Anda di halaman 1dari 19

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU

Masail Fiqh Al-Haditsah Dr. Nuril Khasyi’in, MA

Transfusi Darah Dan Euthanasia

Kelompok 4

Asra Sania Nur Zadha 210101010593

Siti Nuriyah 210101010594

Siti Rahmah 210101010597

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah subhanahu wata'ala yang telah
melimpahkan nikmat dan rahmat-Nya dalam setiap hembusan napas jiwa raga ini
sehingga kami dapat menyusun sekaligus menyelesaikan tugas makalah mata
kuliah Masail Fiqh Al- Haditsah, yang berjudul "Transfusi Darah Dan
Euthanasia".

Salawat dan salam senantiasa tercurah keharibaan junjungan kita Nabi


Besar Muhammad Shallallahu'alahi wasallam beserta sahabat, kerabat, dan
pengikut beliau hingga akhir zaman.

Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Bapak Dr. Nuril Khasyi’in,


MA. Selaku dosen pengampu mata kuliah Masail Fiqh Al- Haditsah atas
bimbingan dan arahannya selama penyusunan makalah ini. Kami juga
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa penulisan dan penyusunan makalah ini tentunya


masih memiliki kekurangan baik dalam aspek bacaan, isi, penulisan, dan
sebagainya. Oleh karena itu, kami sangat terbuka terhadap kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak agar kiranya makalah kami bisa menjadi lebih
baik. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan
bagi siapapun yang membacanya.

Banjarmasin, 21 Februari 2023

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................iii

A. Latar Belakang......................................................................................1

B. Pembahasan Isi......................................................................................2

C. Penutup................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................15

iii
iv
Transfusi Darah Dan Euthanasia

A. Latar Belakang

Transfusi darah merupakan salah satu bagian penting dalam bidang


kesehatan. Secara keseluruhan, transfusi darah dibutuhkan untuk
menangani pasien yang mengalami perdarahan masif, pasien anemia berat,
pasien yang hendak menjalani tindakan operasi, pasien dengan kelainan
darah bawaan dan sebagainya. Transfusi darah meningkatkan kualitas
kesehatan, tetapi banyak pasien yang membutuhkan transfusi tidak
memiliki akses yang tepat untuk mendapat darah yang aman (WHO,
2016).
Transfusi darah adalah suatu kegiatan memindahkan darah donor
kepada resipien, Transfusi darah merupakan salah satu komponen terapi
yang sangat penting dalam penatalaksanaan resipien. Pemberian transfusi
darah harus berpegang pada prinsip bahwa manfaat yang akan di terima
oleh resipien jauh lebih besar dibandingkan risiko yang akan di tanggung,
semboyan "memberikan darah yang tepat kepada pasien yang tepat pada
waktunya dan tempat yang tepat" harus benar-benar dilaksanakan dalam
melakukan transfusi darah (Mulyantari & Yasa 2016).
Euthanasia pada dasarnya adalah bertujuan untuk memudahkan
kematian bagi seseorang dengan cara yang mudah, nyaman, dan
manusiawi. Euthanasia ada yang bersifat aktif dan pasif. Euthanasia aktif
jika yang melakukan adalah orang lain tanpa permintaan dari si pasien
karena didasari oleh rasa kasihan terhadap penderitaan yang diderita oleh
si pasien. Adapun euthanasia pasif jika si pasien meminta untuk diakhiri
hidupnya karena penderitaann yang diderita sudah tidak tertahan lagi dan
tidak diharapkan lagi kesembuhannya secara medis.

v
vi
B. Pembahasan
1. Pengertian Tranfusi Darah
Transfusi darah, dalam bahasa Belanda disebut Blood Transfusi,
yaitu memindahkan darah dari seseorang kepada orang lain untuk
menyelamatkan jiwanya.1
Kata transfusi darah merupakan terjemahan dari "blood
transfution" yaitu dari bahasa Inggris. Kemudian seorang dokter dari
Arab menerjemahkan dengan "pemindahan darah yang disebabkan
suatu kebutuhan medis". Kemudian diartikan dengan istilah
"memindahkan lalu menuangkan darah" oleh Dr. Ahmad Sofyan. Lalu
kemudian dirumuskannya definisi transfusi darah dengan makna,
"memindahkan-menuangkan darah artinya memasukkan darahnya
melalui pembuluh darah kepada orang lain yang dibantunya".2
Adapun definisi transfusi darah menurut Syekh Al-Husain Muhammad
Makhluf mengatakan yaitu:3

