Anda di halaman 1dari 13

HUKUM TRANSFUSI DARAH

MENURUT ISLAM

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2022
ANGGOTA KELOMPOK:

● Shezha Nurhaliza (A02020057)


● Zahrotul Asfia (A02020071)
● Wahyu Dwi P N (A02020077)
● Anita Silviah (A02020079)
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Tranfusi darah merupakan salah satu bagian penting dalam bidang kesehatan. Tranfusi darah digunakan untuk
mengatasi pasien anemia, pasien yang mengalami pendarahan masif, pasien yang hendak menjalani tindakan operasi,
pasien dengan kelaian darah, dan lain sebagianya.Tranfusi darah merupakan suatu wujud kepedulian kita kepada sesame
manusia. Secara sosiologis,masyarakat telah lazim melakukan donor darah untuk kepentingan pelaksanaan transfusi.
B. Rumusan Masalah
• Apa yang dimaksud dengan tranfusi darah?
• Bagaimana hukum tranfusi darah menurut Islam?
• Bagaimana hukum jual beli darah untuk tranfusi menurut islam?
• Bagaimana hukumnya jika seseorang nonmuslim tranfusi darah ke seseorang yang muslim apa hukumnya?
C. Tujuan
• Mengetahui apa itu tranfusi darah
• Mengetahui hukum tranfusi darah menurut Islam
• Mengetahui hukum jual beli darah untuk tranfusi
• Mengetahui hukum seseorang nonmuslim ketika transfuse darah kepada seseorang umat muslim
Pengertian Transfusi Darah

Kata transfusi darah berasal dari bahasa Inggris “Blood Transfution” yang
artinya memasukkan darah orang lain ke dalam pembuluh darah orang yang
akan ditolong.

Menurut Asy-Syekh Husnain Muhammad Makhluuf merumuskan sebagai


berikut: “Transfusi darah adalah memanfaatkan darah manusia, dengan cara
memindahkannya dari (tubuh) orang yang sehat kepada orang yang
membutuhkannya, untuk mempertahankan hidupnya”.
Adapun jenis-jenis darah yang dimiliki manusia yaitu
golongan AB, A, B, dan O.
Golongan-golongan yang dipandang sebagai donor darah adalah sebagai berikut:
Golongan AB dapat memberi darah pada AB
Golongan A dapat memberi darah pada A dan AB
Golongan B dapat memberi darah pada B dan AB
Golongan O dapat memberi darah kesemua golongan darah

Adapun golongan darah dilihat dari segi resipien atau penerima adalah sebagai berikut:
Golongan AB dapat menerima dari semua golongan
Golongan A dapat menerima golongan A dan O
Golongan B dapat menerima golongan B dan O
Golongan O hanya dapat menerima golongan darah O
KASUS
KASUS
An. S usia 3 tahun datang ke RSUD Dr. Soedirman Kebumen
datang dari poli anak dengan Hasil Laboratorium kadar
Hemoglobin 6,1 g/dL sehingga pasien harus membutuhkan
tranfusi darah untuk meningkatkan kadar Hemoglobin dan
pasien juga didiagnosis Thalasemia sejak umur 6 bulan
sehingga harus melakukan transfuse darah paling tidak 1 kali dalam
sebulan .
Transfusi Darah menurut Hukum
Islam
Menurut hukum islam pada dasarnya,darah yang dikeluarkan
daritubuh manusia termasuk najis mutawasithah. Maka darah
tersebut hukumnya haram untuk di makan dan dimanfaatkan ,
sebagaimana yang terdapat dalam surat al-Maidah ayat 3:
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,
(daging hewan) yang disembelih atas nama selain allah”.
Ayat di atas pada dasarnya melarang memakan maupun
mempergunakan darah, baik secara langsung ataupun tidak.
Akan tetapi apabila darah merupakan satu-satunya jalan untuk
menyelamatkan jiwa seseorang yang kehabisan darah, maka
mempergunakan darah dibolehkan dengan jalan transfusi.
sebagai firman allah dalam surat Al-Maidah ayat 32 yang
artinya
“Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seseorang
manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan
manusia semuanya”.
Yang demikian itu sesuai pula dengan tujuan syariat islam, yaitu bahwa sesungguhnya syariat islam itu
baik dan dasarnya yaitu hikmah dan kemaslahatan bagi umat manusia, baik di dunia maupun di
akhirat.

