kepadanya untuk meminta keputusan. Ayat tersebut
memberikan pilihan kepada Nabi untuk mengadili mereka atau tidak. Sebab
sesungguhnya mereka memiliki Taurat yang dapat mereka jadikan pegangan.
Dan kalau Nabi mau memberi keputusan di antara mereka Al-Qur’an
mengatakan:
)42 :‫وإن حكمت فاحكم بينهم بالقسط إن هللا يحب المقسطين (المائدة‬
Artinya:
Jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di
antara mereka dengan adil (al-Maidah/5:42).

b. Bidang Politik

Yang dimaksud politik dalam kajian ini adalah hal-hal yang


menyangkut kepemimpinan dan jabatan dalam pemerintahan. Kepemimpinan
dalam Islam adalah sesuatu yang niscaya karena ia diperlukan untuk
memastikan berlakunya hukum dan peraturan-peraturan Al-Qur’an sebagai
salah satu aspek penting dalam syari’at Islam.
Keharusan untuk taat kepada kepada hukum Allah dan Rasul-Nya
serta para pemimpin penggantinya dinyatakan dalam sebuah ayat :
)59:‫يأيها الذين آمنوا أطيعوا هللا وأطيعوا الرسول وأولى األمرمنكم (النساء‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya,
dan pemimpin-pemimpin di antara kamu (al-Nisa/4:59).

9
Fazlur Rahman, Membuka Pintu Ijtihad, terjemahan Anas Mahyudin,
(Bandung: Pustaka, 1984), h. 73
663

Terdapat perbedaan mengenai siapa yang disebut sebagai uli al-amri


yang terdapat pada ayat di atas. Mujahid, Atho, Hasan al-Basri, dan Abu al-
Aliyah menafsirkannya sebagai ahli fikih dan agama.10 Orang-orang Syi’ah
menganggap uli al-amri adalah imam-imam mereka, dan Zamakhsyari
menafsirkan uli al-amri itu adalah umara al-haq, yaitu para pemimpin negara
yang memerintahkan pada kebenaran.11 Sedangkan Rasyid Ridho berpendapat
bahwa mereka adalah orang-orang yang menjadi panutan masyarakat dalam
berbagai kepentingan umum seperti pejabat pemerintah, hakim, ulama,
komandan tentara dan sebagainya. Mereka itu harus diikuti dengan syarat
mereka berasal dari golongan kita (kaum Muslimin) dan tidak menyalahi
perintah Allah dan rasul-Nya.12
Karena tugas dari pemimpin adalah menjamin dan menjaga
terlaksananya hukum Allah, maka terlepas dari perbedaan pendapat mengenai
siapa yang dimaksud uli al-amri itu, pemimpin kaum Muslimin haruslah
seorang Muslim yang taat kepada Allah dan rasul-Nya sebagaimana dikatakan
Rasyid Ridho di atas. Karena itu kaum Muslimin tidak dibenarkan mengangkat
seorang non-Muslim untuk menjadi pemimpin mereka. Meskipun demikian,
sejarah Islam mencatat bahwa orang-orang non-Muslim memperoleh jabatan
di beberapa pos pemerintahan. Muawiyah memiliki seorang dokter dan
sekretaris pribadi yang beragama Nasrani. Dimasa Umayah dan Abasiyah
dokter-dokter Nasrani juga menjabat sebagai direktur-direktur di sekolah-
sekolah kedokteran di Baghdad dan Damaskus. Seorang kepala kantor
pemerintahan Khalifah Marwan juga seorang Nasrani. Ibrahim bin Hilal,
seorang Shabiin. juga menjadi pegawai tinggi di kerajaan Umayah.13
Tidak dibolehkannya kaum Muslimin menjadikan non-Muslim
didasarkan pada dua ayat berikut :

10
Ibn Katsir, Jilid 1, h. 641
11
Zamakhsyari, Jilid 1, h. 545
12
Rasyid Ridho, op.cit., Jilid 5, h. 181
13
Mustafa Al-Ba’i, op.cit., h. 80-82
664

)144:‫يأيها الذين آمنوا ال تتخذوا الكافرين أولياء من دون المؤمنين (النساء‬


Artinya : Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu jadikan orang-orang
kafir sebagai pemimpin, dengan meninggalkan orang-orang mukmin (al-
Nisa/4:144)
)51:‫يأيها الذين آمنوا ال تتخذوا اليهود والنصرى أولياء (المائدة‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu jadikan orang-orang
Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin-pemimpinmu (Al-Maidah/ 5:51).

Tugas Mandiri
1. Tulis sasatu ayat dan satu hadis (selain yang sudah dibahas dalam
modul ini), lalu terjemahkan dan jelaskan maksudnya.
2. Sebutkan satu kasus yang pernah terjadi di masyarakat yang terkait
dengan problem toleransi, lalu kemukakan pandangan anda.

Rangkuman
Toleransi beragama adalah sikap lapang dada seseorang untuk
menghormati dan membiarkan pemeluk agama untuk melaksanakan ibadah
mereka menurut ajaran dan ketentuan agama masing-masing yang diyakini
tanpa ada yang mengganggu atau memaksakan baik dari orang lain maupun
dari keluarganya sekalipun
Dasar-dasar toleransi dalam Islam antara lain:
a) Surat al-Baqarah ayat 256, yang artinya “Tidak ada paksaan untuk (memaksuki)
agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang
salah”.
b) Surat Yunus ayat 99 yang artinya: “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki,
tentulah beriman semua orang yang ada di muka bumi seluruhnya. Maka
apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-
orang yang beriman?”

Bentuk toleransi antar umat beragama dalam realita kehidupan


misalnya memberi dan menerima pemberian makanan hasil sembelihan,
pernikahan, belajar-mengajar, peradilan, dan kepemimpinan.
665

Materi 3
Tepat Janji Dan Jujur

1. Janji Kepada Allah dan Janji Kepada Sesama Manusia

   


  
    
   
    
  
   
Artinya:
"Sesungguhnya orang-orang yang menukar janjinya kepada Allah dan
sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat
bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan
mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak
(pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih." (Ali Imran:
77)

1.1. Sebab Turunnya Ayat


Imam Bukhari, Imam Muslim, dan yang lainnnya meriwayatkan bahwa
al-Asy'ats berkata, "Dulu saya dan seorang Yahudi mempunyai sebidang tanah
milik bersama. Lalu dia mengkhianati saya, maka saya mengadu kepada
Rasulullah. Lalu beliau bertanya kepada saya, 'Apakah engkau mempunyai
bukti?' Saya jawab, "Tidak.' Beliau berkata kepada orang Yahudi itu,
"Bersumpahlah engkau.' Maka buru-buru saya katakan kepada beliau, 'Wahai
Rasulullah. Jika dia bersumpah, tentu dia akan membawa harta milik saya.'
Lalu Allah menurunkan ayat tersebut.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Abi Aufa bahwa
seorang lelaki menjual barang dagangannya di pasar. Lalu dia bersumpah atas
nama Allah bahwa dia telah menerima barang dagangan tersebut dengan harga
di atas harga yang dia tawarkan untuk membujuk seorang lelaki muslim. Maka
turunlah firman Allah tersebut.
666

Ibnu Hajar dalam syarah Bukhari berkata, "Tidak ada kontradiksi


antara dua hadits ini, tetapi dapat dipahami bahwa sebab turun ayat ini adalah
dua peristiwa."

Demi kesejahteraan umat manusia, Allah Swt memberinya petunjuk


dari dua jalan. Salah satunya dari jalan fitrah yang timbul dari dalam hati
nuraninya dan menunjukkan kebaikan dan keburukan kepada manusia. Yang
kedua adalah wahyu yang bermuara dari ilmu Allah yang tidak terbatas dan di
bawah nama agama serta perintah-perintah agama; membimbing manusia
langkah demi langkah menuju tujuan sempurna.

Sekumpulan anjuran-anjuran fitrah dan agama adalah janji-janji ilahi


yang telah ditandatangani oleh akal dan mewajibkan manusia melaksanakan
hal itu. Namun sayangnya, sekelompok manusia telah melanggar janji dan
untuk sampai kepada dunia mereka lebih mengutamakan hawa nafsu daripada
kehendak Tuhan. Tentu perilaku tidak patut ini akan disusuli oleh pengaruh-
pengaruh kemurkaan sebanding dengan keingkarannya dan yang terpenting
ialah jauh dari kemurahan Allah di hari dimana semuanya memerlukan
kemurahan-Nya.

Dari ayat ini dapat petik dua pelajaran:

a. Melanggar perjanjian dan sumpah menyebabkan keluar dari agama dan


masuk ke dalam api neraka.

b. Menjaga amanah adalah perjanjian Tuhan. Dalam ayat-ayat sebelumnya,


pembicaraan soal amanah rakyat, ayat ini melihat penjagaan amanah sebagai
salah satu dari perjanjian-perjanjian Tuhan yang semuanya harus dipelihara.
667

2. Kejujuran Membawa Kebaikan, Kebohongan Mengakibatkan


Keburukan
  
   
 
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
Katakanlah Perkataan yang benar” (al-Ahzab: 70),

Mempertegas ayat di atas, Rasulullah saw bersabda:


َ ‫آلخ ِر فَالَ يُؤْ ِذ َج‬
ُ‫اره‬ ِ ْ‫اّللِ َو ْال َي ْو ِم ا‬
‫سله َم َم ْن َكانَ يُؤْ ِمنُ ِب ه‬ ‫صلهى ه‬
َ ‫َّللا ُ َعلَ ْي ِه َو‬ ‫سو ُل ه‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫َع ْن أ َ ِبي ه َُري َْرة َ قَا َل قَا َل َر‬
‫ت‬ َ ُ ْ
ْ َ‫آلخ ِر فَليَق ْل َخي ًْرا أ ْو ِلي‬
ْ ‫ص ُم‬ ْ ْ ‫ض ْيفَهُ َو َم ْن َكانَ يُؤْ ِمنُ بِ ه‬
ِ ‫اّللِ َواليَ ْو ِم ا‬ ْ ْ ِ ْ‫اّللِ َو ْاليَ ْو ِم ا‬
َ ‫آلخ ِر فَليُك ِر ْم‬ ‫َو َم ْن َكانَ يُؤْ ِمنُ بِ ه‬
‫ متفق عليه‬-
Artinya : “Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia tidak
menyakiti tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Dan barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia bertakat-kata yang
baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Bukhari & Muslim)

Terdapat beberapa hikmah yang dapat dipetik dari hadits di atas, diantaranya
adalah sebagai berikut :
a. Islam merupakan agama fitrah yang menjunjung tinggi nilai dan etika dalam
kehidupan sehari-hari. Dan demikian pentingnya etika dalam Islam, hingga
Rasulullah SAW mengkategorikan akhlak sebagai “faktor” yang paling
banyak untuk dapat mengantarkan orang ke dalam surga, beliau bersabda
yang artinya: “Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah SAW ditanya
tentang yang paling banyak menyebabkan orang masuk surga, beliau
menjawab, ‘Takwa kepada Allah dan akhlak yang baik.’ Kemudian beliau
ditanya tentang yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka,
beliau menjawab, ‘Lisan dan kemaluan.’ (HR. Turmudzi)
b. Diantara etika atau akhlak yang baik adalah etika dalam bertutur kata atau
berbicara. Allah SWT bahkan menjadikannya sebagai “perintah” yang wajib
untuk dilakukan oleh setiap hamba-Nya, dimanapun dan kapanpun, bahkan
terhadap siapapun. Apakah di rumah terhadap keluarganya, di kantor
668

terhadap rekan kerja, atasan atau bawahannya, di masyarakat terhadap


tetangganya, dsb. Artinya bahwa bertutur kata yang baik, seharusnya
menjadi jati diri bagi setiap muslim. Apabila diibaratkan dengan sebuah
pohon, maka bertutur kata yang baik adalah seperti buahnya, yang
memberikan manfaat kepada siapapun. Allah SWT berfirman (QS. Al-
Ahzab : 70 – 71):
‫ص ِل ْح لَ ُك ْم أ َ ْع َمالَ ُك ْم َو َي ْغ ِف ْر لَ ُك ْم ذُنُو َب ُك ْم َو َم ْن ي ُِطعِ ه‬
َ‫َّللا‬ ‫يَاأَيُّ َها الهذِينَ َءا َمنُوا اتهقُوا ه‬
َ ً‫َّللاَ َوقُولُوا قَ ْوال‬
ْ ُ‫سدِيدًا * ي‬
‫سولَهُ فَقَدْ فَازَ فَ ْو ًزا َع ِظي ًما‬
ُ ‫َو َر‬
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu
amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa
menta`ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat
kemenangan yang besar.

c. Bertutur kata yang baik bukan hanya sebagai satu kewajiban, namun lebih dari itu,
ia memiilki dampak positif bagi setiap muslim, Diantaranya adalah sebagai berikut
1) Allah SWT akan menjadikan orang yang berutur kata dengan baik, bahwa
amalnya akan diperbaiki oleh Allah SWT. Menurut Ibnu Katsir firman Allah
( ‫ ) يصلح لكم أعمالكم‬maknanya adalah ( ‫ ) يوفقهم لألعمال الصالحة‬Allah akan
menunjukkan mereka pada amal-amal shaleh. Atau memudahkan mereka
untuk melakukan amal shaleh.
2) Akan diampuni dosa-dosanya oleh Allah SWT.
3) Mendapatkan kemenangan yang besar (surga). Ibnu Katsir mengatakan
bahwa yang dimaksud adalah diselamatkan dari Azab Allah SWT serta
dihantarkan ke dalam keni'matan yang langgeng (surga).

Selain hadis di atas terdapat pula sebuah hadis yang menjelaskan buah
dari kejujuran dan akibat dari kebohongan yaitu:
‫ َو ِإ هن ْال ِب هر‬، ‫الصدْقَ يَ ْهدِى ِإلَى ْال ِب ِر‬
ِ ‫َّللاِ رضى هللا عنه َع ِن النه ِب ِى صلى هللا عليه وسلم قَا َل « ِإ هن‬ ‫َع ْن َع ْب ِد ه‬
‫ور‬ ُ ْ ‫ه‬
َ ‫ َوإِن الف ُج‬، ‫ور‬ ُ ْ َ
ِ ‫ِب يَ ْهدِى إِلى الف ُج‬ َ ْ ‫ه‬ ً
َ ‫ َوإِن الكذ‬، ‫صدِيقا‬ ُ ‫ه‬
ِ َ‫صد ُق َحتى يَكون‬ ُ َ
ْ َ‫الر ُج َل لي‬ ‫ه‬ ‫ه‬ ْ
‫ َوإِن ه‬، ‫يَ ْهدِى إِلَى ال َجن ِة‬
‫ه‬
)‫َّللاِ َكذابًا » (رواه البخاري‬ َ ‫ َحتهى يُ ْكت‬، ُ‫الر ُج َل لَيَ ْكذِب‬
‫َب ِع ْندَ ه‬ ‫ َوإِ هن ه‬، ‫ار‬ِ ‫يَ ْهدِى إِلَى النه‬
Artinya : Dari Abdullah ra, dari Nabi saw., dia bersabda: “Sesungguhnya
kejujuran membawa kepada kebaikan dan kebaikan membawa kepada surga,
669

dan sesungguhnya seseorang yang benar-benar jujur akan menjadi ‘shiddiq’


(orang yang jujur). Dan sesungguhnya kebohongan membawa kepada
keburukan, dan keburukan akan membawa ke neraka, dan sesungguhnya
seseorang yang benar-benar berbohong akan dicatata di sisi Allah sebagai
pembohong” (HR. Bukhary)

2.1. Bohong Adalah Satu Tanda Kemunafikan

Secara harfiah, kata munafiq berasal dari kata ‫ نَفـَق‬yang salah satu
artinya adalah lubang tikus di dalam tanah, yang memilki dua pintu, pintu
pertama terlihat, sedang pintu kedua tidak terlihat. Tikus itu bisa masuk dari
pintu yang terlihat lalu keluar dari pintu yang tidak terlihat. Begitu pula
seorang munafik seolah-olah masuk ke dalam Islam, tetapi dia keluar dari
Islam melalui pintu yang tersembunyi. Secara etimologi atau istilah, munafik
adalah orang yang menyembunyikan akidah kekafirannya dan menampakkan
keimanannya secara lahiriyah dengan kata-kata.14

Rasulullah bersabda:

َ َ‫عدَ أ َ ْخل‬
‫ف‬ َ ‫ب َو ِإذَا َو‬ ِ ِ‫سله َم قَا َل آيَةُ ْال ُمنَاف‬
َ ‫ق ث َ َالث ِإذَا َحد‬
َ َ‫هث َكذ‬ ‫صلهى ه‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫َع ْن أَ ِبي ه َُري َْرة َ أ َ هن َر‬
‫سو َل ه‬
َ ِ‫َّللا‬
)‫َوإِذَا اؤْ ت ُ ِمنَ خَانَ (رواه مسلم‬
Artinya : Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Tanda-
tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara dia dusta, jika berjanji dia ingkar,
dan jika dipercaya dia berkhianat (HR. Muslim)

2.2. Penjelasan Hadis

Sebagian ulama menganggap bahwa hadis ini musykil, sulit untuk


dijelaskan, karena sifat-sifat dusta, ingkar janji, atau khiyanat mungkin saja ada
pada diri seorang Muslim. Namun demikian para ulama bersepakat bahwa
orang yang membenarkan ajaran Islam dengan hati dan lisannya, tetapi
melakukan perbuatan-perbuatan tersebut tidak dinyatakan sebagai kafir
ataupun munafik yang akan dihukum kekal di neraka.

14
Al-Jurjany, Kitab al-Ta’rifat (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1988), h. 235.
670

Meskipun demikian para ulama berbeda pendapat megenai makna hadis


ini. Sebagian besar berpendapat bahwa sifat-sifat tersebut adalah sifat-sifat
orang munafik, siapapun yang memiliki sifat demikian, dia menyerupai
seorang munafik dan berakhlak dengan akhlak seorang munafik, karena
sesungguhnya kemunafikan adalah menampakan apa yang berbeda dari apa
yang disembunyikan. Dan hal itu ada pada orang yang memiliki sifat-sifat
tersebut. Maka kemunafikannya dirasakan oleh orang yang mengajaknya
berbicara, diberi janji olehnya, dan yang memberinya amanat. Kemunafikan
seperti ini adalah munafik perbuatan bukan munafik dalam hal akidah.
Kemunafikan seperti ini tidak diancam dengan kekal berada di dasar api
neraka.
Mengenai jumlah sifat-sifat munafik yang berbeda pada dua hadis di
atas, hal itu tidak menjadi persoalan, karena suatu sifat bisa melahirkan sifat-
sifat lainnya. Seperti sifat ingkar janji, dapat terbentuk darinya sifat
menghindar dari kesepakatan yang telah dibuat.
Sebagian ulama berpendapat bahwa orang yang dari segi perbuatan-
perbuatannya disebut munafik adalah orang yang sebagian besar perbuatannya
berupa dusta, ingkar janji, dan khiyanat. Adapun orang yang hanya sesekali
melakukan perbuatan tersebut tidak termasuk munafik.
Menurut al-Turmudzi, orang-orang munafik pada zaman Rasulullah
menyatakan keimanan mereka tetapi mereka berdusta, mereka diberi amanat
untuk menjalankan agama tetapi mereka mengkhiyanatinya, dan mereka
berjanji untuk menolong agama tetapi mereka mengingkarinya. Karena itu al-
Khattaby mengatakan bahwa hadis ini merupakan peringatan atas kaum
Muslimin agar tidak terbiasa mengamalkan sifat-sifat tersebut yang
dikhawatirkan akan menyeretnya kepada kemunafikan yang sebenarnya.15
Dalam kehidupan sehari-hari terkadang kita dengar kata munafik. Kata
munafik mungkin kita anggap tidak begitu kasar di telinga kita, karena kata itu

15
Sampai pada paragraph ini, penjelasan hadis dikutip dari al-Nawawy,
Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawy, CD Barnamaj al-Hadis al-Nabawy.
671

jarang dipublikasikan di media massa. Namun sebenarnya munafik adalah


suatu sifat seseorang yang sangat buruk yang bisa menyebabkan orang itu
dikucilkan dalam masyarakat.

Hadits Nabi Muhammad saw diatas menegaskan bahwa tanda-tanda


munafik adalah :

a. Apabila berkata maka dia akan berkata bohong / dusta;

b. Jika membuat suatu janji atau kesepakatan dia akan mengingkari janjinya;

c. Bila diberi kepercayaan / amanat maka dia akan mengkhianatinya;

Seseorang dapat dikatakan sebagai orang munafik tulen/sejati apabila


memenuhi semua sifat di atas yaitu pembohong, penghianat dan pengingkar
janji ada pada dirinya, dan selalu nampak dalam kebanyakan perbuatannya.
Kalau hanya satu atau dua sifat itu ada padanya, atau hanya sesekali saja
melakukan perbuatan-perbuatan itu tidak dapat dikatakan munafik.

Diatas telah disebutkan bahwa Hadis ini merupakan peringatan dari


Rasulullah agar umat Islam tidak membiasakan sifat-sifat tersebut yang dapat
menyeretnya menjadi seorang munafik sesungguhnya, yaitu orang kafir yang
mengingkari Islam tetapi berpura-pura menjadi Muslim. Ketiga sifat itu harus
dihindari mengingat bahaya yang dapat timbul darinya.

a. Dusta/Bohong. Berdusta adalah mengatakan sesuatu yang tidak benar kepada


orang lain. Berdasarkan hadis di atas, apabila kita tidak jujur kepada orang lain
maka kita telah memiliki satu ciri orang yang munafik. Berdusta sering dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari pada perkara-perkara yang sepele. Kebiasaan dusta
seperti ini meskipun tampak ringan akibatnya, tetapi kalau dibiasakan akan
merembet kepada dusta-dusta pada perkara-perkara penting, dan berakibat pada
bahaya besar.
672

b. Ingkar Janji. Perjanjian atau kesepakatan dengan orang lain terkadang harus kita
lakukan. Apabila janji yang telah disepakati tidak kita penuhi tanpa alasan yang
dapat dibenarkan, maka kita telah ingkat janji. Kemajuan di bidang ekonomi yang
telah diraih oleh negara-negara maju, antara lain didukung oleh komitmen yang
tinggi dari warganya untuk melaksanakan tugas-tugas atau pekerjaan yang telah
disepakati. Sebaiknya bangsa-bangsa yang rendah komitmennya untuk menepati
perjanjian atau kesepakatan kerja akan jatuh sebagai bangsa yang terbelakang.
c. Khianat. Di antara ketiga sifat munafik yang tersebut dalam hadis di atas, khianat
dapat dikatakan paling berat akibat buruknya dibandingkan dengan sifat dusta
dan tukang ingkar janji. Orang yang berkhianat akan dihukum oleh masyarakat
dengan dijauhi atau dikucilkan serta tidak akan mendapatkan kepercayaan lagi,
bahkan bisa dikenai hukuman penjara, apabila pengkhianatannya menimbulkan
kerugian atau bahaya pada negara seperti menjadi mata-mata bagi pihak asing,
atau seperti seorang pegawai yang dipercaya sebagai pejabat pajak, namun dalam
pekerjaannya orang itu menyalahgunakan jabatanya untuk menyelewengkan uang
pajak.

Dalam al-Qur’an terdapat satu surat yang dinamai al-Munafiqun.


Dinamai demikian karena surat yang hanya terdiri dari 11 ayat itu, 8 ayat
diantaranya membicarakan sikap dan perilaku orang-orang munafik. Pada ayat
pertama Allah swt mengungkap kebohongan orang-orang munafik yang
berpura-pura mengakui kerasulan Muhammad saw. Dalam ayat itu dikatakan:
Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: "Kami
mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah". Dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang
pendusta.16

16
Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Adzim, (Beirut: Dar al-Fikr, 1992) Jilid 4,
h.442
673

Ayat kedua menjelaskan kelicikan mereka berpura-pura memberikan


pengakuan bahwa Nabi Muhammad adalah Rasululah. Dalam ayat tersebut
dikatakan “Mereka itu menjadikan sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka
menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Sesungguhnya amat buruklah apa
yang telah mereka kerjakan“. Yang dimaksud perisai adalah sumpah mereka
bahwa mereka beriman hanyalah siasat untuk menjaga harta dan diri mereka
supaya tidak dibunuh atau ditawan atau dirampas harta mereka.

Kemudian al-Qura’an menggambarkan hati orang-orang munafik yang


teah terkunci sehingga mereka tidak dapat menangkap kebenaran dan
mengimaninya. Al-Qur’an berujar: “Yang demikian itu adalah karena bahwa
sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati
mereka dikunci mati; karena itu mereka tidak dapat mengerti“.

Lalu al-Qur’an mengingatkan orang-orang yang beriman agar tidak


terjebak oleh pesona lahiriyah orang-orang munafik, dengan mengatakan “Dan
apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum.
Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Padahal
mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-
tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang
sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan
mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?“ Yang
dimaksud bahwa mereka seolah-olah kayu yang tersandar adalah meskipun
tubuh-tubuh mereka bagus akan tetapi jiwa dan otak mereka kosong sehingga
tidak dapat memahami kebenaran.

Sebagai bukti ketidakmampuan mereka memahami kebenaran diungkap


dalam ayat berikutnya. “Dan apabila dikatakan kepada mereka: Marilah
(beriman), agar Rasulullah memintakan ampunan bagimu, mereka membuang
muka mereka dan kamu lihat mereka berpaling sedang mereka
menyombongkan diri“.
674

Maka sebagai akibatnya, Allah tidak akan mengampuni mereka dan


tidak akan memberi petunjuk kepada mereka karena sesungguhnya mereka
adalah orang-orang kafir. “Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan
atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik“.

Tugas Mandiri

1. Sebutkan sebanyak mungkin akibat ketidakjujuran terhadap bangsa dan


negara Indonesia.
2. Kisahkan pengalaman pribadi dalam berinteraksi dengan orang lain
terkait dengan kejujuran atau kebohongan, dan apa akibatnya.

Rangkuman

Jujur adalah salah satu sifat terpuji yang sangat ditekankan baik oleh al-
Qur’an maupun hadis agar dimiliki oleh setiap Muslim. Kejujuran apabila
sudah menjadi sifat seluruh anggota masyarakat, akan memberikan kebaikan
kepada masyarakat tersebut; masing-masing akan saling percaya, tidak curiga
dan buruk sangka, sehingga timbullah rasa aman dalam hidup.

Ketidakjujran/dusta/bohong akan menimbulkan ketidakpercayaan orang


lain terhadap pelakunya. Apabila sifat negative ini menjadi watak banya orang,
akan menimblkan keresahan. Apalagi bila sifat ini ada pada orang-orang yang
diserahi amanat untuk mengurusi kepentingan orang banya. Karena itu Nabi
mengingatkan orang-orang yang beriman dengan bersabda bahwa tidak
jujur/dusta/bohong merupakan salah satu cirri orang munafiq.
675

Materi 4
HORMAT KEPADA ORANG TUA DAN GURU

Kompetensi Dasar : 3.5. Memahami Q.S. Al- Baqarah (2): 83 dan hadits
terkait tentang tata krama, sopan-santun, dan rasa malu.

Tujuan Pembelajaran:
3.4.1. Menyebutkan dalil Al Quran (Q.S. Al- Isra (17): 23 dan Q.S. Luqman
(31): 14) dan La Hadis terkait dengan Hormat kepada orang tua dan guru
3.4.3. Mendeskrepsikan makna hormat kepada orang tua dan guru, kewajiban
hormat dan taat kepada kedua orang tua dan guru, kewajiban hormat dan
taat kedua orang tua dan kewajiban hormat dan taat kepada guru

1. Makna Hormat dan Taat Kepada Orang Tua Dan Guru

Hormt kepada kepada seseorang tidak berarti seperti hormat kepada


bendera sang saka merah putih dan tidak hanya pada ucapan. Akan tetapi
harus dibuktikan dengan sikap dan perbuatan. Hormat kepeda kedua orang tua
dan guru berarti menghargai apa yang dikatakannya, mendengar dan
memperhatika baik-baik apa yang dikatakannya, menunujukkan sikap taat dan
patuh terhadap apa yang menjadi harapannya. Guru di sekolah menempati
kedudukan orang tua di rumah. Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari
Abu Hurairah Rasulullah saw:
ْ‫ط فَالَ يَ ْستَ ْقبِ ِل ْال ِق ْبلَةَ َوالَ يَ ْستَدْبِ ْرهَا َوالَ يَ ْست َِطب‬َ ِ‫إِنه َما أَنَا لَ ُك ْم بِ َم ْن ِزلَ ِة ْال َوا ِل ِد أ ُ َع ِل ُم ُك ْم فَإِذَا أَتَى أ َ َحد ُ ُك ُم ْالغَائ‬
.‫الر هم ِة‬
ِ ‫ث َو‬ ‫ار َويَ ْن َهى َع ِن ه‬
ِ ‫الر ْو‬ ٍ ‫ َو َكانَ يَأ ْ ُم ُر ِبثَالَث َ ِة أَحْ َج‬.» ‫ِبيَ ِمينِ ِه‬
Sesungguhnya saya bagi kamu menduduki sebagai orang tua yang
mengajarkan kamu. Jika datang salah satu di antara kamu buang air, maka
jangan menghdap kiblat, jangan membelakanginya dan jangan
membersihkannya (istinja’) dengan tangan kanannnya. Beliau perintah
berintinja’ dengan 3 batu dan melarang berinstinja’ dengan tulang dan
kotoran. (HR. Abu Dawud)
676

Anak terhadap orang tua dan guru tetap disebut sebagai anak
sekalipun sudah dewas, adakalanya anak terhadap orang tua yang melahirkan
dan anak murid terhadap guru yang mengajar. Orang tua melahirkan anak
dari kandungan sang ibu dan orang tualah yang memperkenalkan benda alam
di sekitarnya. Sedang guru melahirkan anak murid dari alam kebodohan ke
alam kepandaian dan gurulah yang memperkenalkan kepada Tuhannya.
Sebagaimana kata sebagian ulama salaf:
‫لَ ْوالَ ْال ُم َربِي َما َع َر ْفتُ َربِي‬
Jika tidak ada pendidik (guru) maka aku tidak kenal Tuhanku. 17
Oleh karena itu sebagian ulama menybutkaan bahwa “guru adalah
bapakmu dalam agama”.18 Kewajiban anak terhadap guru sama dengan
kewajiban anak terhadap orang tuanya bahkan lebih tinggi dari itu. Pada
pembahasan berikut pada modul ini ketika disebut orang tua berarti guru
masuk di dalamnya.

2. Ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis Hormat Kedada Orang Tua


Firman Allah dalam QS. Al-Irsa/17: 23 Q.S. Luqman (31): 14
‫سانًا ِإ هما َي ْبلُغ هَن ِع ْندَكَ ْال ِك َب َر أ َ َحد ُ ُه َما أَ ْو ِك َال ُه َما فَ َال تَقُ ْل لَ ُه َما‬
َ ْ‫ضى َربُّكَ أ َ هال ت َ ْعبُد ُوا ِإ هال ِإيهاهُ َو ِب ْال َوا ِلدَي ِْن ِإح‬
َ َ‫َوق‬
)23( ‫ف َو َال ت َ ْن َه ْر ُه َما َوقُ ْل لَ ُه َما قَ ْو ًال َك ِري ًما‬ ٍ ُ‫أ‬

Kosa Kata:
َ‫ضى َربُّك‬ َ َ‫ = َوق‬Tuhanmu perintah atau wasiat berpesan
‫ = ْال ِكبَ َر‬usia besar atau usia tua
ٍ ُ ‫ = أ‬kata-kata celaka, kasar, buruk dan merugikan
‫ف‬
‫ = َو َال ت َ ْن َه ْر ُه َما‬jangan membentak mereka dengan kata-kata yang kasar

Terjemahan : Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan


menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-
duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali

17
Ridha Ahmad Shamadiy, Tharîqah li Khidmat al-Dîn, Juz 1, h. 194
18
Al-Zarnuji, Ta’lîm l-Muta’allimn Tharîq al-Ta’allum, (Semarang: Thaha Putra, tth.)
677

janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah


kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia. (QS. 17:23)

‫ي‬ َ ِ‫سانَ ِب َوا ِلدَ ْي ِه َح َملَتْهُ أ ُ ُّمهُ َو ْهنًا َعلَى َو ْه ٍن َوف‬


‫صالُهُ فِي َعا َمي ِْن أ َ ِن ا ْش ُك ْر ِلي َو ِل َوا ِلدَيْكَ ِإلَ ه‬ ِ ْ ‫ص ْينَا‬
َ ‫اْل ْن‬ ‫َو َو ه‬
)14( ‫ير‬ ُ ‫ص‬ ِ ‫ْال َم‬
Kosa kata:
َ‫سان‬ ِ ْ ‫ص ْينَا‬
َ ‫اْل ْن‬ ‫ = َو َو ه‬kami berjanji atau perintah manusia
‫ = َو ْهنًا َعلَى َو ْه ٍن‬lemah di atas lemah, sangat lemah
Terjemahan: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada
dua orang ibubapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah
yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.Bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah
kembalimu. (QS. 31:14)
Di antara hadis Nabi tentang Hormat Kepada orang tua Hadis muttafaq
‘Alayh dari Abi Hurairah:

َ‫ص َحابَتِي قَا َل أ ُ ُّمك‬


َ ‫اس ِب ُحس ِْن‬ِ ‫َّللاِ َم ْن أَ َح ُّق النه‬ ُ ‫سله َم فَقَا َل يَا َر‬
‫سو َل ه‬ ‫صلهى ه‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ‫سو ِل ه‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫َجا َء َر ُجل ِإلَى َر‬
َ َ ْ َ ُ َ ْ ُ َ ُ
)‫قَا َل ث ُ هم َم ْن قَا َل ث ُ هم أ ُّمكَ قا َل ث هم َمن قا َل ث هم أ ُّمكَ قا َل ث هم َمن قا َل ث هم أبُوكَ (متفق عليه‬
ُ ُ ُ
“Datang seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw berkata :
Ya Rasulullah siapa di antara manusia yang paling berhak dipergauli
secara baik ? Beliau menjawab : “Ibumu”. Orang itu bertanya lagi :
Kemudian siapa lagi ? Jawab beliau : “Ibumu”. Bertanya lagi : Kemudian
siapa lagi ? Beliau menjawab : “Ibumu” Ia bertanya lagi : Kemudian
siapa lagi ? Beliau menjawab : “Kemudian bapakmu”. (HR Muttafaq
‘Alayh) .

