Anda di halaman 1dari 34

20 15

MODUL 4
PENDALAMAN MATAERI AKIDAH AKHLAK

A. Peta Konsep

PETA KONSEP

METODE-METODE PE TEOLOGI ISLAM TASAWUF DALAM


NINGKATAN KUALITAS A. Pengertian, Ruang ISLAM
AKIDAH, TAUHID DAN Lingkup dan Fungsi A. Pengertian dan Asal-
AKHLAK Ilmu Kalam. Usul Tasawuf
A. Menerapkan prinsip- B. Aliran-Aliran: B. Karakteristik
prinsip akidah dalam 1. Aliran Jabariah Tasawuf
kehidupan 2. Aliran Qadari’ah C. Tahapan Spiritual dan
B. Menerapkan metode- 3. Aliran Khawarij Ajaran Pokok
metode peningkatan 4. Asy’ariyah Tasawuf
kualitas akidah 5. Aliran Mu’tazilah D. Peran Tasawuf dalam
dalam kehidupan C. Menghindari Dosa kehidupan Modern
C. Pengertian Tauhid, Besar dan Perilaku
Macam-macam Tauhid, Tercela
Perilaku Orang yang 1. Mabuk-Mabukan
bertauhid. 2. Berjudi
D. Pengertian, Menerapkan 3. Berzina
Metode-Metode Kualitas 4. Mencuri
Aqidah 5. Narkiba
E. Menerapkan Metode-
Metode Kualitas Akhlak
dalam Kehidupan.
B. Uraian Materi
1. Pengertian Akidah
Akidah secara etimologi berasal dari kata ‘aqd yang berarti ikatan.” Ungkapan kalimat
‫ ”اعتقدت كذا‬Artinya saya ber-i’tiqad begini. Maksudnya, saya mempercayai dan meyakini kebenaran
ajaran-ajaran agama ini dengan sepenuh hati saya Kata ‘aqd menurut Raghib al-Asfahani adalah
mengikat dua ujung dari sesuatu dengan kuat dan tidak mudah lepas . Berbeda dengan kata ‫ ربط‬yg
juga berarti ikatan, karena ‫ ربط‬adalah ikatan yg mudah lepas, seperti ikatan sepatu sedangkan
akidah adalah ikatan yang kuat. Akidah secara terminologi adalah suatu kepercayaan yang diyakini
kebenarannya oleh seseorang yang mempengaruhi ( mengikat ) cara ia berfikir,berucap dan
berbuat dan merupakan perbuatan hati. Oleh karena itu muslim yang berakidah berarti orang
islam yang telah mengikatkan keyakinan hatinya dengan ajaran-ajaran Islam dengan kuat tanpa ada
keraguan sedikitpun sehingga cara ia berfikir,berucap dan bertindaknya selalu diwarnai oleh ajaran-
ajaran islam sesuai dengan tingkat kedalaman kepercayaan itu sendiri.
Menurut Yusuf Qardawi Akidah adalah suatu kepercayaan yang meresap ke dalam hati
dengan penuh keyakinan, tidak bercampur syak dan keraguan serta menjadi alat kontrol bagi
tingkah laku dan perbuatan sehari-hari. Jika kata Akidah diikuti dengan kata Islam, maka berarti
ikatan keyakinan yang berdasarkan ajaran Islam. Hal tersebut sama dengan kata iman (keyakinan)
yang terpatri kuat dalam hati seseorang muslim.
Akidah Islam mengandung arti ketertundukan hati yang melahirkan dan merefleksikan,
kepatuhan, kerelaan dan keikhlasan dalam menjalankan perintah Allah swt. Oleh sebab itu
seseorangyang ber- akidah Islamiyah yang benar adalah seseorang yang keterkaitan antara hati,
ucapan dan perbuatannya secara kuat dan padu terhadap ajaran islam sehingga melahirkan akhlak
yang terpuji baik terhadap Allah atau terhadap sesama makhluk. .
Adapun prestasi seseorang yang belajar ber akidah atau beriman kepada ajaran islam
bertingkat-tingkat sesuai dingan kesucian hatinya dari perbuatan dosanya,apabila ketaatannya
kepada Allah telah mampu melenyapkan sifat-sifat buruk yang bersarang dihatinya seperti
diantaranya sifat iri, dengki,ria angkuh, sombong,bakhil,malas dll maka ia berhak menyandang
gelar mukmin, tapi apabila ia masih suka berbuat maksiat atau dosa, ia bergelar fasiq,mukmin fasiq
atau mukmin “ashi”dan belum pantas menyandang mukmin hal ini sesuai dengan Firman Allah s.
Al .arof ayat 43 dan al hijr ayat 47. Mukmin fasiq,ashi atau fasiq keimanannya naik turun,keimanan
syaethon atau manusia berwatak syethon turun terus, keimanan malaikat tidak naik dan tidak
turun,sementara itu keimanan orang makmin seperti orang yang sholeh dan sholeha, para wali
selalu naik keatas mencari kenikmatan spiritual dan meninggalkan selera kenikmatan
material.Adapun ruang lingkup akidah menurut pendapat yang populerseperti ulama mesir
Abdullah bin Abi Shalah’(wafat 1830) Adalah iman kepada Allah, para MalaikatNya, Kitab-
kitabNya, para RasulNya, Hari Akhir dan Qadar baik maupun buruk. Ini juga dikenal dengan
rukun iman menurut keimanan pada zaman Rasulullah keimanan para shabat itu meliputi, mereka
mempercayai dan menganmalkan seluruh perintah Allah dan Rasulullah dan meninggalkan seluruh
laranganNya pasti akan mendatangkan kebahagiaan di Dunia dan di Akhirat baik untuk dirinya
atau untuk umat islam lainnya seperti percaya terhadap pentingnya mengamalkan “ rukun
iman”persatuan dan persaudaraan umat islam dan bahayanya perpecahan dan permusuhan anatar
umat islam. Lalu kemudian pada zaman tabiin ulama ahli hadits Imam Abu Bakar Al –Baehaqi
menyusun buku Syu::ab al-iman yang jumlah rukunnya ada 77 , menurut ulama tabiin yang lain
seperti Abu Hatim bin Hibban r, a beliu berpendapat stelahnya meneliti seluruh ayat al-Qur an
dan al-Hadits beliau berpendapat bahwa jumlah rukun iman itu ada 79. . Oleh karena itu keimanan
dalam agama Islam merupakan dasar atau pondasi yang di atasnya dibangun syariat Islam. Antara
keimanan dan perbuatan atau akidah dan syariat keduanya saling berkaitan erat, tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya seperti dua sisi mata uang.apabila akidah dan syariat
islamnya dilaksanakan secara sempurna maka akan melahirkan akhlaq yang terpuji

2. Sumber Akidah Islam

Akidah Islam bersumber dari al-Qur’an , al-Hadis dan ijtihad (dengan kemampuan akal yang
sehat), sehingga mayoritas ulama pada zaman kemunduran dan perpecahan umat isiam
berpendapat bahwa rukun Iman berjumlah enam; Lima dijelaskan oleh Allah dalam al-Qur’an
sebagaimana firmanNya dalam Surah al-Baqarah: 177
     
  
    
  
 
Artinya:
Bukanlah menghadapkan wajah kamu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-
kitab, nabi-nabi……

Adapun rukun yang ke enam yaitu iman kepada qadar didasarkan kepada hadis nabi, ketika
beliau ditanya oleh Jibril tentang iman, maka Nabi menjawab

‫أن تؤمن باهلل ومالئكته وكتبه ورسله واليوم األخر وتؤمن بالقدر خيره وشره‬
Artinya:
Hendaklah kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, hari
kemudian dan hendaknya pula kamu beriman kepada qadar baik maupun buruk.

Adapun dasar hadits yang dijadikan pedoman para Tabiin adalah sabda Rasulullah yang
diriwayatka oleh Bukhari dan Muslim “bDari Au Huraerah r.a dari Nabi saw bahwa beliau
bersabda: iman mempunyai 60 rukun atau/dan/kali70 rukun lebih mendzikirkan kalimat “lailaha
illallah sampai mengenal Allah adalah rukun iman yang paling awal/ tinggi,/utama dan rukun iman
yang paling rendah adalah menghilangkan gangguan yang terdapat di jalan atau di saluran air, malu
berbuat dosa sehingga ia meninggalkannya adalah bagian dari rukun iman “

Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, membawa dan mengandung misi keimanan
kepada Allah yang wajib dipatuhi. Dalam rangka mengubah kehidupan manusia.dari yang belum
sholeh menjadi shaleh dari yang belum madani menjadi madani Nabi Muhammad saw. terus
menerus menyeru manusia agar mempercayai dengan sepenuh hati dan mengamalkannya denagn
tulus ikhlash bahkan nikmat mengamalkan rukun rukun iman tersebut sehingga melahirkan amal
shaleh amal yang berkwalitas dan berguna baik untuk diri seseorang atau untuk orang lain oleh
karena itu nabi Muhambad dan ummatnya bertugas dibumi ini untuk menyebarkan rahmat/kasih
sayang keseluruh alam baik yang lahir maupun yang batin, umat islam mengemban amanah untuk
menjadi umat teladan( wasatha ) dan harus ikut berpartisipasi mengawal peradaban duni ini adalah
merupakan tujuan iman umat islam secara sosial adapun butir butir rukun iman selain yang enam,
adalah; percaya sepenuh hati tanpa ragu terhadap ;7. Bangkit di alam kubur 8.padang mahsyar. 9.
Surga dan neraka.10.mencintai Allah 11,hormat dan takut kepada Allah. 12 tawakkal kepada Allah
setelahnya maksimal berusaha dan doa 13 menghaujuarp ridla Allah 14, mencitai Nabi
Muhammad15 menghormati Nabi16 setia pada Islam 17 menuntut ilmu 18 menyebarkan ajaran
islam 19 memuliakan dan mencintai Al Qur an seperti nabi dan shahabatnya 20 suci jasmani dari
najis,suci ruhani dari sifat tercela, suci pebuatan dari dosa 21 iman dan amal sholeh dilakukan
karena Allah 22 jujur dll, mengikuti dan mentaati agama yang diturunkan Allah merupakan tujuan
utama beriman . adapun tujuan tujuan perinciannya secara individu adalah ;

a. Menentukan orientasi kehidupan


Akidah Islam menentukan orientasi kehidupan yang benar kepada ummat Islam dalam
bertingkah laku, mendorong mereka untuk melakukan amal kebajikan. Orintasi yang dimaksud
adalah niat yang ikhlas yang terkandung dalam setiap perbuatan manusia.sebagai bekal menempuh
kehidupan di akhirat kelak.
b. Menentramkan jiwa dan menghilangkan keraguan.
Akidah Islam yang menguatkan dan memantapkan keyakinan akan kebenaran ajaran Islam
agar mampu menghapuskan sifat-sifat tercela yang bersarang dihati penganut islam. Islam diterima
sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an “Kitab Al-Qur’an ini tidak ada keraguan didalamnya,
petunjuk bagi mereka yang bertakwa (QS. AlBaqarah 2: 2-5).
c. Membangkitkan rasa ketuhanan
Manusia adalah makhluk religi yaitu makhluk yang memiliki naluri beragama, naluri
tersebut sudah ada semenjak manusia hidup dialam kandungan telah terjadi perjanjian primordial
antara seorang hamba dengan Allah, sehingga melahirkan kesadaran akan kehadiran Allah pada
dirinya setiap saat sampai akhirnya ia menjadi pribadi yang jujur.dan muhsin (QS. Al A’raf 7: 172).
Secara esensial manusia dimuliakan karena amal ketakwaannya. Bukan karena keturunan,
warna kulit atau kewargaannya, bukan pula pangkat, harta dan jabatan yang disandangnya.
Keyakinan tersebut akan membuat manusia terlepas dari penindasan, perbuatan, karena itu
bertentangan dengan akidah Islam yang diyakininya.
d. Memberikan kepastian
Akidah Islam memberikan pedoman hidup yang pasti dan pegangan kuat, supaya dapat
membedakan mana yang baik yang harus dijalankannya, dan mana yang buruk yang harus dijauhi.
(QS. Al Baqarah 2: 185).
e. Berani berjuang membela kebenaran dan keadilan.
Akidah Islam akan mendorong manusia berani berjuang menegakkan kebenaran, berani
dalam pengertian bahwa seseorang mempunyai kesiapan untuk menyatakan kebenaran.
Kebenaran yang sudah mendarah daging dalam kehidupannya.akan membuat Dia rela terhina
dihadapan manusia karena menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan demi menegakkan ajaran –
ajaran Allah.
f. Bertawakkal setelah berikhtiar maksimal.
Seseorang yang memiliki dan kuat akidahnya meyakini bahwa segala sesuatu akan berhasil
atau gagal karena kehendak dari Allah. Tugas utama manusia adalah bekerja, ikhtiar,evaluasi dan
berdoa berdasarkan ketetapan yang benar, sedangkan hasilnya diserahkan pada Allah atau
bertawakkal sambil meneliti ulang kekurangan dan kelebihan dalam berikhtiar tersebut.