‫نقل الدم للعالج هو االنتقاع بدم االنسان بنقله المريض النتقاذ حياته من الصحيح إلى‬
Transfusi darah merupakan mengambil manfaat dari darah seseorang,
yaitu yang sehat tubuhnya lalu dipindahkannya ke tubuh orang yang
sakit karena untuk mempertahankan hidup.

Oleh karena itu, dikatakan bahwa transfusi darah merupakan cara


pemindahan darah. Salah satu unsur darah yang didonorkan oleh
seseorang (pendonor) untuk orang lain (resipien), hal ini dilakukan
sebagai bentuk upaya menyelamatkan nyawa dan juga untuk
meningkatkan kesehatan.

Darah merupakan cairan tubuh yang sangat vital bagi kehidupan


manusia, yang bersikulasi dalam jantung dan pembuluh darah. Darah

1
Masyfuk Zuhdi, Masail Fikihiyah, (Jakarta: CV. Haji Masagung, 1992) h.48.
2
Sudarto, Masailul Fiqhiyah al-Haditsah, (Yokjakarta: Qiara Media, 2010) h.152.
3
Ibit.,152.

vii
membawa oksigen dan nutrisi bagi seluruh sel dalam tubuh serta
mengangkat produk-produk hasil metabolisme sel. Darah berada di
suatu pembuluh darah arteri maupun vena, dan merupakan sebagian
dari sistem organ tubuh manusia yang berperan penting bagi
kelangsungan hidup manusia.4

a. Hukum Transfusi Darah


Menurut mazhab Hanafi dan Zahiri, Islam membolehkan menjual
belikan barang najis yang ada manfaatnya seperti kotoran hewan,
termasuk jual beli darah manusia, guna menolong sesama manusia,
karena besar manfaatnya bagi manusia yang memerlukan transfusi
darah operasi kecelakaan dan sebagainya.5 Kaidah dalam ilmu ushul
fikih mengatakan:

‫ألصل في االشياء االباحة حتى يرد الدليل على تحريمه‬


Artinya: ”Asal pada sesuatu (muamalah) adalah boleh hukumnya
kecuali kalau ada dalil yang mengharamkannya.”

Berdasarkan dalil yang mengatakan donor darah diperbolehkan


karena tidak ada dalil yang melarangnya. Namun tidak berarti
kebolehan itu dapat dilakukan tanpa syarat, bebas lepas begitu saja.
Sesuatu yang diperbolehkan tetapi karena ada hal-hal yang dapat
membahayakan resipien, maka menjadi terlarang. Seperti donor darah
dari yang berpenyakit menular virus HIV AIDS, maka transfusi darah
menjadi terlarang Menurut Jumhur Ulama jual beli darah manusia
tidak etis, bertentangan dengan tujuan semula, karena itu jual beli
darah manusia dilarang menurut hukum Islam, kecuali dalam keadaan
darurat yang sangat memerlukannya.6

4
Novi Khila Firani, Mengenali Sel-sel Darah dan Kelainan Darah, (Malang: UB Press,
2018), h. 1-4.
5
Sayyid Sabiq, Fikih al-Sunnah, (Libanon: Dar al-Fikr, 1981), h.130-131.
6
M. Ali Hasan, Masail Fikihiyyah al-Hadits, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996),
h.113.