3. Kewajiban Hormat dan Taat Kepada Orang tua dan Guru

Pada ayat di atas disebutkan kewajiban berbuat ihsan atau berbuat baik
َ ْ‫ َوبِ ْال َوا ِلدَي ِْن ِإح‬dan hendaklah kamu berbuat baik pada
kepada kedua orang tua ‫سانًا‬
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Ada beberapa alasan kewajiban hormat
dan taat kepada kedua orang tua:
a) Perintah berbuat baik kepada kedua orang setelah perintah menyembah Allah
sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Irsa/17: 23. Hal ini menunjukkan
ketinggian derajat orang tua yang menduduki rengking kedua setelah Allah.
Kewajiban hormat dan taat kepada kedua orang tua setelah taat kepada Allah
678

swt. Di antara hormat kepada kedua orang tua berkata yang baik, lemah lembut,
tidak berkata kasar dan tidak membentak-bentak.
b) Demikian juga Q.S. Luqman (31): 14 Allah perintah bersyukur kepeda kedua orang
tua setelah perintah bersyukur kepada Allah. َ‫ = أ َ ِن ا ْش ُك ْر لِي َول َِوا ِل َديْك‬hendaklah kamu
bersyukur kepada-Ku dan kepada kedau orang tuamu. Bersyukur kepada Allah
karena Dialah menjadikan anak dan bersyukur kepada kedua orang tua karena
dialah yang mengandung anak samapai payah dan dialah yang menyusuinya. Pada
ayat ini Ibu lebih mendapat perioritas dari pada bapak dalam soal ketaatan dan
hormat anak terhadap orang tua. Karena jasa seorang ibu memang berbeda
dengan seorang bapak, penderitaan seorang ibu untuk menghidupkan anaknya
penderitaan langsung berbeda seorang bapak. Penderitaan seorang ibu mulai
dari hamil 9 bulan yang tidak dapat diwakilkan orang lain, kemudian melahirkan
yang luar bisa penderitaanya, taruhannya hanya dua yaitu antara hidup dan mati.
Setelah lahir perawatan, penyusuan, pengasuhan, pendidikan dan lain-lain
bertumpu pada seorang ibu.
c) Pada Hadis di atas Nabi menjelaskan dengan tegas, bahwa manusia yang paling
berhak dihormati adalah orang tua dengan urutan ibumu tiga kali kemudian
bapakmu. Begitu Islam menghargai jasa seorang ibu sebagaimana pula pada Q.S.
Luqman (31): 14 di atas. Di sini bukan berarti mengabaikan urusan seorang bapak.
Bapak dan ibu harus bekerja sama dalam membesarkan dan mendidik anak.
Andaikata berbeda antara bapak dan ibu anak hendaknya pandai
mengkompromikan Jika tidak mungkin, ibunya lebih berhak didahulukan baru
bapaknya. Contoh yang ringan, bapak suruh anak membantu bapaknya mengetik
sedang ibu suruh menyapu dalam waktu yang bersamaan, keduanya tidak bisa
dikompromikan.

4. Kewajiban Anak Tehadap Orang Tua

Hormat dan Berbuat baik kepada orang tua sepanjang masa baik ketika
masih hidup maupun telah meninggal. Dalam kitab Tanbîh al-Ghâfilîn yang
ditulis oleh al-Muhaddits al-Samaraqandy menjelaskan ada 10 hak orang tua
679

yang masih hidup yang wajib dilaksanakan oleh anak dan 3 hak orang tua
yang telah meninggal. I0 kewajiban anak terhadap orang tua yang masih
hidup yaitu sebagai berikut :
a. Memberi makan ketika dibutuhkan
b. Memberi pakaian jika diperlukan dan anak ada kemampuan. Kedua
hal di atas merupakan penafsiran ayat QS. Luqman/31:15 ‫اح ْب ُه َما‬
ِ ‫ص‬َ ‫َو‬
‫“ فِي الدُّ ْن َيا َم ْع ُروفًا‬dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik”.
Makna pergaulan yang baik adalah memberi makan ketika orang
tua lapar dan memberi pakaian ketika orang tua tidak mampu
membeli pakaian
c. Berkhidmah atau melayani
d. Memenuhi panggilan
e. Taat selagi tidak maksiat. Dalam ayat QS. Luqman/31 : 15 Allah
berfirman :
‫ْس لَكَ ِب ِه ِع ْلم فَ َال ت ُ ِط ْع ُه َما‬
َ ‫علَى أ َ ْن ت ُ ْش ِركَ ِبي َما لَي‬
َ َ‫َو ِإ ْن َجا َهدَاك‬
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah
kamu mengikuti keduanya”.

Sesuai dengan Hadits yang diriwayatkan Ahmad dan Thabarani


disebutkan Nabi bersabda :
‫َّللاِ َع هز َو َج هل‬
‫صيَ ِة ه‬ ٍ ‫طا َعةَ ِل َم ْخلُو‬
ِ ‫ق فِي َم ْع‬ َ ‫َال‬
“Tidak ada taat kepada makhluk itu wajib dalam maksiat kepada
Allah” (HR. Ahmad dan Thabarani)

f. Berbicara di hadapannya dengan lemah lembut tidak boleh dengan suara


kasar dan keras

g. Tidak memanggil dengan namanya akan tetapi dengan jabatannya yang


terhormat
h. Berjalan di belakangnya tidak berjalan di hadapan atau di sampingnya
kecuali dengan izin
680

i. Berbuat sesuatu yang menyenangkandan menghindarkan sesuatu yang


membencikan
j. Memohonkan pengampunan setiap mohon pengampunan untuk dirinya
baik orang tua masih hidup maupun telah meninggal.
Sedang 3 kewajiban anak terhadap orang tua yang telah meinggal sebagai
berikut :
a) Anak tetap menjadi orang shaleh karena tidak ada sesuatu yag lebih dicintai
kepada kedua orang tua dari pada keshalehan anak
b) Bershilatur rahim kepada kerabat orang tua dan teman-temannya ketika
masih hidup
c) Memohonkan pengampunan, mendo’akan dan bersedekah untuk kedua
orang tua. Sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abi
Usayd Malik bin Rabi’ah al-Sa’idy berkata : Ketika kita di hadapan Nabi ada
seorang laki-laki dari Bani Salamah bertanya : Ya Rasulallah apakah aku masih
bisa berbuat baik kepada kedua orang tuaku yang telah meninggal beliau
menjawab :
َ ‫الرحِ ِم الَّتِي َِل تُو‬
‫ص ُل‬ َّ ُ ‫صلَة‬ َ ُ‫َار َل ُه َما َوإِ ْنفَاذ‬
ْ ‫ع ْه ِد ِه َما‬
ِ ‫مِن بَ ْع ِد ِه َما َو‬ ُ ‫ع َل ْي ِه َما َو ِاِل ْستِ ْغف‬
َ ُ ‫ص ََلة‬
َّ ‫) نَعَ ْم ال‬d
)‫صدِي ِق ِه َما (أخرجه البخاري وابو دود‬ َ ‫إِ َِّل بِ ِه َما َوإِ ْك َرا ُم‬
“Ya yaitu mendoakan atas mereka, membacakan istighfar, memenuhi
janjinya setelah meninggal, shilatur rahim kepada kerabat yang tidak dishilah
kecuali oleh mereka dan memuliakan teman-teman mereka”. (Bukhari dan
HR Abu Daud)

Imam Muslim meriwayatkan bahwa Ibn Umar ketika bertemu dengan


seorang laki-laki Baduwi di jalan menuju Mekkah memberi salam
kepadanya dan diajak naik di atas kendaraan keledainya kemudian diberi
hadiah serban yang ada di kepalanya. Ibnu Dinar berkata : Semoga Allah
membuat damai hatimu, dia orang Baduwi kok menerima yang sedikit.
Abdullah menjawab : “Sesungguhnya bapaknya orang ini dulunya kekasih
Umar bin al-Khathab (bapak saya)”. Aku mendengar Rasulullah saw
bersabda :
)‫صلَةُ ْال َولَ ِد أ َ ْه َل ُو ِد أَبِي ِه (مسلم‬
ِ ‫إِ هن أَبَ هر ْالبِ ِر‬
681

“Sesungguhnya kebaikan yang paling baik adalah shilah anak


terhadap keluarga kekasih bapaknya”. (HR Muslim)
Hormat dan taat kepada kedua orang tua merupakan perbuatan yang
lebih disukai Allah bahkan merupakan kewajiban bagi setiap anak,
terutama terhadap ibu nya.

5. Kewajiban Hormat dan Taat kepada Guru


Homat dan taat seorang murid terhadap guru suatu kewajiban sebagaimana
yang disebutkan dalam Hadis Rasulillah saw:
ْ‫سله َم ذَاتَ يَ ْو ٍم ِإذ‬ َ ‫صلهى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫س ْو ِل هللا‬ ُ ‫ بَ ْينَ َما نَحْ نُ ِع ْندَ َر‬: ‫ي هللاُ َع ْنهُ قَا َل‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ب َر‬ ِ ‫طا‬ ‫ع َم َر ْبنُ ْال َخ ه‬ ُ ‫َع ْن‬
‫ه‬ ُ
‫ َوال يَ ْع ِرفهُ ِمنا أ َحد‬،‫سف ِر‬ َ َ َ َ َ َ
‫ ال ي َُرى َعل ْي ِه أث ُر ال ه‬،‫س َوا ِد الش ْع ِر‬ ‫ه‬ َ ُ ‫ش ِد ْيد‬َ ‫ب‬ِ ‫اض الثـِــيَا‬ ِ َ‫ش ِد ْيدُ َبي‬َ ‫طلَ َع َعل ْينَا َر ُجل‬
َ َ
: ‫علَى فَ ِخذَ ْي ِه َوقَا َل‬ َ ‫ض َع َكفه ْي ِه‬ َ ‫ه‬
َ ‫ َو َو‬،‫سل َم فَأ ْسنَدَ ُر ْكبَت َ ْي ِه ِإلَى ُر ْكبَت َ ْي ِه‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَى هللا‬ َ ِ ‫س ِإلَى النه ِبي‬ َ َ‫ى َجل‬ ‫َحت ه‬
ِ ‫هللا‬ ‫ه‬ ‫ال‬ ‫إ‬ ‫ه‬
ِ ِ َ ‫ل‬ ‫إ‬ َ ‫ال‬ ْ
‫ن‬ َ ‫أ‬ ‫د‬ ‫ه‬‫ش‬ْ َ ‫ت‬ َ ‫أ‬ ‫م‬َ ‫ال‬ ‫س‬
َ َ َ‫ُ َ ْ ِ َ َ َ ِ ْ ُ ن‬ ‫اْل‬ : ‫م‬ ‫ه‬ ‫ل‬ ‫س‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫ي‬َ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫هللا‬ ‫ى‬ ‫ه‬ ‫ل‬ ‫ص‬
َ ِ ‫هللا‬ ‫ل‬ُ ‫و‬ ‫س‬ ‫ر‬
ُْ َ َ ‫ل‬ ‫ا‬ َ ‫ق‬َ ‫ف‬ ، ‫م‬ َ ‫ال‬ ‫س‬ ‫اْل‬ ‫ن‬
ِ ْ ِ ِ َ ِ ِْ ‫ع‬ ‫ي‬ ‫ن‬ ‫ر‬ ‫ب‬‫خ‬ْ َ ‫أ‬ ُ ‫د‬ ‫م‬
‫َيا ُم َ ه‬
‫ح‬
)‫ (رواه مسلم‬...ِ‫س ْو ُل هللا‬ ُ ‫َوأ َ هن ُم َح همدًا هر‬
Dari Umar bin al-Khathab ra berkata : Pada suatu hari ketika kami ada di
samping Rasul datanglah seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih,
berambut sangat hitam, tidak diketahui dari arah mana dia datang dan
tidak ada yang mengenalnya di antara kami seorang pun, sehingga dia
duduk mendekati Nabi dan menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut
Nabi dan meletakkan kedua telapak tangannya ke atas kedua pahanya. Lalu
berkata : “Hai Muhammad beritakan padaku tentang Islam”. Lalu Rasul
bersabda :“Islam itu, kamu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
dan bahwasanya Muhammad itu utusan Allah…,(HR. Muslim)

Hadis di atas mengajarkan kepada para sahabat dan kita semua tentang
rukun agama yaitu ada 3 perkara ; Iman, Islam dan Ihsan serta tanda-tanda
hari kiamat. Ketika malaikat Jibril menjelma seperti seorang laki-laki yang
berpakaian putih dan berambut hitam muncul di hadapan Nabi. Namun para
sahabat yang duduk bersama Rasulillah tidak ada yang tahu dari mana
munculnya seorang putih tersebut, tahu-tahu di hadapan beliua“
menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut Nabi dan meletakkan kedua
telapak tangannya ke atas kedua pahanya.
Kondisi ini mendidik etika atau adab para pelajar, murid dan santri di
hadapan seorang alim atau gurunya. Duduk yang paling sopan di hadapan
Rasulillah seperti kondisi duduk tahiyyat awal (iftirâsy) atau tahiyyat akhir
682

(tawarruk) dalam shalat atau minimal bersila.19 Dunia pendidikan modern


sekarang menggunakan kursi, bangku dan lain-lain. Tentunya sekalipun
duduk etika seperti di atas sulit dilaksanakan pada saat sekarang karena
situasi dan kondisi. Namun, pesan moral penting di sini adalah tetap
menjaga sopan santun di hadapan guru sesuai dengan tradisi dan budaya
setempat misalnya tidak etis duduk salah satu kakinya di atas yang lain atau
di atas kursi atau meja dan lain-lain.
Dalam berbagai kitab Akhlak disebutkan kewajiban hormat dan taat kepada
guru. Salah satunya kitab Ta’lîm al-Muta’allim dijelaskan bahwa guru
bagaikai seorang dokter ahli yang memberikan terapi atau pengobatan.
Bagaimana seorang pasien bisa sembuh kalau tidak patuh saran-saran
dokter.20
Di antara penghormatan dan kepatuhan seorang murid terhadap
gurunya sebagaimana penjelasan al-Zarnujiy adalah sebagai berikut:
a. Tidak berjalan di depannya
b. Tidak duduk di tempat duduknya
c. Tidak memulai berbicara di hadapannya kecuali ada izin
d. Tidak bertanya sesuatu pada saat kecapaian
e. Memelihara waktu, tepat waktu dan disiplin
f. Tidak mengetuk pintu sehingga keluar dari rumahnya
g. Menghormati anak-anaknya dan yang berkaitan dengan guru seperti
kerabat dan pembantunya.21
Intinya kewajiban anak murid adalah mencari rida guru, menjauhi
murkanya, mematuhi segala perintah selagi tidak maksiat kepada Allah swt.
Berikutnya dikatakan:
ً ‫فَ َم ْن يُؤْ ذِي أ ُ ْست َاذَه يُحْ َر ُم بَ َر َكةَ ْال ِع ْل ِم َو َال يَ ْنت َ ِف ُع بِ ِه إ هال قَ ِل‬
‫يال‬
Barang siapa yang menyakiti gurunya maka terhalang keberkahan ilmunya
dan tidak bermanfaat ilmunya melainkan sedikit.22

19
Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi Hadis-hadis Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2013), Cet. 1 2012, h. 45-49
20
al-Zarnujiy, Ta’lîm al-Muta’allimn Tharîq al-Ta’allum, (Semarang: Thaha Putra, tth.), h. 18
21
al-Zarnujiy, Ta’lîm….h. 17
683

Guru dan orang tua tidak minta dihormati oleh anak-anaknya, akan
tetapi kewajiban anak-anak adalah menghormati dan mentaati mereka.
Menghormati dan mentaati guru dan orang tua adalah kebutuhan anak-anak
semata bukan kebutuhan guru dan orang tua.

6. Rangkuman

Hormat kepada orang tua dan guru berarti mematuhi segala perintahnya
selagi tidak maksiat kepada Allah, mencari ridanya dan menghindari ucapan
atau pebuatan membuat mereka murka. Guru menempati kedudukan orang tua
bahkan lebih tinggi dalam agama, karena dialah memperkenalkan Tuhan dan
kewajiban terhadap-Nya. Baik ayat-ayat al-Qur’an maupun berbagai Hadis
perintah hormat dan taat kepada kedua orang tua setelah perintah menyembah
kepada Allah swt. Hormat dan patuh kepada kedua orang tua dan guru tidak
melebihi patuh kepada Allah swt.
Hormat kepada orang tua dan guru berlangsung baik ketika masih hidup
maupun setelah wafat. Penghormatan ketika masih hidup selayaknya diberikan
sebagai orang yang memiliki berbagai kelebihan. Hormat anak murid di
hadapan guru seperti yang digambarkan Jibril di hadapan Nabi ketika bertanya
tentang Islam, duduk sopan seperti tahiyyat dalam shalat dengan melipat kedua
kakinya kedua lututnya disandar pada kedua lutut Nabi dan kedua tangannya
diletakkan di atas kedua pahanya. Sedangkan setelah wafat bentuk
penghormatan adalah memohonkan ampunan dan mendoakan.
7. Latihan
a. Certitakan secara singkat Alqamah akibat durhakanya kepada ibundanya
b. Certitakan secara singkat Juraij akibat durhakanya kepada
ibundanya sebagaimana yang disebutkan dalam Hadis

Barîqah Mahmudiyah Syarah Tharîqah Muhammadiyah wa Syari’ah Nabawiyah,(ttp.


22

Mauqi’ al-Islâm, tth.) juz 5, h. 185


684

Materi 5
Nikah

1. Pengertian Nikah
Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fiqh disebut dengan 2 kata,
yaitu nikah )‫ (نكاح‬dan zawaj )‫(زواج‬. Kedua kata ini dipakai dalam QS. al-Nisa’
[4] ayat 3 dan QS. al-Ahzab [33] ayat 37. Secara etimologi kata nikah adalah
bentuk mashdar dari kata nakaha yang artinya bersetubuh, menggabungkan
dan mengumpulkan/ menghimpun. ‫النكاح مصدر من نكح ومعناه في اللغة هو الوطء والضم‬
‫ والجمع‬. Ada juga yang mengartikan ‫( ال َد حْ م‬mengawini) atau ‫( ال َخجأ‬menggauli).
Di kalangan ulama ushul berkembang tiga macam pendapat tentang arti lafaz
nikah:
a. Nikah menurut arti aslinya (arti hakiki) adalah bersetubuh (hubungan
kelamin), dan menurut arti majazi (metaforis) adalah akad yang dengan
akad ini menjadi halal hubungan kelamin antara pria dan wanita; namun
perlu penjelasan untukmaksud tersebut. Demikian menurut mazhab
Hanafi.
b. Nikah menurut arti aslinya ialah akad yang dengan akad ini menjadi halal
hubungan kelamin antara pria dan wanita, sedangkan menurut arti majazi
ialah bersetubuh, demikian menurut ahli ushul golongan Syafi’iyah.
c. Nikah mengandung kedua arti sekaligus, yaitu sebagai akad dan
bersetubuh. Ini menurut Abu Qasim al-Zajjad, Ibn Hazm dan Mazhab
Hambali.

Adapun pengertian nikah secara terminologi, ada beberapa rumusan


disebabkan berbeda dalam titik pandang. Di kalangan ulama Syafi’iyah artinya:
‫عقد يتضمن إباحة الوطء بلفظ اإلنكاح او التزويج‬
Akad (perjanjian) yang mengandung maksud membolehkan hubungan
kelamin dengan menggunakan lafaz na-ka-ha atau za-wa-ja.

Definisi ini berdekatan dengan yang dikemukakan oleh ulama Hanafiah:


685

‫عقد وضع لتمليك المتعة باألنثى قصدا‬


Akad yang ditentukan untuk memberi hak kepada laki-laki menikmati
kesenangan dengan perempuan secara sengaja.

Ulama kontemporer DR. Ahmad Ghandur dalam bukunya al-Ahwal al-


Syakhshiyah fi al-Tasyri’ al-Islamy mendefinisikan makna nikah :
‫عقد يفيد حل العشرة بين الرجل والمرءة بما يحقق ما يتقاضاه الطبع اْلنساني مدى الحياة ويجعل لكل‬
‫منهما حقوق قبل صاحبه و واجبات عليه‬
Akad yang menimbulkan kebolehan bergaul antara laki-laki dan perempuan
dalam tuntutan naluri kemanusiaan dalam kehidupan, dan menjadikan untuk
kedua pihak secara timbal balik beberapa hak dan kewajiban.

Adapun definisi perkawinan berdasarkan UU Perkawinan tahun 1974 Bab 1


Pasal 1 Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Hukum dan Dalil Disyari’atkannya Nikah


Para ulama sependapat bahwa nikah disyari’atkan dalam Islam. Tetapi
ada perbedaan pendapat mengenai hukum nikah.
a. Menikah itu hukumnya wajib. Pendapat ini dipelopori oleh Daud al-
Dhahiri, Ibnu Hazm dan Imam Ahmad menurut salah satu riwayat.
Alasannya perintah menikah dalam surat al-Nisa’ ayat 3, perintah
mengawinkan pada surat al-Nur: 32 dan beberapa hadis riwayat Bukhari-
Muslim menggunakan sighat amar yang menunjukkan perintah wajib
secara mutlak.
b. Menikah hukumnya sunnah, menurut Imam Abu Hanifah dan Imam
Ahmad menurut suatu riwayat.
c. Menikah hukumnya mubah, menurut Imam Syafi’i.
Diantara dalil disyari’atkannya nikah:
‫ومن آياته أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إليها وجعل بينكم مودّة ورحمة إن في ذلك آليات‬
21 ‫لقوم يتفكرون – الروم‬
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
686

kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.


Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir.

38 ‫ الرعد‬-.. ‫ولقد أرسلنا رسالً من قبلك وجعلنا لهم أزواجا وذرية‬


Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan
Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan.

‫ب ! َم ِن‬ ‫ش َر اَل ه‬
ِ ‫ش َبا‬ َ ‫ّللَا صلى هللا عليه وسلم ( يَا َم ْع‬ ُ ‫سعُو ٍد رضي هللا عنه َقا َل َلنَا َر‬
ِ ‫سو ُل َ ه‬ ْ ‫ّللَاِ ب ِْن َم‬ ‫ع ْب ِد َ ه‬َ ‫ع َْن‬
; ‫ست َ ِط ْع فَ َعلَ ْي ِه ِبالص ْهو ِم‬ َ ْ‫ َوأَح‬, ‫غضُّ ِل ْلبَص َِر‬
ْ َ‫ َو َم ْن لَ ْم ي‬, ِ‫صنُ ِل ْل َف ْرج‬ َ َ ‫ فَ ِإنههُ أ‬, ‫ع ِم ْن ُك ُم ا َ ْل َبا َءةَ فَ ْليَت َ َز هو ْج‬
َ ‫ست َ َطا‬ ْ ‫ا‬
َ
‫عل ْي ِه‬َ ‫ق‬ ٌ ‫فَ ِإنه له ِوجَا ٌء ) ُمتف‬
َ ‫ه‬ ُ َ ُ ‫ه‬
Abdullah Ibnu Mas'ud Ra berkata: Rasulullah Saw bersabda pada kami:
"Wahai generasi muda, barangsiapa diantara kamu telah mampu berkeluarga
hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan
memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab
ia dapat mengendalikanmu."

‫ َو َي ْنهَى ع َِن الت ه َبتُّ ِل‬, ‫ّللَاِ صلى هللا عليه وسلم َيأ ْ ُم ُر ِبا ْل َبا َء ِة‬ ‫سو ُل َ ه‬ ُ ‫ ( كَانَ َر‬: ‫ع َْن انس رضي هللا عنه َقا َل‬
ُ‫ص هح َحه‬ َ ْ َ
َ ‫ َو‬, ‫ تَ َز هو ُجوا ا َ ْل َودُو َد اَ ْل َولُو َد إِنِّي ُمكَاثِ ٌر بِ ُك ُم ا َ ْْل ْنبِيَا َء يَ ْو َم اَل ِقيَا َم ِة ) َر َواهُ أحْ َم ُد‬:ُ‫ َويَقُول‬, ‫شدِيدًا‬َ ‫نَ ْهيًا‬
َ‫اِ ْبنُ ِحبهان‬
Anas Ibnu Malik Ra berkata: Rasulullah Saw memerintahkan kami
berkeluarga dan sangat melarang kami membujang. Beliau bersabda:
"Nikahilah perempuan yang subur dan penyayang, sebab dengan jumlahmu
yang banyak aku akan berbangga di hadapan para Nabi pada hari kiamat."

, ‫ ِل َما ِلهَا‬: ‫ ( ت ُ ْن َك ُح اَ ْل َم ْرأَةُ ِْلَ ْربَ ٍع‬: ‫ع َْن أَبِي ه َُري َْرةَ رضي هللا عنه ع َِن النهبِ ّي ِ صلى هللا عليه وسلم قَا َل‬
‫علَ ْي ِه َم َع بَ ِقيه ِة اَل ه‬
‫س ْبعَ ِة‬ َ ‫ق‬ٌ َ‫ِين ت َ ِربَتْ َيدَاكَ ) ُمتهف‬ ِ ‫ فَا ْظفَ ْر ِبذَا‬, ‫ َو ِلدِي ِنهَا‬, ‫ َو ِل َج َما ِلهَا‬, ‫س ِبهَا‬
ِ ‫ت اَل ّد‬ َ ‫َو ِل َح‬
Dari Abu Hurairah Ra bahwa Nabi Saw bersabda: "Perempuan itu dinikahi
karena empat hal, yaitu: harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya.
Dapatkanlah wanita yang taat beragama, engkau akan berbahagia."

Berdasarkan UU Perkawinan tahun 1974 Bab 1 Pasal 2 Perkawinan dianggap


sah bila:dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya
itu. Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Dan juga Bab I Pasal 3 yaitu :Pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki
seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami.
687

3. Rukun Nikah
Mayoritas ulama sepakat bahwa rukun nikah terdiri dari:
a. Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan pernikahan, dan tidak
terhalang serta terlarang secara syar’i untuk menikah. Di antara perkara
syar’i yang menghalangi misalnya si wanita yang akan dinikahi termasuk
orang yang haram dinikahi oleh si lelaki karena adanya hubungan nasab
atau hubungan penyusuan. Atau, si wanita sedang dalam masa ‘iddahnya.
Penghalang lainnya, si lelaki adalah orang kafir, sementara wanita yang
akan dinikahinya seorang muslimah.
b. Adanya wali dari pihak calon pengantin wanita.
Nabi Saw bersabda:
(Tidak ada nikah tanpa wali) ‫الَ نِكَا َح إِاله بِ َو ِل ٍّي‬ 
‫اط ٌل‬ ِ َ‫ فَنِكَا ُحهَا ب‬،ٌ‫أَيُّ َما ا ْم َرأَ ٍة نَ َك َحتْ ِبغَي ِْر ِإ ْذ ِن َم َوا ِل ْيهَا فَنِكَا ُحهَا بَا ِطل‬
ِ ‫ فَنِكَا ُحهَا َب‬،ٌ‫اطل‬ 
Wanita mana saja yang menikah tanpa izin wali-walinya maka nikahnya
batil, nikahnya batil, nikahnya batil.” (HR. Abu Dawud)

َ ‫الَ ت َ َز َوج ال َمرأة َوالَ تزوج المرأة نَ ْف‬


)‫سها (رواه ابن ماجه والدارقطني‬ 
Janganlah seorang perempuan menikahkan perempuan lainnya, dan
janganlah seorang perempuan menikahkan dirinya.

Jika seorang wanita menikahkan dirinya sendiri tanpa adanya wali maka
nikahnya batil, tidak sah. Demikian pula bila ia menikahkan wanita lain.
Ini merupakan pendapat jumhur ulama dan inilah pendapat yang rajih.
Adapun Abu Hanifah menyelisihi pendapat yang ada, karena beliau
berpandangan boleh bagi seorang wanita menikahkan dirinya sendiri
ataupun menikahkan wanita lain, sebagaimana ia boleh menyerahkan
urusan nikahnya kepada selain walinya.
Nikah tanpa wali tidak sah, wajib untuk dipisahkan di hadapan hakim, atau
suami tersebut langsung menceraikan isterinya, dan jika telah terjadi
688

hubungan badan maka mempelai wanita berhak untuk mendapat mahar


(mas kawin) yang sesuai.
c. Adanya dua orang saksi.
Akad nikah wajib disaksikan oleh dua orang saksi yang adil dan dewasa.
َ ‫الَنِكَا َح إال ِب َو ِلي َوشَا ِهدي‬
‫عدْل‬
Nikah itu tidak sah, melainkan dengan wali dan dua orang saksi.
d. Adanya ijab, yaitu lafadz yang diucapkan oleh wali atau yang
menggantikan posisi wali. Misalnya dengan si wali mengatakan,
“Zawwajtuka Fulanah” (”Aku nikahkan engkau dengan si Fulanah”) atau
“Ankahtuka Fulanah” (”Aku nikahkan engkau dengan Fulanah”).
e. Adanya qabul, yaitu lafadz yang diucapkan oleh suami atau yang
mewakilinya, dengan menyatakan, “Qabiltu Hadzan Nikah” atau “Qabiltu
Hadzat Tazwij ” (”Aku terima pernikahan ini”) atau “Qabiltuha.”
Dalam ijab dan qabul dipakai lafadz inkah dan tazwij karena dua lafadz ini
yang disebut dalam Al-Qur`an. Seperti firman Allah QS. al-Ahzab: 37, al-
Nisa`: 22.
‫اء‬
ِ ‫س‬َ ّ‫فَلَ هما قَضَى َز ْي ٌد ِم ْنهَا َو َط ًرا َز هوجْ َنا َكهَا ~ َوالَ تَ ْن ِك ُحوا َما نَ َك َح آ َبا ُؤ ُك ْم ِمنَ ال ِن‬
Namun penyebutan dua lafadz ini dalam Al-Qur`an bukanlah sebagai
pembatasan, yakni harus memakai lafadz ini dan tidak boleh lafadz yang
lain. Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah dan murid beliau Ibnul Qayyim,
memilih pendapat yang menyatakan akad nikah bisa terjalin dengan lafadz
apa saja yang menunjukkan ke sana, tanpa pembatasan harus dengan
lafadz tertentu. Bahkan bisa dengan menggunakan bahasa apa saja, selama
yang diinginkan dengan lafadz tersebut adalah penetapan akad. Ini
merupakan pendapat jumhur ulama, seperti Malik, Abu Hanifah, dan salah
satu perkataan dari mazhab Ahmad. Akad nikah seorang yang bisu tuli
bisa dilakukan dengan menuliskan ijab qabul atau dengan isyarat yang
dapat dipahami.
689

4. Syarat Nikah
a. Kejelasan kedua mempelai, siapa mempelai laki-laki dan siapa mempelai
wanita dengan isyarat (menunjuk) atau menyebutkan nama atau sifatnya
yang khusus. Sehingga tidak cukup bila seorang wali hanya mengatakan,
“Aku nikahkan engkau dengan putriku”, sementara ia memiliki beberapa
orang putri.
b. Keridhaan dari masing-masing pihak, hadis riwayat Abu Hurairah r.a.
َ‫ستَأ ْذَن‬
ْ ُ ‫ستَأ ْ َم َر َوالَ ت ُ ْن َك ُح ا ْلبِك ُْر َحتهى ت‬
ْ ُ ‫الَ ت ُ ْن َك ُح اْْلَيِّ ُم َحتهى ت‬
Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak
musyawarah/dimintai pendapat, dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan
sampai dimintai izinnya.

5. Persiapan Pra-Nikah: Khitbah (Pinangan)


Para ulama sepakat bahwa laki-laki yang melamar (al-khāthib)
diperkenankan melihat wanita yang dilamar (al-makhthubah). Dalilnya:
? ‫ أَنَ َظ ْرتَ ِإ َل ْيهَا‬: ً‫ع َْن أ َ ِبي ه َُري َْرةَ رضي هللا عنه ( أَنه اَلنه ِب هي صلى هللا عليه وسلم قَا َل ِل َر ُج ٍل تَ َز هو َج اِ ْم َرأ َة‬
ُ ‫ اِ ْذ َه ْب فَا ْن‬: ‫ َال َقا َل‬: ‫قَا َل‬
) ‫ظ ْر إِلَ ْيهَا‬
Nabi Saw pernah bertanya kepada seseorang yang akan menikahi seorang
wanita: "Apakah engkau telah melihatnya?" Ia menjawab: Belum. Beliau
bersabda: "Pergi dan lihatlah dia.” (HR. Muslim).

ُ ‫ع أَ ْن يَ ْن‬
‫ظ َر‬ َ ‫ستَ َطا‬ ْ ِ‫ فَ ِإ ْن ا‬, َ‫ب أ َ َح ُد ُك ُم ا ْل َم ْرأَة‬
َ ‫ّللَاِ ص م ( إِذَا َخ َط‬ ‫سو ُل َ ه‬ ُ ‫ َقا َل َر‬: ‫ع َْن جَابِ ٍر رضي هللا عنه قَا َل‬
‫ص هح َحهُ ا َ ْلحَا ِك ُم‬ َ ‫ َو‬, ٌ‫ َو ِرجَالُهُ ِثقَات‬, ‫او َد‬ ُ ‫ َوأَبُو َد‬, ‫ فَ ْل َي ْفعَ ْل ) َر َواهُ أَحْ َم ُد‬, ‫َاحهَا‬
ِ ‫ِم ْنهَا َما يَ ْدعُوهُ إِ َلى نِك‬
Dari Jabir bahwa Rasulullah Saw bersabda: "Apabila salah seorang di antara
kamu melamar perempuan, jika ia bisa memandang bagian tubuhnya yang
menarik untuk dinikahi, hendaknya ia lakukan."

Para ulama telah sepakat bahwa wanita yang dilamar boleh dilihat 
wajah dan telapak tangannya. Wajah dan tangan sudah cukup untuk menilai
wanita tersebut. Dengan melihat wajah dapat diketahui kecantikannya, dan
dengan melihat telapak tangan dapat dilihat subur dan sehat tidaknya anggota
badan lainnya. Perempuan yang boleh dipinang tidak dalam pinangan orang
lain sebagaimana hadits Rasul SAW :
690

‫علَى ِخ ْطبَ ِة أ َ ِخي ِه‬ ُ ‫ط ْب بَ ْع‬


َ ‫ض ُك ْم‬ ُ ‫ّللَاِ ص م ( َال يَ ْخ‬ ‫سو ُل َ ه‬ ُ ‫ َقا َل َر‬: ‫ َقا َل‬-‫ع ْن ُه َما‬ َ ُ‫ّللَا‬‫ َر ِض َي َ ه‬- ‫ع َم َر‬ ُ ‫ع َِن اب ِْن‬
ّ ‫ظ ِل ْلبُ َخ ِار‬
ِ‫ي‬ ُ ‫ َوالله ْف‬, ‫ع َل ْي ِه‬
َ ‫ق‬ٌ َ‫ب ) ُمتهف‬ ِ ‫ أ َ ْو يَأْذَنَ لَهُ ا َ ْل َخ‬, ُ‫ب قَ ْبلَه‬
ُ ‫اط‬ ِ ‫َحتهى يَتْ ُركَ ا َ ْل َخ‬
ُ ‫اط‬
Juga pada saat dipinang tidak ada penghalang syar’i yang melarang
pernikahan, dan perempuan tersebut tidak dalam masa ‘iddah karena talak
raj’i.
Hadis yang menunjukkan larangan melakukan khitbah terhadap wanita
yang sudah dilamar orang

6. Kafā’ah
Kafā`ah atau kufu` berarti sederajat, sepadan atau sebanding. Yang
dimaksud dengan kufu` dalam pernikahan adalah laki-laki sebanding dengan
calon istrinya, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial dan
sederajat dalam akhlak serta kekayaan. Kafa`ah merupakan faktor yang dapat
mendorong terciptanya kebahagiaan suami istri. Meskipun kufu` dapat
dijadikan barometer, namun nilai kemanusiaan pada setiap orang adalah sama,
yang membedakan ialah derajat ketaqwaannya. Bahkan Rasulullah Saw
bersabda:
... ‫اذا اتاكم من ترضون دينه وخلقه فانكحوه اال تفعلوا تكن فتنة في كان فيه‬
Jika datang kepadamu seorang laki-laki yang agama dan akhlaknya
kamu sukai, maka nikahilah dia. Jika kamu tidak berbuat demikian,
akan terjadi fitnah dan kerusakan yang hebat di muka bumi. (HR.
Tirmidzi)

7. Mahar
Mahar atau mas kawin adalah harta atau pekerjaan yang diberikan oleh
seorang laki-laki kepada seorang perempuan sebagai pengganti dalam sebuah
pernikahan menurut kerelaan dan kesepakatan kedua belah pihak, atau
berdasarkan ketetapan dari si hakim. Dalam bahasa Arab, mas kawin sering
disebut dengan mahar, shadaq, faridhah dan ajr. Dalilnya, QS. al-Nisa’: 4
ً ‫ص ُد َقا ِت ِهنه نِحْ لَةً فَ ِإ ْن ِط ْبنَ لَ ُك ْم ع َْن ش َْيءٍ ِم ْنهُ نَ ْف‬
‫سا َف ُكلُو ُه َه ِنيئًا َم ِريئًا‬ َ ‫َوآت ُوا ال ِّن‬
َ ‫سا َء‬
Suami berkewajiban menyerahkan mahar atau mas kawin kepada calon
istrinya. Sebaik-baik mas kawin, yang ringan sesuai kemampuan: ‫خير الصداق‬
691

‫أيسره‬, walaupun tidak dilarang untuk memberi sebanyak mungkin mas kawin
(QS Al-Nisa’: 20). Ini karena pernikahan bukan akad jual beli, dan mahar
bukan harga seorang wanita.