3. Iman, Islam dan Ihsan

Di dalam Islam, Iman dan ikhsan terkumpul agama secara keseluruhan. Ketika Nabi saw.
ditanya oleh Jibril tentang 3 hal tersebut, Nabi memberikan jawaban yang berbeda, berikut
uraiannya.

Iman dan Islam


Kita telah mengetahui diantara; jawaban Rasulullah dalam satu kesempatan dalam hadis
jibril, Nabi saw. menjawab ada 6 yang wajib dipercayai, tapi pada hadis yang lain beliau juga
menyebut hal-hal lain sebagai Iman, seperti akhlak yang baik, bermurah hati, sabar, cinta Rasul,
cinta sahabat, rasa malu dan sebagainya. Itu semua adalah iman yang merupakan pembenaran
batin atau bukti dari kebenaran dan kesucian batin. Tidak ada sesuatu yang mengkhususkan iman
untuk hal-hal yang bersifat batin belaka. Justru yang ada adalah dalil yang menunjukkan bahwa
amal-amal lahiriah juga disebut iman. Sebagiannya adalah apa yang telah disebut Rasulullah sebagai
Islam.jadi seringkali Rasulullah memaknai iman dan islam satu arti.
Beliau telah menafsirkan iman kepada utusan Bani Abdil Qais dengan penafsiran Islam yang
ada dalam hadis Jibril. Sebagaiman yang ada dalam hadis syu’abul iman (cabang-cabang iman).
Rasulullah bersabda, “Yang paling tinggi adalah ucapan, ‘La ilaha illallah’ dan yang paling rendah
menyingkirkan gangguan dari jalan. “pada hal apa yang terdapat diantara keduanya adalah amalan
lahiriah dan batiniah.
Sudah diketahui bersama bahwa beliau tidak memaksudkan hal-hal tersebut menjadi iman
kepada Allah tanpa disertai pembenaran dalam hati, sebagimana telah dijelaskan dalam banyak
dalil syar’i tentang pentingnya iman dalam hati. Jadi,perbuatan-perbuatan atau amalan-amalan yang
dilakukan karena Allah yang bersifat lahiriah yang disertai dengan iman dalam dada itulah yang
disebut iman. Dan makna iman mencakup pernyataan verbal dengan mengucapkan dua kalimat
syahadat merupakan pernyataan mukmin pemula” secara sosial” ( QS al-Nisa ayat 94) ,
pembenaran hati terhadap seluruh ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad dan selalu
mengerjakan perbuatan yang baik karena Allah itulah merupakan bukti iman yang benar (QS al-
Baqarah 177) , apabila sesekali taat sesekali maksiat atau berbuat jahat ini merupakan gambaran
imannya orang fasiq,(mukmin “ashi/fasiq) inilah yang dijelaskan oleh Rasulullah keimanannya
pasang surut dan kelompok ini merupakan komunitas muslim yang mayoritas saat ini, dan
kelompok mukmin seperti inilah yang digambarkan oleh Rasulullah sebagai hamba yang suka
mempermainkan dan meledek Allah . sebab makna islam atau istislam adalah penyerahan
kehendak diri kepada Allah dengan tidak mengikuti kehendak hawa nafsunya lagi dan pengertian
semacam itulah yang dikemukakan oleh al Raghib al asfihani.tentang makna iman atau mukmin
yang sesungguhnya ucapannya berupa kebenaran seperti syahadat,hati dan jiwanya dipenuhi
dengan kepercayaan terhadap seluruh ajaran ajaran islam sehingga ia senantiasa mempelajari al-
Qur an ,al-Hadits dan pendapat-pendapat ulama yang shaleh dan perbuatan dan akhlaknya terpuji
dan berguna.hal ini apabila ungkapan iman dan islam itu merupakan dua ungkapan yang saling
melengkapi ( satu arti), meskipun makna Iman secara umun berkaitan dengan kepercayaan. Oleh
karena itu iman yang benar akan melahirkan aktivitas yang benar ( islam ) sekaligus
menjadi kekuatan dalam menghadapi cobaan, ujian, tantangan dan godaan kehidupan
bahkan akan melahirkan ikhsan tingkat pertama atau tingkat kedua, tingkat pertama
dapat anugrah mukasysyafah .dan tingkat yang kedua dapat anugrah Muraqobah Perlu di catat
bahwa iman berbeda dengan ilmu, bisa saja terjadi seseorang yang tau, tapi dia tidak percaya, dan
bisa saja juga seseorang percaya meskipun dia tidak tau. Hal ini terjadi kaerna ilmu bersumber
pada akal dan iman bersumber pada kalbu. “Ilmu memberi kekuatan dan menerangi jalan kita dan
iman menumbuh kembangkan harapan dan motivasi bagi jiwa kita. Ilmu menciptakan alat-alat
produksi dan akselerasi, sedangkan iman menetapkan haluan yang dituju serta memelihara
kehendak yang suci, ilmu adalah revolusi eksternal, sedangkan iman adalah revolusi internal. Baik
iman atau ilmu keduanya adalah kekuatan; sifat kekuatan ilmu terpisah sedangkan kekuatan iman
menyatu dalam jiwa, keduanya adalah keindahan manusia dan hiasan; ilmu adalah perhiasan
pikiran dan iman perhiasan perasaan. Keduanya menghasilkan ketenangan; kenangan batin oleh
iman, ketenangan lahiriah oleh ilmu, ilmu memelihara manusia dari penyakit jasmani dan
malapetaka duniawi, sedangkan iman memelihara dari penyakit rohani, jiwa dan malapetaka
ukhrawi, ilmu menyesuaikan manusia dengan diri dan lingkungannya, sedang iman
menyesuaikannya dengan jati dirinya” Demikianlah gambaran tentang hubungan antara ilmu dan
iman.
Tentu saja iman bertingkat-tingkat. Ada yang percaya tanpa argumen sedikitpun. Dia
percaya karena kebetulan objek kepercayaannya sesuai dengan kecenderungan hatinya. Seperti
halnya seseorang yang sangat mengetahui kejujuran seseorang , dia akan segera membenarkan dan
mempercayai terhadap apa saja yang disampaikannya, kendati yang menyampaikan khabar itu
tidak memberikan bukti bukti sedikitpun. Sebagian besar keimanan orang awam seperti itulah
keadaan keimanan mereka, sementara keimanan sebagian kaum terpelajar adalah yang
keimanannya perlu didukung oleh dalil dalil sehingga ia tidak bisa digoyahkan keimanannya, dan
keimanan orang orang tertentu yang lebih khusus keimananya tidak cukup hanya didukung oleh
dalil tetapi perlu didukung oleh pengalaman ruhani yang meyakinkan.
Puncak keimanan adalah Yaqin, yakni kepercayaan yang mantap tentang sesuatu dibarengi
dengan hilangnya keraguan atau tercerabutnya sifat sifat tercela pada diri seseorang karena begitu
kuatnya kepercayaan orang tersebut sehingga tidak menutup kemungkinan kepercayaa dan
keyakinan seperti ini dengan karunia Allah. tabir ghaib akan terbuka untuknya ( mukasysyafah ) ,
dengan demikian objek objek keimanannya dengan sendirinya terungkap. Yaqin bertingkat tingkat,
Pertama, tingkat Yaqin yaitu kepercayaan terhadap sesuatu ( rukun-rukun iman ) dengan tanpa ragu
meskipun tanpa didukung oleh dalil yang memadai misalnya ada orang yang percaya adanya
akhirat ia percaya meskipun ia tidak mengetahui dalil akli dan naklinya. Kedua ilmu al –yaqin yaitu
kepercayaan seseorang terhadap sesuatu (rukun-rukun iman ) dengan didukung oleh dalil, Ketiga
ain al-Yaqin kepercayaan seseorang terhadap sesuatu (rukun-rukun) yang didukung oleh dalil yang
memadai dan beberapa pengalaman ruhani yang belum bisa dikendalikan. Keempat Haq al-Yaqin
yaitu kepercayaan seseorang yang didukung oleh dalil yang memadai dan pengalaman ruhani yang
bisa dikendalikan. Membaca, memahami, meneliti, menghayati dan mengamalkan ayat Qur aniyah
dan ayat Kauniah dan meneladani Rasulullah adalah salah satu cara guna meraih iman dan
memantapkan dan meningkatkannya . karena itulah Allah mengecam orang yang malas dan ragu-
ragu untuk rajin membaca ,menghayati memahami dan mengamalkan ayat-ayat tersebut sehingga
pada akhirnya umat islam menjadi umat yang konsumen bukan produsen, marginal dan dengan
mudah dipermainkan dalam segala aspeknya oleh umat lain itu semua diakibatkan karena sikap
dan perbuatan umat islam sendiri,Islam adalah penyerahan terhadap kebenaran atau kepada
sumber kebenaran .Muslim adalah orang yang menyerahkan kehendak dirinya kepada kehendak
kebenaran ( al- Qur an-al-Hadits ) atau kepada sumber kebenaran ( Allah dan Rasulullah ) dalam
mewujudkan seluruh aktivitasnya. Keimanan menuntut pembenaran dalam hati sementara
keislaman menuntut pengakuan dengan lidah dengan mengucapkan kalimah syahadat dan
aktivitas anggota tubuh dalam bentuk ketaatan kepada Allah.
Islam terwujud dan terbukti dengan dua kalimat syahadat, menegakkan shalat, membayar
zakat, puasa Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah.jujur menepati janji,adil istiqomah dll Ini
semua adalah perbuatan-perbuatan Islam yang paling tampak. Seseorang yang melaksanakannya
berarti berusaha menyempurnakan penghambaannya.dan masih banyak perintah Allah yang perlu
diamalkan seperti syukur nikmat dll. Apabila ia meninggalkannya berarti ia belum tunduk dan
berserah diri.sepenuhnya.
Lalu penyerahan hati( jiwa ) dan raga , yakni ridha dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan
tidak mengganggu orang lain,bahkan ia ber-usaha dengan segenap potensi dirinya untuk
menyelamatkan dan mensejahterakan dirinya dan pihak lain itulah definisi islam yang disabdahan
oleh Rasulullah : al-Muslimu man salima almuslimuna min lisaanihi wayadihi , pernyataan Rasulullah ini
menunjukkan adanya rasa ikatan ukhuwah imaniyah.Wathoniah dan ukhuwah alamiah Sedangkan
tidak menyakiti orang lain merupakan bentuk ketaatan menjalankan perintah agama yang utama
yang harus mewarnai seorang muslim atau mukmin, . Hal-hal tersebut dapat diterima sebagai
amal bila disertai dengan pembenaran hati (iman). Dan berbagai hal itulah yang disebut sebagai
Islam dan iman..
Berdasarkan ulasan tersebut dapat dikatakan, sesungguhnya sebutan Islam dan iman apabila
bertemu dalam satu tempat maka Islam dimaknai dengan amalan-amalan lahiriah, sedangkan iman
dimaknai dengan keyakinan-keyakinan batin. Tetapi, apabila dua istilah itu dipisahkan atau disebut
sendiri-sendiri, maka yang satu dimaknai dengan yang lain. Artinya Islam itu dimaknai dengan
keyakinan dan amal, sebagaimana halnya iman juga ditafsiri demikian.
Iman dan islam keduanya adalah wajib melekat pada diri seorang hamba, ridha Allah tidak
dapat diperoleh dan siksa Allah tidak dapat dihindarkan kecuali dengan kepatuhan lahiriah dan
batiniah disertai dengan keyakinan yang benar. Jadi tidak sah pemisahan antara keduanya.dan
bahkan keshalehan primordial bila dilaksanakn dengan benar pasti akan melahirkan keshalehan
sosial, oleh karena itu kata sholat dalam alqur an kebanyakan selalu diikuti dengan perintah zakat,
umar ibn Khathab dan seluruh shahabat Rasulullah lainnya memerangi siapapun yang
memisahkan sholat dengan Zakat( kesalehan vertikal yang benar pasti akan melahirkan kesalehan
horisontal ( sosial ).
Seseorang tidak dapat menyempurnakan iman dan Islamnya yang telah diwajibkan atasnya
kecuali dengan mengerjakan seluruh perintah dan menjauhkan diri dari seluruh laranganNya.
Seseorang yang telah mengerjakan seluruh perintahnya tapi ia masih suka melanggar laranganNya
satu saja seperti “ jangan bercerai berai” misalnya ia suka berfirqoh-firqoh atau bertafarruq.bahkan
fanatik pada kelompoknya bukan panatik pada persatuan dan persaudaran islam, belumlah
sempuna iman dan islamnya.kecuali dalam keadaan terpaksa, contoh shahabat Rasulullah Ammar
bin Yasir dan kedua orang tuanya, yaitu Sumayyah dan Yasir mereka dipaksa oleh orang orang
musyrik untuk murtad, ibu dan bapaknya menolak sehingga keduanya dibunuh dan tercatat
sebagai orang orang syahid pertama dalam sejarah islam, sedangkan Ammar mengucapkan kalimat
kufur sehingga dibebaskan, beliau kemudian datang menangis dan mengadukan dirinya kepada
Rasulullah, kemudian Rasulullah menghapus air matanya sambil bertanya; bagaimana sikap
hatimu? Ammar menjawab:” hatiku tenang dalam keimanan “, Maka Rasulullah menasehatinya”
kalau mereka kembali memaksamu, maka ucapkan lagi saja apa yang telah engkau ucapkan itu
“.Demikianlah , penyerahan fisik tidak selalu berbarengan dengan penyerahan akal dan hati kalau
dalam komdisi darurat. Jadi keimanan paling minimalis adalah pengakuan hati terhadap kebenaran
ajaran yang disampaikan oleh Rasullah, jika karena terpaksa harus menampakkan penyerahan fisik,
ini diuraikan oleh QS an-Nahl [ 16 }: 106.
Iblis pada hakikatnya mengenal Allah serta mengakui keesaanNya sebelum
pembangkangannya, ia digelari “ Burung Merak Malaikat” karena ketekunannya sujud beribadah
kepada Allah . Nalarnya mengakui keesaan- Nya. Ia mengakui keniscayaan kiamat, tetapi ketika ia
diperintah sujud kepada Adam as, hatinya menolak. Ketika itu ia tidak lagi dinamai Muslim’ ia
dicap oleh Allah sebagai Kafir, penyerahan diri kepada Allah menuntut perintah Allah
segera dilaksanakan setelah perintah itu dititahkan.
Orang Muslim sejati adalah seseorang yang menyerahkan diri secara fisik, nalar, dan jiwanya
kepada Allah dan Rasulullah dalam melaksanakan seluruh aspek kehidupannya secara tepat sesuai
dengan situasi dan kondisinya, dengan tidak melakukan perbuatan tercela ( langkah-langkah
syethan ) sebagaimna firman Allah QS al baqarah [2]; 208.
Seorang Muslim, paling tidak, bila tidak dapat memberi manfaat kepada orang lain, maka
jangan sampai dia mencelakannya, kalau dia tidak bisa memasukkan rasa gembira pada orang lain
maka paling tidak jangan meresahkannya, kalau dia tidak dapat memuji orang lain, maka paling
tiadak jangan mencelanya. Jangankan terhadap orang lain yang tidak berbuat baik, terhadap yang
berbuat jahilpun al-Qur an menganjurkan kepada seorang muslim agar selalu menyebarkan”
Salam “ karena seperti itulah sifat hamba-hamba Allah yang Rahman ( Muslim ) QS al Furqon
[25]; 63 dan itulah muslim selalu diingatkan dalam shalat agar selalu menyebarkan salam’. Bukan
menyebarkan fitnah , fanatik golongan dan perpecahan apalagi perselisihan itu watak dan sifat
munafiq dan itu adalah perbuatan syethan yang memang tugasnya menyesatkan kita.