viii
b. Pandangan Islam Tentang Transfusi Darah
Transfusi darah berasal dari bahasa Belanda, yaitu blood transfusi,
yang berarti memindahkan darah dari seseorang kepada orang lain
untuk menyelamat-kan jiwanya. Masalah transfusi darah dalam
pandangan Islam yaitu tidak melarang seorang muslim atau muslimah
menyumbangkan darahnya untuk tujuan kemanusiaan, bukan
komersialisasi, baik darahnya disumbangkan secara langsung kepada
orang yang memerlukannya, misalnya untuk anggota keluarga sendiri,
maupun diserahkan pada Palang Merah atau bank darah untuk
disimpan sewaktu-waktu untuk menolong orang yang memerlukan.
Pada dasarnya, darah yang dikeluarkan dari tubuh manusia
termasuk najis mutawasittah (kategori sedang) menurut hukum Islam.
Agama Islam melarang mempergunakannya, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Keterangan tentang haramnya memperguna-
kan darah terdapat pada beberapa ayat yang dhalalahnya sahih.
Apabila berhadapan dengan hajat manusia untuk
mempergunakannya dalam keadaan darurat, sedangkan sama sekali
tidak ada bahan lagi yang dapat diperguna- kannya untuk
menyelamatkan nyawa seseorang maka najis itu boleh
dipergunakannya hanya sekedar kebutuhan untuk mempertahankan
kehidupan, misalnya seseorang menderita kekurangan darah karena
kecelakaan, maka hal itu dibolehkan dalam Islam untuk menerima
darah dari orang lain, yang disebut dengan "transfusi darah". Hal
tersebut sangat dibutuhkan (dihajatkan) untuk menolong seseorang
dalam keadaan darurat, sebagaiman keterangan kaidah fiqhiyah yang
berbunyi: "Perkara hajat (kebutuhan) menempati posisi darurat
(dalam menetapkan hukum Islam), baik bersifat umum maupun
khusus" dan dalam kaidah fiqhiyah selan-jutnya yang berbunyi: ”
Tidak ada yang haram bila berhadapan dengan yang hajat
(kebutuhan)”

ix
Maksud yang terkandung dalam kedua kaidah fiqhiyah tersebut di
atas adalah menunujukan bahwa Islam membolehkan hal-hal yang
bersifat makruh dan yang haram bila berhadapan dengan yang hajat
dan darurat serta membolehkan transfusi darah untuk menyelamatkan
pasien karena keadaan darurat yang tertentu. Akan tetapi,
kebolehannya hanya sebatas pada transfusi darah saja. Apabila dalam
keadaan darurat yang dialami oleh seseorang maka agama Islam
membolehkan, tetapi bila digunakan untuk hal-hal yang lain, maka
agama Islam melarangnya, karena dibutuhkannya hanya untuk
ditransfer kepada pasien saja. Hal ini sesuai dengan maksud kaidah
fiqhiyah yang berbunyi: "Sesuatu yang dibolehkan karena keadaan
darurat, (hanya diberlakukan) untuk mengatasi kesulitan tertentu".

c. Hukum Jual Beli Darah dalam Islam


Selain masalah hukum donor dan transfusi darah, di lapangan juga
muncul praktik jual beli darah, baik dilakukan secara resmi oleh pihak
PMI maupun oleh oknum ilegal. Bahkan, tidak jarang secara personal
terjadi transaksi jual-beli darah. Mengingat semua jenis darah
termasuk darah manusia itu najis berdasarkan hadis riwayat Bukhari
dan Muslim dari Jabir, kecuali barang najis yang ada manfaatnya bagi
manusia, seperti kotoran hewan untuk keperluan rabuk. Menurut
mazhab Hanafi dan Dzahiri, Islam membolehkan jual beli barang najis
yang ada manfaatnya seperti kotoran hewan.
Pendapat yang paling kuat adalah bahwa jual beli darah manusia
itu tidak etis. Disamping bukan termasuk barang yang dibolehkan
untuk diperjual-belikan karena termasuk bagian manusia yang Allah
muliakan dan tidak pantas untuk diperjual-belikan karena bertentangan
dengan tujuan dan misi semula yang luhur, yaitu amal kemanusiaan
semata, guna menyelamatkan jiwa sesama manusia. Oleh karena itu,
seharusnya jual-beli darah manusia itu dilarang karena bertentangan
dengan moral agama dan norma kemanusiaan. Namun, perlu diingat

x
bahwa pembayaran pada PMI itu bukan berarti membeli atau menjual
darah, tetapi biaya operasional, sebab ada pengelola, pemelihara, dan
lain-lain, sehingga dibutuhkan pembiayaan. Jadi, bukan darah yang
diperjual-belikan, melainkan biaya operasional pengelolaannya. Jadi
kegiataan sosial seperti tidak bisa dijadikan sebagai usaha.7