Macam-Macam Mahar
Dari segi jumlah dan besar nilainya, mahar terbagi kepada dua:
Musamma (yang disebutkan, diucapkan) dan Ghair Musamma (tidak
disebutkan). Diistilahkan Mahar Musamma karena si isteri menentukan jumlah
mas kawinnya secara jelas dan tegas. Sedangkan Ghairi Musamma atau Mahar
al-Maskut 'Anhu terjadi jika si isteri tidak menentukan jumlah nominal
maharnya, maka calon suami harus membayar Mahar Mitsil, yaitu mahar yang
sebanding atau yang sama, maksudnya calon suami harus melihat berapa besar
mas kawin yang diterima oleh bibi atau tante si wanita tersebut dari pihak
ayahnya. Apabila tidak ada bibi, harus melihat berapa umumnya besar mas
kawin yang berlaku di daerah tersebut. Hal ini agar tidak terjadi saling olok,
atau merasa direndahkan dan tidak dihargai.
Dari segi waktu pembayarannya, mahar terbagi kepada Mu'ajjal / ‫معجل‬
(dibayar kontan saat itu juga) dan Muajjal / ‫( مؤجل‬ditangguhkan, dibayar
setengahnya dahulu dan sisanya dibayar belakangan). Sementara dari segi
besar atau jumlah mahar yang berhak dimiliki oleh si isteri, mahar terbagi
kepada mahar al-kull (mas kawin di mana isteri harus mendapatkan semua
mahar), mahar an-nishf (isteri hanya berhak mendapatkan setengah dari
jumlah mahar, jika dicerai sebelum dukhul dan maharnya musamma, QS. Al-
Baqarah: 237), dan al-mut'ah (pemberian biasa bagi setiap wanita yg ditalak
sebagai hibah, apabila mahar tersebut Ghair Musamma dan si wanita tersebut
belum didukhul, keduanya belum berduaan di tempat sunyi).

8. Wali Nikah
Wali dalam pernikahan adalah yang menjadi pihak pertama dalam aqad
nikah, karena yang mempunyai wewenang menikahkan mempelai perempuan,
692

atau yang melakukan ijab. Sedangkan mempelai laki-laki akan menjadi pihak
kedua, atau yang melakukan qabul. Wali perlu minta izin kepada mempelai
wanita. Dalilnya,
,‫ستَأ ْ َم َر‬
ْ ُ ‫ ( َال ت ُ ْن َك ُح ا َ ْْل َ ِيّ ُم َحت هى ت‬: ‫ّللَا صلى هللا عليه وسلم َقا َل‬ ِ ‫سو َل َ ه‬ُ ‫ع َْن أ َ ِبي ه َُري َْرةَ رضي هللا عنه أَنه َر‬
) َ‫س ُكت‬ ْ َ ‫ أَ ْن ت‬: ‫ْف ِإ ْذنُهَا ? قَا َل‬ ‫سو َل َ ه‬
َ ‫ َو َكي‬, ِ‫ّللَا‬ ُ ‫ يَا َر‬: ‫سـتَأْذَنَ قَالُوا‬
ْ ُ ‫َو َال ت ُ ْن َك ُح ا َ ْل ِبك ُْر َحتهى ت‬
Jumhur ulama, berpandangan bahwa wali nasab seorang wanita dalam
pernikahannya adalah dari kalangan ‘ashabah, yaitu kerabat dari kalangan laki-
laki yang hubungan kekerabatannya dengan si wanita terjalin dengan perantara
laki-laki (bukan dari pihak keluarga perempuan atau keluarga ibu tapi dari
pihak keluarga ayah/laki-laki).
Urutan Wali Nikah: 1. Ayah kandung. 2. Kakek, atau ayah dari ayah.
3. Saudara (kakak/adik laki-laki) se-ayah dan se-ibu. 4. Saudara (kakak/adik
laki-laki) se-ayah saja. 5. Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan se-ibu.
6. Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja. 7. Saudara laki-laki ayah
(paman). 8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah (sepupu). Kalau semua
wali tidak ada maka walinya adalah pemerintah (dalam hal ini KUA).
Bila seorang wanita tidak memiliki wali nasab atau walinya enggan
menikahkannya, maka hakim/penguasa memiliki hak perwalian atasnya dengan
ُّ ‫فَال‬
dalil sabda Rasulullah Saw ُ‫س ْل َطانُ َو ِل ُّي َم ْن الَ َو ِل هي لَه‬
Madzhab Maliki memperbolehkan wali "kafalah", yaitu perwalian yang
timbul karena seorang lelaki yang menanggung dan mendidik perempuan yang
tidak mempunyai orang tua lagi, sehingga ia seakan telah menjadi orang
tuanya.

9. Nikah Yang Diharamkan


Diantara bentuk perkawinan yang diharamkan dalam Islam:
 Nikah Ar-Rahth. Sejumlah orang bersetubuh dengan seorang wanita.
Inilah yang disampaikan Ummul Mukminin Aisyah. Ia menuturkan,
“Sejumlah orang, tidak lebih dari sepuluh orang, menemui seorang
wanita untuk bersetubuh dengannya. Ketika mereka berkumpul
693

disisinya, dia menyatakan kepada mereka, ‘Kalian telah mengetahui


urusan kalian dan aku telah melahirkan anak. Ia adalah anakmu wahai
fulan. Berilah ia nama yang kamu suka.’ Lalu anak itu diberikan kepada
orang itu, dan pria yang ditunjuk ini tidak bisa menolaknya.” (HR.
Bukhari, Abu Daud).
 Nikah Al-Istibdha. Seorang membawa istrinya kepada orang yang
diinginkannya. Yaitu orang tertentu dari kalangan pemimpin atau
pembesar yang dikenal dengan keberanian dan kedermawanannya agar
sanga isteri melahirkan anak sepertinya.
 Nikah Mut’ah. Artinya adalah menikahi wanita hingga waktu tertentu.
Jika waktunya telah habis, maka perceraian otomatis terjadi.
 Nikah Syighar. Yaitu wali menikahkan gadis yang diurusnya kepada
seorang pria dengan syarat pria tersebut menikahkannya pula dengan
gadis yang diurusnya. Nafi berkata, “Syighar adalah seorang laki-laki
menikahi puteri laki-laki lainnya dan dia pun menikahkannya dengan
puterinya tanpa mahar. Atau seorang laki-laki menikahi saudara
perempuan laki-laki lainnya lalu dia menikahkannya pula dengan
saudara perempuannya tanpa mahar.
Selain itu, ada pula pernikahan yang diharamkan karena beberapa sebab:
a. Nikah dalam masa ‘iddah dan menikahi wanita kafir selain kitabiyah
(wanita Yahudi dan Nasrani) (QS. Al-Baqarah: 221).
b. Menikah dengan wanita-wanita yang diharamkan karena senasab dan
mushaharah (hubungan kekeluargaan karena ikatan perkawinan). (QS.
al-Nisa’: 23).
c. Diharamkan menikahi wanita-wanita yang diharamkan karena
sepersusuan.
d. Tidak boleh menghimpun antara wanita dengan bibinya. Nabi Saw
bersabda, “Tidak boleh dikumpulkan antara wanita dengan bibinya
(dari pihak bapak) dan wanita dengan bibinya (dari pihak ibu).” (HR.
Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, Abu Daud, dan Ahmad).
694

e. Wanita diharamkan bagi suaminya setelah talak ketiga, dan tidak


dihalalkan untuknya hingga menikah dengan suami selainnya dengan
pernikahan yang wajar. (QS. Al-Baqarah: 230).
f. Orang yang sedang berihram tidak boleh menikah.
g. Tidak boleh menikahi wanita yang masih bersuami, dan tidak boleh
menikahi wanita pezina. (QS. An-Nur: 3)
h. Diharamkan menikah lebih dari empat wanita.
10. Hikmah Nikah
 Pernikahan merupakan suasana shalihah yang menjurus kepada
pembangunan serta ikatan kekeluargaan, memelihara kehormatan dan
menjaganya dari segala keharaman, nikah juga merupakan ketenangan
dan tuma'ninah, karena dengannya bisa didapat kelembutan, kasih
sayang serta kecintaan diantara suami dan isteri. QS. al-Rum [30] ayat
21.
 Nikah merupakan jalan terbaik untuk memiliki anak, memperbanyak
keturunan, sambil menjaga nasab yang dengannya bisa saling
mengenal, bekerja sama, berlemah lembut dan saling tolong menolong
antar manusia. QS. al-Nisa’ ayat 1.
 Nikah merupakan jalan terbaik untuk menyalurkan kebutuhan biologis,
menyalurkan syahwat dengan tanpa resiko terkena penyakit.
 Nikah bisa dimanfaatkan untuk membangun keluarga salihah yang
menjadi panutan bagi masyarakat, suami akan berjuang dalam bekerja,
memberi nafkah dan menjaga keluarga, sementara isteri mendidik anak,
mengurus rumah dan mengatur penghasilan, dengan demikian
masyarakat akan menjadi benar keadaannya.
11. Thalaq (Perceraian)
Thalaq berasal dari kata ithlaq yang artinya secara bahasa adalah
perpisahan, melepaskan, lepas atau bebas. Menurut istilah agama, thalak
artinya melepaskan ikatan perkawinan atau putusnya hubungan perkawinan
(suami-istri) dengan mengucapkan secara sukarela ucapan thalak kepada
695

istrinya, dengan kata-kata yang jelas (sharih) ataupun dengan kata-kata sindiran
(kinayah).
Dalam Qur'an Surat al-Baqarah (2) : 229 dijelaskan bahwa talak harus
dilakukan secara bertahap. Talak satu, talak dua dan baru dijatuhkan talak tiga
jika proses rujuk pada talak satu dan talak dua tidak berhasil.
Macam-macam Thalaq:
Pertama, ditinjau dari segi bilangan dan kebolehan kembali
kepada mantan isteri, talak terbagi dua yaitu talak raj’i dan talak bain.
Talak Raj’i, ialah talak yang dapat dirujuk, yaitu talak ke I dan talak ke II,
sesuai dengan al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 229, yang artinya; “Talak (yang
dapat dirujuk) itu dua kali.” Talak Bâin, ialah talak yang tidak dapat dirujuk,
yaitu talak ke III, talak Khulu’ (talak tebus, permintaan cerai dari pihak isteri
dengan tebusan / iwadl dari pihak istri kepada pihak suami), dan talak atas
putusan pengadilan.
Talak Bâin terbagi dua: 1. Talak Bain Sughra, ialah talak yang tidak dapat
rujuk kecuali dengan perkawinan baru dan dengan persetujuan istri, yaitu talak
qabla dukhul, talak khulu’ dan talak atas putusan pengadilan. 2. Talak Bain
Kubra, ialah talak yang tidak dapat rujuk, karena talak sudah dijatuhkan
sebanyak tiga kali, dan bila seorang bekas suami akan kembali lagi, maka
bekas istri tersebut harus pernah kawin dahulu kepada pria lain dan sudah
dicerai pula, sesuai dengan al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 230, yang artinya;
“Jika dia menceraikannya (setalah talak yang kedua), maka perempuan itu
tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain.”
Macam Thalaq yang Kedua, ditinjau dari segi waktu
dijatuhkannya:
a. Talak Sunni / Talak Jawaz yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan
tuntutan sunah yang meliputi dua syarat, ialah: isteri yang ditalak sudah
pernah digauli (disetubuhi); isteri dapat segera melakukan ‘iddah suci
setelah ditalak, yakni ia dalam keadaan suci dari haid dan belum digauli
ketika talak dijatuhkan.
696

b. Talak Bid’i / Talak haram yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai
dengan tuntutan sunah / tidak memenuhi kriteria yang terdapat dalam talak
sunni. Talak ini diharamkan lantaran merugikan pihak isteri sebab
‘iddahnya lebih lama dari iddah talak sunni. Macam talak yang masuk
dalam kategori talak ini adalah:
a). Talak yang dijatuhkan kepada isteri disaat sedang haid dan begitupun
ketika nifas (40 hari setelah melahirkan);
b). Talak yang dijatuhkan kepada isteri disaat ia dalam keadaan suci,
tetapi pernah digauli (disetubuhi) dalam rentan waktu suci tersebut.
c. Talak bukan Suni dan talak bukan Bid’i yaitu talak yang dijatuhkan
terhadap salah satu hal berikut:
a) Isteri yang ditalak itu belum pernah digauli (disetubuhi);
b) Isteri yang ditalak itu belum pernah haid / telah lepas dari masa haid
(monopouse);
c) Isteri yang ditalak dalam keadaan hamil.
Selain itu, ada pula istilah Thalaq Al-Battah, yaitu talak tiga yang
dijatuhkan sekaligus dalam satu kali kesempatan. Talak jenis ini pernah terjadi
pada masa Rasulullah Saw dan masa Abu Bakar Shiddiq r.a, serta dua tahun
pertama pemerintahan Umar bin Khathab ra., akan tetapi pada masa itu Thalaq
Al Battah dihukum hanya jatuh satu. Baru pada tahun ketiga pemerintahan
Umar bin Khathab r.a. Thalaq al-Battah dihukum jatuh tiga. Penetapan
jatuh tiga terhadap Thalaq al-Battah merupakan ijtihad Khalifah Umar bin
Khathab ra. yang dilakukan untuk menjawab atas problem sosial akibat
perkembangan peradaban yang terjadi pada masa itu, dengan maksud untuk
membela dan menyelamatkan kaum perempuan dari kesewenangan laki-laki.
Hukum Thalaq
Rasulullah SAW bersabda: “Tiga perkara jika diucapkan serius jadi benar dan
jika diucapkan main-mainpun juga jadi benar; nikah, talak dan rujuk”. (HR.
Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, Hasan menurut At-Tirmidzi dan shahih
menurut Al-Hakim). Dalam hadis lainnya Nabi Saw bersabda:
697

‫َض اَ ْل َح َال ِل ِع ْندَ َ ه‬


ِ‫َّللا‬ ُ ‫َّللاِ صلى هللا عليه وسلم ( أَ ْبغ‬
‫سو ُل َ ه‬ ‫ي َه‬
ُ ‫ قَا َل َر‬: ‫ قَا َل‬-‫َّللاُ َع ْن ُه َما‬ َ ‫ض‬ ُ ‫َع ِن اِب ِْن‬
ِ ‫ َر‬- ‫ع َم َر‬
‫اَل ه‬
) ‫ط َال ُق‬
Pada dasarnya perceraian atau talak itu adalah sesuatu yang tidak disenangi
yang dalam istilah ushul fiqh disebut makruh.
12. Masa ‘Iddah dan Ruju’
Dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan, ’iddah adalah masa tunggu
bagi wanita yang ditinggal mati atau bercerai dari suaminya yang tidak
memungkinkan baginya untuk menikah lagi dengan laki-laki lain. Masa ’iddah
berlaku bagi isteri yang putus perkawinannya kecuali qobla al dukhul dan
perkawinannya putus bukan karena kematian suami.
Waktu tunggu:
1) Karena kematian: 130 hari jika tidak hamil. Jika hamil sampai melahirkan.
2) Karena perceraian:
 3 kali suci, minimal 90 hari (bagi yang masih haid)
 90 hari bagi yang tidak haid (QS. al-Thalaq: 4)
 Hamil sampai melahirkan (QS. al-Tbalaq: 4)
3) Tidak ada waktu tunggu bagi janda karena perceraian qabla dhukul.
Mulai masa tunggu:
Jika karena perceraian: setelah putusan Pengadilan Agama mempunyai
kekuatan hukum tetap. Jika karena kematian: sejak kematian suami.
Rujuk
Berasal dan kala Arab raj’ah yang artinya kembali. Jadi rujuk adalah
kembali hidup sebagai suami isteri antara laki-laki dan perempuan yang
melakukan perceraian dengan talak raj’i selama masih dalam masa ’iddah
tanpa dengan akad nikah baru.
Syarat Rujuk:
1) Putusnya perkawinan karena talak, kecuali qabla al dukhul atau talak 3x.
2) Putusnya perkawinan karena putusan pengadilan kecuali alasan zina atau
khulu’ (talak dengan ’iwadh baik khulu’ maupun taklik talak).
698

3) Masih dalam masa ’iddah.


4) Ada persetujuan isteri. Rujuk tanpa persetujuan isteri dapat dinyatakan
tidak sah dengan putusan pengadilan agama.

Selain karena thalak, putusnya pernikahan bisa juga disebabkan oleh


keinginan dari pihak isteri yaitu khulu’. Khulu disebut juga talak tebus,
dimana seorang istri menebus dirinya dengan memberikan bayaran tertentu
atau mengembalikan mahar kepada pihak suami untuk melepaskannya dari
ikatan perkawinan. Khulu’ dapat dijatuhkan sewaktu-waktu, tidak usah
menanti isteri dalam keadaan suci dan belum dicampuri, hal ini disebabkan
karena khuluk itu terjadi atas kehendak isteri sendiri.

Selain itu, penyebab putusnya perkawinan adalah fasakh yaitu


merusakkan atau membatalkan. Ini berarti bahwa perkawinan itu
diputuskan/dirusakkan atas permintaan salah satu pihak oleh hakim Pengadilan
Agama.. Fasakh bisa dilakukan oleh suami atau isteri, bila terjadi :

a. Suami/isteri sakit gila.


b. Suami/isteri menderita penyakit menular yang tidak dapat
diharapkan dapat sembuh.
c. Suami/isteri tidak mampu atau kehilangan kemampuan untuk
melakukan hubungan kelamin.
d. Suami jatuh miskin hingga tidak mampu memberi nafkah pada
isterinya.
e. Isteri merasa tertipu baik dalam nasab, kekayaan atau
kedudukan suami.
f. Suami pergi tanpa diketahui tempat-tinggalnya dan tanpa berita,
sehingga tidak diketahui hidup atau mati dan waktunya sudah
cukup lama.
699

Selain thalak, khulu’ dan fasakh penyebab dari putusnya ikatan perkawinan
bisa juga karena ila’, zhihar, terealisasinya ta’lik talak,li’an dan kematian
salah satu dari suami isteri.

13. Permasalahan Nikah Kontemporer


a. Nikah Sirri
Dalam kajian fiqih nikah sirri digambarkan dengan dua keadaan:
Pertama, dilangsungkannya pernikahan suami istri tanpa kehadiran
wali dan saksi-saksi, atau hanya dihadiri wali tanpa diketahui oleh saksi-saksi.
Kemudian pihak-pihak yang hadir (suami-istri dan wali) menyepakati untuk
menyembunyikan pernikahan tersebut. Menurut pandangan seluruh ulama
fiqih, pernikahan yang dilaksanakan seperti ini batil. Lantaran tidak memenuhi
syarat pernikahan, seperti keberadaan wali dan saksi-saksi. Ini bahkan
termasuk nikah sifâh (perzinaan) atau ittikhâdzul-akhdân (menjadikan wanita
atau lelaki sebagai piaraan untuk pemuas nafsu). ‫ان‬ ِ ‫ت َوالَ ُمت ه ِخذَا‬
ٍ َ‫ت أ ْخد‬ ٍ ‫سافِ َحا‬
َ ‫…“ َغي َْر ُم‬
Bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai
piaraannya …” [al-Nisa’/4:25].
Kedua, pernikahan terlaksana dengan syarat-syarat dan rukun-rukun
yang terpenuhi, seperti ijab, qabul, wali dan saksi-saksi. Akan tetapi, mereka
(suami, istri, wali dan saksi) satu kata untuk merahasiakan pernikahan ini dari
telinga masyarakat. Jumhur ulama memandang pernikahan seperti ini sah,
tetapi hukumnya dilarang. Sebab, suatu perkara yang rahasia, jika telah
dihadiri dua orang atau lebih, maka sudah bukan rahasia lagi. Dilarang, karena
adanya perintah Rasul Saw untuk walimah dan menghilangkan unsur yang
berpotensi mengundang keragu-raguan dan tuduhan tidak benar. Sedangkan
kalangan ulama Malikiyah menilai pernikahan yang seperti ini batil. Karena
maksud dari perintah untuk menyelenggarakan pernikahan adalah
pemberitahuan, dan ini termasuk syarat sah pernikahan.
Nikah sirri yang banyak dilakukan oleh masyarakat muslim Indonesia
yaitu pernikahan yang sah namun tidak didaftarkan ke KUA. Dalam konteks
700

ini definisi yang tepat adalah nikah sirri sama dengan zawaj ‘urfi yang juga
berarti nikah dibawah tangan. Disebut nikah ‘urfi (adat) karena pernikahan ini
merupakan adat dan kebiasaan yang berjalan dalam masyarakat muslim sejak
masa Nabi Saw dan para sahabat, dimana mereka tidak perlu untuk mencatat
akad pernikahan mereka tanpa ada permasalahan dalam hati mereka. Di masa
modern ini nikah ‘urfi mudah untuk dipalsu dan digugat, berbeda dengan
pernikahan resmi yang terjadi di KUA karena memiliki kepastian hukum yang
tentunya sulit untuk digugat.
Diantara efek pernikahan sirri bagi anak dan istri: Istri tidak bisa
menggugat suami, apabila ditinggalkan oleh suami, penyelesaian kasus gugatan
nikah sirri hanya bisa diselesaikan melalui hukum adat dan tidak bisa di
pengadilan agama, apabila memiliki anak maka anak tersebut tidak memiliki
status (seperti akta kelahiran) sebab untuk memperoleh akta kelahiran
disyaratkan adanya akta nikah, anak dan istri terancam tidak mendapat hak
waris karena tidak ada bukti administrasi pernikahan.
Kesimpulannya: Nikah sirri yang diartikan menurut terminologi fiqh,
dilarang dan tidak sah menurut hukum Islam, karena ada unsur sirri
(dirahasiakan nikahnya), yang bertentangan dengan ajaran Islam dan bisa
mengundang fitnah dan tuhmah, serta dapat mendatangkan madarat/resiko
berat bagi pelakunya dan keluarganya. Nikah sirri juga tidak sah menurut
hukum positif, karena tidak melaksanakan ketentuan hukum munakahat yang
baku dan benar, dan tidak pula diadakan pencatatan nikahnya oleh KUA.
Nikah dibawah tangan hukumnya sah menurut hukum Islam
sepanjang tidak ada motif “sirri”, karena telah memenuhi ketentuan syari’ah
yang benar. Nikah dibawah tangan (zawaj ‘urfi) tidak sah menurut hukum
positif, karena tidak memenuhi peraturan UU yang berlaku dalam hukum
perkawinan. Apabila pemerintah memandang adanya UU keharusan
tercatatnya akad pernikahan, maka itu adalah UU yang sah dan wajib bagi
rakyat untuk mematuhinya dan tidak melanggarnya. QS. al-Nisa’: 59 َ‫َياأَيُّهَا اله ِذين‬
‫سو َل َوأ ُ ْو ِلى اْْلَ ْم ِر ِمن ُك ْم‬ ‫ َءا َمنُوا أ َ ِطيعُوا هللاَ َوأَ ِطيعُوا ه‬. Pencatatan perkawinan menjadi
ُ ‫الر‬
701

suatu keharusan, karena membawa kemaslahatan lebih besar bagi umat Islam,
sesuai kaidah fiqh ‫( جلب المصالح ودرء المفاسد‬menarik kemaslahatan dan menolak
kemudaratan) dan ‫الضرر وال ضرار فى اإلسالم‬. Ulama ushul fiqh mengklaim bahwa
apabila ada aturan hukum yang dibuat manusia nyata maslahatnya dan tidak
bertentangan dengan nash, ia dapat disebut bagian dari hukum itu sendiri.
b. Pernikahan Beda Agama
Hukum pernikahan beda agama, ada 2 kategori.
1) Perempuan beragama Islam menikah dengan laki-laki non-Islam.
Hukumnya dilarang (haram). Dalilnya QS. al-Baqarah: 221 dan QS. al-
Mumtahanah: 10.
ْ ‫ت َحتهى ُيؤْ ِمنه َوْل َمةٌ ُمؤْ ِمنَةٌ َخي ٌْر ِم ْن ُم‬
َ‫ش ِر َك ٍة َولَ ْو أَ ْع َج َبتْ ُك ْم َوال ت ُ ْن ِك ُحوا ا ْل ُمش ِْر ِكين‬ ِ ‫َوال ت َ ْن ِك ُحوا ا ْل ُمش ِْركَا‬
‫ّللَاُ يَ ْدعُو إِلَى ا ْل َج هن ِة‬
‫عونَ إِلَى النه ِار َو ه‬ ُ ‫َحتهى يُؤْ ِمنُوا َولَعَ ْب ٌد ُمؤْ ِمنٌ َخي ٌْر ِم ْن ُمش ِْركٍ َولَ ْو أَ ْع َجبَ ُك ْم أ ُولَئِكَ يَ ْد‬
ِ ‫َوا ْل َم ْغ ِف َر ِة بِ ِإ ْذنِ ِه َويُبَيِّنُ آيَاتِ ِه ِلل هن‬
َ‫اس لَعَله ُه ْم يَتَذَ هك ُرون‬
Khitab pada ayat tersebut ditujukan kepada para wali nikah untuk tidak
menikahkan wanita muslimah dengan laki-laki bukan Islam. Keharamannya
bersifat mutlak, baik laki-laki Musyrik atau Ahlul Kitab.
Hadits Jabir bahwa Nabi bersabda: ‫سائ َ َنا‬ ِ ‫سا َء أ َ ْه ِل ا ْل ِكتَا‬
َ ‫ب َوالَ َيتَ َز ُّو ُج ْونَ ِن‬ ُ ‫َنت َ َز هو‬
َ ‫ج ِن‬
“Kita boleh menikah dengan wanita ahli kitab, tetapi mereka tidak boleh nikah
dengan wanita kita”.

2) Laki-laki beragama Islam menikah dengan perempuan non-Islam.


Kategori ini ada 2 macam:
a) Lelaki Muslim dengan perempuan Ahli Kitab. Yang dimaksud dengan
Ahli Kitab adalah agama asli Nasrani dan Yahudi (agama samawi),
karena berasal dari sumber yang sama dengan Islam.Walau ada ikhtilaf,
jumhur ulama memperbolehkan pernikahan jenis ini sesuai dengan QS.
al-Maidah: 5
ِ ‫صنَاتُ ِمنَ ا ْل ُمؤْ ِمنَا‬
‫ت‬ َ َ‫ا ْل َي ْو َم أ ُ ِح هل لَ ُك ُم ال هط ِّيبَاتُ َو َط َعا ُم ا هل ِذينَ أُوت ُوا ا ْل ِكت‬
َ ْ‫اب ِح ٌّل لَ ُك ْم َو َط َعا ُم ُك ْم ِح ٌّل لَ ُه ْم َوا ْل ُمح‬
‫سافِ ِحينَ َوال‬ َ َ‫ورهُنه ُمحْ ِصنِين‬
َ ‫غي َْر ُم‬ َ ‫اب ِم ْن قَ ْب ِل ُك ْم إِذَا آت َ ْيت ُ ُمو ُهنه أ ُ ُج‬َ َ ‫صنَاتُ ِمنَ اله ِذينَ أُوت ُوا ا ْل ِكت‬ َ ْ‫َوا ْل ُمح‬
َ‫س ِرين‬ِ ‫ع َملُهُ َوه َُو فِي اآل ِخ َر ِة ِمنَ ا ْل َخا‬ َ ‫ان فَقَ ْد َحبِ َط‬ ٍ ‫ُمت ه ِخذِي أ َ ْخد‬
ِ ‫َان َو َم ْن يَ ْكفُ ْر بِاإلي َم‬
702

b) Lelaki Muslim dengan perempuan bukan Ahli Kitab. Yang dimaksud


dengan musyrik adalah penyembah berhala, api, dan sebagainya.
Hukumnya haram, sesuai ayat QS. al-Baqarah: 221. Agama Hindu,
Budha, Konghuchu tidak termasuk agama samawi (langit) tapi agama
ardhi (bumi).
Imam Syafi’i dalam Al-Umm, mendefinisikan, “Yang dimaksud dengan ahlul
kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani yang berasal dari keturunan
bangsa Israel asli. Adapun umat-umat lain yang menganut agama Yahudi dan
Nasrani, maka mereka tidak termasuk dalam kata ahlul kitab. Sebab, Nabi
Musa a.s. dan Nabi Isa a.s. tidak diutus kecuali untuk Israil dan dakwah mereka
juga bukan ditujukan bagi umat-umat setelah Bani israil.”
Adapun yang menjadi ikhtilaf ulama: Perkawinan beda agama antara laki-
laki muslim dengan wanita non-muslim dari ahli Kitab, ada 3 pendapat:
 Pendapat yang membolehkan dengan wanita Yahudi dan Nasrani, yaitu
pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal.
 Membolehkan dengan syarat, yaitu boleh mengawini perempuan Yahudi/
Nasrani dengan syarat orang tua (nenek moyang) perempuan itu harus
orang Yahudi/Nasrani juga, bukan penyembah berhala. Ini qaul mu’tamad
mazhab Syafi’i. Karena dalam QS. Al-Maidah ayat 5 ada kata ‫( من قبلكم‬dari
sebelum kalian) yang menjadi qayid (pengikat) bagi ahlul kitab yang
dimaksud.
 Pendapat yang melarang atau mengharamkan pernikahan beda agama
(Kitabiyah), seperti diungkapkan oleh DR. Yusuf Qardhawi. Ibnu Umar
termasuk golongan ini. Dalilnya QS. Al-Baqarah: 221.
Meskipun DR. Yusuf Qardhawi mengharamkan menikahi wanita ahli kitab,
tapi beliau membolehkan dalam keadaan tertentu dengan syarat yang ketat:
o Kitabiyah itu benar-benar berpegang pada ajaran samawi, tidak atheis,
tidak murtad, tidak musyrik.
o Kitabiyah yang muhshanah (memelihara kehormatan diri dari
perbuatan zina).
703

o Perempuan itu bukan kitabiyah yang kaumnya berada pada status


permusuhan dan peperangan dengan kaum muslimin. Dzimmiyah boleh
dinikahi, tetapi harbiyah dilarang untuk menikahinya.
o Dibalik pernikahan dengan kitabiyah itu tidak akan terjadi fitnah, yaitu
mafsadah atau kemadharatan. Makin besar kemungkinan terjadinya
kemadharatan, makin besar tingkat larangan, sesuai kaidah ‫الضرر وال‬
‫ضرار‬

MUI mengharamkan perkawinan laki-laki muslim dengan perempuan non-


muslimah (termasuk ahli kitab) dengan tujuan sadd li al-dzari’ah. Pada
Munas VII MUI di Jakarta 29 Juli 2005, MUI menfatwakan perkawinan
beda agama:
- Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.
- Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlul Kitab, menurut
qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah.
Dalilnya QS. al-Baqarah: 221, QS. Al-Mumtahanah: 10. Juga hadis Rasulullah
Saw bahwa: Wanita itu (boleh) dinikahi karena 4 hal : (i) karena hartanya; (ii)
(asal-usul) keturunannya; (iii) kecantikannya; (iv) karena agama. Maka
hendaklah kamu berpegang teguh (dengan perempuan) yang menurut agama
Islam; (jika tidak) akan binasalah kedua tangan-mu (muttafaq ‘alaih dari Abi
Hurairah r.a).
Selain itu ada ka’idah fiqh : ‫( درء المفاسد مقدم على جلب المصالح‬menolak keburukan
lebih didahulukan daripada mecapai kebaikan). Perkawinan beda agama akan
menimbulkan berbagai konflik dalam pelaksanaan ibadah, pendidikan anak,
pengaturan makanan, pembinaan tradisi keagamaan, muamalah dengan
keluarga kedua belah pihak, dan sebagainya.

c. Poligami dan Poliandri


Istilah poligami berasal dari bahasa Inggris polygamy, dalam bahasa
Arab disebut ‫ تعدد الزوجات‬yang berarti beristeri lebih dari seorang wanita.
704

Sedangkan istilah poliandri juga berasal dari Inggris. Dalam bahasa Arab
disebut ‫ تعدد اْلزواج‬atau ‫ تعدد البعول‬yang berarti bersuami lebih dari seorang pria.
Ayat yang berbicara tentang poligami dalam QS. al-Nisa’ [4]: 3
‫ع فَ ِإ ْن ِخ ْفت ُ ْم أَال‬ َ ‫اء َمثْنَى َوثُال‬
َ ‫ث َو ُربَا‬ ِ ‫س‬ َ ‫طوا فِي ا ْليَتَا َمى فَا ْن ِك ُحوا َما َط‬
َ ِّ‫اب لَ ُك ْم ِمنَ الن‬ ُ ‫س‬ِ ‫َوإِ ْن ِخ ْفت ُ ْم أَال ت ُ ْق‬
‫اح َدةً أ َ ْو َما َملَكَتْ أ َ ْي َمانُ ُك ْم ذَ ِلكَ أ َ ْدنَى أَال تَعُو ُلوا‬
ِ ‫ت َ ْع ِدلُوا فَ َو‬
Perkatan adil yang bergaris bawah dalam ayat ini adalah adil dalam bentuk
zahir, seperti adil dalam memberi makanan, pakaian dan tempat tinggal. Bukan
adil dalam bentuk bathiniyah (kecondongan batin), karena bagaimanapun hati
manusia tidak mampu sepenuhnya adil (QS. Al-Nisa`: 129). Tapi suami
dilarang membiarkan isterinya terkatung-katung (‫)فتذروها كالمعلقة‬, tidak digauli
dan tidak ditalak.
Poligami menurut Mahmud Syaltut, mantan Syekh Al-Azhar, hukumnya
mubah. Poligami dibolehkan selama tidak dikhawatirkan terjadinya
penganiayaan terhadap para istri. Kebolehan berpoligami adalah terkait dengan
terjaminnya keadilan dan ketiadaan kekhawatiran akan terjadinya
penganiayaan terhadap para istri. Dengan demikian, haram berpoligami bagi
seseorang yang merasa khawatir tidak akan berlaku adil. Dalam tafsir al-
Kassyāf, Zamakhsyari mengatakan bahwa poligami dalam Islam suatu
rukhshah (kelonggaran ketika darurat), sama halnya dengan rukhshah bagi
musafir dan orang sakit yang boleh berbuka puasa. Kelonggaran boleh
berpoligami untuk menghindarkan terjadinya perzinaan.
Sebelum ayat poligami turun, banyak sahabat mempunyai istri lebih dari
empat. Sesudah turun ayat poligami, Rasul Saw memerintahkan para sahabat
untuk hanya memiliki maksimal 4 isteri. Dalam hadis disebutkan
‫ أمسك أربعا وفارق سائرهن‬: ‫إن رسول هللا ص م قال لغيالن بن سالمة حين أسلم وتحته عشر نسوة‬
“Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW berkata kepada Ghailan bin Salamah
yang waktu masuk Islam mempunyai 10 isteri, Kata Nabi: Pilihlan empat
diantara mereka dan ceraikanlah yang lainnya.” (HR. Nasa`i dan Daruquthni).
705

Para ulama sepakat menetapkan bahwa laki-laki yang sanggup berlaku adil
dalam kehidupan rumah tangga, dibolehkan melakukan poligami sampai 4
isteri.
Sehubungan masalah poligami, ada 2 pendapat Pertama, asas
perkawinan dalam Islam adalah monogami. Mereka beralasan bahwa Allah
Swt memperbolehkan poligami dengan syarat harus adil. Sedangkan
kecenderungan manusia pada dasarnya tidak akan mampu berbuat adil. QS. Al-
Nisa`: 129.
‫صت ُ ْم فَال ت َ ِميلُوا ُك هل ا ْل َم ْي ِل فَتَذَ ُرو َها كَا ْل ُمعَ هلقَ ِة َوإِ ْن‬
ْ ‫اء َولَ ْو ح ََر‬ ِ ‫س‬َ ِّ‫ست َ ِطيعُوا أ َ ْن تَ ْع ِدلُوا بَ ْينَ الن‬
ْ َ‫َولَ ْن ت‬
‫ورا َر ِحي ًما‬ً ُ‫غف‬ ‫ص ِل ُحوا َوتَتهقُوا فَ ِإنه ه‬
َ َ‫ّللَاَ كَان‬ ْ ُ‫ت‬
Kedua, asas perkawinan dalam Islam adalah poligami. Alasannya, QS.
al-Nisa` [4] ayat 3 dan 129 tidak terdapat pertentangan. Keadilan yang
dimaksud adalah keadilan lahiriah yang dapat dikerjakan manusia, bukan adil
dalam arti cinta dan kasih sayang.
Poligami dibolehkan dalam KHI pada Bab IX Pasal 57, bila:
o Isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebai isteri.
o Istri amendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan
o Jika isteri tidak dapat memberikan keturunan..