Ihsan

Kata ihsan berasal dari bahasa Arab, yaitu ahsana, yahsinu, ihasanan, yang artinya
berbuat puncak ke baikan atau puncak berbuat kebajikan. Kata ihsan dalam al-Qur’an
diulang sebanyak 12 kali, dengan arti yang beraneka ragam. Di antaranya ada yang berarti puncak
berbuat baik atau puncak perbuatan baik ( karena itu kata ihsan lebih luas maknanya dari sekedar “
memberi nikmat atau nafkah pada pihak lain” maknanya lebih luas dan lebih dalam dari pada
kandungan makna “ adil” karena adil adalah” memperlakukan orang lain sama dengan
mereka memperlakuan mereka kepada anda”sedang ihsan. Adalah memperlakukan orang
lain lebih baik dari pada perlakuannya kepada anda”. Adil adalah mengambil semua hak
anda dan atau memberi hak semua orang lain, sedangkan ihsan adalah memberi lebih banyak
daripada yang anda berikan dan mengambil lebih sedikit dari pada yang seharusnya anda ambil”.
Terhadap hamba, ihsan tercapai saat seseorang memandang dirinya pada diri orang lain sehingga
dia memberi untuknya apa yang seharusnya dia beri untuk dirinya; sedang ihsan antara hamba
dengan Allah adalah leburnya diri sehingga dia hanya” melihat” Allah karena itu pula, ihsan antara
hamba dengan sesama manusia wujud, ketika dia tidak melihat lagi dirinya dan hanya melihat
orang lain itu. Siapa yang melihat dirinya pada posisi kebutuhan orang lain dan tidak melihat
dirinya pada saat beribadah kepada Allah maka dia itulah yang berhak menyandang sifat ihsan dan
ketika itu pula dia telah mencapai puncak dalam segala amalnya. (QS. Al-Baqarah, 2 : 178).
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan. (Q.S. An-Nahl, 16 : 90). Dan
(ingatlah) ketika kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu) : Janganlah kamu menyembah Allah, dan
berbuat baiklah kepada ibu bapak. Q.S. al-Baqarah, 2 :83).
Pada ayat-ayat tersebut kata ihsan selalu diartikan berbuat baik, dan dihubungkan dengan
berbagai masalah sosial, yaitu berbuat baik dalam bentuk mau memaafkan kesalahan orang lain,
dalam memimpin masyarakat atau memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan dalam
hubungannya dengan kedua orang tua. Dengan demikian kata ihsan lebih menunjukkan pada
akhlak yang mulia. Sedangkan arti ihsan sebagaimana digunakan dalam arti istilah ( Muraqabah )
adalah merasa diperhatikan oleh Allah, sehingga ia tidak berani melakukan pelanggaran atau
meninggalkan perintah Tuhan.
Iman adalah “ pembenaran hati yang mengikat manusia dan mengarahkan perbuatan
manusia sesuai dengan hakikat dan objek iman, karena sifatnya yang mengikat itu, maka ia dinamai
juga dengan sebutan aqidah ia bersemi di dalam hati, tidak tampak dalam kenyataan karena itu ia
juga dinamai keimanan, karena keimanan yang benar itu harus dibuktikan kebenarannya dengan
akhlak yang terpuji karena Allah ia dinamai Tauhid.,
Tauhid terbagi menjadi dua bagian: ada yang potensial(Rububiyah) dan aktual(Uluhiyah),
yang potensial yang harus memenuhi ruang kalbu seorang hamba ada tiga. Pertama, Tauhid Dzat
yaitu kepercayaan seorang hamba kepada Allah bahwa Dzat Allah tidak tersusun dari partikel dan
unsur apapun, ia sangat transenden, sangat suci ,agung dan hanya Allah sendiri yang tau Kedua,
Tauhid Sifat Yaitu keyakinan dan kepercayaan seorang hamba kepada Allah bahwa sifat sifat yang
tak terhingga jumlahnya dimiliki oleh Allah adalah Maha sempurna, sifat-sifat kesempurnaan Allah
tersebut bersifat abadi dan menjadi sumber sifat-sifat positif hambanya(imanen), meskipun ketika
melekat pada hambanya didunia sifatnya temporal dan amanah seperti sifat mukmin, wujud dll.
Ketiga,Tauhid Af al yaitu kepercayaan seorang hamba kepada Allah bahwa Wujud dan gerak
seluruh alam semesta(pada hakikatnya) adalah wujud dari perbuatan Allah dan yang Keempat
harus aktual mewarnai semua aktivitas seorang hamba adalah Tauhid dalam beribadah ( Uluhiyah
) yaitu : kepercayaan seorang hamba kepada Allah bahwa ibadah yang dinilai oleh Allah hanyalah
amal ibadah yang yang dilakukan karena Allah ( Ikhlash ), meskipun sambil berharap terhindar
dari adzab yang pedih dari Allah, berharap meraih bahagia (surgawi) dan atau berharap ridha dari
Allah.
Islam adalah pengamalan yang merupakan dampak atau buah dari iman, yang memang
harus tampak dalam kenyataan,ia dinamai juga syariah, yang secara harfiah ber arti sumber air yang
memberi kehidupan, sedang ihsan adalah puncak kebajikan menghasilkan akhalak. Dengan
demikian, ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad adalah Agama yaitu sikap pasrah seorang
hamba untuk mengikuti kehendak Allah yang berupa Akidah, syariah dan akhlak atau islam, iman
dan ihsan yang merupakan modal (sumber) dasar kehidupan seorang hamba untuk meraih
kebahagiaan atau sumber kebahagiaan (sumber air) Allah itu sendiri..