Kemaslahatan yang terkandung dalam mempergunakan darah dalam tranfusi darah adalah untuk
menjaga keselamatan jiwa seseorang yang merupakan hajat manusia dalam keadaan darurat, karena
tiada ada bahwa lain yang dapat di gunakan untuk menyelalamatkna jiwanya.

Maka , dalam hal ini najis seperti darah boleh di pergunakan untuk
mempertahankan kehiduapan . Misalnya pada orang yang menderita kecelakaan,
maka dalam hal ini deperbolehkan menerima darah dari orang lain.

Hukum islam melarang hal yang demikian karena dalam hal ini darah
hanya dibutuhkan untuk transfuse kepada pasien yang membutuhkan saja
sesuai kaidah Fiqhiyah :
”Sesuatu yang bolehkan karena darurat dibolehkan hanya sekedar
menghilangkan kedaruratan itu”.
Hukum Menjual Darah Untuk
Kepentingan Transfusi
Dalam hadist Jabir yang diriwayatkan dalam dua kitab
shahih, Bukhori dan Muslim. Jabir berkata yang artinya
sebagai berikut:

“Rasulullah SAW. Bersabda, sesungngguhnya Allah


SWT dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar,
bangkai, babi, dan berhala. (lalu Rasulullah ditanya
Jual beli merupakan salah satu system para sahabat), bagaimana (oranng yahudi) yang
ekonomi islam. Dalam islam, ekonomi memanfaatkan minyak bangkai, Mereka
lebih berprioritas pada nilai-nilai logika, mempergunakan untuk memperbaiki kapal dan mereka
etika, dan persaudaraan, yang gunakan untuk menyalakan lampu? Rasul menjawab,
kehadirannya secara keseluruhan semoga Allah SWT melaknat orang yahudi, diharamkan
hanyalah untuk mengabdi kepada Allah minyak (lemak) bangkai bagi mereka, mereka
memperjualbelikannya dan memakan (hasil) harganya”.
SWT.
Hadist Jabir ini menjelaskan tentang larangan menjual najis, termasuk didalamnya menjual darah, karena
darah juga termasuk najis sebagaimana yang dijelaskan oleh surah Al-Maidah ayat 3. Meenurut hokum
asalnya menjual barang najis adalah haram. Namun yang disepakati oleh para ulama hanyalah khamar
atau arak dan babi.

Menjual darah untuk kebutuhan tranfusi diperbolehkan asalakan penjualan ittu terjangkau oleh yang
menerima bantuan darah. Karena yang menjual darah atau donor memerlukan tambahan gizi untuk
kembali memulihkan kondisi tubuhnya sendiri setelah darahnya didonorkan, tentunya untuk memperoleh
gizi tambahan tersebut memerlukan biaya.

Demikian juga apabila darah itu dijual kepada suatu bank darah atau yayasan tertentu yang bergerak
dalam pengumpulan darah dari para pendonor, ia dapat meminta bayaran dari yang menerima darah,
agar bank darah atau yayasan tersebut dapan menjalankan tugasnya dengan lancer. Dana tersebut dapat
digunakan untuk menutupi kebutuhan-kebutuhan dalam tugas oprasional bank darah dan yayasan,
temasuk gaji dokter, perawat, biaya peralatan medis dan perlengkapan lainya. Akan tetapi bila penjualan
darah itu melampaui batas kemampuan pasien untuk tujuan komersial, haram hukumnya.
D. Hukum Mendonorkan Darah Dari Nonmuslim Untuk Muslim