Kesimpulannya: Islam lebih mengutamakan sistem monogami (karena inilah


yang mendekati keadilan). Tetapi pada saat yang sama Islam membolehkan
poligami dalam keadaan tertentu, dengan seperangkat persyaratan tertentu,
yang bertujuan mewujudkan keadilan. Poligami dibolehkan dengan syarat adil,
dan kalau ditemukan adanya kekurangan yang signifikan (menonjol) pada istri
sebelumnya, serta terpenuhi beberapa kondisi tertentu untuk menghindari
jatuhnya sang suami kedalam perzinaan.
Terkait hukum Poliandri, para ulama sepakat bahwa perkawinan
dengan wanita yang sudah mempunyai suami, tidak sah dan dituntut hukum
rajam jika terbukti sudah pernah berkumpul. Jadi poliandri hukumnya haram,
sesuai QS. al-Nisa`: 24 ‫ والمحصنت من النساء إال ماملكت أيمانكم‬dan hadis
706

‫ رواه الترمذي‬. ‫من كان يؤمن باهلل واليوم اآلخر فال يسقي ماءه زرع غيره‬
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka ia tidak
boleh menyirami air benih orang lain (tidak boleh mengumpuli isteri orang
lain.
d. Hukum Menikahi Wanita Hamil
Dalam kehidupan masyarakat akhir-akhir ini banyak kasus kehamilan
diluar nikah akibat kebebasan pergaulan dua insan beda jenis. Ada yang
menempuh solusi aborsi, ada pula yang segera melangsungkan pernikahan
dengan pasangan yang menghamilinya atau orang lain sebagai “suami
dadakan” agar kehamilannya dianggap sah oleh masyarakat.
Solusi pengguguran kandungan jelas melanggar syari’at, apalagi jika
aborsi sesudah ditiupkan roh (4 bulan kehamilan) hukumnya haram, karena
merupakan kejahatan/jarimah terhadap nyawa manusia. Bahkan jika aborsi
dilakukan 42 hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan
janin, maka hukumnya haram, sesuai hadis Nabi:
‫إذا مر بالنطفة إثنان وأربعون ليلة بعث هللا اليها ملكا فصورها وخلق سمعها وبصرها وجلدها ولحمها‬
... ‫وعظامها‬
"Jika 'nuthfah' (sperma) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah
mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk 'nuthfah' tersebut;
dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan
tulang belulangnya. …" (HR. Muslim dari Ibnu Mas'ud)

Jadi, awal pembentukan janin adalah setelah melewati 40 hari atau 42 malam.
Dengan demikian, janin sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang
terpelihara darahnya (ma'shum al-dam). Menggugurkan kandungan setelah
berumur 40 hari adalah haram.
Sedangkan cara kedua, yaitu segera melangsungkan pernikahan. Dalam
hal ini ada ikhtilaf di kalangan ulama mazhab. Perbedaan pendapat hanya
terbatas pada perkawinan wanita hamil dengan pria yang bukan
menghamilinya. Sedangkan perkawinan wanita hamil dengan pria yang
707

menghamilinya para ulama sependapat bahwa laki-laki pezina halal mengawini


wanita pezina.
Imam abu Hanifah berpendapat, boleh mengawini wanita hamil dari
perbuatan zina dengan syarat, kalau yang mengawini itu bukan pria yang
menghamilinya, maka tidak boleh menggaulinya sehingga ia melahirkan.
Menurut Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal, tidak boleh mengawini
wanita hamil dari perbuatan zina oleh pria yang bukan menghamilinya, kecuali
telah melahirkan dan telah habis masa ‘iddahnya. Dalilnya QS.al-Nur [24] ayat
3, bahwa laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang
َ ‫اآلخ ِر ا َ ْن يَ ْسقَى َما َءهُ زَ ْر‬
berzina. Begitu pula hadis ‫ع َغي ِْره‬ ِ ‫الَيَ ِح ُل ْل ْم ِرءٍ يُؤْ ِمنُ ِباهللِ َو ْال َي ْو ِم‬
(tidak halal bagi orang beriman kepada Allah dan hari akhirat yang
menyiramkan airnya kepada tanaman oranglain – HR. Abu Dawud dan
َ َ ‫طأ ُ ْام َرأة َحتى ت‬
Turmudzi). Juga hadis Nabi Saw ‫ض َع‬ َ ‫( الَت ُ ْو‬Tidak boleh menggauli
perempuan yang sedang hamil sampai melahirkan – HR. Abu Dawud). Imam
Ahmad menambahkan satu syarat lagi selain syarat tersebut, bahwa boleh
menikahi wanita hamil dari perbuatan zina oleh pria yang bukan
menghamilinya, asalkan perempuan itu telah bertobat dari perbuatan
maksiatnya, dan jika belum tobat maka tidak boleh mengawininya meskipun ia
telah habis masa ‘iddahnya.
Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat bahwa menikahi wanita hamil
karena zina hukumnya boleh, baik oleh laki-laki yang menghamilinya maupun
oleh laki-laki lain. Dalilnya, QS. al-Nisa’ [4] ayat 23-24
... ‫ت َعلَ ْي ُك ْم أ ُ هم َهات ُ ُك ْم َو َبنَات ُ ُك ْم َوأَخ ََوات ُ ُك ْم َو َع همات ُ ُك ْم َو َخاالَت ُ ُك ْم‬
ْ ‫ُح ِر َم‬
Ayat tersebut menunjukkan bahwa perempuan yang hamil dari perbuatan zina
tidak termasuk dari kalangan perempuan yang haram dinikahi.
Begitu pula QS. al-Nur [24] ayat 32
‫َوأَن ِك ُحوا ْاألَيَا َمى ِمن ُك ْم َوال ه‬
‫صا ِل ِحينَ ِم ْن ِعبَا ِد ُك ْم َو ِإ َمائِ ُك ْم‬
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-
orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
708

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa wanita hamil yang disebabkan oleh
zina boleh dikawini, karena ia termasuk wanita yang tidak bersuami.
Imam Syafi’i juga menggunakan dalil hadis dari ‘Aisyah ra. ‫ال َح َرا ُم الَ يُ َح ِر ُم ال َحالَ َل‬
(Yang haram tidak mengharamkan yang halal – HR. al-Thabrani dan
Daruquthni).
Adapun dalil Imam Abu Hanifah sama dengan dalil Imam Syafi’i yang
menyatakan boleh menikahi wanita hamil disebabkan zina. Dan tidak boleh
menggaulinya sampai melahirkan, sama dengan alasan yang dikemukakan oleh
Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal.
Dipandang dari segi kemashlahatan, nampaknya pendapat Imam Syafi’i
lebih mendekati, karena masa depan anak yang ada dalam kandungan
mendapat kejelasan, disamping cinta kedua sejoli dapat terajut kembali dalam
ikatan pernikahan. Hal ini juga sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Bab VIII pasal 53:
(1) Seorang wanita hamil diluar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang
menghamilinya.
(2) Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat
dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
(3) Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak
diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Walau demikian, ini jangan diartikan sebagai legalisasi anak hasil zina.
Status anak terkait hak waris, hak wali dan sebagainya tetap menjadi persoalan
tersendiri. Karena status nasab dan waris anak hasil zina berdasarkan garis
keturunan ibu.
E. Ringkasan Materi Pokok
1. Nikah adalah bentuk mashdar dari kata nakaha yang secara bahasa artinya
bersetubuh, menggabungkan dan mengumpulkan/ menghimpu, mengawini
atau menggauli. Secara istilah, nikah adalah akad yang menimbulkan
kebolehan bergaul antara laki-laki dan perempuan dalam tuntutan naluri
709

kemanusiaan dalam kehidupan, dan menjadikan untuk kedua pihak secara


timbal balik beberapa hak dan kewajiban.
2. Rukun nikah mencakup adanya calon suami dan istri, wali dari pihak
calon pengantin wanita, dua orang saksi dan sighat ijab-qabul.
3. Hikmah nikah: Pembentuk ikatan kekeluargaan, memelihara kehormatan
dan menjaganya dari segala keharaman, menciptakan ketenangan dan
tuma'ninah, nikah merupakan jalan terbaik untuk memiliki anak,
memperbanyak keturunan, sambil menjaga nasab, nikah juga jalan terbaik
untuk menyalurkan kebutuhan biologis tanpa khawatir resiko terkena
penyakit, nikah dapat dimanfaatkan untuk membangun keluarga salihah
yang menjadi panutan bagi masyarakat, sekaligus memenuhi sifat
kebapakan serta keibuan.
4. Problematika pernikahan yang terjadi di Indonesia diantaranya:pernikahan
poligami, nikah sirri, nikah beda agama, dan menikahi wanita yang hamil
di luar nikah.
F. Tugas Mandiri

1. Apa saja rukun dan syarat menikah berdasarkan hukum Islam dan UU
positif!

2. Apa dampak buruk dari pernikahan sirri? Jelaskan!

G. Daftar Pustaka
Abdurrahman al-Jaziri, Syeikh, al-Fiqh ‘alā al-Mazāhib al-Arba’ah, Cairo:
Dār al-Bayān al-‘Arabi, 2005.
al-Kasānī, al-Imam ‘Alaiddin Abi Bakr Bin Mas’ud, Badāi’ al-Shanāi’ fī tartīb
al-Syarāi’, Beirut : al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, t.t.
al-Syarbinī, Syamsuddīn Muhmmad bin Muhammad Al-Khāthib. Mughnī al-
Muhtāj, Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1994.

Huzaemah T. Yanggo, Prof.DR., Fiqih Perempuan Kontemporer, Jakarta: Al-


Mawardi Prima, 2001.
710

Ibnu Hajar, Al-Hāfizh Syihabuddīn Abī al-Fadhl al-‘Asqalānī, Fath al-Bārī bi


syarh al-Bukhāri. Mesir: Syirkah maktabah wa mathba’ah Mushthafā al-
Bābī al-Halabī wa aulāduh, 1959.
711

Materi 6
Kemajuan dan Kemunduran Peradaban Islam

Sejarah peradaban Islam telah berlangsung dalam rentangan waktu


yang lebih dari 14 abad (tahun 11 sH - 1434 H/610 – 2013 M).Selama masa
ini, telah terjadi berbagai peristiwa dan kejadian yang perlu dan menarik untuk
dibahas.Untuk memudahkan pembahasan sejarah peradaban Islam yang sudah
berlangsung demikian lama, rentangan waktu tersebut perlu dibagi menjadi
beberapa tahap atau periode sejarah.Periodesasi merupakan upaya untuk
membagi-bagi sejarah ke dalam beberapa periode atau tahapan waktu.
Berbagai cara telah dilakukan para penulis untuk membuat periodesasi
sejarah Islam. Masing-masing tentu didasarkan atas kriteria tertentu yang
dijadikan landasan oleh penyusunnya. Hanya saja, perlu diingatkan bahwa
yang penting dalam penetapan periodesasi ini ialah pemahaman dan kejelasan
tentang:
a. Tonggak-tonggak sejarah yang menjadi titik awal dan titik akhir suatu periode,
yaitu peristiwa atau kejadian yang dipandang sebagai moment yang melahirkan
perubahan dari suatu periode ke periode berikutnya. Misalnya penghancuran kota
Bagdad oleh pasukan Hulagu Khan dipandang sebagai titik akhir periode Klasik
dan titik awal periode Pertengahan karena kondisi umat Islam sebelum dan
sesudah peristiwa itu dinilai mengalami perubahan yang cukup berarti.
b. Kekhususan masing-masing periode dalam berbagai aspek dan tingkat
perkembangan. Misalnya, suatu periode ditandai dengan kemajuan dalam bidang
pemerintahan atau kemunduran dalam bidang ekonomi, dan lain-lain.

Sehubungan dengan itu, sebagian penulis membagi sejarah Islam


menjadi tiga periode besar, yaitu Pertama, Periode Klasik (650 - 1250 M),
Kedua, Pertengahan (1250 -1800 M), dan Ketiga, Moderen (1800 s/d
sekarang).Pembabakan ini tampaknya didasarkan atas penilaian terhadap gejala
umum dari sifat perkembangan dan kondisi yang dihadapi umat Islam pada
712

masing-masing periode. Masing-masing babak dapat dijelaskan sebagai


berikut:
1) Periode Klasik bermula dari kedatangan Islam (610 M) sampai jatuhnya
kota Bagdad ke tangan pasukan Mongol (1258 M). Titik awal periode ini
adalah kedatangan agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw, dan
titik akhirnya adalah kehancuran kota Bagdadpada tahun 1258 M.
(Penggunaan angka 650 sebagai titik awal dan 1250 sebagai titik akhir
periode hanya untuk pembulatan). Kedua peristiwa ini dinilai telah
membawa pengaruh yang sangat luas bagi perkembangan masyarakat pada
masa-masa sebelum dan sesudahnya. Sementara itu, kekhususan periode ini
terletak pada kemajuan yang dicapai umat Islam dalam berbagai bidang
seperti politik, ekonomi, serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun,
secara politis, periode ini dibagi lagi menjadi dua tahap, yaitu periode
Kemajuan I (610 - awal abad ke10 M) dan periode Disintegrasi (awal abad
ke-10 s/d 1258 M).
Periode Kemajuan I merupakan masa umat Islam mencapai kemajuan
dalam segala bidang.Sementara periode Disintegrasi merupakan masa
perpecahan secara politik.Disebut disintegrasi karena, pada awal abad ke-
10 M, muncul tiga kerajaan Islam yang sama-sama mengaku sebagai
khilafah (pemimpinnya disebut khalifah). Ketiga kerajaan itu adalah
Dinasti Fathimiah di Mesir (diproklamirkan sebagai khilafah Islamiah pada
tahun 909 M), Dinasti Bani Umayyah di Spanyol (menyebut diri sebagai
khilafah islamiyahsejak tahun 929 M), dan Dinasti Bani Abbas di Bagdad,
yang sejak awal berdiri tahun 750 M mengambil alih kekhalifahan dari
Bani Umayyah di Damaskus. Kehadiran ketiga negara ini menunjukkan
kepemimpinan umat Islam telah terpecah ke dalam tiga kekuasaan. Oleh
karena itu, sejak abad ke-10 dan seterusnya disebut sebagai periode
Disintegrasi (Perpecahan).Meskipun sejak abad ke-8 M, telah muncul
dinasti-dinasti kecil yang di luar kekuasaan Bani Abbas yang berpusat di
Bagdad, namun masa ini belum disebut periode disintegrasi.Hal itu
713

disebabkan karena tak ada di antara negara-negara kecil itu yang mengaku
khilafah islamiyah, pemerintahan pengganti kepemimpinan Rasulullah.
2) Periode Pertengahan bermula dari kejatuhan kota Bagdad (1258 M) sampai
timbulnya gerakan pembaharuan di Mesir pada tahun 1800 M. Secara
keseluruhan, periode ini dinilai sebagai masa-masa kemunduran umat
Islam, khususnya dalam rentangan waktu antara tahun 1258 - 1500 M dan
tahun 1700 - 1800 M. Oleh karena itu, kedua tahapan waktu ini dikenal
sebagai periode Kemunduran I dan II. Di antara kedua periode ini, terdapat
masa kemajuan yang disebut periode Kemajuan II, yaitu antara tahun 1500
- 1700 M. Masa ini disebut juga masa Kemajuan di Zaman Tiga Kerajaan
Besar (Turki Usmani, Mughal, dan Shafawi) karena sepanjang masa ini,
ketiga kerajaan itu berhasil mewujudkan kemajuan, terutama di bidang
politik dan militer.
Pada masa jayanya, Kerajaan Turki Usmani (1299 – 1924 M) menguasai
daratan Asia sebelah barat, Afrika bagian utara, dan Eropa bagian timur.
Kerajaan ini hancur setelah Perang Dunia I. Sementara itu, Dinasti Mughal
berkuasa di anak benua India sejak tahun 1526 – 1857 M. Negara ini
hancur setelah kekuatan Inggeris berpengaruh dan mendominasi India pada
pertengahan abad ke-19 M. Selanjutnya, Dinasti Shafawi berkuasa sejak
tahun 1501 sampai dengan 1722 M di wilayah yang sekarang menjadi
daerah kekuasaan negara Iran. Para penguasa negara ini dikenal beraliran
Syi’ah.Pada masa-masa jayanya, ketiga kerajaan ini telah memainkan
perannya masing-masing dalam membangun peradaban Islam.
3) Periode Moderen bermula dari gerakan pembaharuan yang dikembang-kan
di Mesir sejak pemerintahan Muhammad Ali melakukan berbagai langkah
untuk memajukan kembali umat Islam, yaitu setelah umat Islam menyadari
ketertinggalannya dibanding bangsa-bangsa Eropa, khususnya dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Gerakan pembaharuan di Mesir
dipandang sebagai titik awal zaman Moderen karena pengaruhnya yang
cukup luas dan berkesan bagi perkembangan dunia Islam pada masa-masa
714

sesudahnya. Periode ini ditandai dengan timbulnya berbagai gagasan dan


usaha untuk memajukan kembali umat Islam dalam berbagai lapangan
kehidupan.

1. Kemajuanperadaban Islam

Di atas telah dikemukakan bahwa peradaban Islam pernah maju. Umat


Islam berhasil membina dan mengembangkan peradaban yang unggul dalam
berbagai bidang. Secara singkat, kemajuan itu dapat digambarkan sebagai
berikut:
1.1. Kemajuan di Bidang Politik dan Militer

Sekarang, dunia Islam banyak dipengaruhi dan bergantung pada


kekuatan politik dan militer bangsa-bangsa non Muslim. Hal ini berbeda jauh
dengan kondisi umat Islam pada masa-masa yang lalu. Umat Islam pernah
memiliki kekuatan politik dan militer yang sangat besar dan berpengaruh.
Kemajuan umat Islam di bidang politik dan militer terlihat dengan jelas,
terutama, pada Periode Klasik awal dan pertengahan Periode Pertengahan.
Nabi Muhammad sebagai seorang Rasul Allah tidak hanya mewariskan
ajaran Islam dalam bentuk teori, tetapi beliau juga memberikan contoh
penerapan ajaran tersebut dalam kehidupan nyata, termasuk di dalamnya
menyangkut persoalan politik dan militer. Ketika wafat, beliau meninggalkan
bangsa Arab dalam keadaan bersatu dan hidup tertib dalam tatanan sebuah
negara. Wilayah kekuasaan negara yang ditinggalkan Nabi Muhammad
meliputi hampir seluruh Jazirah Arab. Setelah kepemimpinan beralih ke tangan
khulafa’ rasyidin, para pengganti yang cerdas, (11–41 H/632-661 M), terutama
di masa Umar bin Khattab, kekuatan politik dan militer umat Islam semakin
solid dan meningkat. Setelah khalifah pertama, Abu Bakar (11-13 H), berhasil
melakukan konsolidasi kekuatan internal, khalifah kedua, Umar bin Khattab
(13-23H), berhasil menghancurkan dominasi Kerajaan Byzantium di Timur
Tengah dan melenyapkan kekuasaan Kerajaan Parsi, dua kekuatan adikuasa di
715

masa-masa sebelumnya. Keberhasilan ini menunjukkan kemampuan para


pemimpin Muslim ketika itu dalam mengelola kehidupan politik dan
membangun kekuatan militer yang handal.
Kemajuan di bidang politik dan militer berlanjut pada masa-masa
berikutnya. Zaman keemasan Islam di bidang politik dan militer adalah di masa
kekuasaan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Hal itu dapat dilihat
pada kesatuan politk umat Islam dengan wilayah kekuasaan yang membentang
dari Semenanjung Iberia (Spanyo) dan Marokko di sebelah barat sampai ke
India dan perbatasan Cina di sebelah timur. Umat Islam di bawah satu
kepemimpinan, Bani Umayyah, mampu menguasai wilayah yang begitu luas.
(Sepanjang sejarah belum ada yang mampu menandingi Bani Umayyah dalam
hal ini. Di masa Bani Abbas, wilayah Islam yang begitu luas tidak lagi berada
di bawah satu kendali. Sampai saat ini, wilayah tersebut berada di bawah
kekuasaan belasan negara). Berbagai masalah dan tantangan internal dapat
diatasi dan dikelola dengan baik, khususnya di masa kepemimpinan Abd al-
Malik bin Marwan (65-86 H/685-705 M) dan Walid bin Abd al-Malik (86-
96H/705-715 M). Di sisi lain, militer yang kuat mampu melindungi negara dari
berbagai upaya intervensi negara lain. Negara Islam ketika itu menjadi negara
adikuasa yang disegani, bahkan ditakuti.

1.2. Kemajuan di Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Islam adalah agama yang sangat mendorong umatnya untuk mencari dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dalam berbagai cabangnya. Hidup dunia
tidak akan dapat dijalani dengan benar dan baik tanpa pengetahuan yang
memadai. Pengetahuan merupakan cahaya yang dapat menerangi dan
membimbing hidup seseorang. Bertolak dari pandangan akan pentingnya ilmu
pengetahuan bagi kehidupan manusia, umat Islam di zaman Klasik telah
berhasil mengembangkan berbagai cabang pengetahuan, mulai dari ilmu-ilmu
keagamaan, filsafat, teologi, hukum, sampai ilmu-ilmu ekonomi, kedokteran,
matematika, ilmu-ilmu alam, sosiologi, geografi, psikologi, dan lain. Warisan
716

intelektual umat Islam klasik juga meliputi ilmu-ilmu bahasa, pertanian, dan
seni.
Kemajuan peradaban Islam dalam bidang ilmu pengetahuan terjadi pada
masa kekhalifahan Bani Abbas (750-1258 M). Akan tetapi, perlu dicatat bahwa
kemajuan di bidang ini bukanlah karya Bani Abbas semata. Banyak kerajaan
kecil yang muncul ketika itu yang berjasa dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Di antaranya ialah Bani Umayyah di Spanyol (756-
1032 M), Daulah Fathimiah di Mesir (pendiri Universitas al-Azhar), Dinasti
Bani Aghlab di Sycilia (di selatan Italia), Dinasti Ayyubiah di Mesir, Daulah
Buwaihi di Irak, dll.
Abad ke-8 sampai ke-12 merupakan zaman kejayaan Islam. Pada masa ini,
umat Islam mengembangkan suatu kehausan yang besar akan ilmu
pengetahuan, suatu kerinduan akan ilmu yang tidak pernah ada sebelumnya
dalam sejarah. Peradaban Islam ketika itu mencapai puncaknya, dan kaum
Muslim menjadi para pemimpin pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan.
Dalam bidang-bidang ilmu alam mereka mencapai kemajuan yang mencolok
dan mencatat keberhasilan yang luar biasa. Pusat-pusat kajian dalam berbagai
bentuknya muncul di mana-mana. Berbagai karya monumental, yang
berpengaruh sampai berabad-abad kemudian, dihasilkan pada masa ini.

1.3. Kemajuan di Bidang Ekonomi

Kejayaan di bidang politik, militer, serta ilmu pengetahuan dan teknologi


tidak mungkin diwujudkan tanpa dukungan kekuatan ekonomi yang
memadai.Ketika berada pada puncak kejayaannya, berbagai sumber ekonomi
yang penting-penting berada di bawah kekuasaanumat Islam. Daerah pertanian
yang subur dan kaya dengan sumber daya alamnya seperti Mesir, Irak dan Iran
(lembah Mesopotamia), sampai ke Asia Tengah dan Spanyol, semuanya
dikuasai oleh pemerintahan Islam. Begitu juga hampir semua jalur
perdagangan utama antara dunia sebelah timur (India, Cina, dan Kepulauan
717

Nusantara) dengan bagian dunia sebelah barat (Afrika Utara dan Eropa) berada
di bawah kekuasaan Islam.
Sumber kekayaan yang berlimpah dikelola dengan sistem perekonomian
yang baik sehingga pembiayaan untuk pejabat negara dan militer tersedia, serta
berbagai kebijakan untuk pembangunan dapat dilaksanakan.

2. Faktor-Faktor Pendukung Kemajuan

Kemajuan suatu bangsa tentu saja akan wujud bila didukung oleh berbagai
faktor. Umat Islam pada masa lalu berhasil mencapai kemajuan yang
membanggakan bukanlah anugerah yang jatuh begitu saja dari langit.Ia
merupakan buah dari usaha dan kerja keras berbagai pihak yang terlibat di
dalamnya. Dengan memperhatikan perjalanan sejarah yang sering berulang,
dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor pendukung kemajuan umat Islam pada
masa-masa lampau sbb.:
a. Kemampuan dan semangat para pemimpin dalam menjalankan amanah yang
dibebankan kepadanya. Di antara pemimpin umat yang berjasa besar dalam
kemajuan Islam setelah Nabi Muhammad saw adalah para khulafa’ rasyidin, lalu
Muawiyah bin Abi Sufyan, Marwan bin Hakam, Abdul Malik bin Marwan, Walid
bin Abdul Malik, dan Umar bin Abdul Aziz, semua dari Bani Umayyah, kemudian
Abu Ja`far al-Mansur, Harun al-Rasyid, al-Makmun dari Bani Abbas, Abd al-
Rahman al-Nashir, pemimpin Bani Umayyah dan lain-lain di Spanyol, sampai
Sulaiman al-Qanuni di Turki Usmani dan Sultan Akbar di Dinasti Mughal (India).
Berbagai kebijakan dan usaha yang mereka lakukan telah menghasilkan berbagai
karya monumental yang sangat berharga bagi peradaban dunia. Di samping
kemampuan dan semangat yang tinggi, di antara mereka juga terkenal sikap
toleransinya. Misalnya, Umar bin Khattab sangat toleran terhadap masyarakat
Kristen di Syria dan Mesir ketika ketika kedua daerah ini ditaklukkan. Meskipun
mereka kalah telak dalam perang menghadapi pasukan Muslim, namun
keberadaan mereka tetap dibiarkan. Begitu juga toleransi yang dikembangkan
oleh pemimpin Islam di Spanyol terhadap penduduk yang beragama Yahudi. Hal
718

yang sama juga terjadi pada Sultan Akbar (abad ke-17), penguasa Dinasti Mughal
di India.

Sebagian di antara mereka tidak hanya tertarik pada urusan politik dan
kekuasaan, tetapi juga sangat besar perhatiannya pada pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta upaya-upaya yang dapat menciptakan
kesejahteraan masyarakat. Mereka tidak ragu-ragu mengalokasikan dana
yang besar untuk kepentingan pembangunan, baik fisik maupun non fisik.
Abdul Malik bin Marwan terkenal dengan kebijakannya untuk
menggunakan Bahasa Arab sebagai upaya menyatukan umat Islam, Umar
bin Abdul Aziz dikenal sebagai tokoh yang berjasa dalam menyelamatkan
hadis Nabi. Sementara Abu Ja`far al-Mansur membangun kota Bagdad
sebagai salah pusat peradaban umat Islam, Harun al-Rasyid dan al-
Makmun sangat besar jasanya dalam mendorong pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
b. Tersedianya sarana prasarana untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta tersedianya ruang untuk berpikir bebas. Pemimpin yang punya
kemampuan memimpin dan semangat yang tinggi untuk membangun senantiasa
memfasilitasi dan membuka peluang bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta
kreatifitas untuk membangun.
c. Kegigihan dan ketekunan para ulama dan ilmuwan. Motivasi para ulama dan
ilmuwan dalam mengembangkan ilmu untuk menjawab segala persoalan yang
mereka hadapi sangat luar biasa. Agaknya, tidak salah bila dikatakan bahwa
mereka mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam semangat ibadah.
Oleh karena itu, mereka sangat gigih dan tekun dalam melaksanakannya,
walaupun banyak di antara mereka hidup dalam kesederhanaan. Di samping gigih
dan tekun, mereka juga sangat berani berpendapat tetapi toleran dalam
menyikapi perbedaan. Mereka tidak ragu-ragu belajar dari orang-orang non
Muslim. Mereka juga tak segan-segan berpendapat meskipun berbeda dengan
pendapat gurunya. Dalam bidang ilmu-ilmu keagamaan, pemikiran yang mereka
hasilkan seribu tahun yang lalu masih menjadi rujukan sampai saat ini.
719

d. Faktor ekonomi merupakan unsur yang juga sangat penting. Seperti


dikemukakan di atas, kemajuan dalam berbagai bidang hanya mungkin
diwujudkan dengan dukungan ekonomi yang kuat. Pembangunan kekuatan
politik dan militer yang begitu besar butuh dana yang tidak sedikit.
Pembangunan proyek-proyek ilmu pengetahuan dan teknologi memerlukan
biaya yang sangat banyak. Ketika dana mendukung, para penguasa punya
kebijakan dan pandangan yang maju, maka lahirlah karya-karya
monumental dalam berbagai bentuknya. Al-Makmun sebagai khalifah Bani
Abbas, misalnya, mengalokasikan dan mengeluarkan yang sangat banyak
untuk penterjemahan karya-karya warisan Yunani ke dalam bahasa Arab.
e. Persaingan antar kelompok atau mungkin lebih tepat disebut perlombaan
dalam kebaikan. Perpecahan di kalangan umat Islam, di satu sisi,
mengisyaratkan kelemahan dan pada akhirnya membawa kehancuran,
namun di sisi lain, ia juga mendorong masing-masing kelompok untuk
melakukan yang terbaik. Seandainya kekuasaan Islam hanya terpusat di
Damaskus atau Bagdad saja, boleh jadi Mesir, Marokko, Spanyol, Sycilia,
India, dll. tidak akan tumbuh dan berkembang seperti yang kita saksikan
hari ini. Perguruan al-Azhar lahir sebagai manifestasi persaingan antara
penganut paham Syi`ah dengan Ahl al-Sunnah. Peradaban Islam di Spanyol
berkembang karena para pemimpin Bani Umayyah, kemudian dilanjutkan
oleh raja-raja muluk al-thawa’if, ingin menandingi penguasa Bani Abbas di
Bagdad dan para pemimpin Islam di kawasan lainnya.

3. Kemunduran Umat Islam

Seperti digambarkan di atas, masa kemunduran umat Islam terjadi pada


Periode Pertengahan (1250 – 1800 M).Kemunduran tampak pada dua tahap,
yaitu Kemunduran I (1250 – 1500 M) dan Kemunduran II (1700 – 1800
M).Masa di antara dua kemunduran ini (1500 – 1700M) dikenal sebagai Masa
Kemajuan II, yaitu kemajuan di bawah tiga kerajaan besar.
720

Kejatuhan kota Bagdad ke tangan pasukan Mongol di bawah komando


Hulagu Khan pada 1258 M dipandang sebagai titik awal kemunduran umat
Islam.Secara politik, keberhasilan pasukan Mongol menghacurkan Bagdad
mengakibatkan hilangnya simbol kesatuan umat Islam yang selama ini
dipegang oleh Bani Abbas, yaitu Khilafah Islamiah.Sementara dua khilafah
islamiah lainnya sudah hancur lebih dahulu. Kekuatan politik umat Islam
berantakan dan wilayah kekuasaannya tercabik-cabik menjadi kerajaan-
kerajaan kecil yang saling menyerang.
Salah satu kerajaan Islam yang muncul pada saat itu adalah Dinasti
Mamluk di Mesir. Kerajaan ini berdiri beberapa tahun menjelang Bagdad
diserang oleh pasukan Mongol, yaitu pada tahun 1250 M. Selama
pemerintahan Mamluk (1250 – 1517 M), umat Islam berada pada masa
kemunduran pertama. Secara politik pada waktu itu tidak ada kekuasaan yang
diakui sebagai pemersatu umat Islam.Meskipun simbol-simbol kekhalifahan
Bani Abbas dibawa ke Mesir dan dikuasai Mamluk, tetapi keberadaan mereka
sebagai pemimpin dunia Islam tidak efektif.
Keadaan politik umat Islam kembali mengalami kemajuan setelah muncul,
dalam waktu yang hampir bersamaan, tiga kerajaan besar, yaitu Turki Usmani
(1299 – 1924 M), Mughal (1526 – 1857 M), dan Shafawi (1501 – 1722
M).Walaupun Turki Usmani sudah muncul sejak akhir abad ke-13 M, namun
pada mulanya hanyalah kerajaan kecil yang berkuasa di sekitar Asia Kecil.
Baru di penghujung abad ke-15 M, kerajaan ini bangkit dan pada tahun 1517 M
berhasil mengalahkan Mamluk, serta mengambil simbol-simbol kekhalifahan
dari mereka. Pada masa-masa selanjutnya, dunia Islam mengakui Kesultanan
Turki Usmani sebagai khilafah Islamiah.Keadaan ini berlanjut sampai pada
akhirnya, Mustafa Kemal Attaturk menghapus jabatan ini.Itu sebabnya
sebagian umat Islam kecewa dengan Mustafa Kemal karena ia dipandang
sebagai orang yang bertanggung jawab atas hilangnya kepemimpinan umat
Islam sedunia.
721

Kemunduran di bidang politik pada zaman pertengahan, secara langsung,


juga disertai oleh kemunduran di bidang militer dan ekonomi. Kepemimpinan
yang tidak efektif tentu tidak akan mampu mengendalikan kekuatan militer
yang handal. Begitu pula, ia tidak akan bisa mengelola sektor ekonomi yang
dibutuhkan. Pada Periode Kemunduran II, sebagian besar wilayah umat Islam
berada di bawah pengaruh dan jajahan bangsa-bangsa Eropa. Hal itu
mengakibatkan sumber-sumber perekonomian penting yang selama ini berada
di bawah kendali kekuatan politik Islam kemudian dikuasai oleh bangsa-
bangsa Eropa.
Lebih dari itu, perhatian terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta pemikiran-pemikiran kreatif juga menurun drastis.Di bidang
ilmu-ilmu keagamaan, umat Islam merasa cukup dengan bertaqlid kepada
imam-imam besar yang lahir di zaman klasik.Kalaupun ada ijtihad, maka
ijtihad yang dilakukan terbatas dalam ijtihad fi al-madzhab, berfikir dalam
batas-batas madzhab tertentu dan tidak berani keluar dari batasan itu.Filsafat
dijauhi karena dipandang menyesatkan.Lebih dari itu, pengembangan sains
sudah sangat terabaikan. Kondisi seperti menyelimuti kelompok mayoritas,
yaitu pengikut sunni.
Ketika umat Islam berada dalam kemunduran, bangsa-bangsa Eropa secara
pelan tapi pasti menapaki tangga kemajuan.Belajar dari teori-teori yang
sesungguhnya dikembangkan oleh ilmuwan-ilmuwan Muslim, mereka
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi moderen.Eropa maju dan
umat Islam tertinggal.Keunggulan bangsa-bangsa Eropa dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi mengantarkan mereka menguasai ekonomi, politik,
dan militer.Pada akhirnya, sepanjang abad ke-17 sampai abad ke-20 M, hampir
seluruh daerah Islam mereka kuasai.

