PEMBAHASAN
memindahkan darah dari orang yang sehat kepada orang yang sakit, yang
bertujuan untuk:
1. Menambah jumlah darah yang beredar dalam badan orang yang sakit yang
produk dari satu orang ke dalam sistem peredaran darah orang lain. Transfusi
darah dapat menyelamatkan jiwa dalam beberapa situasi, seperti kehilangan darah
besar karena trauma, atau dapat digunakan untuk menggantikan darah yang hilang
selama operasi.2
1
M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah pada Masalah-Masalah Kontemporer
Hukum Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), cet. II, hal. 112-113.
2
http://www.infokedokteran.com/kesehatan-2/transfusi-darah.html diakses pada tanggal
18-03-2017 pukul 08.30
3
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: PT Mida Surya Grafindo: 1994), ed. II, cet.
VII, hal. 49.
Dengan demikian, transfusi darah itu tiada lain adalah suatu cara
membantu pengobatan yang sudah ada, dan darah hanya membantu saja sebagai
diperhatikan lagi, bahwa transfusi darah itu bukanlah pekerjaan yang tanpa resiko
dan mungkin merupakan suatu pekerjaan yang banyak resikonya bagi si sakit.
darah itu hanya manusia saja dan tidak semua orang bisa menjadi donor, yaitu
pembatasan lain, yaitu bagi orang yang darahnya kurang, atau orang yang pada
menjadi beban bagi si sakit, Karena darah yang diterimanya kurang atau tidak
baik, disamping menanggung biaya yang cukup mahal. Pasien yang tidak
4
Op. Cit., M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah pada Masalah-Masalah
Kontemporer Hukum Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), cet. II, hal. 113.
“diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan,
dalam pemelihharaanmu dari isteri yang sudah kamu campuri, tetapi jika kamu
belum bercampur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak
yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya
yang disebutkan tersebut di atas adalah halal untuk dinikahi. Sebab tidak ada
poligamis dilarang berdasarkan hadits Nabi. Maka jelaslah bahwa transfusi darah
5
Ibid., hal. 113-115.
itu, perkawinan antara donor dan resipien diizinkan oleh Agama (Hukum Islam),
resipien, adalah bahwa transfusi darah itu tidak membawa akibat hukum adanya
darah ini, maka aka nada resiko bagi resipien. Sebab itu secara medis harus
diperhatikan pengaruhnya.8
Masalah donor darah adalah masalah yang baru, dalam arti kata tidak
ditemukan hukumnya pada masa pembentukan hukum Islam, ataupun dalam Al-
Qur’an dan Hadits, sebagaimana telah disebutkan pada bagian latar belakang
masalah.
untuk keluarga sendiri, atau diserahkan kepada Palang Merah Indonesia atau
6
Op. Cit., Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: PT Mida Surya Grafindo: 1994),
ed. II, cet. VII, hal. 52. Lihat juga M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah pada Masalah-
Masalah Kontemporer Hukum Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), cet. II, hal. 113.
7
https://nezfine.wordpress.com/2011/02/03/transfusi-darah-menurut-pandangan-islam/
diakses pada tanggal 18-03-2017 pukul 08.45.
8
Loc. Cit., M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah pada Masalah-Masalah
Kontemporer Hukum Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), cet. II.
9
Ibid., hal. 116.
Sebagai dasar hukum yang membolehkan donor darah ini, dapat dilihat
dalam kaidah hukum Islam bahwa “pada prinsipnya segala sesuatu itu boleh
diperbolehkan, karena tidak ada dalil yang melarangnya baik dari Al-Qur’an
maupun hadits. Namun demikian tidak berarti bahwa kebolehan itu dapat
D. Pengertian Euthanasia
Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu “eu” dan “thanatos”.
Kata “eu” berarti baik, tanpa penderitaan dan “Thanatos” berarti mati. Dengan
demikian euthanasia dapat diartikan mati dengan baik tanpa penderitaan. Ada
penderitaan, maka dari itu dalam mengadakan euthanasia arti sebenarnya bukan
10
Ibid., hal. 116.
Akan tetapi dalam perkembangan istilah selanjutnya, euthanasia lebih
penderitaan. Inilah konsep dasar dari euthanasia yang kini maknanya berkembang
menjadi kematian atas dasar pilihan rasional seseorang, sehingga banyak masalah
yang ditimbulkan dari euthanasia ini. Masalah tersebut semakin kompleks karena
mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat
menjelang kematiannya.
Hidup dan mati itu ada di tangan Tuhan, dan merupakan karunia dan
baik terhadap orang lain (kecuali dengan alasan yang dibenarkan oleh agama)
Dalil-dalil syar’i yang melarang bunuh diri dengan alasan apapun, ialah
Penyayang kepada kamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar
11
http://satriabara.blogspot.co.id/2012/06/makalah-euthanasia.html?m=1 diakses pada
tanggal 19-03-2017 pukul 20.45.
dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukannya ke dalam neraka. Yang
menjelaskan tentang hal tersebut. Dari Jundub bin Abdulllah r.a. “telah ada di
antara orang-orang sebelum kamu seorang lelaki yang mendapat luka, lalu keluh
kesahlah ia. Maka ia mengambil pisau lalu memotong ttangannya dengan pisau
itu. Kemudian tidak berhenti-henti darahnya keluar sehingga ia mati. Maka Allah
nyawanya, baik dengan tangan sendiri, maupun dengan bantuan orang lain, seperti
dokter dengan cara memberi suntukan atau obat yang dapat mempercepat
Orang yang mengakhiri hidupnya dengan cara demikian berarti dia telah
disebutkan dalam Qur’an maupun hadits di atas). Seharusnya orang bersikap sabar
dan tawakkal menghadapi musibah dan berdo’a kepada Allah semoga berkenan
12
Op. Cit., Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: PT Mida Surya Grafindo: 1994),
ed. II, cet. VII, hal. 161-162.
13
Ibid., hal. 163.
14
Op. Cit., M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah pada Masalah-Masalah
Kontemporer Hukum Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997), cet. II, hal. 132.