Transfusi darah menjadi kebutuhan tak terelakkan bagi sebagian pasien. Kebutuhan darah tentu disuplai dari para
pendonor darah dengan ragam latar belakang agama. Para ulama sepakat bahwa darah adalah benda najis. Semua imam
mazhab menyatakan hal yang sama dalam hal ini. Namun mereka mengatakan bahwa darah yang najis itu adalah darah
yang keluar dari dalam tubuh kita. Sedangkan darah yang ada di dalam tubuh dan sedang bekerja menyebarkan makanan,
oksigen dan lainnya, tidak dikatakan sebagai najis. Sebab kalau darah di dalam tubuh kita dinyatakan najis, berarti tubuh
kita pun najis juga jadinya.

Kalau pun ada ungkapan di dalam Alquran tentang kenajisan orang kafir, maka para ulama sepakat
bahwa yang dimaksud dengan najis di dalam ayat itu bukan najis secara hakiki, namun najis secara majazi.
Mengapa para ulama mengatakan demikian? Karena melihat konteks ayat itu yang sedang menjelaskan
keharaman orang kafir memasuki wilayah tanah haram di Makkah. Maka ketika orang-orang musyrik itu
dikatakan najis, adalah makna majazi.
Kalau tubuh orang kafir dikatakan najis, maka tidak mungkin Abu Bakar minum dari
satu gelas bersama dengan orang kafir. Kalau kita belajar fiqih thaharah, maka kita akan
masuk ke dalam salah satu bab yang membahas hal ini, yaitu Bab Su'ur. Di sana disebutkan
bahwa su'ur adami (ludah manusia) hukumnya suci, termasuk su'ur orang kafir.

Maka hukum darah orang kafir yang dimasukkan ke dalam tubuh seorang muslim tentu bukan termasuk
benda najis. Ketika darah itu baru dikeluarkan dari tubuh, saat itu darah itu memang najis. Dan kantung
darah tentu tidak boleh dibawa untuk shalat, karena kantung darah itu najis.  

Namun begitu darah segar itu dimasukkan ke dalam tubuh seseorang, maka darah itu
sudah tidak najis lagi. Dan darah orang kafir yang sudah masuk ke dalam tubuh seorang
muslim juga tidak najis. Sehingga hukumnya tetap boleh dan dibenarkan ketika seorang
Muslim menerima transfusi darah dari donor yang tidak beragama Islam.   
Kesimpulan
Tranfusi darah merupakan proses memasukkan darah orang lain ke tubuh orang yang membutuhkan
donor darah dengan cara mengguanakan tranfusi set yang dipasang langsung di vena orang yang membutuhkan.
Tranfusi darah menurut islam diperbolehkan, karena tranfusi darah merupakan salah satu cara untuk
menyelamatkan manusia yang kekurangan darah.
Jual beli darah untuk tranfusi dalam islam juga diperbolehkan dengan syarat harganya terjangkau oleh
orang yang membutuhkan, tetapi jika dijual dengan harga yang menyulitkan orang yang membutuhkan dengan
tujuan komersial maka jual beli darah untuk tranfusi diharamkan.

Transfusi darah menjadi kebutuhan tak terelakkan bagi sebagian pasien. Kebutuhan darah tentu disuplai dari para

pendonor darah dengan ragam latar belakang agama. Para ulama sepakat bahwa darah adalah benda najis. Semua
imam mazhab menyatakan hal yang sama dalam hal ini. Namun mereka mengatakan bahwa darah yang najis itu
adalah darah yang keluar dari dalam tubuh kita. Sedangkan darah yang ada di dalam tubuh dan sedang bekerja
menyebarkan makanan, oksigen dan lainnya, tidak dikatakan sebagai najis.

Anda mungkin juga menyukai