4. Faktor-faktor Penyebab Kemunduran


Kemunduran yang dialami oleh umat Islam pada Periode Pertengahan
disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya:
722

a. Kelemahan para pemimpin. Peranan pemimpin dalam suatu masyarakat tak


dapat disepelekan. Jika pemimpinnya kuat, segala sesuatunya dapat
dikendalikan. Sebaliknya, bila pemimpinnya lemah, masyarakatnya akan
kacau.
b. Sistem Pemerintahan. Munculnya pemimpin yang lemah dalam masyarakat
Islam tidak dapat dilepaskan dari penerapan sistem monarchi sejak
kekuasaan diambil alih oleh Bani Umayyah. Sering terjadi, bahwa orang-
orang yang berhak menjadi pengganti khalifah bukanlah orang-orang yang
kompeten. Sepanjang sejarahnya, umat Islam sering dipimpin oleh orang-
orang yang tidak memenuhi syarat. Mereka tak mampu mengelola
pemerintahan sebagaimana mestinya.
c. Perpecahan di kalangan pemimpin dan masyarakat. Dalam banyak kasus,
umat Islam hancur karena antara satu kelompok dengan kelompok lainnya
saling menyerang dan saling menjatuhkan. Hal itu juga diperparah oleh
persaingan di antara kerabat istana. Terjadi perebutan kekuasaan di antara
putra-putra khalifah, sultan, atau amir.
d. Hilangnya ulama dan ilmuwan yang kompeten dan berani dalam
mengemukakan pendapat. Di kalangan ulama, berkembang sikap taqlid
kepada pendapat ulama terdahulu. Keberanian dan kreatifitas mereka
memudar. Ilmuwan di bidang sains dan teknologi menghilang. Tak muncul
generasi penerus dan pengembang berbagai warisan masa lalu. Justru sains
dan teknologi yang dulu dikembangkan oleh ilmuwan dan cendekiawan
Muslim diambil alih dan dikembangkan oleh bangsa-bangsa Eropa. Hal itu,
antara lain, juga disebabkan oleh berubahnya pandangan umat Islam
terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan. Mereka lebih mementingkan ilmu-
ilmu keagamaan.
e. Kesulitan ekonomi. Terpecahnya kekuatan politik umat Islam
menyebabkan pengelolaan ekonomi menjadi berantakan. Pengelolaan
sumber-sumber ekonomi tidak dapat lagi dilakukan, baik karena kekalahan
723

di bidang politik dan militer, maupun karena kelemahan di bidang ilmu


pengetahuan dan teknologi.

Kemunduran umat Islam semakin terasa ketika para kompetitor terutama dari
Eropa mulai bangkit dan mencapai kemajuan dalam berbagai bidang. Mereka
berhasil melanjutkan dan mengembangkan berbagai temuan dan rintisan yang
sudah dilakukan oleh ilmuwan Muslim pada masa-masa sebelumnya.

5. Perkembangan Islam di dunia modern

Dalam beberapa dekade terakhir, terjadi hal yang menarik berkenaa


dengan perkembangan Islam. Ketika kondisi umat Islam dilanda berbagai
persoalan, Islam justru semakin menarik bagi banyak orang, semakin banyak
orang yang melakukan konversi kepada Islam. Islam berkembang dengan pesat
di daerah-daerah yang selama ini bukan “wilayah Islam”.
Meskipun Islam dihujat di mana-mana, apalagi setelah peristiwa 11
September 2001, namun sesuatu yang “aneh” terjadi. Justru Islam bukan
dibenci, malah semakin dicari. Banyak orang semakin tertarik untuk
mempelajari Islam, lalu memeluknya. Hal itu terjadi di mana-mana, terutama
di daerah-daerah sumber hujatan dan kritik itu sendiri, seperti di berbagai
negara Eropadan Amerika. Melihat tren perkembangan Islam di Eropa dalam
beberapa waktu terakhir, para analis bahkan memprediksi bahwa dalam 10
tahun ke depan, penganut Islam di Inggeris akan menjadi mayoritas, sementara
Kristen menjadi minoritas. Dr. Fraser Watts, seorang teolog dari Cambridge,
mengatakan bahwa sangat mungkin umat Kristen dalam dekade berikut akan
menjadi minoritas.
Menurut catatan statistik pada tahun 1973, penduduk dunia yang
beragama Islam hanya berjumlah sekitar 500 juta orang. Kini, 40 tahun
kemudian, tercatat lebih dari 1,5 miliyar orang yang menganut Islam.
Pertambahan ini bukan hanya disebabkankelahiran anak-anak dari keluarga
724

Muslim, melainkan karena terjadinya proses konversi, perpindahan agama,


penganut agama lain menjadi Muslim.
Perkembangan Islam di masa-masa lalu, pada Periode Klasik dan Zaman
Pertengahan, sering berkaitan dengan kemenangan dan keunggulan umat Islam
di berbagai lapangan. Adalah suatu hal yang normal, bila yang unggul dan
menang ditiru dan diikuti oleh yang lemah. Namun, pada saat ini, kondisinya
berbeda sama sekali. Sekarang, umat Islam masih berada dalam kondisi lemah
dan tertinggal di berbagai lapangan kehidupan. Sulit mencari kekuatan politik
umat Islam saat ini yang betul-betul mandiri. Begitu pula, dalam bidang-bidang
ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, umat Islam sangat bergantung pada
kekuatan lain. Justru itu, pertumbuhan penduduk Muslim yang begitu pesat
pada masa sekarang dipandang sebagai sesuatu yang luar biasa.
Penelitian terkait juga mengungkap bahwa seiring dengan terus
meningkatnya jumlah Muslim di Eropa, terdapat kesadaran yang semakin besar
dalam menjalankan agama di kalangan para mahasiswa. Menurut survei yang
dilakukan oleh surat kabar Prancis Le Monde di bulan Oktober 2001,
dibandingkan data yang dikumpulkan di tahun 1994, banyak kaum Muslims
terus melaksanakan sholat, pergi ke mesjid, dan berpuasa. Kesadaran ini
terlihat lebih menonjol di kalangan mahasiswa universitas.Dalam sebuah
laporan yang didasarkan pada media masa asing di tahun 1999, majalah Turki
Aktüel menyatakan, para peneliti Barat memperkirakan dalam 50 tahun ke
depan Eropa akan menjadi salah satu pusat utama perkembangan Islam.

6. Pusat-pusat Perkembangan

Pada masa sekarang, di hampir seluruh penjuru dunia, Islam berkembang.


Pusat kegiatan Islam tidak lagi terbatas pada “daerah-daerah tradisional” yang
membentang dari Marokko sampai ke Kepulauan Nusantara. Di berbagai
negara Eropa, Islam tumbuh dan berkembang dengan pesat. Islam merupakan
agama yang paling cepat perkembangannya saat ini di Eropa dan Amerika.
Islam kini makin mendapat tempat di hati masyarakat Eropa dan Amerika.
725

Keadaan itu, bahkan, telah menimbulkan kecemasan di kalangan tokoh-


tokoh Kristen. Majalah Time Out terbitan London dalam nomor terbarunya
mencetak covernya dengan bahasa Arab dengan nada tanya, Apakah masa
depan London di tangan Islam? Isinya sendiri menunjukkan
ketidaksetujuannya dengan pertambahan jumlah penduduk muslim di negara
ini. Gordon Thomson Pimred majalah ini berusaha memberikan alasan
mengapa ia memilih tema ini. Menurutnya Islam salah satu agama terbesar di
dunia. Dan di antara kelompok minoritas di ibu kota Inggris, kaum muslimin
punya tingkat pertambahan penduduk paling tinggi. Oleh karena itu, perlu
menggerakkan kalangan non muslim untuk menghadapi kaum muslimin. Ia
memberikan data bahwa pada tahun 2001 jumlah penduduk muslim di London
adalah 607 ribu, saat ini lebih dari 1 juta setengah penduduk London adalah
muslim dari berbagai ras dan dari negara-negara yang beragam.
Perkembangan Islam di Prancis juga sangat pesat. Dalam kurun waktu
setahun sebanyak 3.600 orang Prancis memeluk agama Islam. Perkembangan
ini menjadi perhatian kaum non-Islam di Prancis belakangan ini. Pimpinan
Departemen Agama Prancis Didier Yeshi menjelaskan, dalam waktu sehari
tercatat 10 orang memeluk agama Islam. Dan, dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir tercatat 60 ribu orang masuk Islam.
Hasil studi yang dirilis akhir tahun lalu ini juga menemukan bahwa Eropa
memiliki sedikitnya 38 juta Muslim yang membentuk lima persen dari total
populasi benua tersebut. Sebagian besar terkonsentrasi di Eropa Tengah dan
Timur. Rusia memiliki lebih dari 16 juta Muslim, dan terbesar di Eropa.
Menurut studi tersebut, Jerman memiliki pemeluk Muslim sebanyak 4,5 juta,
Prancis sebesar 3,5 juta jiwa, Inggris sekitar dua juta orang, dan Italia sebanyak
1,3 juta jiwa. Sisanya tersebar di beberapa negara Eropa lainnya seperti
Portugal, Swedia, Belanda, Swiss, Belgia, dan lainnya. Namun demikian,
jumlah ini diperkirakan bertambah lagi. Sebab, sebuah hasil studi di Rusia
menyebutkan, jumlah pemeluk Islam di negara Beruang Merah tersebut
mencapai 25 juta jiwa dari total populasi yang mencapai 145 juta jiwa.
726

Di Amerika pun, Islam berkembang dengan cepat, baik di Amerika utara


maupun tengah dan selatan. Dari hasil suatu penelitian diketahui bahwa
hampir 46 juta Muslim berada di benua Amerika. Di negara super power,
Amerika Serikat, agama Islam dipeluk oleh sekitar 2,5 juta orang. Sementara
itu, di Kanada jumlah pemeluk Islam mencapai 700 ribu orang. Tak jauh
berbeda dengan Argentina. Umat Islam di negara Tango itu mencapai 800 ribu
orang, dan merupakan pemeluk Islam terbesar di Amerika Selatan. Sementara
itu, di Suriname, pemeluk Islam mencapai 16 persen dari total penduduknya,
dan menjadi populasi Muslim terbesar di benua Amerika.

7. Faktor-faktor Pendukung Perkembangan

Hal yang menarik dalam perkembangan Islam moderen adalah faktor-


faktor yang membuat orang tertarik untuk menganut Islam itu sendiri. Mereka
menganut Islam bukan karena pengaruh penguasa atau keunggulan masyarakat
Muslim dalam lapangan tertentu. Seperti disinggung di atas, pada saat ini, umat
Islam masih berada dalam kondisi yang lemah dan serba kekurangan dalam
segala hal. Oleh karena itu, ketertarikan bangsa-bangsa Eropa dan Amerika
saat ini dengan Islam bukan karena “keteladanan” umat Islam.
Bangsa-bangsa barat tertarik justru dengan “ajaran Islam” itu sendiri.
Perpindahan agama ke Islam dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Pola kehidupan bangsa-bangsa barat yang materialistik telah
melahirkan kegersangan dalam hidup mereka. Mereka menyadari
bahwa ada yang hilang pada diri mereka. Lalu muncullah usaha-usaha
untuk memenuhi kebutuhan batin yang berada dalam kehampaan itu.
b. Serangan yang bertubi-tubi, tetapi salah dan tak proporsional, terhadap
Islam, justru mendorong banyak orang untuk mengenal dan mengkaji
Islam lebih jauh. Sejak dulu, Islam dihujat di Eropa dan Amerika.
Kesan-kesan negatif dan kebencian terhadap Islam dikembangkan
dalam masyarakat. Dorongan itu semakin menguat sejak peristiwa 11
September 2001 di Amerika Serikat. Dimunculkan kesan bahwa umat
727

Islam adalah teroris dan Islam adalah agama yang mengajarkan prilaku
teror.
c. Hasil kajian banyak orang terhadap ajaran Islam, malah membuat
mereka semakin tertarik dengan Islam. Tuduhan yang dihadapkan
kepada Islam selama ini mereka bantah dengan menjadikan Islam
sebagai anutan mereka.

Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa dalam beberapa dekade terakhir


ini, banyak orang di berbagai belahan bumi ini berpindah atau menganut agama
Islam bukan karena “umat” Islam yang unggul, tetapi karena “ajaran” Islam
yang dinilai benar dan unggul. Di sisi lain, terlihat pula bahwa Islam semakin
dihujat malah semakin menarik karena semakin terbuka kebenarannya.
728

Materi 7
Penyelenggaraan Jenazah

Islam menganjurkan umatnya agar selalu ingat akan mati, Islam juga
menganjurkan umatnya untuk mengunjungi orang yang sedang sakit,
menghibur dan mendoakannya. Apabila seseorang telah meninggal dunia,
hendaklah seorang dari mahramnya yang paling dekat dan sama jenis
kelaminnya melakukan kewajiban yang mesti dilakukan terhadap jenazah,
yaitu memandikan, mengkafani, mensholatkan, dan menguburkannya.

Menyelenggarakan jenazah yaitu sejak dari menyiapkannya,


memandikannya, mengkafaninya, mensholatkannya, membawanya ke kubur
sampai kepada menguburkannya adalah perintah agama yang ditujukan kepada
kaum muslimin. Apabila perintah itu telah dikerjakan oleh sebagian mereka
sebagaimana mestinya, maka kewajiban melaksanakan perintah itu berarti
sudah terbayar. Kewajiban yang demikian sifatnya dalam istilah agama
dinamakan fardhu kifayah.

Karena semua amal ibadah harus dikerjakan dengan ilmu, maka


mempelajari ilmu tentang peraturan-peraturan di sekitar penyelengaraan
jenazah itupun merupakan fardhu kifayah juga. Akan berdosalah seluruh
anggota sesuatu kelompok kaum muslimin apabila dalam kelompok tersebut
tidak terdapat orang yang berilmu cukup untuk melaksanakan fardhu kifayah di
sekitar penyelenggaraan jenazah itu.

Oleh karena itu, dalam pembahasan makalah selanjutnya akan


dipaparkan secara terperinci insya Allah tentang penyelenggaraan jenazah. Di
dalam makalah ini akan dijelaskan hal-hal yang dikerjakan dalam
penyelenggaraan jenazah dan juga doa-doa yang diucapkan dari pemandian
hingga pemakaman.
729

Seorang muslim hendaknya senantiasa mempersiapkan diri untuk


menyongsong kematian dengan memperbanyak amal shalih dan menjauhkan
diri dari perkara haram. Apabila seorang muslim telah dipastikan meninggal,
maka wajib bagi orang yang berada di dekatnya untuk melakukan beberapa hal
Menutup kedua mata si mayit.

“Sesungguhnya pandangan mata akan mengikuti ruh saat keluar (dari


jasad).” (HR. Muslim)

Melemaskan seluruh persendian si mayit agar tidak mengeras, serta


meletakkan, sesuatu di atas perutnya agar tidak mengembung. Menutup sekujur
jasad si mayit dengan kain

“Aisyah ra berkata, “Ketika Rasulullah saw wafat, jenazah beliau ditutupi


dengan kain yang bercorak.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Menyegerakan penyelenggaraan jenazahnya, shalat dan penguburan. Islam


telah mengingatkan kita semua bahwa setiap insan yang bernyawa pasti
mengalami kematian. Allah SWT telah berfirman :

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada


hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari
neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah
beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang
memperdayakan” ( Q.S. Ali-‘Imran :185)

Tata cara pengurusan jenazah

a) Menghadapi orang sakit / sekaratul maut


b) Tajhizul Jenazah (Merawat Mayit)
c) Memandikan jenazah
d) Mengkafani jenazah
e) Menshalatkan jenazah
f) Mengubur jenazah
g) Takziah dan ziarah kubur
730

1. Menghadapi Orang Sakit (Sakaratul Maut)

Apabila kita mendengar berita tentang saudara kita muslim dalam keadaan
sakit maka kita disunatkan untuk menjenguknya sebagai mana hadis riwayat
Bukhari dan Muslim

‫سو ُل هللاِ صلعم قَا َل‬


ُ ‫ ا َِّن َر‬: ‫ َع ْن ا َ ِبى ه َُري َْرة َ رض قَا َل‬:

‫ع ْال َجنَائِ ِز‬ ِ ‫ ََو ِعَيَادَة ُ ْال َم ِر‬, ‫سَالَ ِِم‬


ُ ‫ ََواتِبَا‬, ‫ض‬ ٌ ‫ َح ُّق ْال ُم ْس ِل ِم َعلَى ْال ُم ْس ِل ِم َخ ْم‬,
َّ ‫ َردُّال‬: ‫س‬

ِ ‫ ََوت َ ْش ِمَيْتُ ْال َع‬, ِ‫ََواِ َجابَةُ الدُّع َْوة‬


‫ رَواه البخارى َومسلم‬/ ‫اط ِس‬

Artinya : Abu Hurairah menerangkan : Bahwa Rasulullah s a w bersabda : Hak


orang muslim atas orang muslim lainnya ada lima : menjawab salam ,
mengunjungi orang sakit, mengantar jenazah , memenuhi undangan dan
mentasymit ( mendoa ‘akan ) orang bersin .

Beberapa hal yang sebaiknya dilakukan orang yang sakit (Muhtadlir/Orang


sekarat pati) :

a. Menghibur dengan membesarkan hatinya


b. Meminta agar tetap bersabar
c. Membaringkan muhtadlir pada lambung sebelah kanan dan
menghadapkannya ke arah qiblat. Jika tidak memungkinkan semisal karena
tempatnya terlalu sempit atau ada semacam gangguan pada lambung
kanannya, maka ia dibaringkan pada lambung sebelah kiri, dan bila masih
tidak memungkinkan, maka diterlentangkan menghadap kiblat dengan
memberi ganjalan di bawah kepala agar wajahnya bisa menghadap qiblat.
d. Membaca surat Yasin dengan suara agak keras, dan surat Ar Ra’du dengan
suara pelan. Faedahnya adalah untuk mempermudah keluarnya ruh. Nabi
saw. bersabda: . (‫ )رَواه أبو داَود‬.‫اِ ْق َر ُؤاْ ٰيس َعلَى َم ْو ٰتا ُك ْم‬

“Bacakanlah surat yasin atas orang-orang (yang akan) mati kalian”. (HR.
Abu Dawud)

Bila tidak bisa membaca keduanya, maka cukup membaca surat Yasin saja.
731

e. Mentalqin kalimat tahlil dengan santun, tanpa ada kesan memaksa. Nabi
Muhammad saw. bersabda: ‫ )رَواه‬.ُ‫)مسلم لَ ِقنُ ْوا َم ْوتَا ُك ْم الَ إِ ٰلهَ إِالَّ هللا‬

“Tuntunlah orang (yang akan) mati diantara kamu dengan ucapan laailaha
illallah”. (HR. Muslim)

‫ )رَواه الحاكم‬.َ‫آخ ُر َكَالَ ِم ِه الَ ِإ ٰلهَ إالَّ هللاُ دَ َخ َل ْال َجنَّة‬


ِ َ‫) َم ْن َكان‬

“Barangsiapa ucapan terakhirnya kalimat laailaha illallah, maka ia akan


masuk surga”. (HR. Hakim)

Dalam mentalqin, pentalqin (mulaqqin) tidak perlu menambah kata,


kecuali muhtadlir (orang yang akan mati) bukan seorang mukmin, dan ada
harapan akan masuk Islam. Talqin tidak perlu diulang kembali
jika muhtadlir telah mampu mengucapkannya, selama ia tidak berbicara
lagi. Sebab, tujuan talqin adalah agar kalimattahlil menjadi penutup kata
yang terucap dari mulutnya.

f. Memberi minum apabila melihat bahwa ia menginginkannya. Sebab dalam


kondisi seperti ini, bisa saja syaitan menawarkan minuman yang akan
ditukar dengan keimanannya.

g. Orang yang menunggu tidak diperbolehkan membicarakan kejelekannya,


sebab malaikat akan mengamini perkataan mereka.

2. Sikap Seorang Muslim jika ada Muslim Lain yang Baru Saja Meninggal :

a. Hendaklah kita mengucapkan Innalillahi Wa Inna Ilaihi Raajiun.

b. Menutup (memejamkan) matanya.

c. Menutup mulutnya, yaitu dengan mengikat dagu dan kepalanya.

d. Qiamkan tangannya.
732

e. Luruskan kakinya lalu ikat kedua ibu jari kakinya.

f. Letakkan ketempat yang tinggi dan Hadapkan ke Qiblat.

g. Menutup badannya dengan kain agar auratnya tidak terlihat.


Diperbolehkan menciumnya sebagai tanda berduka cita.
Membayarkan hutangnya.

“Dari Abu Hurairah,Rasulullah saw. bersabda: “Diri orang mukmin itu


tergantung (tidak sampai ke hadirat Allah) karena utangnya,hingga
utang itu dibayar.” (H.R. at- Tirmidzi)

h. Memberi tahu keluarga, kerabat, dan teman-temannya agar mereka


segera mengurus, mendoakan dan menshalatkannya.
i. Tidak melukainya, sebagaimana tidak melukai badan orang yang masih
hidup.
j. Tidak mencelanya.

Untuk menghadapi kematian biasanya orang merasa tidak siap dengan berbagai
alasan yang dibuatnya, antara lain:

a. Merasa masih sedikit amalnya

b. Merasa dosanya masih banyak

c. Anak-anaknya masih kecil, dan lain-lain

Apapun alasan yang dikemukakan apabila sudah datang waktu kematian,


maka kematian itu akan tiba juga , sebagaimana firman Allah dalam QS
Yunus : 49

Artinya: “Katakanlah: “Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan


dan tidak (pula) kemanfa’atan kepada diriku, melainkan apa yang
dikehendaki Allah. Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang
ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun
dan tidak (pula) mendahulukan (nya).” (QS.Yunus :49)
733

d. Haram melakukan perbuatan niyahah ( meratap ) ketika ada musibah


kematian , adapun yang termasuk niyahah yaitu :

َّ ‫ اَل‬: Wanita yang menangis menjerit – jerit ketika kena musibah kematian
a. ‫صا ِلقَ ِة‬

b. ‫ اَ ْل َحا ِلقَ ِة‬:Wanita yang mencukur atau mengacak – acak rambut ketika kena
musibah kematian

c. ‫شاقَّ ِة‬
َّ َ‫ ا‬: Wanita yang merobek – robek baju ketika kena musibah kematian

2. Tajhizul Jenazah (Merawat Mayit)

Tajhizul jenazah adalah merawat atau mengurus seseorang yang telah


meninggal. Perawatan di sini berhukum fardlu kifayah, kecuali bila hanya
terdapat satu orang saja, maka hukumnya fardlu ‘ain.

Hal-hal yang harus dilakukan saat merawat jenazah sebenarnya meliputi


lima hal,yaitu:

a. Memandikan
b. Mengkafani
c. Menshalatkan
d. Memakamkan
e. Takziah dan ziarah kubur

Dari keempat hal yang diwajibkan di atas, pada taraf praktek terdapat beberapa
pemilahan sebagai berikut:

a. Orang Muslim

1) Muslim yang bukan syahid. Kewajiban yang harus dilakukan adalah


Memandikan, Mengkafani, Menshalati, Memakamkan.
734

2) Muslimyang syahid dunia atau syahid dunia-akhirat, mayatnya haram


dimandikan dan dishalati, sehingga kewajiban merawatnya hanya meliputi:
Menyempurnakan kafannya jika pakaian yang dipakainya tidak cukup untuk
menutup seluruh tubuhnya, Memakamkan.

3) Bayi yang terlahir sebelum usia 6 bulan (Siqtu)

Dalam kitab-kitab salafy dikenal tiga macam kondisi bayi, yakni:

a. Lahir dalam keadaan hidup. Perawatannya sama dengan perawatan jenazah


muslim dewasa.

b. Berbentuk manusia sempurna, tapi tidak tampak tanda-tanda kehidupan.


Hal-hal yang harus dilakukan sama dengan kewajiban terhadap jenazah
muslim dewasa, selain menshalati.

c. Belum berbentuk manusia sempurna. Bayi yang demikian, tidak ada


kewajiban apapun dalam perawatannya, akan tetapi disunahkan
membungkus dan memakamkannya.

Adapun bayi yang lahir pada usia 6 bulan lebih, baik terlahir dalam keadaan
hidup ataupun mati, kewajiban perawatannya sama dengan orang dewasa.

4) Orang Kafir

Dalam hal ini orang kafir dibedakan menjadi dua:

a. Kafir dzimmi (termasuk kafir muaman dan mu’ahad). Hukum menshalati


mayit kafir adalah haram, adapun hal yang harus dilakukan pada mayat
kafir dzimmi adalah mengkafani dan memakamkan.
735

b. Kafir harbi dan Orang murtad. Pada dasarnya tidak ada kewajiban apapun
atas perawatan keduanya, hanya saja diperbolehkan untuk mengkafani dan
memakamkannya.

3. Memandikan Jenazah

Memandikan mayat hukumnya adalah fardhu kifayah atas muslimin lain yang
masih hidup. Artinya, apabila diantara mereka ada yang mengerjakannya, maka
kewajiban itu sudah terbayar dan gugur bagi muslimin selebihnya. Karena
perintah memandikan mayat itu adalah kepada umumnya kaum muslimin.
Sedangkan muslim yang mati syahid tidaklah dimandikan walau ia dalam
keadaan junub sekalipun, melainkan ia hanya dikafani dengan pakaian yang
baik untuk kain kafan, ditambah jika kurang atau dikurangi jika berlebih dari
tuntunan sunnah, lalu dimakamkan dengan darahnya tanpa dibasuh sedikitpun
juga. Dan beliau menyuruh agar para syuhada dari perang Uhud dikubukan
dengan darah mereka tanpa dimandikan dan disembahyangkan.

a. Syarat Wajib Memandikan Jenazah :

1) Mayat orang Islam.


2) Ada tubuhnya walaupun sedikit.
3) Mayat itu bukan mati syahid.

b. Lafal lafal niat memandikan jenazah

ِ ِ‫ِه تَعَالَىٰٰن ََويْتُ ْالغُ ْس ِل لِهٰ ذَا ْال َمَي‬


Lafal niat memandikan jenazah laki – laki : ‫ت ِلل‬

ِ ‫ن ََويْتُ ْالغُ ْس ِل لِهٰ ِذ ِه ْال َم َِي‬


Lafal niat memandikan jenazah perempuan : ‫ت ِ ٰلِلِ ت َ َعالَى‬

ِ ‫ت قُ ْلفَ ِة ٰهذَا ْال َم َِي‬


Lafal niat mentayamumkan jenazah : ‫ت ِ ٰلِلِ ت َ َعالَى‬ ِ ْ‫ن ََويْتُ الت َّ ََي ُّم َم َع ْن تَح‬

Artinya : Saya niat tayamum untuk menggantikan membasuh dibawah (…. )


ini jenazah karena allah ta ‘ala

c. Tahap-tahap memandikan jenazah :


736

a. Letakkan mayat pada tempat yang tinggi, seperti bangku panjang, batang
pisang yang dijejerkan.

b. Gunakan tabir untuk melindungi tempat memandikan dari pandangan umum.

c. Ganti pakaian jenazah dengan pakaian basahan, seperi sarung agar lebih
mudah memandikannya, tetapi auratnya tetap ditutup.

d. Sandarkan punggung jenazah dan urutlah perutnya agar kotoran di dalamnya


keluar.

e. Basuhlah mulut, gigi, jari, kepala dan janggutnya.

f. Sisirlah rambutnya agar rapi.

g. Siramlah seluruh badan lalu bilas dengan sabun.

h. Mewudlukan mayit. Adapun rukun dan kesunahannya sama persis dengan


wudlunya orang hidup. Hanya saja, saat berkumur disunahkan tidak
membuka mulut mayit agar airnya tidak masuk ke dalam perut. Hal ini
apabila tidak terdapat hajat untuk membukanya. Adapun niatnya adalah:
‫ لِهٰ ِذ ِه ْال َمَيِتَ ِة‬/ِ‫هللِ تَعَ ٰالىِ ن ََويْتُ ْال ُوض ُْو َء ْال َم ْسنُ ْونَ لِهٰ ذَا ْال َمَيِت‬

i. Mengguyur seluruh tubuh mayit dengan air yang dicampur sedikit kapur
barus. Dengan catatan, saat meninggal mayit tidak dalam keadaan ihram.
Saat basuhan terakhir ini, sunah membaca niat: ‫ ٰه ِذ ِه‬/ِ‫ن ََويْتُ ْالغُ ْس َل لِهٰ ذَا ْال َمَيِت‬
‫ ْال َمَيِتَ ِة ِهللِ تَعَ ٰالى‬Atau ‫ َعلَ َْي َها‬/‫صَالَةِ َعلَ َْي ِه‬
َّ ‫ن ََويْتُ ْالغُ ْس َل ِال ْستِبَا َح ِة ال‬

d. Yang Berhak Memandikan Mayat :

Jikalau mayitnya laki-laki yang memandikan harus laki-laki begitu pula


apabila mayitnya perempuan, kecuali apabila masih ada ikatan mahrom, suami-
istri, atau mayit adalah anak kecil yang belum menimbulkan syahwat. Bila
737

tidak ditemukan orang yang boleh memandikan, maka mayit cukup


ditayamumi dengan ditutup semua anggota tubuhnya selain anggota tayamum,
dan yang mentayamumi harus memakai alas tangan.

Urutan orang yang lebih utama memandikan mayit laki-laki adalah ahli
waris ashabah laki-laki, kerabat lai-laki yang lain, istri, orang laki-laki lain.
Waris ashabah yang dimaksud adalah:

a. Ayah

b. Kakek dan seatasnya

c. Anak laki-laki

d. Cucu laki-laki dan sebawahnya

e. Saudara laki-laki kandung

f. Saudara laki-laki seayah

g. Anak dari saudara laki-laki kandung

h. Anak dari saudara laki-laki seayah

i. Saudara ayah kandung

j. Saudara ayah seayah

Bagi mayit perempuan, yang paling utama memandikannya adalah


perempuan yang masih memiliki hubungan kerabat dan
ikatanmahram dengannya ;seperti anak perempuan, ibu dan saudara
perempuan.
738

Bila seorang perempuan meninggal dan di tempat itu tidak ada


perempuan, suami atau mahramnya, maka mayat itu hendaklah
“ditayammumkan” saja, tidak boleh dimandikan oleh laki-laki yang lain.
Kecuali kalau mayat itu adalah anak-anak, maka laki-laki boleh memandikanya
. Begitu juga kalau yang meninggal adalah seorang laki-laki. Jika ada beberapa
orang yang berhak memandikan, maka yang lebih berhak ialah keluarga yang
terdekat dengan si mayit, dengan syarat ia mengetahui kewajiban mandi serta
dapat dipercaya. Kalau tidak, berpindahlah hak itu kepada keluarga jauh yang
berpengetahuan serta amanah (dipecaya).

Rasulullah SAW bersabda : ”Dari ‘Aisyah Rasul bersabda : “Barang


siapa memandikan mayat dan dijaganya kepercayaan, tidak
dibukakannya kepada orang lain apa-apa yang dilihat pada mayat itu,
maka bersihlah ia dari segala dosanya, seperti keadaannya sewaktu
dilahirkan oleh ibunya”. Kata Beliau lagi : “Yang memimpinnya
hendaklah keluarga yang terdekat kepada mayat jika ia pandai
memandikan mayat. Jika ia tidak pandai, maka siapa saja yang dipandang
berhak karena wara’nya atau karena amanahnya.” (H.R Ahmad)

4.Mengkhafani

Pada dasarnya tujuan mengkafani adalah menutup seluruh bagian tubuh


mayit. Walaupun demikian para fuqaha’ memberi batasan tertentu sesuai
dengan jenis kelamin mayit. Batasan-batasan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Batas Minimal

Batas minimal mengkafani mayit, baik laki-laki ataupun perempuan, adalah


selembar kain yang dapat menutupi seluruh tubuh mayit.

2. Batas Kesempurnaan

a) Bagi mayit laki-laki


739

Bagi mayit laki-laki yang lebih utama adalah 3 lapis kain kafan dengan ukuran
panjang dan lebar sama, dan boleh mengkafani dengan 5 lapis yang terdiri dari
3 lapis kain kafan ditambah surban dan baju kurung, atau 2 lapis kain kafan
ditambah surban, baju kurung dan sarung.

b) Bagi mayit perempuan

Bagi mayit perempuan kafannya adalah 5 lapis yang terdiri dari 2 lapis kain
kafan ditambah kerudung, baju kurung dan sewek. Kain kafan yang
dipergunakan hendaknya berwarna putih dan diberi wewangian, bila
mengkafani lebih dari ketentuan batas maka hukumnya makruh, sebab
dianggap berlebihan.

a.Cara-cara Mengkafani Mayit

Siapkan 5 lembar kain berwarna putih yang terdiri dari surban atau kerudung,
baju kurung, sarung atau sewek, dan 2 lembar kain

untuk menutup seluruh tubuh mayit. Untuk memudahkan proses mengkafani,


urutan peletakannya adalah sebagai berikut:

1. Tali.

2. Kain kafan pembungkus seluruh tubuh.

3. Baju kurung.

4. Sarung atau sewek.

5. Sorban atau kerudung.

6. Setelah kain kafan diletakkan di tempatnya, letakkan mayit yang telah


selesai dimandikan dengan posisi terlentang di atasnya dalam keadaan tangan
disedekapkan.
740

7. Letakkan kapas yang telah diberi wewangian pada anggota tubuh yang
berlubang, anggota tubuh ini meliputi:

a) Mata

b) Lubang hidung

c) Telinga

d) Mulut

e) Dubur

Demikian juga pada anggota sujud, meliputi:

a) Jidat

b) Hidung

c) Kedua siku

d) Telapak tangan

e) Jari-jari telapak kaki

8. Mengikat pantat dengan kain sehelai.

9. Memakaikan baju kurung, sewek atau sarung, dan surban atau kerudung.

10. Mayit dibungkus dengan kain kafan yang menutupi seluruh tubuhnya,
dengan cara melipat lapisan pertama, dimulai dari sisi kiri dilipat ke sisi kanan,
kemudian sisi kanan dilipat ke kiri. Begitu pula untuk lapis kedua dan ketiga.

11. Mengikat kelebihan kain di ujung kepala dan kaki (dipocong), dan
diusahakan pocongan kepala lebih panjang.
741

12. Setelah ujug kepala dan ujung kaki diikat, sebaiknya ditambahkan ikatan
pada bagian tubuh mayit; seperti perut dan dada, agar kafan tidak mudah
terbuka saat dibawa ke pemakaman.