2. Pengertian Euthanasia
Kata euthanasia berasal dari bahasa Yunani eu yang artinya
baik dan thanatos yang berarti kematian atau good death atau easy
death, sering pula disebut dengan istilan “mercy killing”.
Euthanasia adalah upaya yang dilakukan untuk mengakhiri hidup
seseorang saat sedang sakit parah dan ingin mengakhiri
penderitaannya karena sudah tidak sanggup lagi menghadapi
penyakitnya. Tindakan euthanasia ini dilakukan dengan
memudahkan kematian seseorang secara sengaja agar tidak lagi
merasakan sakit.
Ada beberapa faktor mengapa dilakukannya tindakan
euthanasia ini salah satunya yaitu karena kasih sayang sebab sang
pasien sudah menderita sakit yang terlalu parah. Apalagi bila
dilihat dari segi medis kemungkinan bertahan hidupnya sangat tipis
meskipun organ tubuhnya masih berfungsi sebagaimana orang
hidup. Tentu saja euthanasia ini dilakukan atas kesepakatan dan
keinginan dari pasien dan keluarga pasien.
Pengertian euthanasia menurut Yusuf Qardhawi ialah
tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa
merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan
penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif.
Definisi senada dikemukakan oleh Setiawan Budi Utomo
yaitu tindakan memudahkan kematian atau mengakhiri hidup

7
Muhammad Yusuf, Masail Fiqhiyah Memahami Permasalahan Kontemporer,
(Makassar: CV. Gunadarma Ilmu, 2017), h.163.

xi
seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasihan
dan untuk meringankan penderitaan si sakit. Tindakan ini
dilakukan terhadap penderita penyakit yang tidak mempunyai
harapan sembuh.
Sebenarnya kematian adalah persoalan yang sangat ditakuti
oleh setiap umat manusia. Namun hal demikian tidak terjadi di
dalam dunia kedokteran atau kesehatan. Dalam konteks kesehatan
modern, kematian tidaklah selalu menjadi sesuatu yang datang
secara tiba- tiba. Kematian bisa dilegalisir menjadi sesuatu yang
dapat dipastikan tanggal kejadiannya. Euthanasia memungkinkan
hal tersebut terjadi. Dengan euthanasia merupakan tindakan
mengakhiri hidup seorang individu secara tidak menyakitkan,
ketika tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai bantuan untuk
meringankan penderitaan dari individu yang akan mengakhiri
hidupnya.
Dalam praktik kedokteran dikenal dua macam euthanasia,
yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Yang dimaksud dengan
euthanasia aktif ialah tindakan dokter mempercepat kematian
pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien
tersebut. Suntikan dilakukan pada saat keadaan penyakit pasien
sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir, yang
menurut perkiraan/perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi
bisa sembuh atau bertahan lama. Alasan yang lazim dikemukakan
dokter ialah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan
memperpanjang penderitaan pasien, tidak mengurangi keadaan
sakitnya yang memang sudah parah.
Yang dimaksud dengan euthanasia pasif adalah tindakan
dokter berupa penghentian pengobatan pasien yang menderita sakit
keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat
disembuhkan. Penghentian pemberian obat ini berakibat
mempercepat kematian pasien. Alasan yang lazim dikemukakan

xii
ialah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas, sementara
dana yang dibutuhkan untuk biaya pengobatan cukup tinggi,
sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah
tidak efektif lagi.8

a. Macam-Macam Bentuk Euthanasia


Euthanasia sendiri sering diartikan sebagai tindakan
memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan
sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan
si sakit, baik dengan cara positif maupun negative.
1. Euthanasia Positif (Aktif)
yang dimaksud taisir al-maut al-fa'al (euhtanasia positif)
salah tindakan memudahkan kematian si sakit karena kasih
sayang yang dilakukan oleh dokter dengan menggunakan
alat seperti suntikan.
2. Euthanasia Negatif (Pasif)
(taisir al- maut al-munfa ‘il) berbeda dengan euthanasia
positif. Pada euthanasia negatif tidak dipergunakan alat-alat
atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si
sakit, tetapi hanya dibiarkan tanpa diberi pengobatan untuk
memperpanjang hayatnya.