4. Aliran Teologi dalam Islam


Teologi Islam atau ilmu kalam sebagai disiplin ilmu pengetahuan, baru muncul sekitar abad
ke-3 Hijrah. Hal ini sama sekali bukan berarti aspek akidah atau teologi tidak mendapat perhatian
dalam ajaran Islam atau ilmu-ilmu keIslaman, bahkan sebaliknya dalam agama Islam aspek akidah
merupakan inti ajarannya.
Pada waktu itu umat Islam masih bersatu dalam segala persolan pokok akidah, bersatu
dalam memahaminya. Umat Islam waktu itu tidak pernah berkeinginan untuk mengungkit
persoalan akidah yang telah tertanam dan berakar kuat dihati umat Islam.karena teladan Rasulullah
dan sahabatnya merupakan model idola umat yang begitu mendarah daging mewarnai akhlak umat
pada saat itu seperti dikatakan oleh sebuah pepatah mengatakan :” pada Dulu zaman Rasulullah
akhlak terpuji terwujud tanpa ilmu ilmuAkhlak dan tasawuf, sekarang ada ilmu-ilmu akhlak dan
tasawwuf tapi” miskin”akhlak terpuji”
Umat Islam terus mengisi ruang sejarah yang terus berjalan hingga sejarah itu sendiri
melahirkan beberapa persoalan yang muncul kemudian yang harus dihadapi umat Islam, termasuk
dengan munculnya persoalan-persoalan dalam masalah teologi.

a. Masalah Status dan Nasib Pelaku Dosa Besar

Ketika Nabi Muhammad saw, masih hidup, semua persoalan agama dapat ditanyakan
kepada beliau secara langsung. Dan jawaban dari persoalan tersebut dapat diperoleh secara
langsung dari Rasulullah saw. Para sahabat dan kaum muslimin percaya dengan sepenuh hati,
bahwa apa yang diterima dan disampaikan oleh Nabi adalah berdasarkan wahyu Allah. Dengan
demikian, tak ada keraguan sedikitpun mengenai kebenarannya. Dalam masalah akidah atau
teologi, umat Islam pada masa Nabi saw, tidak terjadi perpecahan atau pengelompokan. Mereka
semua bersatu dalam masalah akidah sampai pada masa dua kepemimpinan khulafaur rasyidin,
yakni pada masa pemerintahan khalifah Abu Bakur As-Siddiq dan Khalifah Umar bin Khattab.
Karena pada masa setelahnya umat Islam telah terusik nafsunya untuk mengambil pemahaman
secara sepihak menurut versi kelompoknya dalam masalah agama termasuk persoalan akidah atau
teologi yang dalam agama Islam merupakan ajaran yang pokok.
Persoalan teologi dalam umat Islam memang bukan merupakan persoalan yang muncul
sebagai persolan teologis. Namun persoalan-pesoalan teologi dalam umat Islam muncul
dikarenakan isu persoalan politik yang melahirkan persistiwa pembunuhan Usman bin Affan
sebagai khalifah umat Islam yang sah pada watu itu. Dan dalam peristiwa pembunuhan tersebut
yang terlibat langsung adalah umat Islam. Ternyata, persoalan pertama yang muncul dalam Islam
justru persoalan politik yang kemudian melahirkan persoalan teologi.jadi persoalan teologi
lahirnya dibidani oleh persoalan politik. Ketika Nabi saw. Wafat, yang terpikir didalam
kalangan umat (para sahabat) adalah siapa pengganti Rasulullah saw.? Dan berlanjut sampai
khalifah Usman yang terbunuh merupakan titik awal lahirnya permasalahan teologi yang
dipertentangkan. Dari peristiwa pembunuhan Usman yang menjadi permaslahan adalah dosa apa
yang telah diperbuat olehnya,sahabat usman memimpin umat selama 12 th, 6th pertama situasi
ekonomi umat cukup stabil, 6th kedua terjadilah instabilitas ekonomi umat islam pada saat itu
sehingga sahabat Usman mengeluarkan kebijakan untuk mengangkat para pejabat negaranya yang
berlatar belakang praktisi ekonomi ( saudagar) dengan harapan agar rekaperi ekonomi umat dapat
segera diwujudkan,ketepatan saja para saudagar yang diangkat Usman tersebut adalah masih
kerabat Usman, beliau berharap( berijtihad) dengan diangkatnya saudaranya, Usman dengan
mudah komunikasi dan kerja sama untuk mengatasi kemelut ekonomi pada saat itu, namun sayang
memang ijtihad yang dilakukan oleh Usman meleset bahkan banyak banyak sekali aset negara yang
dipribadikan sehingga lawan politiknya menuding Usman telah mengambil kebijakan politik
“”Nepotismenya”sehingga keadaan ini memicu munculnya demontrasi yang sangat besar dan
masif yang berakhir dengan terbunuhnya Beliau, Kemudian bagaimana dosanya bagi orang-orang
yang membunuh beliau? Peristiwa pembunuhan itu sebenarnya merupakan peristiwa politik, yakni
sebagai tanggapan terhadap kebijaksanaan pemerintahan yang dijalankan pada waktu itu.
Pembicaraan masalah dosa tersebut semakin meningkat ketika terjadi perebutan kekuasaan
antara Ali dan Muawiyah dengan keputusan akhir adanya arbitrase (tahkim) mereka yang setuju
terhadap tahkim berpendirian bahwa baik kelompok Ali atau kelompok muawiyah keduanya
adalah keluarga besar islam oleh karena itu mereka menggunakan ayat tahkim “ apabila terjadi
perselisihan kedua bela pihak yang sulit diselesai maka kedua belah fihak hendaklah menunjuk juru
runding” sementara Kelompok yang tidak setuju ( Khawarij ) adanya arbitrase, berpendirian
bahwa orang terlibat dalam persolan arbitrase, seperti Ali bin Ali Thalib, Muawiyah, Amr bin Ash,
Abu Musa al Asy’ary dan lain-lain, dianggap kafir, karena telah mengambil hukum yang tidak
berdasarkan Al-Qur’an. Khawarij menyikapi Muawiyah dan kelompoknya adalah kaum bughat (
kelompok pembangkang terhadap otoritas Khalifah) oleh karena itu untuk menyikapi kelompok
ini harusnya menggunakan dalil al Qur an Surah al-Hujurat ayat 9, jika tidak berarti mereka tidak
berhukum dengan menggunakan hukum Allah, Karena Allah berfirman didalam Al-Qur’an surat
Al-Maidah ayat 44,
     
   
Artinya:
“Barang siapa yang tidak memutuskan, menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah: 44)

Mereka (kaum Khawarij) berpendapat bahwa hal serupa itu tidak dapat diputuskan oleh
arbitrase manusia. Putusan hanya datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum yang
ada dalam Al-Qur’an dalam menghadapi kaum pemberontak seharusnya penguasa menggunakan
dalil bughat ,tidak dengan arbitrase , mereka menganggap bahwa semua pihak yang terlibat tahkim
sudah tidak lagi berhukum dengan hukum Allah, mereka menyebarkan isu-isu jargon politik ke
publik La Hakama Illa Allah (Tidak ada pengantara selain dari Allah) menjadi semboyan mereka.”
dengan ucapan la hukma illa lillah (Tidak ada hukum selain dari hukum Allah) atau La Hukamaillallah
barang siapa yang tidak memakai hukum Allah adalah kafir.
Kemudian pengertian kafir, semakin berkembang tidak hanya pada orang yang tidak
menentukan hukum berdasarkan Al-Qur’an tetapi juga kepada orang yang berbuat dosa besar.
Persoalan dosa besar mempunyai pengaruh besar dalam pertumbuhan teologi selanjutnya.
Persoalan ini berdampak negatif terhadap persaudaraan dan persatuan umat islam , hal ini
menimbulkan tiga aliran teologi dalam Islam. Pertama, aliran Khawarij tokoh utama aliran ini
adalah Abdullah al Rasibi atau Abdullah ar Rasyidi, berpendapat bahwa orang yang berdosa besar
adalah kafir. Artinya keluar dari Islam (murtad) karena itu ia wajib dibunuh. Kedua, aliran Murji’ah
tokoh aliran ini adalah Aabdullah bin umar,Abu Huraerah dll menegaskan bahwa orang yang
berdosa besar tetap mukmin, bukan kafir. Adapun dosa yang dilakukannya terserah kepada Allah
untuk diampuni atau tidak, Ketiga, aliran Mu’tazilah tokoh aliran ini adalah Washil bin atho, kaum
ini tidak setuju dengan pendapat-pendapat diatas. Baginya orang yang berdosa besar bukan kafir
tetapi juga bukan mukmin. Orang yang melakukan dosa besar mengambil posisi antara mukmin dan
kafir.akan tetapi fasiq, Terkenal dengan paham/istilah Manzilah baina al Manzilataini. Fasiq adalah
gelar yang pantas diberikan kepada pendosa atau bagi penikmat dosa yang tersebut dalam al Qur
an, karena gelar al Mukmin adalah salah satu nama-nama indah milik Allah yang pantas hanya
diberikan kepada orang-orang terpuji saja yang sudah benci pada perbuatan dosa seperti ia benci
apabila dimasukkan kedalam neraka, akan tetapi ia juga tidak boleh diberi gelar kafir karena
pendosa itu masih percaya kepada kebenaran ajaran yang dibawa oleh Rasulullah seperti ia masih
bersyahadat atau shalat.Keempat aliran asy ariah tokoh pendiri aliran ini adalah Abu Hasan
al asy ari dan maturidiyah tokoh pendiri aliran ini adalah Abu Manshur al -Maturidi,
mereka berpendapat ; apabila perbuatan dosa itu berkaitan dengan keyakinan seperti mereka
berpendapat bahwa Allah tidak ada, atau malaikat tidak ada, surga tidak ada, shalat tidak wajib dll
maka berakibat bagi pelakunya rneyandang gelar kafir, tapi apabila perbuatan dosa tersebut
berkaitan dengan perbuatan seperti meninggalkan solat,zakat dll maka berakibat bagi pelakunya
menyandang gelar mukmin ashi menurut asy ariah dan bergelar mukmin fasiq bagi maturidiyah.

