Anda di halaman 1dari 3

Pandangan islam terhadap transfusi darah

1. Menjelaskan aspek hokum islam dalam implementasi transfusi darah (hokum


menerima dari darah non muslim) dan hukum memeberikan darah sebagai
donor kepada non muslim)
2. Dapat menjelaskan kemanfatan sesame pada transfuse darah
3. Menjelaskan persyaratan transfuse
4. Menjelaskan hubungan donor dan resipien
5. Menjelaskan hokum jual beli darah

A. HUKUM DONOR DARAH MENURUT SYARIAT ISLAM

Penerima (recipient)
Para ulama menggolongkan donor darah sebagaimana makan bukan
berobat. Dengan demikian, pada hakikatnya, orang yang melakukan
donor darah dianggap telah memasukkan makanan berupa darah ke
dalam tubuhnya, padahal darah merupakan makanan yang haram
apabila dimakan. Untuk itu, ulama memberikan batasan, bahwa
donor darah diperbolehkan jika dalam kondisi darurat. Dalil
dalam masalah ini adalah firman Allah:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah . (Q.s. Al-Maidah:3)
Kemudian di akhir ayat Allah berfirman:
Barang siapa berada dalam kondisi terpaksa karena kelaparan, (lalu)
tanpa sengaja (dia) berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang . (Q.s. Al-Maidah:3)
Allah memperbolehkan hamba-Nya untuk memakan makanan yang
diharamkan jika dalam kondisi terpaksa, karena kelaparan. Dalam
kondisi yang sama, orang sakit yang hendak menyelamatkan
nyawanya, diperbolehkan untuk memasukkan darah ke dalam
tubuhnya, karena kondisi terpaksa.
Perndonor
Seseorang diperbolehkan melakukan donor darah, selama proses
donor tersebut tidak membahayakan dirinya. Dalil dalam masalah ini
adalah sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam;
Tidak boleh menimbulkan bahaya atau membahayakan yang lain.
(H.r. Ibnu Majah dan Ad-Daruquthni; dengan derajat hasan)
(Disimpulkan dari fatwa Syekh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh)
B. KONDISI YANG MEMPERBOLEHKAN TRANSFUSE DARAH
I. Orang yang perlu diberi tambahan darah ialah orang sakit atau terluka,
yang keberlangsungan hidupnya sangat tergantung pada donor darah.
Dasarnya adalah firman Allah;
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,
daging babi, dan binatang (yang ketika disembelih) disebut (nama)
selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang ia tidak meginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya [Al-Baqarah : 173]
Sisi pendalilan ayat-ayat ini adalah, ayat-ayat ini memberikan
pengertian, jika kesembuhan orang yang sakit atau terluka serta
keberlangsungan hidupnya tergantung pada transfusi darah dari orang
lain kepadanya, sementara tidak ada obat yang mubah (boleh) yang
dapat menggantikan darah dalam usaha penyembuhan dan
penyelamatannya, maka boleh mentransfusi darah kepadanya.
II. Si pendonor darah adalah orang yang tidak terancam resiko jika ia
mendonorkan darah. Berdasarkan keumuman sabda Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam:
Artinya : Tidak boleh membahayakan diri dan orang lain [Riwayat
Imam Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin
Al-Albani]
III. Orang yang didengar ucapannya dalam masalah perlunya transfusi
darah adalah dokter muslim. Jika kesulitan mendapatkannya, pada
dasarnya tidak ada larangan untuk mendengar ucapan dari dokter non
muslim, baik Yahudi ataupun Nasrani, jika ia ahli dan dipercaya orang
banyak.
Sumber: [Al-Fatawa Al-Mutaalliqah Bith Thibbi Wa Ahkamil Mardha,
halaman 346-348]
C. HUKUM MENERIMA DARAH DARI ORANG NON MUSLIM ATAU SEBALIKNYA
Tidak masalah melakukan donor darah jika memang dibutuhkan,
setelah dokter memutuskan pasien butuh donor darah. Sementara asal
darah, ini darah si Fulan, ini darah si Fulan, tidak ada masalah. Baik
darah istri untuk suaminya atau darah suami untuk istrinya, atau darah
orang kafir untuk orang muslim atau darah muslim untuk orang kafir,
tidak ada masalah. Kecuali jika orang kafirnya adalah kafir harbi yang
diperintahkan oleh syariat untuk membunuhnya. Untuk kafir semacam
ini tidak boleh diberi donor darah. Adapun kafir dzimmi atau muahad
(keduanya adalah orang kafir yang mendapat jaminan dan ada
perjanjian damai dengan kaum muslimin) atau kafir yang bekerja di
tempat kita, tidak masalah saling donor. Ringkasnya, donor darah tidak
menyebabkan mahram sebagaimana hukum persusuan
Fatwa Lajnah Ad-daimah dan fatwa syikh Abdul Aziz bin baz
Islam tidak dholim dengan orang kafir sekalipun
Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil
terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan
tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Al-Mumtahah: 8)
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sadiy rahimahullah berkata:
Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik, menyambung
silaturrahmi, membalas kebaikan , berbuat adil kepada orang-orang
musyrik, baik dari keluarga kalian dan orang lain. Selama mereka
tidak memerangi kalian karena agama dan selama mereka tidak
mengusir kalian dari negeri kalian, maka tidak mengapa kalian
menjalin hubungan dengan mereka karena menjalin hubungan dengan
mereka dalam keadaan seperti ini tidak ada larangan dan tidak ada
kerusakan.
Sumber:
Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah no. 1325
http://www.binbaz.org.sa/mat/17465
Taisir Karimir Rahmah hal. 819, Dar Ibnu Hazm, Beirut, cet. Ke-1, 1424
H
D. HUKUM MEMPERJUAL BELIKAN DARAH
Dari Abu Juhaifah, beliau berkata;
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang hasil penjualan darah,
hasil penjualan anjing dan upah dari budak wanita (yang berzina). Beliau juga
melaknat orang yang mentato dan yang meminta ditato, memakan riba
(rentenir) dan yang menyerahkannya (nasabah), begitu pula tukang gambar
(makhluk yang memiliki ruh) (HR. Bukhari no. 2238). Yang termasuk di sini
adalah darah yang haram dimakan disebut dideh (dikumpulkan dari hasil
penyembelihan hewan lalu diolah) atau darah untuk transfusi (donor darah).

Anda mungkin juga menyukai