3) Mensholatkan Jenazah

a. Syarat-syarat Shalat Jenazah :

a) Mayit telah disucikan dari najis baik tubuh, kafan maupun tempatnya.

b) Orang yang menshalati telah memenuhi syarat sah shalat (Menutup aurat,
suci hadats/najis dan menghadap kiblat)

a) Lafal lafal niat mewudhukan jenazah

o Lafal niat mewudhukan jenazah laki – laki

ِ ِ‫ن ََويْتُ ْال ُوض ُْو َء لِهٰ ذَا ْال َمَي‬


‫ت ِ ٰلِلِ تَعَا َلى‬

o Lafal niat mewudhukan jenazah perempuan

ِ ‫ن ََويْتُ ْال ُوض ُْو َء لِهٰ ِذ ِه ْال َم َِي‬


‫ت ِ ٰلِلِ تَ َعالَى‬

b) Lafal lafal niat memandikan jenazah

o Lafal niat memandikan jenazah laki – laki

ِ ‫ن ََويْتُ ْالغُ ْس ِل لِهٰ ذَا ْال َم َِي‬


‫ت ِ ٰلِلِ تَ َعالَى‬

o Lafal niat memandikan jenazah perempuan

ِ ‫ن ََويْتُ ْالغُ ْس ِل لِهٰ ِذ ِه ْال َم َِي‬


‫ت ِ ٰلِلِ تَعَالَى‬

o Lafal niat mentayamumkan jenazah


742

ِ ِ‫ت قُ ْلفَ ِة ٰهذَا ْال َمَي‬


‫ت ِ ٰلِلِ تَعَالَى‬ ِ ْ‫ن ََويْتُ التََّيَ ُّم َم َع ْن تَح‬

Artinya : Saya niat tayamum untuk menggantikan membasuh dibawah (…) ini
jenazah karena allah ta ‘ala .

c) Bila mayitnya hadir, posisi mushalli harus berada di belakang mayit.


Adapun aturannya adalah sebagai berikut:

1) Mayit laki-laki:

Mayit dibaringkan dengan meletakkan kepala di sebelah utara. Imam


atau munfarid berdiri lurus dengan kepala mayit.

2) Mayit perempuan

Cara peletakkan mayit sama dengan mayit laki-laki, sedangkan imam


atau munfarid berdiri lurus dengan pantat mayit.

d) Jarak antara mayit dan mushalli tidak melebihi 300 dziro’ atau sekitar 150
m. Hal ini jika shalat dilakukan di luar masjid.

e) Tidak ada penghalang antara keduanya; misalnya seandainya mayit berada


dalam keranda, maka keranda tersebut tidak boleh dipaku.

f) Bila mayit hadir, maka orang yang menshalati juga harus hadir di tempat
tersebut.

b. Rukun Shalat Mayit

a) Niat.

Lafal lafal niat shalat jenazah

1. untuk jenazah laki laki Satu


‫‪743‬‬

‫ض اْل ِكفَايَ ِة َمأ ْ ُم ْو ًما ‪ /‬اِ َما ًما ِ َّلِلِ تَعَالَى‬ ‫ص ِلى َعلَى َهذَا اْل َمَيِ ِ‬
‫ت ا َ ْربَ َع نَ ْك ِبَي َْرا ٍ‬
‫ت فَ ْر َ‬ ‫اُ َ‬

‫‪2. untuk jenazah laki laki dua‬‬

‫ض اْل ِكفَايَ ِة ِم‬ ‫أْ ُم ْو ًما ‪ /‬اِ َما ًما ِ َّلِلِ تَعَالَى َٰا ُ َ‬
‫ص ِلى َعلَى َهذَي ِْن اْل َمَيِ ِ‬
‫ت اَ ْربَ َع نَ ْك ِبَي َْرا ٍ‬
‫ت فَ ْر َ‬

‫‪3. untuk jenazah banyak‬‬

‫ض اْل ِكفَا َي ِة ِم‬


‫ت فَ ْر َ‬ ‫أْ ُم ْو ًما ‪ِ /‬ا َما ًما ِ َّلِلِ تَ َعالى َٰا ُ َ‬
‫ص ِلى َعلَى َۤ َهؤُ الَ ِءاْل َم ْوت َى اَ ْر َب َع نَ ْك ِبَي َْرا ٍ‬

‫‪4. untuk jenazah perempuan Satu‬‬

‫ض اْل ِكفَايَ ِة ِم‬ ‫أْ ُم ْو ًما ‪ /‬اِ َما ًما ِ َّلِلِ تَعَالَى َٰا ُ َ‬
‫ص ِلى َعلَى َه ِذ ِه اْل َمَيِتَ ِة ا َ ْربَ َع نَ ْك ِبَي َْرا ٍ‬
‫ت فَ ْر َ‬

‫) ‪5. untuk jenazah ghoib ( imam‬‬

‫ض اْل ِكفَايَ ِة اِ َما ًما ِ َّلِلِ تَعَالَى‬ ‫ت اْلغَائِ ِ‬


‫ب )فَُالَ ْن( اَ ْربَ َع نَ ْك ِبَي َْرا ٍ‬
‫ت فَ ْر َ‬ ‫ص ِلى َعلَى اْل َمَيِ ِ‬
‫اُ َ‬

‫) ‪6. untuk jenazah ghoib ( makmum‬‬

‫ض اْل ِكفَا َي ِة َمأ ْ ُم ْو ًما ِ َّلِلِ تَ َعالَى‬ ‫علَ َْي ِه اْ ِال َما ُِم اَ ْر َب َع نَ ْك ِبَي َْرا ٍ‬
‫ت فَ ْر َ‬ ‫ى َ‬ ‫اُ َ‬
‫ص ِلى َعلَى َم ْن َ‬
‫صل َّ‬

‫‪b) Berdiri bagi yang mampu.‬‬

‫‪c) Melakukan takbir sebanyak empat kali termasuk takbiratulihram.‬‬

‫‪d) Membaca surat Al Fatihah setelah takbir pertama.‬‬

‫‪e) Membaca shalawat Nabi setelah takbir kedua.‬‬

‫‪Contoh bacaan sholawat:‬‬

‫ص ِل َع ٰلى َ‬
‫س َِي ِدنَا ُم َح َّم ٍد‬ ‫الل ٰـ ُه َّم َ‬

‫‪f) Mendo’akan mayit setelah takbir ketiga.‬‬


744

Contoh do’a:

Lafal doa setelah takbir ke 3

َ‫ْف َع ْنهُ ََواَ ْك ِر ِْم نُ ُزلَهُ ََو ََو ِس ْع َمدْ َخلَهُ ََواجْ عَ ِل ْال َجنَّة‬ ْ ‫اَللَّ ُه َّم ا ْغ ِف ْر لَهُ ََو‬
ُ ‫ار َح ْمهُ ََو َعافِ ِه ََواع‬

ُ‫َمثْ َواه‬

Artinya : “ Ya Allah , ampunilah dia , berilah kasih (rahmat ) padanya , berilah


maaf padanya , muliakanlah kedatangannya (tempatnya ) , lapangkanlah pintu
masuknya ( kekubur ) dan jadikanlah surga tempat kembalinya . “

Lafal do ‘a setelah takbir ke 4

‫لَهُ َٰاَللَّ ُه َّم الَ تَحْ ِر ْمنا َ اَجْ َرهُ ََوالَ ت َ ْف ِتنا َ بَ ْعدَهُ ََوا ْغ ِف ْر لَنا َ َو‬

“Ya Allah , janganlah Engkau rugikan kami dari pada mendapat pahalanya ,
dan janganlah Engkau beri kami fitnah sepeninggalnya , dan ampunilah kami
dan dia . “

Penjelasan :

Ketika membaca do‘a dalam salat jenazah setelah takbir ke 3 dan ke 4


hendaklah bacaan dlamir ( kata ganti orang ) disesuaikan dengan jenis jenazah
tersebut ( laki – laki atau permpuan ), misalnya :

1. Apabila jenazahnya wanita maka dlamir ( kata ) hu ( ُ‫ )ه‬diganti dengan


dlamir ha ( َ ‫) ها‬

2. Apabila jenazahnya dua orang maka dlamir ( kata ) hu ( ُ‫ )ه‬diganti dengan


dlamir huma ( ‫) ُه َما‬

3 Apabila jenazahnya banyak maka dlamir ( kata ) hu ( ُ‫ )ه‬diganti dengan dlamir


hum ( ‫) ُه ْم‬
‫‪745‬‬

‫‪g) Mengucapkan salam pertama setelah takbir keempat.‬‬

‫‪Contoh bacaan salam:‬‬

‫سَالَ ُِم َعلَ َْي ُك ْم ََو َرحْ َمةُ هللاِ ََوبَ َركَاتُهُ‬
‫اَل َّ‬

‫‪c. Kesunahan Dalam Shalat Jenazah‬‬

‫‪a) Mengangkat kedua telapak tangan sampai sebatas bahu, lalu meletakkannya‬‬
‫‪diantara dada pusar pada setiap takbir.‬‬

‫;‪b) Menyempurnakan lafadh niat‬‬

‫ض ْال ِكفَايَ ِة َمأِْم‬


‫ص ِل ْي َع ٰلى ٰهذا َ ْال َمَيِتِ‪ٰ /‬ه ِذ ِه ْال َمَيِتَ ِة فَ ْر َ‬
‫الى ُٰأ ُ َ‬
‫ْ‪َ.‬و ًما‪ /‬إِ َما ًما ِهللِ تَعَ ٰ‬

‫‪c) Melirihkan bacaan fatihan, shalawat dan do’a.‬‬

‫‪d) Membaca ta’awwudz sebelum membaca surat Al Fatihah.‬‬

‫‪e) Tidak membaca do’a iftitah.‬‬

‫‪f) Membaca hamdalah sebelum membaca shalawat.‬‬

‫‪g) Menyempurnakan bacaan shalawat. Adapun lafadhnya adalah:‬‬

‫سَيِ ِدنَا ِإب َْرا ِه َْي َم ََو َع ٰلى آ ِل ‪،‬‬ ‫صلَّٰيْتَ َع ٰلى َ‬ ‫سَيِ ِدنَا ُم َح َّم ٍد ََو َع ٰلى آ ِل َ‬
‫سَيِ ِدنَا ُم َح َّمدٍ‪َ ،‬ك َما َ‬ ‫ص ِلَٰ َع ٰلى َ‬ ‫الل ٰـ ُه َّم َ‬
‫ار ْكتَ َع ٰلى َ‬
‫س َِي ِدنَا ِإب َْرا ِهَي َْم‬ ‫س َِي ِدنَا ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َ‬ ‫س َِي ِدنَا ُم َح َّم ٍد ََو َع ٰلى آ ِل َ‬‫ار ْك َع ٰلى َ‬ ‫س َِي ِدنَا ِإب َْرا ِهَي َْم‪ََ ،‬وبَ ِ‬
‫َ‬
‫‪َ.‬و َع ٰلى آ ِل َ‬
‫س َِي ِدنَا ِإب َْرا ِهَي َْم‪ ،‬فِي ْال َعالَ ِمَيْنَ ِإنَّكَ َح ِم َْيدٌ َم ِج َْيدٌ‬ ‫َ‬

‫‪h) Menyempurnakan bacaan do’a untuk si mayit‬‬

‫ْف َع ْنهُ‪ََ ،‬وأ َ ْك ِر ِْم نُ ُزلَهُ‪ََ ،‬و ََو ِس ْع َمدْ َخلَهُ‪ََ ،‬وا ْغس ِْلهُ بِ َماءٍ ََوثَ ْلجٍ َوبَ َردٍ‪ََ ،‬ون َِق ِه‬
‫ار َح ْمهُ‪ََ ،‬و َعافِ ِه ََواع ُ‬‫الل ٰـ ُه َّم ا ْغ ِف ْر لَهُ‪ََ ،‬و ْ‬
‫ض ِمنَ الدَّن َِس‪ََ ،‬وأ َ ْبد ِْلهُ دَارا ً َخَيْرا ً ِم ْن د َ ِارهِ‪ََ ،‬وأ َ ْهَالً َخَيْرا ً ِم ْن أَ ْه ِل ِه‪،‬‬ ‫طايَا َك َما يُنَقَّى الث َّ ْوبُ األ َ ْبَيَ ُ‬‫ِمنَ ال َخ َ‬
‫ب النا َّ ِر‪ .‬الل ٰـ ُه َّم ا ْغ ِف ْر ِل َحَيِناَ‪ََ ،‬و َم َِيتِنَا‪ََ ،‬وشَا ِه ِدنَا‪ََ ،‬وغَائِبِنَا‪،‬‬ ‫ََوزَ َْوجا ً َخَيْرا ً ِم ْن زَ َْو ِج ِه‪ََ ،‬وقِ ِه فِتْنَةَ ْالقَب ِْر ََو َعذَا ِ‬
‫ص ِغَي ِْرنَا‪ََ ،‬و َك ِبَي ِْرنَا‪ََ ،‬وذَك َِرنَا‪ََ ،‬وأ ُ ْنثَاناَ‪ ،‬الل ٰـ ُه َّم َم ْن أَحْ َيَ َْيتَهُ ِمنَّا فَأَحْ َِي ِه َع ٰلى اْ ِإل ْسَالَ ِِم‪ََ ،‬و َم ْن ت ََوفَّ َْيتَهُ ِِم ِٰنَّا‬
‫ََو َ‬
746

‫سعَتِ َها ََو َمحْ ب ُْوبِ َها ََوأَ ِحبَّائِ ِه فِ َْي َها‬ َ ‫ خ ََر َج ِم ْن ُر َْوحِ الدُّ ْنَيَا ََو‬، َ‫ع ْبد ُكُ ََوا ْبنُ َع ْبدِك‬ ِ ‫فَت ََوفَّهُ َع ٰلى اْ ِإل ْي َم‬
َ ‫ الل ٰـ ُه َّم ٰهذَا‬.‫ان‬
،‫س ْولُكَ ََوأَ ْنتَ أَ ْعلَ ُم بِ ِه‬ ُ ‫ ََوأَ َّن ُم َح َّمدا ً َع ْبدُكَ ََو َر‬، َ‫ كاَنَ يَ ْش َهد ُ أ َ ْن الَ إِ ٰلهَ إِالَّ أ َ ْنت‬،ُ‫ظ ْل َم ِة ْالقَب ِْر ََو َما ه َُو الَقَِيَه‬
ُ ‫إِ ٰلى‬
َ‫ ََوقَدْ ِجئْنَاك‬،‫ي َع ْن َعذَابِ ِه‬ ٌّ ِ‫لى َرحْ َمتِكَ ََوأ َ ْنتَ َغن‬ ْ َ ‫ ََوأ‬،‫الل ٰـ ُه َّم ن َِزل بِكَ ََوأ َ ْنتَ َخَي ُْر َم ْن ُز َْو ٍل بِ ِه‬
ٰ ِ‫صبَ َح َف ِقَيْرا ً إ‬
َ‫ ََولَ ِق ِه ِب َرحْ َمتِك‬،ُ‫ ََو ِإ ْن َكانَ ُم ِسَيْئا ً فَت َ َجا ََو ْز َع ْنه‬،‫سانِ ِه‬ ْ ِ‫ الل ٰـ ُه َّم ِإ ْن َكانَ ُمحْ سِنا ً فَ ِزدْ ف‬،ُ‫شفَ َعا َء لَه‬
َ ْ‫ي ِإح‬ ُ َ‫َرا ِغ ِبَيْنَ ِإ َلَيْك‬
َ‫اح ِمَيْن‬ َّ ‫ َحتٰى ت َ ْب َعثَهُ ِإ ٰلى َجنَّتِكَ ٰيا أَ ْر َح َم‬، َ‫اْأل َ َمنَ ِم ْن َعذَا ِبك‬.
ِ ‫الر‬

i) Bila mayatnya anak kecil sunah untuk menambah do’a:

َّ ‫ ََوث َ ِق ْل بِ ِه َم َو ِاز ْي َن ُه َما ََوأ َ ْف ِرغِ ال‬،ً‫ش ِفَيْعا‬


‫صب َْر‬ َ ‫ظةً ََوا ْعتِبَارا ً ََو‬ َ ‫الل ٰـ ُه َّم اجْ َع ْلهُ فَ َرطا ً ِألَبَ ْوي ِه ََو‬
َ ‫ ََو ِع‬،ً‫سلَفا ً ََوذ ُ ْخرا‬
ُ‫ َع ٰلى قُلُ ْوبِ ِه َما ََوالَ ت َ ْفتِ َّن ُه َما َب ْعدَهُ ََوالَ تَحْ ِر ْم ُه َما أَجْ َره‬.

j) Setelah takbir ke-empat sunah untuk membaca do’a:

‫لَهُ َٰالل ٰـ ُه َّم الَ تَحْ ِر ْمنَا أَجْ َرهُ ََوالَ تَ ْفتِنَّا بَ ْعدَهُ ََوا ْغ ِف ْر لَنَا َو‬.

k) Membaca do’a untuk masing-masing mukmin setelah membaca shalawat:

ِ ‫ت ََو ْال ُم ْس ِل ِمَيْنَ ََو ْال ُم ْس ِل َما‬


‫ت‬ ِ ‫الل ٰـ ُه َّم ا ْغ ِف ْر ِل ْل ُمؤْ ِمنَِيْنَ ََو ْال ُمؤْ ِمنَا‬.

l) Salam yang kedua sunah untuk menyempur-nakan. Redaksinya adalah:

ُ‫سَالَ ُِم َعل َْي ُك ْم ََو َرحْ َمةُ هللاِ ََوبَ َركَات ُه‬
َّ ‫اَل‬.

m) Sunah dilakukan di masjid dengan memper-banyak shaf .

4) Menguburkan Jenazah

Adapun urusan selanjutnya sesudah dishalatkan hendaknya jenazah dibawa


kepemakaman untuk dikuburkan. Meskipun demikian ada beberapa waktu
yang dianggap makruh oleh ulama untuk menguburkan jenazah adalah
matahari terbit, matahari berada ditengah-tengah dan matahari terbenam.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penguburan jenazah adalah :
1. Jenazah segera dikuburkan.
747

“Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda, ”Hendaklah kamu segerakan


mengubur jenazah, karena jika orang shaleh, maka kamu mendekatkannya
pada kebaikan, dan jika ia bukan orang yang shaleh, supaya kejahatan itu
lekas terbuang dari tanggunganmu.” (H.R.Muslim).

2. Liang lahat dibuat seukuran jenazah dengan dengan kedalaman kira-kira


setinggi orang ditambah setengah lengan, lebar kira-kira 1 meter.
3. Liang lahat tidak dibongkar dengan binatang buas. Maksud menguburkan
jenazah adalah untuk menjaga kehormatan mayat dan menjaga keehatan
orang-orang disekitar makam dari bau busuk.

4. Mayat dipikul dari empat penjuru.


“Barang siapa yang mengikuti jenazah maka hendaklah memikul pada
keempat penjuru ranjang (keranda) karena sesungguhnya seperti itu adalah
dari sunah Nabi. (H.R.Ibnu Majah)

5. Setelah sampai di tempat pemakaman, jenazah dimasukkan ke liang lahat


dengan posisi miring ke kanan dan dihadapkan ke kiblat. Ketika meletakkan
jenazah di dalam kubur, kita membaca doa :
‫بسماهللاوعلىملةرسَولهللا‬
Artinya :
Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah. (H.R.at-Tirmidzi)

6. Lepaskan tali-tali pengikat,lalu tutup dengan papan, kayu, atau bambu, dan
timbun sampai galian liang kubur menjadi rata.

Doa Orek Kubur : ‫منهاخلقكمومنهانعيدكمومنهانخرجكمتارةاخرى‬

7. Mendoakan dan memohonkan ampun atas jenazah.

a) Tata Cara Menguburkan Jenazah :


748

a. Dalam penguburan jenazah, kita tidak boleh sembarangan. Kita harus


mengetahui tata cara penguburannya. Tata cara tersebut adalah sebagai
berikut: Waktu Untuk Mengubur Mayat. Mengubur mayat boleh pada
siang atau malam hari. Beberapa sahabat Rasulullah saw dan keluarga
beliau dikubur pada malam hari.
b. Memperdalam Galian Lubang Kubur. Maksud mengubur mayat ialah
supaya tertutup, tidak nampak jasadnya dan tidak tercium baunya dan
juga agar tidak mudah dimakan burung atau binatang lainnya. Oleh
sebab itu, lubang kubur harus cukup dalam sehingga jasad mayat itu
aman dari hal-hal di atas.
c. Tentang Liang Lahad. Cara menaruh mayat dalam kubur ada yang
ditaruh di tepi lubang sebelah kiblat, kemudian di atasnya ditaruh
semacam bata dengan posisi agak condong, supaya nantinya setelah
ditimbun mayat tidak langsung tertimpa tanah. Cara ini dalam bahasa
Arab disebut lahad. Ada juga dengan menggali di tengah-tengah dasar
lubang kubur, kemudian mayat diletakkan di dalamnya, lalu di atasnya
diletakkan semacam bata dengan posisi mendatar untuk penahan tanah
timbunan. Cara ini dalam bahasa Arab disebut syaqqu atau dlarhu. Cara
lain ialah menaruh mayat dalam peti dan menanam bersama peti
tersebut ke dalam kubur. Atau peti tersebut terlebih dahulu diletakkan
dalam keadaan kosong dan terbuka, kemudian setelah mayat
dimasukkan ke dalam peti lalu peti itu ditutup lalu ditimbun dengan
tanah.
d. Cara Memasukkan Mayat ke Dalam Lubang Kubur. Cara terbaik ialah
dengan mendahulukan memasukkan kepala mayat dari arah kaki kubur,
karena demikian menurut sunnah Rasulullah SAW.
e. Menghadapkan Mayat ke Arah Kiblat. Baik di dalam lahad, syaqqu
maupun dikubur di dalam peti, mayat diletakkan miring ke kanan
menghadap kea arah kiblat dengan menyandarkan bagian tubuh sebelah
kiri ke dinding kubur atau dinding peti supaya tidak terlentang kembali.
749

f. Tentang Mengalas Dasar Kubur . Para ulama mazhab empat


berpendapat makruh menaruh hamparan atau bantal di bawah mayat di
dalam kubur. Bahkan para ulama menganjurkan supaya ditaruh tanah di
bawah pipi mayat sebelah kanan setelah dibukakan kain kafannya dari
pipi itu ditempelkan langsung ke tanah.
g. Berdoa Waktu Menaruh Mayat Dalam Kubur. Pada waktu mayat
dimasukkan ke dalam kubur maka dianjurkan supaya membaca doa :
‫ بسماهللاوعلىملةرسَولهللا‬Artinya: “Dengan nama Allah dan atas agama
Rasulullah”.
h. Menutupi Kubur Mayat Perempuan Pada Waktu Ia Dimasukkan
Kedalamnya. Bagi mayat perempuan hendaknya dibentangkan kain dan
sebagainya di atas kuburnya pada waktu ia dimasukkan kedalamnya.
i. Mencurah Kubur Dengan Tanah Tiga Kali. Sesudah mayat diletakkan
dengan baik, maka masing-masing orang yang menyaksikan
penguburan itu dianjurkan mencurahi lubang kubur itu dengan tanah
tiga kali dengan tangannya dari arah kepalanya. Sesudah itu,
dilanjutkan ditimbun dengan tanah galian kubur itu sampai cukup.
j. Sunat Menyapu Kubur Dengan Telapak Tangan Disunnatkan bagi
orang yang menyaksikan pemakaman mayat, menyapu kubur dari arah
kepala mayat sebanyak tiga kali.
k. Sunat Berdoa Untuk Mayat Seusai Pemakaman
Disunatkan memohon ampun bagi mayat dan minta dikuatkan
pendiriannya seusai ia dimakamkan, karena pada saat itu ia sedang
ditanya di dalam kubur

C. TAKZIAH

Takziah artinya melawat atau menjenguk orang yang meninggal dunia untuk
turut mengatakan bela sungkawakepada keluarganya, serta member
penghormatan terakhir kepada orang yang telah dipanggiluntuk menghadap
kehadirat Allah SWT.
750

Takziah dapat dilakukan sebelum dan sesudah jenazah dikuburkan hingga


selam tiga hari. Namun demikian, takziah diutamakan dilakukan sebelum
jenazah dikuburkan.

1. Adab dan Etika Takziah

· Apabila kita mendengar kabar ada seseorang yang meninggal dunia, maka
hendaklah mengucapkan:

· Datanglah dengan segera melawat kerumah duka, masuklah kerumahnya


dengan mengucapkan salam dam mendoakan.

· Pada ssaat takziah, hendaklah bersikap dan berpakaian sopan.

· Hendaknya memberikan nasihat untuk tetap sabar dan tabah dalam


menghadapi musibah.

· Hendaklah ikut mengerjakan shalat jenazahdengan ikhlas dan khusyuk.

· Apabila tidak ada uzur, hendaklah kita mengantarkan jenazah itu sampai
selesai dimakamkan.

· Memberikan bantuan materi dan moril kepada keluarga yang ditinggalkan,


termasuk memberoikan makanan , karena mereka sedang mendapat cobaan.

2. Hikmah Takziah

- Dapat meringankan beban keluarga si mayat, terutama dari segi mental,


sehingga merasa sedikit terhibur.

- Tugas dan kewajiban keluarga yang ditinggalkan terbantu.

- Dapat mengingatkan akan kematian


751

- Penghormatan terakhir pada almarhum/ah

- Ikut mendoakan almarhum/ah

- Mempererat tali persaudaraan umat muslim

D. ZIARAH KUBUR

A. Pengertian dan Hukum Ziarah Kubur

Ziarah kubur adalah dating ke makam keluarga atau bukan keluargadengan


maksud untuk mendoakan agar diterima amalnya dan diampuni dosanya oleh
Allah SWT. Ziarah kubur adalah sunah bagi laki-laki, sedangkan bagi
perempuan adalah makruh. Alasannya dikhawatirkan perempuan akan
menambah perasaan sedih.

B. Adab (Etika) Berziarah Kubur

Ada beberapa etika dalam berziarah kubur, yakni sebagai berikut:

1. Peziarah hendaknya mengucapkan salam kepada ahli kubur ketika memasuki


area makam.

2. Membaca doa-doa, istighfar, tahlil, surah yasin, dan lain sebagainya.Dengan


harapan mereka mendapat pengampunan dari Allah SWT.

3. Pada saat berziarah kubur, bersikap sopan dan berhati-hati, jangan duduk
diatas kuburan atau bergurau , bermain-main atau yang tidak sesuai dengan
suasana ziarah kubur.

4. Ziarah kubur orangtuanya atau orang lain bukan untuk meminta sesuatu,
tetapi mendoakan kepada ahli kubur agar mendapat pengampunan dari Allah
SWT.
752

C. Hikmah Ziarah Kubur

Hikmah ziarah kubur diantaranya:

1. Ziarah kubur dapat mengingatkan akan akhirat, maka akan menambah


tebalnya iman kepada Allah SWT dan memperbanyak amal saleh.

2. Kita dapat melakukan kontak batin dengan arwah almarhumah, sekalipun


dengan alam yang berbeda melalui doa.

3. Ziarah kubur adalah perbuatan ibadah karena sunah Rasulullah. Dengan


melihat nisan sebagai saksi bisu akan tumbuh rasa takut kepada Allah SWT.

Pada awalnya ziarah kubur dilarang oleh Rasulullah karena dikhawatirkan


menimbulkan syirik (meminta pada leluhurnya) akantetapi setelah Rasulullah
SAW menilai bahwa tingkat keimanan umat sudah kuat, maka Rasullulah pun
memerintahkan untuk berziarah kubur. Selain itu berziarah kubur banyak lagi
hikmah yang dapat digali.
753

Materi 8
Adab Berbusana
Adab Berbusana, Berhias, Bepergian dan Bertamu
MEMBIASAKAN PERILAKU TERPUJI (AL AKHLAQUL KARIMAH)
TENTANG BERPAKAIAN, BERHIAS, PERJALANAN, BERTAMU DAN
MENERIMA TAMU

Standar Kompetensi

Membiasakan perilaku terpuji.

Kompetensi Dasar

1. Menjelaskan pengertian adab dalam berpakaian, berhias, perjalanan,


bertamu, dan atau menerima tamu.
2. Menampilkan contoh-contoh adab dalam berpakaian, berhias, perjalanan,
bertamu atau menerima tamu.
3. Mempraktikkan adab dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamu dan
atau menerima tamu dalam kehidupan sehari-hari.

Materi

1. Kebiasaan berpakaian dan berhias sesuai dengan ajaran Islam.

2. Kebiasaan menempuh perjalanan sesuai dengan ajaran Islam.

3. Kebiasaan bertamu dan menerima tamu sesuai dengan ajaran Islam.


754

Q.S. Al Ahzaab (33) : 36

Artinya : Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata (Q.S. Al Ahzab : 36).

Q.S. Al Ahzaab (33) : 59

Artinya : “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu


dan wanita orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun
Lagi Maha Penyayang.” (QS Al Ahzab : 59)

Q.S. An Nuur (24) : 27 – 29


755

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah


yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada
penghuninya. yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu)
ingat.(27)

Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, Maka janganlah kamu


masuk sebelum kamu mendapat izin. dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali
(saja)lah, Maka hendaklah kamu kembali. itu bersih bagimu dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.(28)

Tidak ada dosa atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami,
yang di dalamnya ada keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu
nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan. (29)

URAIAN MATERI

1. Adab Berpakaian dan Berhias

Pada prinsipnya berpakaian berfungsi untuk menutup aurat (sebagai hijab).


Hijab dalam syariat mempunyai aturan-aturan tertentu yang tidak dapat
digantikan oleh oleh tradisi (‘urf), yaitu, hendaklah wanita menyembunyikan
(menutupi) tubuhnya selain wajahnya dan kedua telapak tangannya, dan ia
756

tidak boleh keluar rumah dengan menampakkan perhiasannya dengan gaya


berdandan seperti orang-orang Jahiliyah dahulu. Bagaimana bentuk hijab, dan
bagaimana pakaian yang harus dipakai, maka hal ini kembali kepada ‘urf
(tradisi) dan kembali kepada wanita sendiri.

Fungsi utama pakaian ini dapat kita lihat pada QS. Al A’raf [7]: 26

Artinya:
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian
untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa
itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.”

Berdasarkan ayat di atas kita bisa mengerti bahwa fungsi utama pakaian adalah
sebagai penutup aurat dan penghias diri secara wajar. Yang dimaksud penghias
diri adalah bahwa ketika kita memakai pakaian, maka kita akan menjadi
terhormat, bila dibandingkan dengan makhluk lain yang tidak berpakaian.
Penghias diri bukanlah bertujuan agar orang lain tertarik kepada kita. Menghias
diri dengan berpakaian dan bertujuan untuk menarik perhatian, bahkan syahwat
orang lain adalah terlarang.

Meskipun secara bentuk bisa beragam, namun pada prinsipnya dalam


berbusana atau berpakaian harus memenuhi syarat sebagaimana yang
dikemukakan Nashiruddin Al AlBani dalam bukunya “Jilbab Al mar’ah Al
Muslimah fi Al Kitab wa As Sunnat” sebagai berikut :
757

1. Menutupi seluruh badan (aurat) selain yang dikecualikan

Aurat laki-laki adalah bagian tubuh mulai dari pusar sampai dengan lutut.
Sedangankan aurat perempuan adalah seluruh anggota tubuhnya, selain muka
dan telapak tangan. Perhatikan QS. An Nur [24] : 31 di bawah ini!

Artinya :

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan


pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan
perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah
758

mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan


perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami
mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka,
atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu
sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung.”

2. Bukan sebagai perhiasan yang membangkitkan syahwat

Nabi Muhammad saw bersabda:

“Ada tida golongan yang tidak akan ditanya yaitu, seorang laki-laki yang
meninggalkan jamaah kaum muslimin dan mendurhakai imamnya (penguasa)
serta meninggal dalam keadaan durhaka, seorang budak wanita atau laki-laki
yang melarikan diri (dari tuannya) lalu ia mati, serta seorang wanita yang
ditinggal oleh suaminya, padahal suaminya telah mencukupi keperluan
duniawinya, namun setelah itu ia bertabarruj. Ketiganya itu tidak akan
ditanya.” (Ahmad VI/19; Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad).

Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan


kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutup karena dapat
membangkitkan syahwat laki-laki. Tabarruj juga bisa diartikan sebagai cara
berdandan orang-orang jahiliyah yang sangat berlebihan dengan maksud untuk
menarik perhatian orang lain.
759

3. Kainnya harus tebal, tidak transparan atau tipis.

Fungsi pakaian sebagai penutup aurat tidak akan terwujud jika kain pakaian
tersebut trasparan. Jika transparan, maka hanya akan mengundang fitnah
(godaan) dan berarti menampakkan perhiasan.

Dalam hal ini Rasulullah telah bersabda : “Pada akhir umatku nanti akan ada
wanita-wanita yang berpakain namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala
mereka seperti punuk unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah
kaum wanita yang terkutuk.” (At-Thabrani Al-Mujamusshaghir : 232).

Dan dalam hadits lain disebutkan :

“Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya,
yaitu :

- Kaum yang membawa cambuk seperti seekor sapi yang mereka pakai buat
memukul orang (penguasa yang kejam).

- Perempuan-perempuan yang berpakaian, tetapi telanjang, yang cenderung


kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka itu tidak
akan bisa masuk surga dan tidak akan mencium bau surga padahal bau surga
itu dapat tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian” (H.R. Muslim)

4. Longgar (tidak ketat), sehingga tidak dapat menggambarkan lekuk-lekuk


tubuh

5. Tidak menyerupai pakaian laki-laki


760

6. Lebih baik tidak memakai wangi-wangian jika memang bau badan tidak
menimbulkan fitnah dalam pergaulan. Jika dikhawatirkan bau badan tersebut
menimbulkan fitnah, maka boleh memakai wangi-wangian secukupnya,
asalkan tidak berbau keras.

7. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir


8. Tidak untuk mencari popularitas

Berdasarkan hadits Ibnu Umar, Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam


bersabda: “Barangsiapa mengenakan pakaian (libas) syuhrah di dunia, niscaya
Allah mengenakan pakaian kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian
membakarnya dengan api neraka.” (Abu Daud II/172).

Syuhrah adalah setiap pakaian yang dipakai atau berhias dengan tujuan untuk
meraih popularitas di tengah-tengah orang banyak, baik pakaian tersebut
mahal, yang dipakai oleh seseorang untuk berbangga dengan dunia dan
perhiasannya, maupun pakaian yang bernilai rendah, yang dipakai oleh
seseorang untuk menampakkan kezuhudannya dan dengan tujuan riya. (Asy-
Syaukani: Nailul Authar II/94).

Ibnul Atsir berkata : “Syuhrah artinya terlihatnya sesuatu. Maksud dari Libas
Syuhrah adalah pakaiannya terkenal di kalangan orang-orang yang mengangkat
pandangannya mereka kepadanya. Ia berbangga terhadap orang lain dengan
sikap angkuh dan sombong.” wallahu ‘alam.

Fungsi Pakaian

a. Penutup aurat

b. Sebagai pelindung tubuh


761

c. Sebagai perhiasan

d. Menghindari dari gangguan iblis dan syetan

e. Berpakaian merupakan ibadah kepada Allah SWT

Allah s.w.t. berfirman :

Artinya : Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi
perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan
suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan
mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata (Q.S. Al Ahzab : 36).