b. Contoh-Contoh Euthanasia
Contoh Euthanasia Positif (aktif)
Seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar
biasa hingga penderita sering pingsan. Dalam hal ini dokter yakin
bahwa yang bersangkutan akan meninggal dunia. Kemudian dokter
memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya

8
Drs. Abdul Hamid, M. Pd. I., Fiqih Kontemporer, (JL. AK. Gani, No. 01 Kel. Dusun
Culup, Renjang Lebong, 2011), h.224.5e

xiii
dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan
pernapasannya sekaligus.

Contoh Euthanasia Negatif (pasif)

Orang yang mengalami keadaan koma yang sangat lama,


misalnya karena bagian otaknya terserang penyakit atau bagian
kepalanya mengalami benturan yang sangat keras. Dalam keadaan
demikian la hanya mungkin dapat hidup dengan mempergunakan alat
pernapasan sedangkan dokter berkeyakinan bahwa penderita tidak akan
dapat disembuhkan Maka satu-satunya cara yang mungkin dapat
dilakukan adalah membiarkan si sakit itu hidup dengan
mempergunakan alat pemapasan buatan untuk melanjutkan gerak
kehidupannya. Namun, ada yang menganggap bahwa orang sakit seperti
ini sebagai orang mati yang tidak mampu melakukan aktivitas Maka
pemberhentikan alat pernapasan itu sebagai cara yang positif untuk
memudahkan proses kematiannya.

c. Hukum Islam Terhadap Euthanasia


Dalam Islam, segala upaya atau perbuatan yang berakibat
matinya seseorang, baik disengaja maupun tidak disengaja, tidak
dapat dibenarkan, kecuali dengan tiga alasan, sebagaimana
disebutkan dalam hadis Nabi:

Artinya: "Tidak boleh darah seorang muslim selain karena


salah satu dari tiga perkara, yaitu: melakukan perbuatan zina
setelah ihshan (kawin secara sah), murtad setelah masuk Islam,

xiv
atau membunuh jiwa tanpa alasan yang benar, maka dia dibunuh
karenanya..." (HR. At-Tirmidzi)"
Dari hadis tersebut dipahami bahwa di luar dari yang telah
disebutkan berarti tidak ada pembunuhan secara sengaja terhadap
manusia. Pembunuhan secara sengaja terhadap orang yang sedang
sakit berarti mendahului takdir Allah. Allah telah menentukan
batas akhir usia manusia. Dengan cara mempercepat kematian
seseorang, berarti pasien tidak mendapatkan manfaat dari ujian
yang diberikan Allah Swt kepadanya, yakni berupa tawakkal dan
tabah kepada-Nya. Rasulullah Saw bersabda: "Tidaklah menimpa
kepada seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit,
kesedihan, kesusahan maupun penyakit, bahkan duri yang
menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya
dengan musibah yang dicobakannya itu." (HR Bukhari dan
Muslim).9
Para ulama sendiri berbeda pendapat mengenai mana yang
lebih utama: berobat atau bersabar?
Pengobatan atau berobat hukumnya mustahab atau wajib
apabila penderita dapat diharapkan kesembuhannya. Sedangkan
jika sudah tidak ada harapan sembuh sesuai dengan sunnah Allah
dalam hukum sebab akibat yang diketahui dan dimengerti oleh
para ahlinya yaitu para dokter maka tidak ada seorang pun yang
mengatakan mustahab berobat apalagi wajib.
Apabila penderita sakit diberi berbagai macam cara
pengobatan dengan cara meminum obat, suntikan dan sebagainya,
atau menggunakan alat pernapasan buatan dan lainnya sesuai
dengas penemuan ilmu kedokteran modern dalam waktu yang
cukup lama, tetapi penyakitnya tetap saja tidak ada perubahan,
maka melanjutkan pengobatannya itu tidak wajib dan tidak

9
Drs. Abdul Hamid, M. Pd. I., Fiqih Kontemporer, (JL. AK. Gani, No. 01 Kel. Dusun
Culup, Renjang Lebong, 2011), h.230.

xv
mustahab, bahkan mungkin kebalikannya (yakni tidak
mengobatinya) itulah yang wajib atau mustahab.