b. Perbuatan Manusia dalam Kaitannya dengan Perbuatan Tuhan

Persoalan lain dalam masalah teologis berkaitan dengan persoalan perbuatan manusia dalam
kaitannya dengan perbuatan Tuhan. Pertanyaan di sekitar peroalan tersebut diantaranya apakah
manusia melakukan perbuatannya sendiri atau tidak? Apakah perbuatan yang dilakukan oleh
manusia terdapat campur tangan (interfensi) dari Tuhan yang mengatur alam raya ini berserta
seluruh isinya? Kalau Tuhan ikut campur tangan dalam perbuatan manusia, sampai sejauh mana
interfensi Tuhan tersebut: Pertanyaan-pertanyaan tersebut mengusik para ulama kalam (mutakallimin)
untuk membahasnya.
Berdasarkan pembahasan yang dilakukan para mutakallimin ini kemudian terbentuk aliran-
aliran/paham dalam persoalan teologi. Aliran-aliran teologi yang muncul berangkat dari latar
belakang persoalan-persoalan tersebut sebagaimana uraian berikut. Pertama, aliran Jabariyah yang
dalam persoalan tersebut memahami bahwa manusia tidak berkuasa atas perbuatannya. Hanya
Allah sajalah yang menentukan dan memutuskan segala amal perbuatan manusia. Semua amal
perbuatan itu adalah atas qudrat dan iradat-Nya. Manusia tidak mempunyai otoritas sama sekali
dalam mewujudkan perbuatannya( Ijbari ). Dalam paham jabariyah, perbuatan manusia dalam
hubungannya dengan Tuhan sering digambarkan bagai bulu ayam yang diikat dengan tali dan
digantungkan di udara. Kemana angin bertiup kesanalah bulu ayam itu terbang. Ia tidak mampu
menentukan dirinya sendiri, tetapi terserah angin. Apabila perbuatan manusia diumpamakan
sebagai bulu ayam, maka angin itu adalah Tuhan yang menentukan kearah mana dan bagaimana
perbuatan manusia itu dilakukan. Bagi mereka hanya satu hakikat wujud perbuatan itu, kalau ada
dua perbuatan dalam tingkat hakikat berarti ada dua hakikat perbuatan, dan menurut mereka, hal
ini akan berakibat kepada musyrik, dalam rangka mempertahankan tauhid af al tersebut, mereka
berpendapat bahwa hakikat wujud perbuatan manusia adalah perbutan Allah. Bagi mereka
berkeyakinan bahwa di Dunia ini tidak boleh ada dua Fa il.
Kadang-kadang manusia diumpamakan pula seperti wayang yang tidak berdaya. Bagaimana
dan ke mana ia bergerak terserah dalang yang memainkan wayang itu. Dalang bagi manusia adalah
“Tuhan”. Pahan Jabariyah sebagaimana dikemukakan diatas adalah paham yang dikemukakan oleh
Jahm bin Shafwan, tokoh utama Jabariyah. Aliran ini pun kadang-kadang disebut dengan aliran
Jahamiyah. Faham ini sebenarnya hanya cocok bagi kelompok minoritas manusia tingkat Haqu al
Yaqin yang sudah terbuka hijab tabir ilahinya, dan akan terjadi salah faham bila difahami oleh
kelompok dibawahnya, karena rasanya tidak mungkin generasi shahabat berpendirian “Konyol”
seperti yang difahami kaum awam terhadap mereka. Kedua kelompok aliran Qodariah dan Mu
tazilah Menurut paham ini Allah swt., membekali manusia sejak lahirnya dengan qudrat dan iradat :
suatu kemampuan untuk mewujudkan perbuatannya sendiri dengan akal dan ajaran agama sebagai
pedoman dalam melakukan perbuatan-perbuatan tersebut.menurut mereka ; manusia dan jin
adalah makhluk Allah yang diberi kebebasan untuk menentukan perbuatannya.
Karena manusia bebas, merdeka, dan memiliki kemampuan mewujudkan perbuatan-
perbuatannya, ia harus mempertanggungjawabkan perbuatan itu dihadapan Allah swt. Jika ia
banyak melakukan yang baik, ia akan mendapat balasan berupa nikmat dan karunia yang besar.
Sebaliknya, jika perbuatan jahat yang banyak dikerjakan, ia akan disiksa. Karena perbuatan itu
diciptakan dan diwujudkan oleh manusia sendiri, wajar dan adil kalau Tuhan menyiksa atau
member pahala. Dari uraian singkat diatas terlihat bahwa menurut paham Qadariyah, Tuhan tidak
ikut campur tangan dalam perbuatan manusia. Manusia sendirilah yang melakukan perbuatan itu.
Jika perbuatan manusia diciptakan Tuhan seluruhnya, maka taklif tidak ada artinya. Pahala dan
siksa tidak berguna karena perbuatan itu dikerjakan bukan dengan kehendak dan kemauan sendiri.
Ketiga, aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah dalam persoalan ini mereka mengambil jalan
tengah ( Tawazun ) antara paham Jabariyah dan paham Mu’tazilah. Untuk menggambarkannya
pahamnya mengenai perbuatan manusia dalam kaitannya dengan perbuatan Tuhan, Asy’aryah
menggunakan teori Al- Kasb.Mereka berpendirian bahwa perbuatan manusia adalah proses sintesa
( perpaduan) antara energi sebagai ciptaan dan wujud kehendak Allah dengan kehendak manusia
dalam mewujudkan perbuatannya.

c. Sifat-Sifat Tuhan

Persoalan lain yang muncul dalam toelogi Islam selain dua persoalan diatas adalah tentang
sifat Tuhan. Para mutakallimin dalam membahas persoalan tentang sifat Tuhan secara garis besar
dapat dibagi menjadi dua golongan pendapat yang berlawanan. Pertama, aliran Mu’tazilah yang
memahami dan membahas persoalan ini dengan berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai
sifat,menurut mereka Allah Maha Pengasih.Maha Pemurah,Maha Mengetahui dll akan tetapi itu
bukanlah sifat Allah akan tetapi Dzat Allah Mereka berargumen jika Tuhan mempunyai sifat dan
Zat Tuhan.berarti Allah tersusun, jika demikian maka yang bersifat kekal bukan satu , tetapi
banyak ada yang kekal. Jika Tuhan itu mempunyai sifat-sifat maka akan menyebabkan paham
banyak yang kekal (Ta’aduddul qudama) yang selanjutnya melahirkan paham syirik atau polytheisme
sebagai suatu yang tidak mendapat tempat didalam teolegi Islam.
Jadi, menurut Mu’tazilah Tuhan itu Esa, tidak mempunyai sifat-sifat sebagaimana pendapat
golongan lain. Apa yang dipandang sebagai sifat dalam pendapat golongan lain, bagi Mu’tazilah
tidak lain adalah Zat Allah sendiri. Untuk menyucikan keesaan Tuhan, golongan Mu’tazilah
menafikan sifat-sifat bagi Tuhan. Dengan cara demikian, golongan Mu’tazilah mengklaim dirinya
sebagai golongan Ahlut Tauhid wal’Adil. Allah itu benar-benar Esa tanpa ditambah apa-apa.
Kedua, aliran Asy’ariyah yang membahas persoalan sifat-sifat Tuhan dengan mengambil
sikap yang berlawanan dengan pendapat golongan pertama atau Mu’tazilah.mereka sependapat
dengan aliran Maturidiyah yang dalam hal ini berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat.
Sifat-sifat Tuhan kekal melalui kekekalan yang terdapat dalam esensi Tuhan dan sifat;sifat Allah
yang tak terhingga jumlahnya bukanlah Tuhan akan tetapi bukan selain Tuhan seperti
hubungannya antara matahari dengan sinarnya , sinar matahari bukanlah matahari akan tetapi sinar
tersebut tidaklah diluar mata hari antara dzat dan sifat Tuhan merupakan satu kesatuan yang tidak
bisa dipisahkan..
5. Akhlak
a. Definisi Akhlak
Perkataan akhlak secara etimologis, berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradnya
khuluqun ) ‫ ( خلق‬yang menurut logat diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku,karakter atau
tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan”Khalkun”) ‫( خلق‬
yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan “Khaliq” ) ‫ ( خالق‬yang berarti pencipta dan
“Makhluk” ) ‫ (مخلوق‬yang berarti diciptakan.
Pola bentuk defenisi “Akhlak” diatas muncul sebagai mediator yang menjembatani
komunikasi antar Khaliq (pencipta) dengan makhluk (yang diciptakan)secara timbal balik yang
kemudian disebut sebagai hablum minallah. Dari produk hablum minallah yang benar, biasanya
lahirlah pola hubungan antar sesama manusia yang disebut dengan hablum minannas (pola
hubungan antar sesame makhluk).
Kemudian komentar dari Ibnu Athir dalam bukunya Annihayah menerangkan,
“Hakikat makna khuluq itu adalah gambaran batin manusia (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya),
sedang khalqu merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka, warna kulit, tinggi rendah
tubuhnya, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan sikap dan perbuatan hamba)”.
Identik dengan pendapat Ibnu Athir ini,adalah Imam Al-Ghazali yang menyatakan.bahwa:
“Bilamana orang mengatakan si A itu baik khalqunya dan khuluqnya, berarti si A baik sifa-
sifat lahirnya dan sifat-sifat batinnya.
Jadi, berdasarkan sudut pandang kebahasaan defenisi akhlak dalam pengertian sehari-hari
disamakan dengan “budi pekerti”, kesusilaan, sopan santun, tata karma dan karakter (versi bahasa
Indonesia) sedang dalam Bahasa Inggrisnya disamakan dengan istilah moral atau etic.
Begitupun dalam bahasa Yunani istilah “akhlak” dipergunakan istilah ethos atau ethikos atau
etika (tanpa memakai huruf H) yang mengandung arti “Etika adalah bahasa indonesia untuk
menakai akal budi dan daya pikirnya dalam memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup kalau
ia mau menjadi baik”. Dan etika itu adalah sebuah ilmu bukan sebuah ajaran. Dalam sebuah kitab
yang ditulis oleh Abd. Hamid Yunus dinyatakan:
‫األخالق هي صفات االنسان االدابية‬
Artinya:
“Akhlak ialah segala sifat manusia yang terdidik”
Memahami ungkapan tersebut bisa dimengerti sifat/potensi yang dibawa setiap manusia
sejak lahir: artinya, potensi tersebut sangat tergantung dari cara pembinaan, latihan/pembiasaan
dan pembentukannya. Apabila pengaruhnya posotif, outputnya adalah akhlak mulia; sebaiknya
apabila pembinaaannya negatif, yang terbentuk adalah akhlak mazmumah (tercela).pengaruh
lingkungan keluarga, masyarakat dan situasi negara sangat mempengruhi akhlah seseorang sebagai
individu dan warga negara, karena secara potensial dan aktual Allah telah membentangkan jalan
yang benar dan jalan yang salah.
Firman Allah surat Al-Syam: 8
 
 
Artinya:
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kepasikan dan ketakwaannya”.
Berikut ini dikemukakan defenisi ‘akhlak” menurut beberapa pakar sebagai berikut:
1. Ibn Miskawaih

ْ ‫حال للنفس داعية لها إلى أ ْفعالها‬


‫من غيْر فكر و روية‬
Artinya:
“Keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan
pikiran (lebih dulu)
2. Iman Al-Ghazali
‫الخلق عبارة عن هيئة فى النفس راسخة عنها تصدر األفعال بسهولة و يسر من غير حاجة إلى فكر و روية‬
Artinya:
“Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan
dengan mudah dengan tidak memerlukan pertimbanganpikiran (lebih dulu).
3. Ahmad Amin
‫عرف بعضهم الخلق بأنه عادة اإلرادة يعنى أن اإلرادة إذا اعتادت شيئا فعاندتها هي المسماة بالخلق‬
Artinya :
“Sementara orang mengetahui bahwa yang disebut akhlak ialah kehendak yang dibiasakan( karakter).
Artinya, kehendak itu bila membiasakan sesuatu, kebiasaan itu dinamakan akhlak”.
Menurut Ahmad Amin, kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah
bimbang, sedang kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah
melakukannya. Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan
gabungan dari dua kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar. Kekuatan yang besar
inilah yang bernama akhlak.
Akhlak darmawan umpamanya, semula timbul dari keinginan berderma atau tidak. Dari
kebimbangan ini tentu pada akhirnya timbul, umpamanya, ketentuan memberi derma. Ketentuan
ini adalah kehendak, dan kendak ini bila dibiasakan akan menjadi akhlak, yaitu akhlak dermawan.
Betapapun semua definisi akhlak diatas berbeda kata-katanya, tetapi sebenarnya tidak
berjauhan maksudnya, bahkan artinya berdekatan satu dengan yang lain. Sehingga Prof. K.H.
Farid Ma’ruf membuat kesimpulan tentang definisi akhlak ini sebagai berikut:
“Kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan,
tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu”.
Dalam pengertian yang hampir sama dengan kesimpulan di atas, Dr. M. Abdullah Darroz,
mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut:
“Akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak yang
berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak
yang baik) atau pilihan yang jahat (dalam hal akhlak yang jahat)”.
Selanjutnya menurut Abdullah Darroz, berpendapat bahwa; perbuatan-perbuatan manusia
dapat dianggap sebagai menifestasi dari akhlaknya, apabila memenuhi dua syarat, yaitu:

1. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama sehingga menjadi
kebiasaan,
2. Perbuatan-perbuatan ini dilakukan karena dorongan emosi-emosi jiwanya, bukan karena
adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar, seperti paksaan dari orang lain yang
menimbulkan ketakutan, atau bujukan dengan harapan-harapan yang indah-indah, dan lain
sebagainya.
Beberapa kalangan pengkaji etika maupun akhlak seperti Poeddjawiyatna menklasifikasi
beberapa ukuran baik dan buruk seperti teori hedonisme, utilitarisme, vitalisme, sosialisme,
religeosisme dan humanisme, dengan uraian sebagai berikut;
1. Hedonisme, yaitu sebuah aliran klasik dari Yunani yang menyatakan bahwa ukuran tindakan
kebaikan adalah done, yakni kenikmatan dan kepuasan rasa. Tokoh utama pandangan ini
adalah S. Freud.
2. Utilitarisme, yaitu aliran yang menyatakan bahwa yang baik adalah yang berguna. Karena ini
jika berbuatan itu dilakukan atas diri sendiri maka itu disebut individual, dan jika terhadap
kepentingan orang banyak disebut sosial.
3. Vitalisme, yaitu aliran yang berpandangan bahwa ukuran perbuatan baik itu adalah kekuatan
dan kekuasaan. Bahwa yang baik adalah mencermikan kekuatan dalam hidup manusia.
4. Sosialisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa baik nya sesuatu ditentukan oleh masyarakat.
Jadi, masyarakatlah yang menentukan baik dan buruknya tindakan seseorang bagi anggotanya.
5. religiosisme, aliran yang mengatakan bahwa baik dan buruk itu adalah sesuai dengan
kehendak Tuhan. Lantas, manakah yang menjadi kehendak Tuhan itu?, ini adalah tugas para
theolog dalam memberikan gambaran.
6. Humanisme, yaitu aliran yang berpandangan bahwa baik dan buruknya sesuatu itu adalah
sesuai dengan kodrat manusia itu sendiri, atau kemanusiaannya.
Dari sejumlah aliran dalam mengukur baik buruknya sesuatu di atas, bagi Islam tentu saja
memiliki sikap tersendiri. Islam berpandangan bahwa baik dan buruk itu adalah sesuai dengan
kehendak Allah. Meski demikian, tidak mudah menjawabnya, jika muncul pertanyaan yang
manakah yang dikehendaki Tuhan?. Sebagai antaran awal, guna menjawab pertanyaan ini, bahwa
kehendak Tuhan tentu saja adalah apa-apa yang difirmankan di dalam al-Qur’an dan ajaran praktis
para utusan-utusan-Nya, khususnya terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.
Lebih dari itu, pemahaman tentang kebaikan dan keburukan, atau yang dikehendaki oleh Allah
dan yang tidak dikehendaki-Nya dapat pula diperoleh melalui akal, jiwa dan hati yang jernih..
b. Objek Pembahasan Akhlak
Sebelum sampai kepada pembahasan inti tentang objek akhlak, sebaiknya perlu dipahami
dahulu apa sebenarnya ilmu akhlak itu.
Ilmu akhlak ialah ilmu untuk menetapkan segala perbuatan manusia. Baik atau buruknya,
benar atau salahnya, sah atau batal, semua itu ditetapkan dengan mempergunakan ilmu akhlak
sebagai petunjuknya.
Ahmad Amin lebih mempertegas lagi dalam kitabnya Al-Akhlak dengan menyatakan:

‫ و يشرح الغاية التى ينبغي أن يقصدها ما فى أعمالهم و‬،‫علم يوضح معنى الخير و الشر و يبين معاملة الناس بعضهم بعضا‬
.‫يبين السبيل لعمل ما ينبغي‬
Artinya:
“ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, dan menerangkan apa yang harus diperbuat oleh sebagian
manusia terhdapap sesamanya dan menjelaskan tujuan yang hendak dicapai oleh manusia dan perbuatan
mereka dan menunjukkan yang lurus yang harus diperbuat”.

Jadi, menurut definisi tersebut ilmu akhlak itu mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. Menjelaskan pengertian baik dan buruk,


b. Menerangkan apa yang seharusnya dilakukan seseorang serta bagaimana cara kita bersikap
terhadap sesama,
c. Menjelaskan mana yang patut kita perbuat,dan
d. Menunjukkan mana jalan lurus yang harus dilalui.

Berdasarkan beberapa bahasan yang berkaitan dengan ilmu akhlak, maka dapat dipahami
bahwa objek (lapangan/sasaran) pembahasan ilmu akhlak itu ialah tindakan-tindakan seseorang
yang dapat diberikan nilai baik/buruknya, yaitu perkataan dan perbuatan yang termasuk dalam
kategori perbuatan akhlak. Dalam hubungan ini, Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa “etika itu
menyelidiki segala perbuatan manusia kemudian menetapkan hukum baik atau buruk”. J.H.
Muirhead meyebutkan bahwa pokok pembahasan (subject matter) etika adalah penyelidikan tentang
tingkah laku dan sifat manusia. Muhammad Al-Ghazali mengatakan bahwa daerah pembahasan
ilmu akhlak meliputi seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (perseorangan)
maupun kelompok (masyarakat).
Untuk jelasnya, bahwa perbuatan-perbuatan manusia itu dapat dibagi dalam tiga macam
perbuatan. Dari yang tiga ini ada yang masuk perbuatan akhlak dan ada yang tidak masuk
perbuatan akhlak.
1. Perbuatan yang dikehendaki atau disadari, pada waktu dia berbuat dan disengaja. Jelas,
perbuatan ini adalah perbuatan akhlak, bisa baik atau buruk, tergantung pada sifat
perbuatannya.
2. Perbuatan yang tidak dilakukan tidak dikehendaki, sadar atau tidak sadar diwaktu dia berbuat,
tetapi perbuatan itu diluar kemampuannya dan dia tidak bisa mencegahnya. Perbuatan
demikian bukan perbuatan akhlak. Perbuatan ini ada dua macam:
a. Reflex action, al-a’maalu-mun’akiyah
Umpamanya, seseorang keluar dari tempat gelap ketempat terang, matanya berkedip-
kedip. Perbuatan berkedip-kedip ini tidak ada hukumnya, walupun dia berhadap-hadapan
dengan seseorang yang seakan-akan dikedipi. Atau seseorang karena digigit nyamuk, dia
menamparkan pada yang digigit nyamuk tersebut.
b. Automatic action, al-a’maalul’aliyah
Model ini seperti halnya degup jantung, denyut urat nadi dan sebagainya.
Perbuatan-perbuatan reflex actions dan automatic actions adalah perbuatan diluar kemampuan
seseorang, sehingga tidak termasuk perbatan akhlak.
3. Perbuatan yang samar-samar, tengah-tengah, mutasyabihat.
Yang dimaksud samar-samar/tengah-tengah, mungkin suatu perbuatan dapat dimasukkan
perbuatan akhlak tapi bisa juga tidak. Pada lahirnya bukan perbuatan akhlak, tapi mungkin
perbuatan tersebut termasuk perbuatan akhlak, sehingga berlaku hukum akhlak baginya, yaitu
bahwa perbuatan itu baik atau buruk. Perbuatan-perbuatan yang termasuk samar-samar,
umpamanya lupa, khilaf, dipaksa, perbuatan diwaktu tidur dan sebagainya. Terhadap
perbuatan-perbuatan tersebut ada hadis-hadis rasul yang menerangkan bahwa perbuatan-
perbuatan lupa, khilaf, dipaksa, perbuatan diwaktu tidur dan sebagainya, tidak termasuk
perbuatan akhak.
Selanjutnya, dalam menetapkan suatu perbuatan yang muncul dengan kehendak dan
disengaja hingga dapat dinilai baik apa buruk ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan: (1)
situasi dalam keadaan bebas, sehingga tindakan dilakukan dengan sengaja dan (2) pelaku tahu apa
yang dilakukan, yakni mengenai nilai baik buruknya. Oleh sebab itu, suatu perbuatan dapat
dikatakan baik buruknya manakala memenuhi syarat-syarat diatas. Kesengajaan merupakan dasar
penilaian terhadap tindakan seseorang. Sebagai contoh, seorang prajurit yang membunuh musuh
dimedan perang tidak dikatakan melakukan kejahatan, karena ia dipaksa oleh situasi perang.
Seorang anak kecil yang main api didalam rumah hingga berakibat rumah itu terbakar, tidak dapat
dikatakan bersalah, karena ia tidak tahu akibat perbuatannya itu. Dalam Islam factor kesengajaan
merupakan penentu dalam penetapan nilai tingkah laku/tindakan seseorang. Seorang muslim tidak
berdosa karena melanggar syariat, jika ia tidak tahu bahwa ia berbuat salah menurut hukum Islam.
Erat kaitannya dengan permasalahan diatas Rasulullah saw. telah memberikan penjelasan
bahwa kalaulah suatu tindakan itu dilakukan oleh seseorang yang didasari karena kelalaian (diluar
kontrol akal normal) atau karena dipaksa, betapapun ada ukuran baik/buruknya, tidak dihukumi
sebagai berdosa. Ini berarti diluar objek ilmu akhlak. Dalam hubungannya dengan problem di atas
Rasulullah saw. Telah mengeluarkan sabdanya yang diriwatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan
Hukum dari Umar bahwa Rasulullah saw. berdabda:

.‫رفع القلم عن المجنون المغلوب على عقله حتى يبرأ و عن النائم حتى يستيقظ و عن الصبي حتي يحتلم‬
Artinya:
“Tidak berdosa seorang muslim karena tiga perkara: (1) orang gila hingga sembuh dari gilanya, (2) orang
yang tidur hingga terbangun dan (3) seorang anak hingga ia dewasa”.

Berdasarkan hadis tersebut, perbuatan lupa atau khilaf tidak diberi hukum dan tidak
termasuk perbuatan akhlak. Perbuatan persebut umpamanya perbuatan diwaktu tidur dan yang
dipaksa. Namun, menurut ayat Al-Qur’an, kita diperintahkan berdoa kepada Allah, untuk minta
ampun, agar Allah tidak menghukum dan menyiksa kita apabila kita berbuat lupa dah khilaf yang
dianggap salah, sehingga mendapat hukuman siksa. Jadi meskipun lupa atau khilaf termasuk
perbuatan akhlak. Dalam hal ini para ahli etika menyimpulkan bahwa perbuatan lupa dan khilaf
dan sebagainya ada dua macam:
a. Apabila perbuatan itu sudah dapat diketahui akibatnya atau patut diketahui akibat-akibatnya,
atau bisa juga diikhtiarkan untuk terjadi atau tidak terjadinya. Oleh karena itu, perbuatan
mutasyabih demikian disebut perbuatan ikhtiari atau ghair ta’adzur, sehingga dimasukkan
perbuatan akhlak. Umpamanya, kalau kita tahu bahwa dikhawatirkan kalau tidur akan berbuat
yang tidak diinginkan, maka hendaknya sebelum tidur kita harus menjauhkan benda-benda
yang membahayakan, senjata harus diamankan, api dipadamkan, pintu-pintu dikunci dan
sebagainya.
b. Apabila perbuatan ini tidak kita ketahui sama sekali dan diluar kemampuan manusia,
walaupun sudah diikhtiarkan sebelumya, tapi toh terjadi juga, perbuatan demikain disebut
ta’adzury (diluar kemampuan manusia). Perbuatan demikian tidak termasuk perbuatan akhlak.
Sebagaimana Rasulullah saw. Telah mengisyaraktkan sebagai berikut:
.‫ّللا تعالى تحاوزلى و عن امتى الخطأ و النسيان و ما استكرهوا عليه‬
‫إن ه‬
Artinya:
“Sesungguhnya Allah member maaf bagiku dari umatku yang khilaf, lupa dan terpaksa”.
c. Faedah Mempelajari Ilmu Akhlak
Akhlak adalah mutiara hidup yang membedakan makhluk manusia dengan makluk hewani.
Manusia tanpa akhlak akan hilang derajat kemanusiaannya sebagai makhluk Allah yang paling
mulai, menjadi turun kemartabat hewani. Manusia yang telah lari dari sifat insaniyahnya adalah
sangat berbahaya dari binatang buas. Di dalam surat Al-Tiin ayat 4-6, Allah mengajarkan bahwa:
“sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya; kemudian kami
kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka); kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh, amak bagi mereka pahala yang tidak putus-putusnya”.
Menurut Iman Al-Ghazali dalam bukunya Mukasyafatul Qulub, Allah telah menciptakan
makhluknya terdiri atas tiga kategori. Pertama, Allah menciptakan malaikat dan diberikan
kepadanya akal dan tidak diberikan kepadanya elemen nafsu (syahwat). Kedua, Allah menjadikan
bintang dan tidak dilengkapi dengan akal, tetapi dilengkapi dengan syahwat saja. Ketiga, Allah
menciptakan manusia (anak Adam) lengkap dengan elemen akal dan syahwatn(nafsu). Oleh karena
itu, barang siapa yang nafsunya dapat mengalahkan akalnya, maka hewan melata misalnya lebih
baik dari manusia. Sebaliknya bila manusia dengan akalnya dapat mengalahkan nafsunya,
derajatnya diatas malaikat. Sedangkan menurut Prof. John Oman, Morality without religion lacks awide
heaven to bearth in (moral tanpa agama kehialangan tempat yang luas untuk bernafas).
Akhlak sangatlah urgen bagi manusia. Urgensi akhlak ini tidak saja dirasakan oleh manusia
dalam kehidupan perseorangan, tetapi juga dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat,
bahkan juga dirasakan dalam kehidupan berbangsa atau bernegara. Akhlak adalah mustika hidup
yang membedakan makhluk manusia dan makhluk hewani. Manusia tanpa akhlak adalah manusia
yang telah “membinatang”, sangat berbahaya. Ia akan lebih jahat dan lebih buas dari pada
binatang buas sendiri.
Jika akhlak telah lenyap dari diri masing-masing manusia, kehidupan ini akan kacau balau,
masyarakat menjadi berantakan. Orang tidak lagi peduli soal baik atau buruk, halal atau haram.
Dalam Al-Qur’an ada peringatan menjadi hukum besi sejarah (sunnatullah), yaitu firman Allah
dalam surat Al-Araf Ayat: 182
  