Artinya : “Wahai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap


(memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.
QS. al-A’raf (7) : 31

f. Menjadi ciri khas orang Islam

Allah s.w.t. berfirman :


762

Artinya : “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu


dan wanita orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun
Lagi Maha Penyayang.” (QS Al Ahzab : 59)

Adab Berpakaian

a. Mengenakan pakaian yang menutupi aurat

b. Pastikan pakaian tersebut tidak ketat dan tipis

c. Membaca doa berpakaian dan berhias

Do’a ketika mengenakan pakaian

َ ‫سا ِن ْي َهذَا (الثه ْو‬


‫ب) َو َرزَ قَ ِن ْي ِه ِم ْن َغ ْي ِر َح ْو ٍل ِم ِن ْي َوالَ قُ هو ٍة‬ ْ ‫ا َ ْل َح ْمد ُ ِ هّللِ اله ِذ‬
َ ‫ي َك‬

Segala puji bagi ALLAH yang telah memberikan pakaian ini kepadaku sebagai
rezeki daripada-Nya tanpa daya dan kekuatan dariku (H.R. Abu Daud, Al
Hakim dan Ibnu Sinni dari Mu’adz ibnu Anas r.a.)

atau

ُ‫أَللهمهإِنيْأسألكَمنْخيرهِوخيرِماهولهوأعوذبكَمنشرهوشرماهوله‬

Ya Allah aku memohon kepada-Mu dari kebaikan pakaian ini dan dari
kebaikan sesuatu yang ada pada pakaian ini, dan aku berlindung kepada-Mu
dari keburukan/kejahatan pakaian ini dan kejahatan apa yang ada pada pakaian
ini. (H.R. Ibnu Sinni dari Abu Sa’id al Khudri)
763

Doa ketika melepaskan pakaian

َ‫بسمﭐهللاﭐلذيالإلهإالهو‬

Artinya : “Dengan menyebut nama Allah yang tiada tuhan hanya melainkan
Dia”.

Rasulullah s.a.w. bersabda :

َ‫سترُمابينَأعينﭐلجنوعوراتِبنيْادمَأنْيقولَﭐلرجلُإذَاأرادَأنيطرحَثيابهُ بسمﭐهللاﭐلذيالإلهإالهو‬

Artinya : Penghalang antara pandangan jin dan aurat anak Adam (manusia)
ialah hendaknya seorang muslim bila hendak melepaskan pakaiannya seraya
berdo’a :, bismillahilladzi laa ilaha illahuwa”(H.R. Ibnu Sinni dari Anas r.a.)

d. Membiasakan mengenakan pakaian mendahulukan anggota badan sebelah


kanan

Rasulullah s.a.w. bersabda :

َ‫أنهرسولﭐهللاِصعكانَيجعلُيمينهُلطعامهِوشرابهِوثيابهِويجعلُيسارهُلماسوىذلك‬

Artinya : “ bahwa Rasululloh s.a.w. dalam menggunakan tangan kanan, untuk


makan, minum, dan memakai pakaian, sedangkan tangan kiri beliau gunakan
untuk selain hal tersebut” (H.R. Abu Dawud dan Baihaqi dari ummul
mukminin Siti Hafshah r.a.)

e. Mengenakan pakaian dan berhias di tempat yang semestinya


764

f. Mengenakan pakaian yang bersih dan baik

g. Mengenakan sepatu sambil duduk

h. Mengenakan pakaian yang tidak menyerupai pakain lawan jenisnya

Pakaian Wanita dan Sejenisnya

Pegangan utama yang harus diperhatikan dalam berpakaian adalah tidak perlu
berlebihan, tetapi sederhana yang menutupi, contoh :

a. Pakaian baju kurung dan berkerudung

b. Pakaian nasional yang menutup aurat

c. Pakaian muslimah, berjilbab atau berkerudung

Beberapa pakaian yang harus dihindari pemakaiannya, antara lain :

a. You can see : pakaian tanpa lengan, sehingga ketiaknya terlihat

b. Tang top : pakaian bertali kecil di bahunya sehingga bagian dada dan
punggung atas terlihat

c. Back lest : pakaian yang terbuka lebar bagian belakang

d. Street : pakaian yang sangat ketat sehingga terlihat lekukan tubuh

e. Tubetop : pakaian kemben yang terlihat pusar dan perutnya


765

f. Midi : pakaian panjang yang telihat betis dan pahanya

g. Mini : pakaian yang pendek/ kecil

h. Bikini : pakaian untuk renang

Pakaian Pria

Dalam ketektuan ilmu fikih, aurat laki laki adalah diantara pusar sampai lutut
sehingga pakaian pria tidak sama dengan pakaian wanita dalam menutup
auratnya.

Pakaian laki laki pada umumnya adalah sebagai berikut :

1. Kemeja dan celana panjang serta dasi

2. Jas untuk pakaian resmi

3. Kemeja atau batik

4. Pakaian bergaya timur seperti gamis disertai sorban

5. Pakaian yang memenuhi kaidah kesopanan dan menutupi aurat laki-laki

Ketika kita berinteraksi dengan sesama manusia, maka kita harus bersikap hati-
hati dalam berpakaian, baik itu pakaian yang tampaknya bagus maupun jelek.
Tujuannya adalah agar kita tidak terjerumus dalam fitnah.
766

Akan tetapi ketika kita berinteraksi dengan Allah SWT dalam ibadah
makhdhah, maka Allah dengan tegas memerintahkan kita agar kita
mengenakan pakaian yang terbaik kita. Perhatikan QS. Al A’raf [7]:
Artinya :
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki)
mesjid], makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”

Ketentuan busana bukan antara suami isteri


Dalam ajaran Islam, seorang wanita muslimah mempunyai kewajiban menjaga
auratnya dari pandangan laki-laki yang bukan mahramnya. Mahram artinya
orang yang haram menikahi atau dinikahi satu sama lainnya. Setiap wanita
muslimah harus menggunakan busana yang menutupi seluruh auratnya,
terutama ketika berhadapan dengan orang yang bukan suami dan bukan
mahramnya. Orang-orang yang termasuk mahram, selain suami adalah
sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Quran surat An-Nuur ayat 31 yang
artinya: “Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau putra-puteri
mereka, atau putra-puteri suami mereka, atau saudara-saudara mereka, atau
putra-puteri saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-
budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar
diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian
kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung’.” (QS
an-Nuur [24]:31)
767

Berdasarkan ayat tersebut maka kepada selain orang-orang yang telah


disebutkan dalam al-Quran itu, seorang wanita muslimah hendaknya
menggunakan busana muslimah dengan ketentuan sebagai berikut.

1. Menggunakan jilbab
Jilbab dalam hal ini adalah busana yang dapat menutup aurat wanita muslimah.
Artinya, seluruh tubuhnya harus tertutup busana termasuk rambut dan kepala,
kecuali wajah, kedua telapak tangan, dan kaki yang biasa terbuka.

Perhatikan firman Allah SWT dalam Q.S. Al Ahzaab (33) : 59

2. Menggunakan pakaian yang pantas dan menarik


Menutup aurat memang wajib hukumnya, akan tetapi tidak berarti harus
meninggalkan keindahan busana yang dapat mengurangi keindahan
pemakainya. Islam tidak mengajarkan uamtnya untuk berbusana buruk, kumal,
dan tidak menpunyai daya tarik sama sekali. Islam mengajarkan umatnya agar
menggunakan busana yang indah, pantas, dan menarik, teruatama bagi wanita
muslimah dalam menghadapi laki-laki selain suami dan muhrimnya.

3. Menggunakan busana yang mencerminkan jati diri muslimah


Busana muslimah tidak hanya pantas dan menarik tetapi juga harus
mengandung nilai-nilai islami. Nilai-nilai islami yang dimaksud adalah yang
dapat membimbing pemakainya untuk tidak melakukan perbuatan maksiat
bahkan sebaliknya senantiasa gemar melakukan perbuatan taat dan takwa
kepada-Nya.

Dengan demikian, busana tidak hanya sekedar penutup badan, pelindung dari
panas dan hujan, melainkan juga pembimbing dan pengendali akhlak dan
perbuatan seseorang. Seorang muslimah harus mengenakan busana yang
768

demikian itu, agar dalam pergaulannya sehari-hari tetap mencerminkan jati diri
seorang muslimah.

Perhatikan firman Allah SWT berikut ini.

‫َّللاِ لَ َعله ُه ْم‬


‫ت ه‬ ِ ‫اس الته ْق َوى ذَلِكَ َخيْر ذَلِكَ ِم ْن آ َيا‬ ً ‫س ْوآ ِت ُك ْم َو ِري‬
ُ ‫شا َو ِل َب‬ ً ‫َيا َب ِني آدَ َم قَدْ أ َ ْنزَ ْلنَا َعلَ ْي ُك ْم ِل َبا‬
َ ‫سا ي َُو ِاري‬
َ‫يَذه هك ُرون‬
Artinya:
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian
untuk menutupi auratmu dan pakaian indah utnuk perhiasan. Dan pakaian
takwa itulah yang paling baik, yang demikian itu adalh sebagian dari tanda-
tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (QS al-A’raaf
[7]:26)

Ayat di atas menunjukan juga bahwa fungsi busana bagi seseorang tidak hanya
sekedar penutup aurat dan badan tetapi juga sebagai simbol dan cermin bagi
jati diri, keimanan, dan akhlak pribadi seseorang. Betapa pun indah dan
mahalnya suatu model busana jika tidak mencerminkan jati diri pemakainya
maka itu semua tidak mengandung nilai yang luhur.

Pedoman Berhias menurut Islam


Bagi kaum perempuan, berhias sudah merupakan kegiatan rutin untuk
memperindah dan mempercantik dirinya. Dalam berhias, tidak perlu berlebih-
lebihan, cukup sederhana saja. Begitu pula ketika memakai perhiasan, seperti
kalung, gelang emas, atau cincin emas, tidak perlu berlebih-lebihan, pakailah
seadanya. Jika memakainya secara berlebih-lebihan tentunya akan
mengundang niat jahat orang lain.

Begitu pula bagi kaum laki-laki, berhiaslah serapi mungkin. Jika rambut kita
panjang, sebaiknya dipangkas. Sebab yang berambut panjang itu adalah
769

perempuan. Zaman sekarang, banyak laki-laki yang sudah menyalahi kodrat.


Ada yang memakai anting, hidung atau bibirnya ditindik, rambutnya dibuat
seperti bulu landak, memakai rantai dan gelang, dan lain-lain. Alasannya
mengikuti perkembangan mode, sikap dan perilaku yang demikian harus
dihindari oleh seorang muslim, agar tidak mendapat murka Allah.

Itulah sebabnya Islam memberi tuntunan mengenai tata cara berhias. Pada
intinya Islam tidak menyukai segala sesuatu yang berlebihan. Allah SWT
sendiri dangat menyenangi orang-orang yang senantiasa bersikap sederhana
dalam menjalani kehidupan ini, termasuk dalm soal berhias.

Tatakrama Berhias

1. Perhiasan wanita muslimah


Wanita muslim hendaknya memahami dan melaksanakan tatakrama berhias
sebagai berikut :

• Tidak boleh bersolek seperti orang-orang pada zaman jahiliyah


Istilah yang digunakan Al Qur’an adalah tabarruj, tabarruj berarti berhias
dengan memperlihatkan kecantikan dan menampakkan keindahan tubuh dan
kecantikan wajah selain kepada suaminya. Allah s.w.t melarang tabarruj
melalui dua ayat, perhatikan Q.S. An Nuur (24) : 60, dan Q.S. Al Ahzaab (33) :
33.

• Saat akan bercermin hendaknya membaca doa bercermin

- ْ‫أللهمهكماحسنتَخلقيْفحسنْخلقي‬

Artinya : “Ya Allah sebagaimana Engkau telah ciptakan sebaik ini, maka
baguskanlah akhlakku”
770

Atau

- ْ‫اَلحمدُللهِﭐلذيْسوىخلقيْوأحسنَصورتيوزانَمنيْماشانَمنْغيري‬

Artinya : “Segala puji bagi Allah yang menyempurnakan bentuk persendianku,


memperindah raut mukaku dan melebih aku dari yang lain (H.R. Al Bazzaar)

• Selain larangan mengenakan make up tebal, hindari juga mengenakan


perhiasan yang belebihan

• Dilarang menyambung rambut

Tidak diperbolehkan bagi seorang wanita memotong rambutnya kecuali karena


ada suatu hal yang mengharuskan untuk itu, dan tidak boleh juga menyambung
rambutnya, baik dengan rambut sendiri maupun rambut orang lain.
َ‫لعنَرسولُﭐهللاِصعﭐلواصلةَوﭐلمستوصلة‬
ُّ)‫)رَوَاهُﭐلبخار‬
“Rasululloh s.a.w melaknat wanita yang menyambung rambut atau minta
disambungkan rambutnya”. (H.R. Bukhari dari ‘Aisyah, Asma, Ibnu Mas’ud,
dan Ibnu ‘Umar)

• Tidak menggunakan minyak wangi yang baunya sangat tajam

• Tidak memakai gelang dan anting yang banyak tindikannya dan rambut dicat
warna warni

• Tidak mentato atau melukis tubuh, serta larangan mengikir gigi

Rasulullah s.a.w. bersabda :


771

( َ‫رَوَاهُﭐلْطهبْرَانِيُّ ) لَعَنَرَسُوْلُﭐهللاِصعﭐلْوَاشِمَةَوَﭐلْمُسْتَوْشِمَةَوَﭐل ْْوَاشِرَةَوَﭐلْمُسْتَوْشِرَة‬

Artinya : “Rasulullah s.a.w. melaknat perempuan yang mentato dan yang minta
ditato, yang mengikir gigi dan yang minta dikikir gigi (H.R. Thabrani)

• Disunnahkan memotong kuku, menyisir rabut, mencabut bulu ketiak, serta


bulu kemaluan

• Diperbolehkan memakai pakain sutera bagi wanita

• Hendaknya saat berhias mengingat Allah dan bersyukur atas nikmat-Nya

2. Perhiasan Laki-laki

Hendaknya ketika kaum laki laki berhias agar memperhatikan hal hal sebagai
berikut :

— Dandanannya tidak menyerupai perempuan

— Tidak memakai anting anting dan menindik telinganya

— Tidak menggunakan aksesori seperti perempuan

— Tidak mentato bagian tubuhnya

— Tidak menggunakan pakaian yang sengaja disobek

— Tidak menghiasi pakaian dengan pernak pernik hiasan yang berlebihan


772

— Tidak memakai kutek dikuku dan mencat rambut

— Tidak memakai perhiasan dari emas atau pakaian dari sutera

— Dianjurkan memotong kuku, menyisir rabut, memendekkan kumis,


merapikan jenggotmencabut bulu ketiak, serta bulu kemaluan

— Dilarang mencukur botak sebagian kepala

— Memakai minyak wangi yang baunya tidak terlalu tajam

2. Adab dalam Perjalanan

Ajaran Islam sangatlah lengkap. Tidak hanya hal-hal yang besar, hal-hal yang
tampaknya kecil juga dibahasnya. Salah satunya adalah dalam hal perjalanan
(safar). Ajaran ini bukan untuk mengekang umatnya dalam menjalankan
aktifitas kehidupanya sehari-hari, melainkan untuk mengatur dan memberi
rambu-rambu agar segala aktifitas umatnya tetap dalam batasan fungsi
kekhalifahan dan tujuan peribadatan.

Adab dalam perjalanan yang seyogyanya kita ketahui adalah sebagai berikut:

1. Niat Ikhlas Semata-mata untuk Allah

Niat melakukan perjalanan untuk suatu kema’shiyatan adalah terlarang. Suatu


perjalanan untuk suatu kema’shiyatan akan menggugurkan aturan-aturan Islam
yang berkenaan dengan perjalanan.

Misalnya: Ketika kita dalam perjalanan, kita mendapat keringanan dari Allah
berupa kebolehan menjama’ dan mengqasar, selama perjalan itu bukan untuk
773

suatu kema’shiyatan. Perjalanan dengan tujuan kema’shiyatan menggugurkan


bolehnya menjama’ dan mengqasar.

2. Hendaknya perempuan bepergian dengan disertai mahramnya, apalagi jika


melebihi tiga hari.

Dalam hal perjalanan perempuan ada dua pendapat yang patut kita cermati
untuk diambil sebagai dasar dalam bertindak.

Pendapat pertama mewakili mereka yang melihat nash-nash hadits secara


zahir/harfiyah. Dengan pendekatan itu, maka memang banyak sekali kita
temukan dalil yang melarang wanita bepergian kecuali harus disertai
mahramnya.

Lihatlah misalnya hadits berikut ini :

‫الَيحلُّالمرأةٍتؤمنُباهللاِوﭐليومِﭐالخرتسافرمسيرةَيومٍوليلةٍإالهمعَذيْمحرمٍعليها‬

( ‫) متفقعليهِعنْأَبيْهرَيرةَرض‬

"Tidak halal bagi wanita muslim bepergian selama sehari semalam kecuali
bersama mahramnya." (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah r.a.)

Pendapat lain menyebutkan bahwa keharaman itu tidak bersifat mutlak.


Maksudnya bila fitnah terjadi di mana-mana dan keamanan tidak terjamin,
barulah diharamkan. Sebaliknya, bila aman dan tidak ada fitnah, maka
keharaman itu menjadi sedikit lebih longgar.

Mereka berdalil dengan sebuah hadits yang menyebutkan bahwa akan datang
suatu masa di mana seorang wanita bebas aman bepergian sendirian dari kota
774

ke kota. Lalu diistimbah hadits itu menjadi sebuah syarat dari dibolehkannya
wanita bepergian tanpa mahram bila keadaan aman dan tidak adanya fitnah.
Lengkapnya hadits itu adalah sebagai berikut:

Dari Ady bin Hatim ra berkata bahwa Rasulullah bertanya padanya, "Ya Adiy,
pernahkah kamu melihat negeri Hirah?". Aku menjawab,"Belum, tapi aku
pernah mendengarnya". Rasulullah bersabda, "Bila umurmu panjang, pasti
kamu akan menyaksikan seorang wanita di dalam haudaj (tenda di atas punuk
unta) bepergian dari Hirah ke Ka’bah dan bertawaf tanpa merasa takut atas
apapun kecuali kepada Allah saja." (HR Bukhari).
Rasanya tidak salah kalau hadits ini menjadi syarat kebolehan wanita bepergian
sendirian tanpa mahram bila memang suasana aman dari fitnah dan kekacauan.
Paling tidak, atas pemahaman seperti inilah barangkali para senior anda itu
berhujjah, dengan pemahaman atau tidak.

3. Selama dalam perjalanan, ibadah-ibadah makhdlah tetap wajib dikerjakan.


Hanya saja Allah memberikan keringanan dalam mengerjakannya. Sebagai
contoh:

4. Shalat lima waktu tetap wajib dilakukan, namun Allah memberi keringanan
dengan cara boleh dikerjakan dengan cara jama’ dan qasar.

5. Allah memberri keringanan khusus dalam ibadah puasa Ramadlan bagi


orang yang melakukan perjalanan (musafir). Seorang musafir boleh tidak
puasa, namun wajib menggantinya di lain hari.

Tatakrama dalam perjalanan

1. Adab atau sopan santun ketika akan bepergian atau dalam perjalanan
775

— Rencanakan dengan matang

Rencana yang matang dan persiapan bekal yang cukup agar selamat dan
sampai tujuan. Dan selalu berdo’a ketika keluar rumah sebagai berikut :

ْ‫بسمﭐهللاِتوكلتُعلىَﭐهللاِالَحولََوالَقوةَإِالباهللاِاَللهمهإِنيْأعوذُبكَأنْأضلهأو‬

‫أضلهأوأزلهأوْأزلهأوْأﻅلمَأوأﻅلمَأوأجهلَأويجهلَعليه‬

Artinya : Dengan nama Allah aku berserah diri kepada-Nya dan tiada daya dan
upaya melainkan pertolongan Allah. Ya Allah sesungguhnya aku berlindung
kepada-Mu jika aku tersesat atau disesatkan, tergelincir atau digelincirkan,
menganiaya atau dianiaya, bodoh atau dibodohi (H.R. Abu dawud, Tirmidzi
dan lainnya)

Ketika sampai kembali ke rumah, hendaklah membaca do’a :

‫توْباتوبالربناأوبااليغادِرحوبا‬

Artinya : “Kami bertaubat, kami bertaubat, hanya kepada Rabb-lah (Allah-lah)


kami kembali tanpa meninggalkan suatu dosa-pun” (H.R. Ibnu Sinni dari Ibnu
Abbas r.a)

— Membaca doa

Ketika naik kendaraan, hendaknya bacalah do’a berikut ini :

َ‫سبحانَﭐلذيْسخرَلناهذاوماكنالهُمقرنينَوإناإلىربنالمنقلبون‬
776

Artinya : “Maha suci Allah, Tuhan yang telah memudahkan kendaraan ini bagi
kami, sedangkan kami tidak bisa memudahkannya, dan kepada Allah-lah kami
kembali.

Tetapi menggunakan perahu atau berlayar di laut, hendaknya membaca do’a


berikut ini :

‫ساهَا إِ هن َر ِبي لَغَفُور َر ِحيم‬ ‫بِس ِْم ه‬


َ ‫َّللاِ َمجْ َراهَا َو ُم ْر‬

Artinya : “Dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya."


Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

— Mohon ijin orang tua

— Senantiasa menjaga kesucian selama dalam perjalanan

— Menjaga diri dari tergesa gesa, menjaga sopan santun, menjaga silaturahmi
serta menebar kebaikan

— Sebelum berangkat pastikan tubuh dalam keadaan sehat

— Jika berpergian bersama keluarga, pastikan rumah sudah terkunci, kompor


dan listrik sudah diperiksa

— Lapor kepada tetangga dan RT/RW agar rumah aman selama ditinggalkan

— Apabila perjalanan cukup jauh melebihi jarak 84 km, sebaiknya kita


menjama’ dan mengqashar sholat dzuhur, ashar, maghrib dan isya
777

— Perjalanan yang jauh bersama keluarga hendaknya memperhitungkan biaya


dan perbekalan.

Dan ketika hendak berangkat berjalan menuju suatu tempat yang dituju/akan
bepergian hendaklah berdoa :

ِ‫ﭐللهمههونعليناسفرناهذاوأﻃوعنابعدهُأللهمأَنتَﭐلصاحبُفىﭐلسفروﭐلخليفةُفىﭐألهل‬

Artinya : “Ya Allah, ringankanlah perjalanan kami ini dan dekatkanlah


kejauhannya. Ya Allah, Engkaulah yang menyertai dalam perjalanan dan
pelindung dalam keluarga (yang kami tinggalkan)”.

— Apabila ingin menginap di rumah orang lain atau penginapan, jaga suasana
serta kondisi diri dengan baik. Hendaknya baca do’a bila bermalam di tempat
menginap dengan bacaan :

َ‫أعوذبكلماتِﭐهللاِﭐلتاماتِمنْشرماخلق‬

Artinya : ‘’Aku berlindung dengan segala firman Alloh yang lengkap dan
sempurna dari gangguan semua makhluk”.

2. Beberapa adab ketika berjalan kaki

— Ketika berjalan kaki, hendaknya berada di sisi kiri jalan raya

— Pada saat berjalan bersama teman-teman hidari berkelakar atau mengejek


orang lain

— Ketika berjalan kaki jangan sambil makan dan minum apalagi membuang
sampah sembarangan

— Tidak buang air kecil di sembarang tempat

— Hindari berbicara melalui handphone saat sedang berjalan kaki


778

— Saat menyebrang berhati-hatilah

— Jika membawa barang berharga, pastikan aman dari gangguan copet

— Hendaklah ditemani ketika berjalan kaki

— Waspada terhadap orang orang yang tidak dikenal

3. Sopan santun/adab dikendaraan umum

— Hindari menaiki mobil yang kosong

— Pastikan dompet dan barang berharga yang dibawa berada pada tempat yang
aman

— Memberikan tempat duduk jika ada penumpang yang sudah lanjut


usia/wanita hamil atau orang lain yang sangat membutuhkan

— Jika bersama teman-teman hindari tindakan-tindakan seperti bercanda,


berteriak dll

— Hindari tawaran orang lain yang akan memberikan minuman atau makanan
apalagi dari penumpang yang tidak dikenal

— Berhati-hati jika ada penumpang yang mengajak ngobrol atau mendekati


terlalu dekat

— Gunakan uang pas saat membayar ongkos

— Hindari tidur dalam kendaraan agar tidak kebablasan

— Pastikan tidak salah naik kendaraan umum

4. Beberapa adab ketika berkendaraan pribadi

• Pastikan surat-surat kendaraan seperti SIM /STNK sudah terbawa dan kondisi
kendaraan bagus

• Tidak ngebut

• Menggunakan helm bagi pengguna sepeda motor dan sabuk pengaman bagi
pengendara mobil

• Perhatikan rambu rambu lalu lintas


779

• Tidak berkomunikasi atau berbicara saat mengendarai apalagi menggunakan


handphone

3. Shilaturrahim

Dari Abu Hurairah r.a., Rosulullah s.a.w bersabda, “Ada seorang laki-laki
bersilaturahim ke saudaranya yang tinggal di desa lain, maka Allah mengutus
seorang malaikat untuk menemuinya. Tatkala bertemu dengan lelaki tersebut
maka malaikat bertanya, “Hendak kemanakah saudara?” Lelaki tersebut
menjawab, “Saya ingin bersilaturahim ke saudaraku di desa ini.” Malaikat
kembali bertanya, “Apakah kamu menziarahinya karena ada sesuatu
kenikmatan yang akan engkau raih?“ Lelaki tersebut menjawab, “Tidak, saya
melakukan silaturahim ini semata-mata kecintaan saya terhadapnya karena
Allah.” Malaikat kemudian berkata, “Sesungguhnya saya diutus Allah untuk
menemui kamu untuk menyampaikan bahwa Allah mencintaimu sebagaimana
kamu mencintai saudaramu karena-Nya.” (HR. Muslim).

Dalam salah satu perintah-Nya, Allah s.w.t. berfirman QS. An Nisa’ [4]:1,
clip_image016

“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya


kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu..”

Dan pada ayat lainnya Allah menguatkan, QS. Ar Ra’d [13]:21


clip_image018

“Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan


supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada
hisab yang buruk.”
780

Bahkan Rosulullah s.a.w. menandaskan bahwa hanya orang-orang yang


beriman kepada Allah swt dan hari akherat yang paling gigih menerapkannya.
Dari Abu Hurairah r.a. sesungguhnya Rosulullah s.a.w. bersabda “… barang
siapa yang beriman pada Allah dan hari akherat maka lakukanlah silaturahim.”
(HR. Bukhari dan Muslim).

Dalil di atas merupakan landasan syar’i akan perlunya silaturahim antar


anggota masyarakat bahkan perintah yang semestinya kita terapkan. Dan bila
kita kembali mengkaji dan mentadaburi pedoman hidup kita (Al Qur`an dan As
Sunah), maka Allah dan Rosul-Nya tidak semata memerintahkan umatnya
untuk menerapkan perintahnya tanpa memberi tahu keutamaan pelaksanaannya
dan ancaman meninggalkan atau memutus hubungan silaturahmi.

Keutamaan silaturahmi

Diantara keutamaan yang akan diraih oleh orang yang selalu melakukan
silahturahmi :

1. Akan diluaskan rizkinya. Rosulullah saw bersabda,

ُ‫منْأحبهأنْيبسطَلهُفيْرزقهِوَينسأَلهُفيْأَثرهِفليصلْرحمه‬

(‫) رواهُﭐلبخاريُّومسلموَأبوداودَعنأنسٍرض‬

“ Barang siapa yang suka diluaskan rizki dan dipanjangkan umurnya maka
hendaklah ia menyambung tali silaturahmi.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu
Dawud)

2. Akan diperpanjang umurnya.


781

3. Akan selalu berhubungan dengan Allah swt. Dari ‘Aisyah ra berkata,


Rosulullah saw bersabda, :

ُ‫ﭐلرحمُمعلقةبالعرْﺵِتقولُمنْوصلنيْوصلهﭐهللاُوَمنْقطعنيْقطعهُﭐهللا‬

( ِ‫) متفقعليه‬

"Silaturahmi itu tergantung di `Arsy (Singgasana Allah) seraya berkata:


"Barangsiapa yang menyambungku maka Allah akan menyambung hubungan
dengannya, dan barangsiapa yang memutuskanku maka Allah akan
memutuskan hubungan dengannya" (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Akan dimasukan kedalam golongan yang beriman kepada Allah dan hari
akherat. Dari Abu Hurairah r.a. sesungguhnya Rosulullah s.a.w bersabda,
Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akherat maka lakukanlah
silaturahmi (HR. Bukhari dan Muslim).

Sedangkan ancaman dan akibat yang akan didapat oleh orang yang memutus
hubungan silaturahmi sbb :

1. Akan terputus hubungannya dengan Allah swt.

Rosulullah saw bersabda, dan barangsiapa yang memutuskanku maka Allah


akan memutuskan hubungan dengannya" (HR. Bukhari, dan Muslim).

2. Tidak termasuk golongan yang beriman kepada Allah swt dan hari akherat.

3. Akan sempit rizkinya.

4. Akan pendek umurnya.


782

5. Akan dilaknat oleh Allah dan dimasukan kedalam neraka jahanam.

QS. Ar Ra’d [13] :25


clip_image020

“Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan
memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan
mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan
dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).”

QS. Muhammad [47] :22-23

22. “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan
di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?”

23.” Mereka itulah orang-orang yang dila’nati Allah dan ditulikan-Nya telinga
mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.”

6. Tidak masuk surga.

Dari Abu Muhammad Jubair bin Mut’im ra sesungguhnya Rosulullah saw


bersabda,

(‫الَيدخلُﭐلجنةَقاﻃع (متفقعليه‬

“Tidak akan masuk surga orang yang memutus hubungan silaturahmi.” (HR.
Bukhari dan Muslim).
783

Etika silaturahmi

Dalam melakukan silaturahmi kitapun harus memperhatikan beberapa etika


silaturahmi sehingga membuahkan faidah yang baik bagi kedua belah pihak
dan tidak mendzolimi teman yang kita ziarahi. Diantara etika tersebut :

1. Silaturahmi yang dilakukan semata-mata karena Allah swt bukan karena


dunia atau tujuan lainnya. Mungkin kisah diatas merupakan gambaran nyata
sebagai barometer suri tauladan.

2. Berpakaian yang menutup aurat

3. Membawa hadiah untuk saudara yang akan diziarahi. Rosulullah saw


bersabada, Saling berbagi hadiahlah diantara kalian maka kalian akan saling
mencintai.

4. Memperhatikan waktu silaturahmi. bila kita ingin bersilaturahmi maka kita


harus memperhatian objek yang kita akan diziarahi, karena antar individu
berbeda dalam jadwal kerja dan aktivitas. Mungkin di antara mereka ada yang
bisa menerima tamu pada waktu asar namun diantara mereka tidak bias
menerimanya.

5. Bersikap dan bertutur kata yang sopan, tidak menampilkan sikap acuh atau
mencela makanan yang dihidangkan.

‫) ماعاب رسول هللا صلى هللا عليه وسلم طعاما قط إن اشتهاه اكله وإن كره تركه ( الحديت‬

Artinya : Rasulullah SAW tidak pernah mencela makanan, jika beliau suka
dimakannya, dan jika tidak maka ditinggalkannya.
784

6. Jika menginap usahakan jangan sampai lebih dari 3 hari, jangan sampai
mengganggu atau menyulitkan tuan rumah. Rasulullah SAW bersabda

‫ وكيف يؤ ثمه؟ قال أن يقيم عنده وآل شيئ‬:‫وال يحل لمسلم إن يقيم عند أخيه حتى يؤ ثمه قالوايارسول هللا‬
‫) له يقريه به ( رواه مسلم‬

Artinya : Tidak halal bagi seorang muslim di rumah saudaranya ( bertamu )


yang menyebabkan dia ( tuan rumah ) berdosa. Sahabat bertanya,”Bagaimana
menyebabkan berdosa?”. Nabi menjawab, “Tinggal di rumahnya padahal
engkau mengetahui bahwa dia tidak memiliki apa-apa yang dihidangkannya (
H.R Muslim ).

‫) الضيافةُ ثالثة أيام ( رواه البخَا ري ومسلم‬

Artinya : Bertamu itu selama 3 hari. ( H.R Bukhari dan Muslim )

4. Bertamu dan Menerima Tamu

(1). Pengertian bertamu

Bertamu dalah berkunjung ke rumah orang lain dalam rangka mempererat


silahturrahim. Maksud “orang lain” disini bisa tetangga, saudara (sanak famili),
teman sekantor, teman seprofesi, dan sebagainya. Bertamu tentu ada maksud
dan tujuannya, antara lain menjenguk yang sedang sakit, ngobrol-ngobrol
biasa, membicarakan bisnis, membicarakan masalah keluarga, dan sebagainya.
Orang yang suka bersilaturrahmi akan dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan
umurnya,

Mempererat tali sillaturahmi baik dengan tetangga, sanak keluarga, maupun


teman sejawat merupakan perintah agama islam agar senantiasa membina kasih
785

sayang, hidup rukun, tolong menolong, dan salign membantu antara yang kaya
dengan yang miskin.

Silahturahmi tidak saja menghubungkan tali persaudaraan, tetapi juga akan


banyak menambah wawasan ataupun pengalaman karena bisa saja pada saat
berinteraksi terjadi pembicaraan-pembicaraan yang berkaitan dengan masalah-
masalah perdagangan baru tentang bagaimana caranya mendapatkan rezeki,
dan sebagainya.

(2). Adab bertamu

a. Membiasakan diri bertamu sesuai ajaran Islam

Dalam bertamu, ada beberapa tata cara yang harus diperhatikan, antara lain
sebagai berikut.

1) Ketika hendak bertamu, sebelum memasuki rumah seseorang hendaknya


meminta izin terlebih dahulu dengan mengucapkan salam. Apabila tuan rumah
mempersilahkan untuk masuk, baru memasuki rumahnya dengan sopan.

Perhatikan firman Allah berikut ini.

‫س ِل ُموا َعلَى أ َ ْه ِل َها ذَ ِل ُك ْم َخيْر لَ ُك ْم لَ َعله ُك ْم‬ ُ ‫َيا أ َ ُّي َها الهذِينَ آ َمنُوا ال تَدْ ُخلُوا بُيُوتًا َغي َْر بُيُو ِت ُك ْم َحتهى تَ ْست َأ ْ ِن‬
َ ُ ‫سوا َوت‬
َ‫تَذَ هك ُرون‬

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, jangnlah kamu memasuki rumah yang buakn
rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya.
786

Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS an-Nuur
[24]:27)

2) Hendaknya memberi tahu sebelumnya bahwa kita akan berkunjung

3) Memperhatikan keperluan atau keadaan orang yang akan menerima tamu

4) Niat bertamu dengan ikhlas dan bertamu tidak dalam urusan maksiat atau
jahat

5) Pada saat bertamu hendaknya berpakaian rapi, bersih dan disesuaikan


dengan keperluan dan keadaan

6) Sebagai tamu, apabila tidak mendapati tuan rumah atau merasa tidak
diterima oleh tuan rumah karena satu dan lain hal, tinggalkanlah rumah itu
dengan segera. Lalu jangan pulan sampai memperlihatkan kekecewaan
terhadap perlakuan tuan rumah tersebut. Hal ini berdasarkan firman Allah
SWT:

Artinya:

“Jika kamu tidak menemui seseorang di dalamnya, maka jangnlah kamu masuk
sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, ‘Kembali (saja)
lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS an-Nuur [24]:28)
787

7) Apabila sudah diterima dengan baik, janganlah berbuat seenaknya di rumah


orang meskipun sudah dikatakan oleh tuan rumah untuk menganggap
rumahnya seperti milik sendiri.