Jadi kesimpulannya hukum euthanasia aktif menurut


prespektif Al-Qur’an, ulama klasik dan ulama kontemporer adalah
perbuatan haram dan pelakunya mendapatkan dosa yang sama
dengan pembunuhan. Sedangkan hukum euthanasia pasif dalam
arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat banyu
pada pasien- setelah matinya/ rusaknya organ otak- hukumnya
boleh (jaiz) sama dengan hukum berobat yakni boleh dilakukan
boleh tidak dan tidak diharamkan.

xvi
C. Penutup
Transfusi darah, dalam bahasa Belanda disebut Blood Transfusi, yaitu
memindahkan darah dari seseorang kepada orang lain untuk
menyelamatkan jiwanya. Menurut mazhab Hanafi dan Zahiri, Islam
membolehkan menjual belikan barang najis yang ada manfaatnya seperti
kotoran hewan, termasuk jual beli darah manusia, guna menolong sesama
manusia, karena besar manfaatnya bagi manusia yang memerlukan
transfusi darah operasi kecelakaan dan sebagainya.
Masalah transfusi darah dalam pandangan Islam yaitu tidak melarang
seorang muslim atau muslimah menyumbangkan darahnya untuk tujuan
kemanusiaan, bukan komersialisasi, baik darahnya disumbangkan secara
langsung kepada orang yang memerlukannya, misalnya untuk anggota
keluarga sendiri, maupun diserahkan pada Palang Merah atau bank darah
untuk disimpan sewaktu-waktu untuk menolong orang yang memerlukan.
seharusnya jual-beli darah manusia itu dilarang karena bertentangan
dengan moral agama dan norma kemanusiaan. Namun, perlu diingat
bahwa pembayaran pada PMI itu bukan berarti membeli atau menjual
darah, tetapi biaya operasional, sebab ada pengelola, pemelihara, dan lain-
lain, sehingga dibutuhkan pembiayaan. Jadi, bukan darah yang diperjual-
belikan, melainkan biaya operasional pengelolaannya. Jadi kegiataan
sosial seperti tidak bisa dijadikan sebagai usaha.
Kata euthanasia berasal dari bahasa Yunani eu yang artinya baik dan
thanatos yang berarti kematian Pengertian euthanasia menurut Yusuf
Qardhawi ialah tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja
tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan
penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif.
Euthanasia aktif menurut prespektif Al-Qur’an, ulama klasik dan
ulama kontemporer adalah perbuatan haram dan pelakunya mendapatkan
dosa yang sama dengan pembunuhan. Sedangkan hukum euthanasia pasif
dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat banyu
pada pasien- setelah matinya/ rusaknya organ otak- hukumnya boleh (jaiz)

xvii
sama dengan hukum berobat yakni boleh dilakukan boleh tidak dan tidak
diharamkan.

xviii
DAFTAR PUSTAKA

Zuhdi, Masyfuk. 1992, Masail Fikihiyah, Jakarta: CV. Haji Masagung.

Sudarto. 2010, Masailul Fighiyah al-Haditsah, Yokjakarta: Qiara Media.

Khila Firani, Novi. 2018, Mengenali Sel-sel Darah dan Kelainan Darah,
Malang: UB Press.

Sabiq, Sayyid. 1981, Fikih al-Sunnah, Libanon: Dar al-Fikr, 1981).

Ali Hasan, M. 1996, Masail Fikihiyyah al-Hadits, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Yusuf, Muhammad. 2017, Masail Fiqhiyah Memahami Permasalahan


Kontemporer, Makassar: CV. Gunadarma Ilmu.

Hamid, Abdul. 2011, Fiqih Kontemporer, JL. AK. Gani, No. 01 Kel. Dusun
Culup, Renjang Lebong.

Setiawan, Eko. “Eksistensi Euthanasia Dalam Perspektif Hukum Islam”, dalam:


Jurnal Al-Ahwal, Vol. 7, No. 1.

xix

Anda mungkin juga menyukai