    

Artinya:
“(dan orang-orang yang mendustakan ayat kami, akan kami lalaikan mereka dengan kesenangan-
kesenangan dari jurusan yang mereka tidak sadari dan mengetahui)”.
Rasulullah saw. pun diutus diantara misinya membawa ummat manusia kepada akhlakul
karimah. Dalam sabdanya disebutkan:
‫إنهما بعثت ألتمم مكارم األخالق‬
Artinya:
“Saya diutus (kedunai) ialah untuk menyempurnakan akhlak yang mulai”.
Syauqi Beik, penyair Arab yang ternkenal pernah memperingatkan bangsa Mesir:

‫ و ان هموا ذهبت اخالقهم ذهبوا‬،‫و انما االمم االخالق ما بقيت‬

Artinya:
“Bangsa itu hanya bisa bertahan selama mereka memiliki akhlak. Bila akhlak telah lenyap dari mereka,
merekapun akan lenyap pula”.
Berdasarkan definisi ilmu akhlak, faedah mempelajari ilmu akhlak sebagai berikut:

a. Dapat menyinari orang dalam memecahkan kesulitan-kesulitan rutin yang dihadapi manusia
dalam hidup sehari-hari yang berkaitan dengan perilaku.
b. Dapat menjelaskan kepada orang sebab atau illat memilih perbuatan yang baik dan lebih
bermanfaat.
c. Dapat membendung dan mencegah kita secara kontinyu untuk tidak terperangkap kepada
keinginan-keinginan nafsu, bahkan mengarahkannya kepada hal yang positif dengan
menguatkan unsure iradah.
d. Manusia atau orang banyak mengerti benar-benar akan sebab-sebab melakukan atau tidak
akan melakukan sesuatu perbuatan, dimana dia akan memilih pekerjaan atau perbuatan yang
nilai kebaikannya lebih besar.
e. Mengerti perbuatan baik akan menolong untuk menuju dan menghadapi perbuatan itu
dengan penuh minat dan kemauan.
f. Orang yang mengkaji ilmu akhlak akan tepat dalam memvonis perilaku orang banyak dan
tidak akan mengekor dan mengikuti sesuatu tanpa pertimbangan yang matang lebih dulu.
Sebenarnya dengan memahami ilmu akhlak itu bukanlah menjadi jaminan bahwa setiap yang
mempelajarinya secara otomatis menjadi orang yang berakhlak mulai, bersih dari berbagai sifat
tercelah. Ilmu akhlak ibarat dokter yang hanya memberikan penjelasan penyakit yang diderita
pasien dan memberikan obat-obat yang diperlukan untuk mengobatinya. Dokter menjelaskan apa
dan bagaimana memelihara kesehatan agar ia sembuh dari penyakitnya; memberikan saran-saran
dan peringatan bahaya-bahaya penyakit yang diderita pasiennya agar ia lebih berhati-hati menjaga
dirinya.
Jadi, tugas dokter bukan untuk menyembuhkan pasien, tetapi dia menjelaskan dengan
sesempurna mungkin mengenai penyakit dan gejala-gejala penyakit bila si pasien tidak
menghentikan merokok atau tidak meninggalkan minuman-minuman keras, misalnya, jadi,
kesempuhan suatu penyakit sangat tergantung kepada si pasien apakah setelah ia mendapat
keterangan dari dokter maukah dia menurutinya atau tidak. Jika dituruti, insya Allah dia ada
harapan terhindar dari penyakit atau penyakit yang sedang diderita itu akan berangsur-angsur
hilang dan dia menjadi sehat. Dengan demikian, faedah ilmu akhlak dapat dipahami bahwa
sesungguhnya ilmu akhlak tidak memberi jaminan seseorang menjadi baik dan sopan. Ilmu akhlak
membuka mata hati seseorang untuk mengetahui suatu perbuatan dapat dikatan baik atau buruk.
Selain itu juga memberikan pengertian apa faedahnya jika berbuat baik da apa pula bahayanya jika
berlaku jahat.
1. Asal Usul Tasawuf
Berbicara tentang asal atau etimologi kata sufi, Harun Nasution menyebut beberapa teori,
yaitu dari kata : (1) suffah ) ‫( صفة‬, yang berarti “pelana” (2) saf )‫ (صف‬yang berarti “baris” ; (3) sufi
)‫ صفى‬،‫ صافي‬،‫(صوفي‬, yang berarti “suci”; (4) suf )‫(صف‬, yang berarti “bulu domba atau wol”: (7)
sophos, kota yunani yang berarti “hikmat”.
Dari beragam teori seperti yang disebutkan diatas, teori keempatlah yang banyak diterima
sebagai asal kata sufi. Untuk memperkuat argumen ini, berikut akan dianalisis masing-masing asal
kata tersebut.
a. Dari segi niat maupun tujuan setiap ibadah kaum sufi, jelas bahwa hal itu tidak terlepas dari
niat suci untuk membersihkan jiwa dan mengabdi kepada Allah. Dari segi inilah sehingga ada
teori yang menyebut bahwa kata tasawuf berakar pada kata safa. Menurut Mir Valiudin, jika
teori ini diterima, maka bentuk yang tepat bukan sufi tapi safawi.
b. Sufi dikatakan berasal dari kata saff karena kaum sufi berada pada baris pertama didepan
Allah. Hal tersebut dilator belakangi oleh besarnya keinginan dan kecenderungan hati mereka
terhadap Allah serta tinggalnya bagian-bagian rahasia dalam diri mereka dihadapan-Nya.
Menurut Mir Valiudin, jika dilihat dari segi ini, maka bentuk yang tepat bukan sufi tapi saffi.
c. Teori yang menyebutkan bahwa kata sufi berasal dari kata suffah. Karena dihubungkan dengan
suatu tempat di Masjid Nabawai. Tempat tersebut didiamai sekelompok sahabat dan sangat
miskin dan tidak mempunyai tempat tinggal, terkenal dengan ahl al-suffah. Mereka adalah
orang-orang yang menyiapkan diri untuk berjihad berdakwah serta meninggalkan segala usaha
yang bersifat duniawi. Namun Mir Vauddin kembali menyanggah bahwa jika teori ini
diterima, maka bentuk yang tepat adalah suffi, bukan sufi.
d. Sebagai sarjana Eropa menyatakan bahwa kata sufi dari kata sophos (Yunani), dalam pengertian
sebagaimana pada kata teoshopy. teoshopy. Yang berarti “kebijaksanaan”. Menurut Ibrahim
Basyuni, pendapat ini kurang tepat, karena huruf sugma Yunani yang diarabkan, semuanya
diteransliterasikan dengan huruf sin ) ‫ ( س‬bukan dengan huruf sad ) ‫( ص‬. Jadi, kata sufi
berasal dari kata Yunani, maka ia akan ditulis ‫ سوفي‬bukan ‫صوفي‬
e. Ada juga teori yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata suf, karena kaum sufi tidak
memakai pakaian halus dan indah, melainkan mereka hanya menggunakan pakaian untuk
menutupi ketelanjangannya dari kain yang kasar. Menurut al-Kalabadi. Jika akar kata ini dapat
diterima, maka ia tepat menurut gramatika bahasa Arab, sekaligus melingkupi semua makna
yang disebutkan sebelumnya.
2. Al-Maqamat
Sufi yang pertama kali membahas masalah jenjang perjalanan menuju kedekatan dengan
Tuhan (al-Makamat) adalah al-Haris ibn Asad al-Muhasibi (w.243 H), kemudian diikuti al-Surri al-
Saqati (w.257 H), kemudian diteruskan oleh Abu Sa’id al-Kharraz (w.277 H).
Adapun jenjang perjalanan yang dimaksud, para ulama tidak sepakat. Namun, secara garis
besar dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Al-Taubah
b. Al-Zuhd
c. Al-Wara
d. Al-Faqr
e. Al-Tawakkal
f. Al-Sabr
g. Al-Rida

3. Al-Ahwal
Al-Ahwal adalah jamak dari kata al-hal, yang oleh kaum sufi diartikan sebagai situasi kejiwaan
yang diperoleh seorang sufi sebagai karunia Allah. Datangnya situasi dan kondisi seper ti ini tidak
menentu, terkadang datang dan perginya berlangsung secara cepat (lawaih), dan terkadang pula
dalam tempo yang cukup panjang dan lama (bawadih). Jika kondisi kejiwaan itu telah menjadi
kepribadian, maka itulah yang disebut al-ahwal.
Pada prinsipnya, al-ahwal adalah manifestasi dari al-maqamat yang dilalui sebelunya. Al-
maqamat adalah tingkatan pelatihan dalam membina sikap hidup dan hasilnya dapat dilihat dari
perilaku seseorang. Sedangkan kondisi al-ahwal bersifat abstrak, tidak dapat dilihat dengan mata,
tetapi hanya dirasakan dan dipahami oleh orang yang mengalaminya.
Sebagaimana halnya dengan al-maqamat, para ulama juga berbeda pendapat tentang jumlah
dan formasi al-ahwal. Namun yang terpenting dan paling banyak penganutnya meliputi enam
formasi, yaitu:
a. Al-Muraqabah
b. Al-Khauf
c. Al-Raja
d. Al-Tuma’ninah
e. Al-Musyahadah
f. Al-Yaqin

Rangkuman
1. Akidah adalah suatu kepercayaan yang meresap kedalam hati dengan penuh keyakinan, tidak
bercampur syak dan keraguan serta menjadi alat kontrol bagi tingkah laku dan perbuatan
sehari-hari. Akidah Islam bersumber dari al-Qur’an , al-Hadis dan akal yang sehat dan
mempunyai tujuan yang telah digariskan oleh kedua sumber tersebut. Iman ditafsirkan
dengan amal batiniah atas dasar kepercayaan terhadap kebenaran ajaran yang disampaikan
oleh Rasulullah, sedangkan Islam ditafsirkan dengan amalan-amalan lahiriah atas dasar
kepasrahan terhadap wahyu sebagai wujud dari kehendak Allah sedangkan ihsan adalah
melakukan perbuatan baik atas dasar karena selalu melihat Allah pemberi nikmat atau atas
dasar merasa selalu diawasi oleh Allah..
2. Persoalan-persoalan teologi dalam Islam muncul dikarenakan persoalan politik. Aliran teologi
dalam Islam yang muncul antara lain : Khawarij, Syiah, Mu’tazilah, al-Asy’ariah, Murjiah dan
lain-lain. Masalah yang diperdebatkan dalam teologi Islam antara lain nasib pelaku dosa besar,
perbuatan Tuhan dan sifat Tuhan.
3. Menurut bahasa akhlak berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Objek
pembahasan adalah semua perbuatan manusia sedangkan objek pembahasan ilmu akhlak ialah
tindakan-tindakan yang dapat diberikan nilai baik/buruk, yaitu perkataan dan perbuatan yang
termasuk kedalam kategori perbuatan akhlak. Ilmu akhlak bukanlah jaminan seseorang
menjadi orang yang berakhlak mulai bersih dari sifat tercela.
4. Banyak teori yang menyebutkan asal kata tasawuf yang paling dapat diterima ialah kata
tasuwuf yang bersal dari kata suff yang berarti bulu domba atau wol. Maqamat adalah terminal
atau jenjang yang harus dilalui seorang salik untuk dekat dengan Tuhan sedangkan ahwal
adalah keadaan kejiwaan yang diperoleh seorang sufi sebagai karunia dari Allah. Ulama
berbeda pendapat mengenai jenjang atau urutan maqamat dan jumlah ahwal.
Latihan-latihan

Pililah salah satu jawaban yang paling tepat dari alternative jawaban berikut!

1. Menurut bahasa akidah berarti :


a. Ikatan
b. Kuat
c. Percaya
d. Yakin
2. Sinonim kata Akidah adalah :
a. Iman
b. Islam
c. Ihsan
d. Istihsan
3. Sumber akidah Islam adalah :
a. Al-Qur’an
b. Al-Hadis
c. Al-Qur’an , al-Hadis dan akal sehat yang sesuai dengan wahyu.
d. Ijma
4. Menurut al-Qur’an ada berapa rukun iman :
a. 2
b. 3
c. 5
d. 6
5. Menurut al-Hadis yang dipedomani oleh Abdullah bin Abi Shalah rukun iman ada berapa
:
a. 2
b. 3
c. 5
d. 6
6. Al-Qur’an yang berbicara tentang rukun iman adalah :
a. Surat al-Baqarah ayat 1-5
b. Surat al-Nisa ayat 7
c. Surat al-Imran ayat 77
d. Surat al-Baqarah ayat 177
7. Rukun iman yang keberapa yang ditambahkan oleh al-hadis
a. 1
b. 3
c. 5
d. 6
8. Tujuan akidah Islam kecuali:
a. Masuk surga
b. Membangkitkan rasa ketuhanan
c. Memberikan kepastian
d. Memberikan ketentraman
9. Menurut bahasa iman berarti:
a. Pembenaran hati
b. Pembenaran lisan
c. Anggota badan
d. Semuanya benar
10. Islam menurut bahasa berarti :
a. Percaya
b. Yakin
c. Tunduk dan patuh
d. Berbuat baik
11. Teologi Islam sebagai disiplin Ilmu pengetahuan muncul pada abad :
a. 2H
b. 2M
c. 3H
d. 3M
12. Peperangan antara Ali dan Muawiah dikenal dengan perang :
a. Siffin
b. Jamal
c. Handaq
d. Badar
13. Ketika terjadi arbitrase (tahkim), muawiyah diwakili oleh :
a. Abu Musa al-Asy’ari
b. Abu Sofyan
c. Amr bin Ash
d. Husain
14. Dalil naqli yang dipergunakan oleh Khawarij untuk mengkafirkan pelaku arbitrase adalah
a. Al-Baqarah : 25
b. Al-Maidah : 23
c. Al-Maidah : 44
d. Al-Imaran : 5
15. Syiah secara bahasa berarti :
a. Lawan
b. Teman
c. Pengikut
d. Pembangkan
16. Mu’tazilah berpendapat bahwa pelaku dosa besar adalah :
a. Kafir
b. Mu’min
c. Murtad
d. Bukan mu’min bukan juga kafir
17. Aliran yang berpendapat bahwa manusia tidak berkuasa atas perbuatannya adalah
a. Qaderiah
b. Jabariyah
c. Khawarij
d. Murji’ah
18. Aliran yang berpendapat bahwa Tuhan tidak ikut campur dalam perbuatan manusia
adalah
a. Qaderiah
b. Jabariyah
c. Khawarij
d. Murji’ah
19. Tokoh utama aliran jabariyah adalah :
a. Jahm bin Shafwan
b. Hasan Basri
c. Husail
d. Wasil bin Atha
20. Pendapat aliran Asy’ariyah mengenai perbuatan Tuhan dekat dengan pendapat :
a. Mu’tazilah
b. Qadariyah
c. Jabariyah
d. Murjiah
21. Akhlak adalah bentuk jamak dari
a. Khuluqun
b. Khaliqun
c. Khalaka
d. Khalaqun
22. Dibawah ini adalah para pakar akhlak kecuali :
a. Ibn Maskawaih
b. Iman al-Gazali
c. Wasil bin Atha
d. Ahmad Amin
23. Yang termasuk perbuatan akhlak kecuali :
a. Jujur
b. Bohong
c. Dermawan
d. Perbuatan reflex
24. Yang tidak termasuk perbuatan akhlak adalah :
a. Automatic action
b. Lupa
c. Dipaksa
d. Semuanya benar
25. Ilmu akhlak mengandung unsur antara lain :
a. Menjelaskan pengertian baik dan buruk
b. Menjelaskan mana yang patut diperbuat
c. Menunjukkan jalan lurus yang harus dilewati
d. Semuanya benar
26. Jika akhlak telah lenyap maka masyarakat akan jadi berantakan dijelaskan didalam al-
Qur’an :
a. Surat yasin : 80
b. Surat al-Kafirun : 2
c. Al-Ma’un : 5
d. Al-A’raf : 182
27. Syarat untuk menilai perbuatan itu baik atau buruk adalah :
a. Semua perbuatan dapat dinilai baik dan buruk
b. Dilakukan dengan sengaja
c. Pelaku tidak tau apa yang dilakukannya
d. Semua benar
28. Perbuatan dapat dianggap akhlak apabila :
a. Semua perbuatan merupakan akhlak
b. Perbuatan tersebut sudah pernah dilakukan
c. Perbuatan tersebut dilakukan beulang-ulang kali sehingga menjadi kebiasaan
d. Semua salah
29. Yang termasuk perbuatan automatic action kecuali :
a. Perbuatan reflex
b. Perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran
c. Lupa
d. Denyut urat nadi
30. Ilmu akhlak menjamin seseorang untuk :
a. mengetahui perbuatan baik dan buruk
b. berakhlak mulai
c. masuk surga
d. semua benar
31. Tasawuf biasa juga disebut dengan istilah :
a. Mistisisme dalam Islam
b. Tarekat
c. Ma’rifat
d. Syariat
32. Secara bahasa arti tasawuf antara lain :
a. Suffah
b. Saf
c. Suf
d. Semua benar
33. Dari beberapa teori tentang asal kata tasawuf yang paling mendekati kebenaran adalah :
a. Suf
b. Saf
c. Suffah
d. Sophos
34. Teori yang menyebutkan bahwa kata sufi berasal dari kata suffah karena dihubungkan
dengan:
a. Kedekatan dengan Nabi
b. Kedekatan dengan sahabat
c. Suatu tempat di Masjid Nabi
d. Semuanya salah
35. Suf berarti :
a. Domba
b. Bulu domba
c. Kambing
d. Selimut
36. Sufi yang pertama kali membahas masalah maqamat adalah :
a. Al-Haris Ibnu Asad al-Muhasibih
b. Ibrahim bin Adham
c. Al-Hallaj
d. Al-Gazali
37. Maqamat berarti :
a. Kuburan
b. Perjalanan
c. Peristerahatan
d. Jenjang atau terminal menuju kedekatan dengan Tuhan
38. Al-Ahwal adalah :
a. Terminal
b. Persinggahan
c. Jalan menuju Tuhan
d. Situasi kejiwaan yang diperoleh seorang sufi sebagai karunia dari Allah
39. Berikut ini maqamat sufi :
a. Taubat
b. Wara’
c. Zuhud
d. Semuanya benar
40. Berikut ini ahwal sufi kecuali :
a. Al-Khauf
b. Al-Faqr
c. Al-Taubah
d. Al-Ridha
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut :
1. Jelaskan pengertian akidah!
2. Sebutkan sumber dan tujuan akidah!
3. Jelaskan perbedaan antara iman dan Islam!
4. Jelaskan sebab munculnya aliran teologi dalam Islam!
5. Sebutkan permasalahan-permasalahan apa saja yang mendasari lahirnya aliran teologi
dalam Islam!
6. Jelaskan pendapat murjiah tentang pelaku dosa besar!
7. Jelaskan yang saudara ketahui tentang al-Manzilah Bainal Manzilatain!
8. Jelaskan pengertian akhlak!
9. Jelaskan perbedaan antara akhlak dan ilmu akhlak!
10. Sebutkan faedah ilmu akhlak!
11. Jelaskan pengertian tasawuf!
12. Jelaskan apa yang dimaksud maqamat dan ahwal!
13. Sebutkan maqamat dan ahwal sufi?

Balikan dan tindak lanjut

Cocokanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban tes formatif yang terdapat dibagian akhir
modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus berikut untuk mengetahui
tingkat penguasan anda terhadap materi kegiatan belajar tersebut.

Tingkat penguasaan = Jumlah jawaban yang benar X 100%

Jumlah soal

Arti tingkat penguasaan :

90-100% = baik sekali

80-89% = baik

70-79% = cukup

< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% anda haruas mengulangi materi kegiatan belajar
selanjutnya. Jika masih dibawah 80% anda harus mengulangi materi kegiatan belajar tersebut,
terutama bagian yang belum dikuasai.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin, Studi Agama; Normativisme dan Historisitas, Jokjakarta, Pustaka Pelajar, 1996
Azhari, Kautsar Noer, Tasawuf Perenial, Jakarta, PT Serambi Ilmu Semesta, 2002
Abdullah, Fauzan Al-Fauzan, Kitab Tauhid 3, Jakarta, Kantor Atase Agama Kedutaan Besar Saudi
Arabia Jakarta, 2002
Basyuni, Ibrahim, Nasya’tal-Tshawwuf al-Islamy, Kairo, Dar al-Fikr, 1969
Hamka, Tasawwuf; Perkembangan dan Pemurniannya, Jakarta, Pustaka Panjimas, 1994
Ilyas, Yunahar, Kuliah Akhlaq, Jokjakarta, LPPI UMY-Pustaka Pelajar, 2006
Nasution, Harun, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1998
Al-Anshari, Muhammad Abdul Haq, Sufism and Syari’ah; A Study syeh Ahmad Sirhindi’s Effort to
Reform Muslim, London, The Islamic Foundation, 1986
Poedjawiyatna, Etika; Filsafat tingkah Laku, Jakarta, Rineka Cipta, 1996
Sinaga, Hasanuddin, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2004

Anda mungkin juga menyukai