8) Menjadi tamu di rumah teman dekat pun harus tetap menjaga kesopanan.
Jangan sampai mata melihat-lihat semua benda yang ada di rumah itu kecuali
benar-benar dipersilahkan oleh tuan rumah.

9) Jika dihidangkan makanan dan minuman maka cicipilah makanan dan


minuman tersebut setelah dipersilahkan oleh tuan rumah untuk mencicipinya.
Seandainya makanan dan minuman itu tidak sesuai dengan selera maka jangan
tampakkan perasaan tidak suka. Untuk itu, cicipi sekedarnya saja.

10) Kalau dirasa sudah cukup bertamunya, hendaknya berpamitan untuk


pulang. Tak lupa pula untuk menyampaikan penghargaan yang sebesar-
besarnya atas sambutan pemilik rumah dengan harapan lain waktu bisa
berbalas tamu di lain waktu.

(3). Adab menerima tamu.

Menerima kehadiran tamu yang datang kepada kita hendaknya dapat


menunjukkan kesan yang baik kepada tamu kita, seperti pesan Rasulullah :

‫) من كان يؤ من باهلل واليوم االخرفليكرم ضيفه ( رواه البخاري ومسلم‬

Artinya : Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklan
memuliakan temannya ( H.R Bukhari dan Muslim ).

Alasan mengapa tamu harus diperlakukan dengan baik yaitu sebagai berikut :
788

— Tamu dengan niat ziarah atau silaturahmi

— Tamu telah menyempatkan datang dan telah mengorbankan waktu


untukmenemui kita, sehingga kita harus membayar pengorbanan itu dengan
menunjukkan sikap yang ramah dan gembira

— Dengan kedatangan tamu berarti tamu menghormati kita sebagi tuan rumah

— Setiap tamu membawa rahmat Allah, sehingga menyambutnya mendapat


pahala dan nilai kebaikan di sisi Allah

Tata krama dan tata cara menerima tamu :

1. Sambutlah tamu dengan :

a) Gapuh, menampakkan kegembiraan hati atas kedatangannya, jawablah


salamnya, songsonglah kedatangannya, dan jabatlah tangannnya.

b) Saguh, menciptakan suasana keakrabandan persaudaraan yang ikhlas dan


semarak. Pandai-pandailah mencari topic pembicaraan dan menciptakan
suasana yang hangat.

c) Lungguh, mempersilahkan duduk pada tempat yang tersedia.

d) Suguh, memberikan suguhan atau jamuan makanan dan minuman.

2. Menyambut tamu dengan ikhlas


789

3. Waspada menjaga diri dari prasangka buruk kepada tamu. Oleh sebab itu
terhadap tamu yang belum dikenal perlu kiranya ditanya identitas dan
keperluannya sehingga kita bisa mensikapi sabda Rasulullah

‫ وإذاخرج خرج بمغفرة ذنوبهم‬,‫إذا دخل الضيف على القوم دخل برزقه‬
( ‫)رواه الديلمى عن أنس‬

Artinya : Apabila tamu telah masuk ke rumah seseorang maka dia masuk
dengan membawa rizkinya, dan jika dia keluar maka dia keluar dengan
membawa pengampunan bagi tuan rumah dan keluarganya ( H.R Ad Dailami
dan Anas ).

Tamu yang datang dengan maksud jelek dapat kita tolak dengan baik, dan tamu
yang datang dengan maksud baik dapat kita temui, kita hormati, dan kita jaga
keselamatannya.

4. Sopan dalam menerima, lembut dalam bertutur kata, berseri wajah kita, dan
banyak memberi kesempatan kepada tamu menyampaikan maksud tujuannya.

5. Tidak membeda-bedakan sikap tamu yang hadir ke rumah kita kecuali dalam
masalah takwa dan tingkah kekerabatannya

6. Menjamu tamu sesuai dengan kemampuan dan keadaan kita, serta


menyediakan keperluan tamu apabila menginap.

‫)الضيافة ثالثة أيام فمازادفهو صدقة وكل معروف صدقة (الحديث‬

Artinya : Melayani tamu suatu keharusan selama tiga hari. Adapun selebihnya
termasuk sedekah dan tiap kebaikan ( sikap perilaku baik ) itu sedekah ( Al
Hadist ).
790

7. Apabila kita tidakmenginginkan kedatangannya,jangan sekali kali kita


menunjukkan sikap yang membuatnya sakit hati atau tersinggung

8. Bila tamu yang datang adalah tamu terhormat, kita boleh memberikan
sambutan yang lebih baik sebagai penghormatan kepadanya

9. Jika tamu akan berpamitan pulang, nyatakan perasaan sedih atas kedatangan
yang singkat dan ucapkan terima kasih Karena telah dikunjungi

10. Antarakanlah tamu hingga pintu


791

Materi 9
Kerja Keras

Salah satu akhlak terpuji atau Akhlakul Mahmudah adalah sika kerja
keras, tekun, ulet, dan teliti. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk
senantiasa berusaha. Baik dalam hal urusan dunia terlebih urusan akhirat. Islam
tidak menghendaki umatnya untuk hidup bertopang dagu / malas dalam
berusaha. Kerja keras, tekun dan teliti merupakan salah satu kunci sukses
dalam kehidupan. Firman Allah swt :

Artinya: “dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah


kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu,
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”( Q.S. al
Qasas : 77 )

A. Kerja Keras

1. Pengertian dan Dalil Kerja keras

Kerja keras berarti berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Dalam salah satu hadis Rasulullah pernah bersabda, “ Tidak ada
satu makanan pun yang dimakan seseorang yang lebih baik daripada makanan
hasil usahanya sendiri. “ ( H.R Bukhari dan Nasa’i ) . Firman Allah swt :
792

 Artinya : “ Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di


muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-
banyaknya supaya kamu beruntung. “ ( Q.S. Al-Jumuah : ayat 10 )

2. Contoh Perilaku Kerja Keras

Pak Jahid seorang pedagang sayuran yang bekerja tanpa kenal lelah. Suatu
hari, usaha yang dilakukan Pak Jahid kurang menguntungkan karena sayuran
yang sudah dibawa ke pasar induk tidak habis terjual. Pak Jahid terus berusaha
supaya dagangannya laris terjual dan hasilnya diserahkan kepada istrinya untuk
membiayai keluarga.

3. Cara Membiasakan Perilaku Kerja Keras


Agar terbiasa bekerja keras dalam mengerjakan sesuatu, lakukanlah beberapa
hal berikut ini.
a. Bekerja harus dilandasi niat yang baik. Niatkan untuk beribadah kepada
Allah swt..
b. Awali suatu pekerjaan dengan menyebut nama Allah.
c. Kerjakan dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguh.
d. Akhiri dengan menyebut nama Allah.
e. Serahkan segalanya kepada Allah swt ( Tawakal ) .

B. Tekun

1. Pengertian dan Dalil Tekun

Dalam bahasa Arab, tekun dikenal dengan istilah nasyit, sedangkan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata tekun diartikan dengan rajin dan
bersungguh-sungguh.

Firman Allah SWT

 Artinya : ” Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu


mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka
793

menjaganya atas perintah AllahSWT. Sesungguhnya Allah SWT tidak


merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah SWT
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang
dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain
Dia” ( Q.S. Ar Radu ayat 11 )

2. Contoh Perilaku Tekun

Khairudin adalah siswa kelas VII pada salah satu sekolah di desa terpencil.
Setiap hari khair harus berangkat pukul 05.30 WIB karena jam masuk sekolah
pukul 07.00 WIB. Setiap hari ia melakukannya dengan semangat untuk meraih
cita-cita yang diinginkannya. Anak desa ini tetap rajin menjalani hari-harinya
untuk menuntut ilmu di sekolahnya yang cukup jauh itu.

3. Cara Membiasakan Perilaku Tekun

Supaya terbiasa tekun dalam semua aktivitas, lakukanlah beberapa hal berikut.
a. Siapkan perencanaan yang matang dalam memulai aktivitas.
b. Bersungguh-sunggulah dalm setiap aktivitas.
c. Jangan cepat putus asa dalam bekerja dan belajar.
d. Lakukanlahterus pekerjaan yang kamu senangi hingga kamu mampu
mengerjakannya
e. Harus banyak bersabar dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
f. Jangan tergesa-gesa dalam mengerjakan sesuatu.
g. Berserah dirilah kepada Allah swt.

C. Ulet

1. Pengertian dan Dalil Ulet

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ulet diartikan dengan kuat,
tidak mudah putus, tidak getas, tidak rapuh, tidak mudah putus asa dalam
mencapai cita-cita atau keinginan. Ulet juga bisa diartikan dengan berusaha
terus dengan giat dan berkemauan keras serta menggunakan segala
kecakapannya (potensi) untuk mencapai suatu tujuan.
794

 Artinya : “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan


sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. “(yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:
“Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. mereka Itulah yang mendapat
keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka
Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” ( Q.S. Al Baqarah ayat
155 – 157 )

2. Contoh Perilaku Ulet

Mahmud adalah salah seorang siswa SMP kelas VII. Pada suatu kesempatan, ia
akan menjadi utusan sekolahnya untuk perlombaan cerdas-cermat di tingkat
kabupaten. Siang dan malam, dia dan teman-temannya belajar tanpa kenal
lelah. Karena keuletan dan kerja kerasnya, Mahmud dan kedua temannya
meraih juara pertama pada lomba cerdas-cermat tersebut.

3. Cara Membiasakan Perilaku Ulet

Supaya terbiasa ulet dalam semua aktivitas, lakukanlah beberapa hal berikut:
a. Biasakan bersunggug-sungguh dalam setiap aktivitas.
b. Gantungkan cita-citamu setinggi mungkin, kemudian kejarlah dengan belajar
yang serius.
c. Jangan cepat putus asa dalam mengerjakan sesuatu yang sulit.
d. Coba dan coba terus pekerjaan yang kamu senangi sampai kamu bisa.
e. Bersabarlah dalam berbagai keadaan.
f. Kembalikan semuanya kepada Allah sambil terus berusaha

D. Teliti

1. Pengertian dan Dalil Teliti


795

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teliti diartikan dengan cemat, seksama,
dan hati-hati, sedangkan cermat diartikan dengan seksama, teliti, berhati-hati
dalam mengerjakan sesuatu.

 Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang


Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu
tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu
itu.” ( Q.S. al-Hujarat : 6 )

2. Contoh Perilaku Teliti / Cermat

Aisyah pergi ke sebuah toko buku untuk membeli alat-alat tulis dan beberapa
buku pelajaran digunakannya di sekolah.Ia mencatat yang akan di belinya
untuk memastikan tidak ada barang yang terlewat.

3. Cara Membiasakan Perilaku Teliti

Supaya terbiasa teliti atau cermat dalam sesuatu, lakukanlah beberapa hal
berikut ini:
a. Biasakan rapihdan teratur dalam mengerjakan sesuatu.
b. Jangan mudah terpengaruh orang lain.
c. Lakukanlah check and recheck sebelum memutuskan suatu masalah
d. Sebaiknya hati-hati dalam segala hal.
e. Percayalah kepada diri sendiri.
f. Biasakan menyenangi keteraturan dan ketertiban.
796

Materi 10
Khutbah, Tabligh, Dan Dakwah

1. Pengertian Khutbah, Tabligh, dan Dakwah


Agama Islam dalam menyampaikan ajaran-ajarannya kepada seluruh
umat manusia menggunakan beberapa cara. Yang antara lain melalui khotbah,
tablig, dan dakwah. Cara tersebut disesuaikan dengan situasi serta kondisi.
Berikut definisi dari beberapa cara yang digunakan untuk menyampaikan
agama Islam tersebut yaitu:
a. Khotbah
Khotbah adalah berpidato pada rangkaian shalat Jumat yang berisi
menyampaikan pesan tentang bertakwa kepada Allah SWT. Dengan syarat-
syarat tertentu.
b. Tabligh
Menuruy bahasa Arab tablig berarti menyampaikan. Menurut istilah arinya
menyampaikan perintah dan larangan Allah SWT. sebagai ajaran agama agar
manusoa beriman kepadanya. Orang yang memiliki keahlian bertablig disebut
muballig. Berikut adalah salah satu hadist yang membahas tentang tablig :
“Sampaikanlah dariku walau satu ayat”(HR Bukhari)
c. Dakwah
Dakwah dalam bahasa Arab berarti mngajak atau menyeru. Menurut istilah
dakwah merupakan mengajak manusia untuk mengikuti kebenaran
berdasarkan Al Quran dan hadist sebagai sumber ajaran Islam agar manusia
mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Berikut adalah salah satu
hadist yang membahas dakwa :
“Barang siapa yang mengajak orang ke jalan baik, maka akan mendapatkan
pahala sebanyak pahala orang yang mengikutinya.” (HR Muslim).

2. Ketentuan Khutbah, Tablig, dan Dakwah


a. Ketentuan Khutbah Jum’at
1. Khatib jum’at
797

Khotbah Jum’at adalah pidato atau ceramah yang wajib dilaksanakan oleh
seorang khatib, sebelum salat Jum’at dimulai.
Agar tujuan mulia tersebut tercapai maka, hendaklah khatib Jum’at harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut, ini :
- Mengetahui ajaran Islam, terutama mengenai akidah, ibadah, dan akhlak.
- Mengetahui berbagai hal tentang khotbah Jum’at, terutama tentang syarat,
rukun dan sunah-sunahnya.
- Dapat membaca hamdalah, syahadat, salawat, Al-Qua’an dan hadist dengan
baik dan benar, juga sanggup bebicara di muka umum dengan jelas dan mudah
dipahami.
- Orang yang sudah balig danbertakwa kepada Allah, berakhlak baik, tidak
melakukan perbuatan maksiat, dan bukan orang munafik.
- Orang yang dipandang terhormat, dihormati, dan disegani.

2. Syarat Khutbah Jum’at


- Khutbah dimulai pada waktu zuhur (sesudah matahari tergelincir).
- Khutbah dilakukan dengan dua kali dengan berdiri (jika dimungkinkan).
- Khatib hendaknya duduk di antara dua khotbah.
- Khotbah diucapkan dengan suara yang jelas dan keras.
- Dilakiukan secara berturut-turut sesuai dengan rukunnya.

3. Rukun Khutbah
- Mengucapkan hamdalah atau puji-pujian kepada Alllah SWT.
- Membaca syahadatain, yakni syahadat tauhid dan syahadat rasul. Dalam hal
ini Rasulullah SAW bersabda, “Tiap-tiap khotbah yang tidak ada syahadatnya,
adalah seperti tangan yang terpotong.” (H.R. Ahmad dan Abu Daud)
- Membaca salawat atas Nabi Muhammad SAW.
- Berwasiat atau member nasihat tentang takwa dan menyampaikan ajaran
tentang akidah, ibadah, akhlak dan muamalah yang bersumber kepada Al-
Qur’an dan Hadist.
798

- Membaca ayat Al-Qur’an pada salah satu dari dua khotbah. Rasulullah
bersabdah yang artinya:
“Dari Jabir bin Samurah, katanya, “Rasulullah SAW berkhotbah berdiri, duduk
antara keduanya, membaca ayat-ayat Al-Qur’an, mengingatkan dan
memperingatkan kabar takut pada manusia.” (H.R. Muslim)
- Berdoa pada khotbah kedua agar kaum muslimin memperoleh ampunan
dosa dan rahmat Allah SWT.
4. Sunah Khotbah Jum’at
- Khatib hendaknya berdiri diatas mimbar atau di tempat yang lebih tinggi
dan letak mimbar berada di sebelah kanan tempat berdirinya Imam salat.
- Khatib hendaknya mengawali khotbahnya dengan member salam. Setelah
itu, duduk sebentar sambil mendengarkan mu’azzin berazan.
- Khotbah hendaknya jelas, mudah dipahami, tidak terlalu panjang dan tidak
terlalu pendek.
- Khatib, di dalam khotbahnya hendaknya menghadap kepada para jamaah
salat Jum’at dan jangan berputar-putar karena yang demikian itu tidak
disyariatkan.
- Menertibkan tiga rukun yaitu puji-pujian, salawat, dan nasihat agar
bertakwa.
- Mambaxa surah Al-Ikhlas, sewaktu duduk dua khotbah.

b. Ketentuan Tablig dan Dakwah


1. Tablig dan dakwah hendaknya dimulai dari diri mubalig dan da’i itu sendiri,
sebab sebelum seorang mubalig atau da’I mengajak orang lain untuk
berimandan bertakwa, maka terlebih dahulu mubalig dan atau da’i menjadi
orang yang beriman dan bertakwa. Hal ini diisyaratkan dalam firman Allah
SWT, yang artinya: “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan ap-apa yang tidak kamu kerjakan”. (Q.S. As-Saff, 61:3)
2. Dalam bertablig atau berdakwah, mubalig, atau da’i hendaknya
menggunakan pola kebijaksanaan, yaitu berbicara atau bertablig kepada
799

manusia menurut kadar kemampuan akal mereka. Tablig atau dakwah kepada
kaum intelek yang kadar keilmuannya sudah tinggiharus dibedakan dengan
tablig atau dakwah terhadap orang kebanyakan, kadar keilmuannya masih
rendah.
3. Dakwah dapat dilakukan dengan “bi al-hal” yaitu melalui perbuatan baik
diridai oleh Allah SWT agar diteladani orang lain.
4. Dakwah dapat dilaksanakan melalui ucapan lisan dan tulisan, baik
perorangan ataupun kepada masyarakat.
Dalam berdakwa pastinya dilakukan dengan berbagai metode dimana telah
dijelaskan Allah SWT dalam Al-Quran dalam surah An-Nahl, 16:125 yaitu :

- Metode al-hikmah yang artinya penyampaian dakwah terlebih dahulu


mengetahui tujuan dan sasaran dakwahnya.
- Metode al-mau’izah al-hasanah yakni member kepuasan kepada orang atau
masyarakat yang menjadi sasaran dakwah dengan cara seperti ini member
nasihat, pengajaran dan teladan yang baik.
- Metode “mujadalah bi al-lati hiya ahsan” ialah bertukar pikiran (berdiskusi)
dengan cara-cara yang terbaik. Metode ini digunakan bagi sasaran dakwah
tertentu, misalnya bagi orang-orang yang berpikir kritis dan kaum terpelajar.

Akan tetapi pada erang yang serbah canggih ini, sekarang dakwah dapat
disampaikan melalui media surat kabar, majalah, radio dan televisi.
3. Perbedaan Khutbah, Tabligh, dan Dakwah
Khotbah
Khotbah adalah berpidato pada rangkaian shalat Jumat yang berisi
menyampaikan pesan tentang bertakwa kepada Allah SWT. Dengan syarat-
syarat tertentu.
Tabligh
Menuruy bahasa Arab tablig berarti menyampaikan. Menurut istilah arinya
menyampaikan perintah dan larangan Allah SWT. sebagai ajaran agama agar
800

manusoa beriman kepadanya. Orang yang memiliki keahlian bertablig disebut


muballig. Berikut adalah salah satu hadist yang membahas tentang tablig :
“Sampaikanlah dariku walau satu ayat”(HR Bukhari)
Dakwah
Dakwah dalam bahasa Arab berarti mngajak atau menyeru. Menurut istilah
dakwah merupakan mengajak manusia untuk mengikuti kebenaran berdasarkan
Al Quran dan hadist sebagai sumber ajaran Islam agar manusia mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Berikut adalah salah satu hadist yang
membahas dakwa :

“Barang siapa yang mengajak orang ke jalan baik, maka akan mendapatkan
pahala sebanyak pahala orang yang mengikutinya.” (HR Muslim)
4. Cara Berlatih Menyusun Teks Khotbah, Tabligh dan Dakwah
Menyusun teks untuk berdakwah atau khotbah dan tabligh jumat
memerlukan pembiasaan atau latihan agar dapat berkembang menjadi semakin
baik. Bahkan, latihan-latihan semacam ini semakin diminati banyak orang dan
telah banyak diberikan dalam suatu oelajaran yang kini disebutt public-
speaking. Beberapa hal yang perlu dipersiapkan ketika akan menyusun suatu
teks atau naskah dakwah adalah sebagai berikut.
1. Membuat teks atau naskah setidaknya memiliki unsur-unsur sebagai berikut
a.Memberikan salam bagi para jamaah
b.Mengucapkan hamdalah atau puji-pujian kepada Allah
c.Awali dengan menyampaikan ayat-ayat Al Qur’an serta membaca ta’awuz
dan basmalah
d.Teks atau naskah materi khotbah setidaknya memenuhi beberapa unsur yaitu:
kalimat pembuka, materi inti, kesimpulan dan penutup

Kesimpulan
Jika kita teliti dengan cermat, memahami makna hadits tersebut dengan hal
semacam itu sangatlah tidak tepat. Hadits ini menyuruh kepada kita agar ketika
menyampaikan hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam kita tahu dan yakin
bahwa hadits tersebut berasal dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Jadi yang benar dari hadits ini bukanlah memotivasi orang yang tidak berilmu
801

untuk berbicara (masalah agama) akan tetapi hadits ini memotivasi kepada
orang yang telah belajar dan mengetahui, hendaklah disampaikan walau
sedikit. Ketika seseorang telah mengetahui syariat ini benar dari Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam, maka diperkenankan baginya untuk
menyampaikannya kepada orang lain.

KERJA KERAS

Salah satu akhlak terpuji atau Akhlakul Mahmudah adalah sika kerja keras,
tekun, ulet, dan teliti. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa
berusaha. Baik dalam hal urusan dunia terlebih urusan akhirat. Islam tidak
menghendaki umatnya untuk hidup bertopang dagu / malas dalam berusaha.
Kerja keras, tekun dan teliti merupakan salah satu kunci sukses dalam
kehidupan. Firman Allah swt :

Artinya: “dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah


kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu,
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”( Q.S. al
Qasas : 77 )

A. Kerja Keras

1. Pengertian dan Dalil Kerja keras

Kerja keras berarti berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan hasil yang
maksimal. Dalam salah satu hadis Rasulullah pernah bersabda, “ Tidak ada
802

satu makanan pun yang dimakan seseorang yang lebih baik daripada makanan
hasil usahanya sendiri. “ ( H.R Bukhari dan Nasa’i ) . Firman Allah swt :

 Artinya : “ Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di


muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-
banyaknya supaya kamu beruntung. “ ( Q.S. Al-Jumuah : ayat 10 )

2. Contoh Perilaku Kerja Keras

Pak Jahid seorang pedagang sayuran yang bekerja tanpa kenal lelah. Suatu
hari, usaha yang dilakukan Pak Jahid kurang menguntungkan karena sayuran
yang sudah dibawa ke pasar induk tidak habis terjual. Pak Jahid terus berusaha
supaya dagangannya laris terjual dan hasilnya diserahkan kepada istrinya untuk
membiayai keluarga.

3. Cara Membiasakan Perilaku Kerja Keras


Agar terbiasa bekerja keras dalam mengerjakan sesuatu, lakukanlah beberapa
hal berikut ini.
a. Bekerja harus dilandasi niat yang baik. Niatkan untuk beribadah kepada
Allah swt..
b. Awali suatu pekerjaan dengan menyebut nama Allah.
c. Kerjakan dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguh.
d. Akhiri dengan menyebut nama Allah.
e. Serahkan segalanya kepada Allah swt ( Tawakal ) .

B. Tekun

1. Pengertian dan Dalil Tekun

Dalam bahasa Arab, tekun dikenal dengan istilah nasyit, sedangkan dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata tekun diartikan dengan rajin dan
bersungguh-sungguh.

Firman Allah SWT


803

 Artinya : ” Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu


mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka
menjaganya atas perintah AllahSWT. Sesungguhnya Allah SWT tidak
merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah SWT
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang
dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain
Dia” ( Q.S. Ar Radu ayat 11 )

2. Contoh Perilaku Tekun

Khairudin adalah siswa kelas VII pada salah satu sekolah di desa terpencil.
Setiap hari khair harus berangkat pukul 05.30 WIB karena jam masuk sekolah
pukul 07.00 WIB. Setiap hari ia melakukannya dengan semangat untuk meraih
cita-cita yang diinginkannya. Anak desa ini tetap rajin menjalani hari-harinya
untuk menuntut ilmu di sekolahnya yang cukup jauh itu.

3. Cara Membiasakan Perilaku Tekun

Supaya terbiasa tekun dalam semua aktivitas, lakukanlah beberapa hal berikut.
a. Siapkan perencanaan yang matang dalam memulai aktivitas.
b. Bersungguh-sunggulah dalm setiap aktivitas.
c. Jangan cepat putus asa dalam bekerja dan belajar.
d. Lakukanlahterus pekerjaan yang kamu senangi hingga kamu mampu
mengerjakannya
e. Harus banyak bersabar dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
f. Jangan tergesa-gesa dalam mengerjakan sesuatu.
g. Berserah dirilah kepada Allah swt.

C. Ulet

1. Pengertian dan Dalil Ulet

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ulet diartikan dengan kuat,
tidak mudah putus, tidak getas, tidak rapuh, tidak mudah putus asa dalam
804

mencapai cita-cita atau keinginan. Ulet juga bisa diartikan dengan berusaha
terus dengan giat dan berkemauan keras serta menggunakan segala
kecakapannya (potensi) untuk mencapai suatu tujuan.

 Artinya : “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan


sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. “(yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:
“Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. mereka Itulah yang mendapat
keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka
Itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” ( Q.S. Al Baqarah ayat
155 – 157 )

2. Contoh Perilaku Ulet

Mahmud adalah salah seorang siswa SMP kelas VII. Pada suatu kesempatan, ia
akan menjadi utusan sekolahnya untuk perlombaan cerdas-cermat di tingkat
kabupaten. Siang dan malam, dia dan teman-temannya belajar tanpa kenal
lelah. Karena keuletan dan kerja kerasnya, Mahmud dan kedua temannya
meraih juara pertama pada lomba cerdas-cermat tersebut.

3. Cara Membiasakan Perilaku Ulet

Supaya terbiasa ulet dalam semua aktivitas, lakukanlah beberapa hal berikut:
a. Biasakan bersunggug-sungguh dalam setiap aktivitas.
b. Gantungkan cita-citamu setinggi mungkin, kemudian kejarlah dengan belajar
yang serius.
c. Jangan cepat putus asa dalam mengerjakan sesuatu yang sulit.
d. Coba dan coba terus pekerjaan yang kamu senangi sampai kamu bisa.
e. Bersabarlah dalam berbagai keadaan.
f. Kembalikan semuanya kepada Allah sambil terus berusaha

D. Teliti
805

1. Pengertian dan Dalil Teliti

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, teliti diartikan dengan cemat, seksama,
dan hati-hati, sedangkan cermat diartikan dengan seksama, teliti, berhati-hati
dalam mengerjakan sesuatu.

 Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang


Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu
tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu
itu.” ( Q.S. al-Hujarat : 6 )

2. Contoh Perilaku Teliti / Cermat

Aisyah pergi ke sebuah toko buku untuk membeli alat-alat tulis dan beberapa
buku pelajaran digunakannya di sekolah.Ia mencatat yang akan di belinya
untuk memastikan tidak ada barang yang terlewat.

3. Cara Membiasakan Perilaku Teliti

Supaya terbiasa teliti atau cermat dalam sesuatu, lakukanlah beberapa hal
berikut ini:
a. Biasakan rapihdan teratur dalam mengerjakan sesuatu.
b. Jangan mudah terpengaruh orang lain.
c. Lakukanlah check and recheck sebelum memutuskan suatu masalah
d. Sebaiknya hati-hati dalam segala hal.
e. Percayalah kepada diri sendiri.
f. Biasakan menyenangi keteraturan dan ketertiban.

KREATIF

Kreativitas adalah suatu kemampuan untuk menyelesaikan masalah


yang member kesempatan individu untuk menciptakan ide2 asli/adaptif fungsi
kegunaannya secara penuh untuk berkembang” (Widyatun,1999)
806

Kreativitas adalah kemampuan untuk menentukan pertalian baru,


melihat subjek dari perspektif baru, dan menentukan kombinasi-kombinasi
baru dari dua atau lebih konsep yang telah tercetak dalam pikiran” (James R.
Evans, 1994)
Kreativitas adalah suatu kemampuan berpikir ataupun melakukan
tindakan yang bertujuan untuk mencari pemecahan sebuah kondisi ataupun
permasalahan secara cerdas, berbeda (out of the box), tidak umum, orisinil,
serta membawa hasil yang tepat dan bermanfaat” (inginhilangingatan, 2009)
Kreatif yang artinya memiliki daya cipta atau memiliki kemampuan
untuk menciptakan. Kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk
menciptakan segala sesuatu yang diperoleh dari hasil berpikir. Hasil dari
kreativitas ialah sebuah karya. Karya bisa berbentuk benda, bisa tulisan,
lukisan, patung, dan lain sebagainya yang melibatkan unsur keterampilan.
Setiap orang bisa menjadi kreatif asalkan di dalam dirinya tertanam rasa
ingin tahu yang besar, sebab kreativitas adalah keterampilan. Artinya siapa saja
yang berniat untuk menjadi kreatif dan ia mau melakukan latihan-latihan yang
benar maka ia akan menjadi kreatif. Kreativitas bukanlah sekadar bakat yang
dimiliki oleh orang-orang tertentu saja. Kita semua memiliki hak dan peluang
untuk menjadi kreatif (Nggermanto, 2005: 73).
Ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam kreativitas, di antaranya:
(1) Kemampuan kognitif, kemampuan di atas rata-rata mengenai
pengetahuan secara faktual yang bersifat empiris/berdasarkan
pengalaman. Faktor pertama ini dapat kita penuhi dengan cara
mengoptimalkan potensi otak.
(2) Sikap yang terbuka. Orang yang kreatif mempersiapkan dirinya
dalam menerima kritik dan saran dari lingkungan sekitar. Sikap
terbuka mampu menambah banyak informasi dan kesempatan yang
dapat kita manfaatkan untuk menjadi kreatif.
(3) Sifat bebas, otonom, dan percaya pada diri sendiri. Orang kreatif
tidak senang ‘digiring’: ingin menampilkan diri semampu dan semaunya: ia
807

tidak terikat dengan konvensi-konvensi sosial. Orang-orang kreatif memiliki


pendirian tertentu namun tetap berada dalam jalurnya yaitu bersikap baik
terhadap sesama.
808

Materi 11
Wakaf

1. KETENTUAN WAKAF

Wakaf menurut pengertian bahasa Arab berarti menahan. Dalam istilah


agama Islam berarti menahan harta benda milik pribadi atau
kelompok yang diserahkan kepada pihak lain untuk kepentingan ibadah
atau untuk bisa dimanfaatkan oleh masyarakat umum yang tidak
bertentangan dengan ajaran Islam. Pihak lain dimaksud dapat berbentuk
lembaga atau perorangan seperti : yayasan pendidikan, lembaga sosial,
perkumpulan, jama’ah pengajian dan lain- lain.

Hukum wakaf pada mulanya jaiz (boleh-boleh saja), namun ditilik dari
kemanfaatannya maka hukum wakaf menjadi sunat. Wakaf
merupakan shodaqah yang bernilai langgeng selama bisa dimanfaatkan
umum. Rasululah saw. bersabda :
Artinya : Apabila meninggal anak adam (manusia), maka terputuslah
amalnya, kecuali tiga hal, yakni : shodaqah jariyah, ilmu
yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakan orang
tuanya. HR. Ibnu Majah

Untuk melaksanakan wakaf secara syah, maka harus memperhatikan


rukun wakaf sebagai berikut :

a. Wakif, pihak yang menyerahkan harta wakaf;


b. Mauquf alaihi, pihak yang menerima harta wakaf (disebut pula
dengan istilah Nadhir).
c. Mauquf, harta yang diwakafkan, seperti : tanah, rumah, ketik,
computer dan lain-lain.
d. Shighot, ikrar serah terima harta wakaf antara wakif dengan
mauquf alaihi.
809

2. HARTA YANG DIWAKAFKAN

Harta yang akan diwakafkan harus memenuhi beberapa ketenteuan


sebagai berikut :
a. Harta yang diwakafkan merupakan barang atau harta tidak habis
pakai dan memiliki kemanfaatan besar.
b. Harta atau barang yang diwakafkan tersebut bisa berupa barang
bergerak maupun tidak. Contoh barang tidak bergerak : tanah,
rumah, gedung pertemuan, musholla dan lain-lain. Sedang barang
bergerak contohnya : Sepeda motor, mesin jahit, mobil, traktor, foto
copy dan lain-lain.
c. Harta yang diwakafkan tidak boleh dalam persengketaan, misalnya
masih dalam status sewaan, sedang menjadi barang jaminan di
bank, sedang dalam sitaan negara danm ikatan-ikatan lainnya
termasuk dalam perebutan keluarga sebagai harta waris, sehinggga
wakif dan mauquf alaihi nantinya tidak digugat oleh pihak tertentu
dikemudian hari.
d. Harta yang diwakafkan harus dapat memberikan manfaat. Untuk itu
pada saat ikrar boleh saja disebutkan apa-apa yang diharapkan
manfaatnya dari harta atau barang itu. Namun pada saat tertentu
bisa jadi barang wakaf itu tidak lagi memberi manfaat, misalnya
mobil wakaf yang sering mogok, gedung yang sudah tidak bisa
dipakai, maka dalam hal ini sebagian ulama membolehkan harta
wakaf dialihkan untuk manfaat lain atau barang itu diganti dengan
barang lain sehingga lebih bermanfaat. Hanya saja penggantian
barang dan pengalihan manfaat itu boleh dilakanakan apabila dalam
keadaan terpaksa.
810

3. MANFAAT WAKAF.

Wakaf tidaklah sama dengan sekedar sedekah biasa, akan tetapi lebih
besar pahala dan manfaatnya, khususnya bagi kemaslahatan umat Islam.
Kenyataan sehari-hari membuktikan bahwa banyak manfaat yang dapat
dipetik dengan adanya wakaf ini, dalam kehidupan bermasyarakat
dapat menjadi wahana untuk meraih kemajuan dalam berbagai segi
hidup dan kehidupan, khususnya dalam rangka menghidupkan syi‘ar
Islam.

Secara singkat manfaat zakat dapat


digolongkan :
a. Sebagai amal jariyah yang pahalanya terus mengalir bagi wakif dan
manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat Islam pada umumnya.
b. Membantu kemajuan syiar Islam ( banyak sekolah, mushalla,
masjid dan lain-lain berdiri karena dari adanya wakaf)
c. Membina ukhuwah Islamiyah diantara sesama
umat Islam.

4. PERWAKAFAN DI INDONESIA

Di Indonesia, pelaksaaan wakaf diatur secara hukum dengan


menggunakan administrasi yang jelas. Peraturan wakaf yang sudah
ada ialah : Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 tahun 1977, Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 6 tahun 1977, Peraturan Menteri Agama No.
1 Tahun 1978 dan poeraturan Dirjen Bimas islam No. Kep/P/75/1978.

Pelaksanaan wakaf menggunakan hukum dinamis dengan harapan


perwakafan akan memberikan banyak manfaat atau hikmah bagi
umat. Untuk itu peraturan yang ada harus diperhatikan dan dipelajari
oleh wakif. Dalam hal ini seorang calon wakif menghubungi KUA
setempat lebih dahulu untuk memperoleh penjelasan secara jelas.
811

Hal ini karena kepala KUA merupakan pejabat pembuat akta ikrar
wakaf, dan seharusnya pada saat ke KUA wakif bersama maukuf alaih
sebagai nadhir karena setelah adanya ikrar tertulis disaksikan dua orang
saksi dewasa, maka nadhir berkewajiban mengamankan , memelihara
harta beserta surat-suratnya. Nadhir juga mempunyai hak menerima
penghasilan dari manfaat harta wakafnya sesuai ketentuan yang
ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai