Anda di halaman 1dari 41

1

1. Judul Program
FORMULA KRIM ANTI-AGING DARI EKSTRAK HERBAL BUAH
CIPLUKAN (Physalis angulata L.): Peningkatan Sediaan Herbal untuk
Mempercepat Proses Restorasi Kulit Berdasarkan Parameter Infiltrasi Sel
Neutrofil, Neokapilerisasi, dan Kepadatan Serabut Fibroblast.

2. Latar Belakang
Menjadi tua merupakan sesuatu yang menakutkan bagi setiap individu.
Namun, masyarakat tidak menyadari penyebab manusia semakin cepat tua, sakit, dan
akhirnya meninggal. Masyarakat hanya mengira menjadi tua adalah sesuatu yang
terjadi secara alami. Padahal, proses penuaan sebenarnya dapat dihambat bahkan
sejak usia dini. Penuaan adalah proses sebagai akibat dari perpendekan telomeren
dalam tubuh. Telomeren adalah ujung akhir dari kromosom dan melindungi
organisme dari kerusakan. Pada setiap pembelahan sel dan apabila orang menjadi
lebih tua, telomeren menjadi lebih pendek (9). Aging atau proses penuaan ini secara
lahiriah muncul pada permukaan penampilan atau kulit setiap orang. Telah banyak
upaya dan cara dilakukan oleh manusia untuk menghambat dan mengulur proses
hayati ini (13).
Salah satu penyebab penuaan dini antara lain adalah radikal bebas dan radiasi
sinar UV (9), dimana jika terdapat kelebihan radikal bebas, berakibat destruktif bagi
molekul sel lain yang elektronnya dirampas. Radikal bebas merusak molekul makro
pembentuk sel, yaitu protein, karbohidrat (polisakarida), lemak, dan deoxyribo
nucleic acid (DNA) (6). Akibatnya, sel menjadi rusak, mati, atau bermutasi. Peristiwa
itu menjadi salah satu penyebab berbagai penyakit degeneratif seperti kanker dan
penuaan sel. Pada sel kulit, misalnya, radikal bebas akan merusak senyawa lemak
pada membran sel. Lalu, kulit kehilangan ketegangannya (rigor) dan muncullah
keriput (6). Sedangkan jika ditinjau dari sudut biokimia, ada beberapa faktor yang
2

mempengaruhi proses penuaan seperti glycation, inflamasi, kelebihan radikal bebas,


rusaknya senyawa protein, dan ketidakseimbangan hormon (3).
Tanda-tanda penuaan yang dapat terlihat pada kulit antara lain kerut, sagging,
hiperpigmentasi, age spot dan lain-lain. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut,
terutama kaum wanita, lebih memilih menggunakan berbagai kosmetika dan
teknologi perawatan kulit yang sedang trend di masyarakat. Tetapi ternyata semua
usaha tersebut seringkali tidak cukup untuk menunda datangnya penuaan dini (10).
Dewasa ini banyak produk kecantikan yang menawarkan formula anti-aging
dari bahan sintetik. Obat-obat sintesis tidak lagi menjadi satu-satunya obat andalan,
karena efek sampingnya yang lebih besar dibandingkan obat-obat tradisional. ” Tren
gaya hidup kembali ke alam atau gelombang hijau baru (new green wave) ” mulai
menyebar luas ke seluruh negara di dunia dan telah membuka peluang besar bagi
negara-negara yang kaya dengan obat tradisional (13). Obat tradisional secara umum
mempunyai efek samping yang relatif kecil dan dapat disesuaikan dengan pola hidup
jika digunakan dengan tepat (tepat bahan, dosis, waktu penggunaan, cara
penggunaan, indikasi, dan tepat telaah informasi) (16). Sehingga orang cenderung
mencari alternatif obat lain, seperti obat tradisional yang cenderung lebih aman (13).
Indonesia termasuk negara penghasil obat tradisional yang cukup besar. Namun,
penggunaan obat yang selama ini berkembang hanyalah berdasarkan pengalaman
sehari-hari. Belum banyak penelitian yang dilakukan untuk mencari bukti-bukti
ilmiah penggunaan obat-obat tersebut. Hal ini menyebabkan obat-obat tradisional
tidak dapat berkembang secepat obat-obat sintesis (13).
Buah ciplukan merupakan salah satu bahan alam yang tersebar luas di
Indonesia, yang memiliki aktivitas anti aging berdasarakan hasil penelitian yang telah
dilakukan penulis (2009), sehingga dapat dibuat menjadi bentuk sediaan krim. Hal ini
didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sue-Jing WU et al (23)
berkaitan dengan efek farmakologi buah ciplukan, menemukan aktivitas antioksidan
dari buah ciplukan. Sedangkan antioksidan memiliki peran dalam menangkal radikal
bebas. Selain itu penelitian lainnya yang telah dilakukan oleh Vieira, et.al (26)
3

membuktikan bahwa buah ciplukan memiliki efek antiinflamasi pada jaringan


intestinal tikus. Efek antiinflamasi yang terdapat pada buah ciplukan ini telah diteliti
oleh penulis dan menunjukkan efek antiinflamasi yang baik sehingga dapat
digunakan sebagai alternatif antiaging. Secara umum latar belakang penelitian ini
adalah upaya mendayagunakan obat tradisional (Ciplukan) dengan mengemasnya
dalam suatu bentuk sediaan krim, sehingga penggunaannya menjadi lebih mudah dan
efektifitas kerja obat lebih baik.

3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
a. Bagaimana uji kestabilan fisik sediaan krim dari ekstrak buah ciplukan?
b. Bagaimana efektivitas farmakologi anti-aging krim buah ciplukan terhadap
kelinci
jantan ?

4. Tujuan Program
Tujuan penelitian ini antara lain :
a. Tujuan Umum
Pada penelitian kali ini, dilakukan untuk mendapatkan formulasi cream dari
ekstrak buah ciplukan.

b. Tujuan Khusus

1. Mengetahui kestabilan fisik sediaan krim dari ekstrak buah ciplukan.


2. Untuk mengetahui efektivitas farmakologi krim buah ciplukan sebagai
agen anti- aging terhadap kelinci jantan.

5. Luaran yang Diharapkan


4

a. Produk krim anti-aging buah ciplukan.


b. Artikel atau makalah yang dimuat dalam jurnal ilmiah nasional seperti Jurnal
Ilmu Farmasi (JIF) dan jika memungkinkan akan diusahakan hak paten (HAKI).

6. Kegunaan Program
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pondasi ilmiah awal
dalam upaya peningkatan sediaan bahan alam obat, obat tradisional herbal terstandar,
serta sediaan sediaan fitofarmaka.

7. Tinjauan Pustaka
7.1. Penuaaan (aging) & Masalah Kulit
7.1.1. Anti-Aging

Penuaan dini adalah proses dari penuaan kulit yang lebih cepat dari
seharusnya. Banyak orang yang mulai melihat timbulnya kerutan kulit wajah pada
usia yang relatif muda, bahkan pada usia awal 20-an. Hal ini biasanya disebabkan
berbagai faktor baik internal maupun eksternal (5). Faktor internal ini biasanya
disebabkan oleh adanya gangguan dari dalam tubuh. Misalnya sakit yang
berkepanjangan, serta kurangnya asupan gizi. Sedangkan faktor eksternal bisa terjadi
karena sinar matahari, polusi, asap rokok, makanan yang tidak sehat dan lain
sebagainya.
5

Gambar 1. Struktur Kulit

Indonesia mempunyai iklim tropis dengan sinar matahari melimpah yang


dapat menyebabkan resiko tinggi terhadap kerusakan kulit atau penuaan dini
(premature aging). Masalah yang timbul pada kulit akibat sinar matahari dapat diatasi
dengan pengobatan dermatologis (5).
‘Anti Aging’ dalam dunia kosmetika, secara sederhana diartikan sebagai
segala upaya untuk menangguhkan proses penuaan. ‘Aging’ atau proses penuaan ini
secara lahiriah muncul pada permukaan penampilan atau kulit setiap orang. Telah
banyak upaya dan cara dilakukan oleh manusia untuk menghambat dan mengulur
proses hayati ini (9).
Penuaan kulit pada dasarnya terbagi atas 2 proses besar, yaitu penuaan
kronologi (chronological aging) dan 'photo aging'. Penuaan kronologi ditunjukkan
dari adanya perubahan struktur, dan fungsi serta metabolik kulit seiring berlanjutnya
usia. Proses ini termasuk, kulit menjadi kering dan tipis; munculnya kerutan halus,
adanya pigmentasi kulit (age spot) (5). Sedangkan proses 'photo aging' adalah proses
yang menyangkut berkurangnya kolagen serta serat elastin kulit akibat dari paparan
sinar UV matahari. Paparan sinar sinar UV yang berlebihan, dapat menyebabkan
6

kerusakan kulit akibat munculnya enzim proteolisis dari radikal bebas yang terbentuk.
Enzim ini selanjutnya memecahkan kolagen serta jaringan penghubung di bawah
kulit dermis (5).

Gambar 2. Proses Penuaan Pada Kulit

7.1.2. Kulit
1. Anatomi kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira
15% dari total berat badan (1). Kulit tersusun oleh banyak macam jaringan, termasuk
pembuluh darah, kelenjar lemak, kelenjar keringat, organ pembuluh perasa dan urat
saraf, jaringan pengikat, otot polos dan lemak (11).
Kulit terdiri dari tiga lapis, yaitu : epidermis, dermis dan lapisan subkutan
berlemak (Anief, 2002)/11
Gambar 3. Penampang kulit (Anonim, 2008).
7

(1) Epidermis
Epidermis merupakan sawar dasar kulit terhadap kehilangan air, elektrolit dan
nutrisi dari badan dan sawar dasar terhadap penetrasi air dan substansi asing dari luar
badan (11). Epidermis merupakan epitel yang tersusun berlapis yang terdiri atas
beberapa lapis, yaitu stratum korneum (lapisan tanduk), stratum lusidum (daerah
sawar), stratum granulosum (lapisan seperti butir), stratum spinosum (lapisan sel
duri), stratum germinativum (lapisan sel basal) dan lamina basalis (11).

(2) Dermis
Dermis atau korium tebalnya 3-5 mm, merupakan anyaman serabut kolagen
dan elstin, yang bertanggung jawab untuk sifat-sifat penting dari kulit (Anief,
2002)/11Kolagen dan elastin merupakan 2 protein dermis yang khas, dimana kolagen
akan memberi kekuatan pada kulit, sedangkan elastin yang menjadikan kulit elastis.
Secara bersama-sama keduanya membuat kulit menjadi keras, liat, fleksibel, mudah
8

berubah bentuk dan mempunyai sifat untuk kembali ke bentuk aslinya begitu tekanan
yang mengubahnya dilepaskan (24). Dermis mengandung pembuluh darah, pembuluh
limfa, gelembung rambut, kelenjar lemak (sebasea), kelenjar keringat, otot, serabut
syaraf dan korpus pacini. Daerah atas dari dermis terdapat papillae membentuk
lapisan papil yang berhubungan ke dalam epidermis. Lapisan ini mengandung akhir
syaraf yang dipengaruhi oleh perubahan suhu dan aplikasi anestetika lokal dan iritasi
(11).
Tipe sel lain yang ditemukan di dermis, biasanya di sekitar pembuluh darah
adalah sel mast. Dengan pewarnaan histologi rutin, sel ini tidak terlihat jelas tetapi
dengan pewarnaan khusus dapat dilihat bahwa sel ini mempunyai banyak granula
yang mengandung histamin dan heparin, serta berbagai substansi farmakologi aktif
(25).
2. Fungsi kulit
Ada beberapa fungsi kulit, diantaranya adalah (27)
a. Fungsi proteksi
Kulit melindungi bagian tubuh manusia terhadap gangguan fisik maupun
mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi seperti zat-
zat iritan, gangguan panas atau dingin, gangguan radiasi atau ultraviolet,
gangguan kuman, jamur, bakteri atau virus.
b. Fungsi absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan maupun benda padat.
Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembaban udara, metabolisme dan jenis pembawa zat yang menempel di
kulit. Penyerapan dapat melalui celah antar sel, saluran kelenjar atau saluran
rambut.
c. Fungsi ekskresi
Kelenjar- kelenjar pada kulit mengeluarkan zat- zat yang tidak berguna atau
sisa metabolisme tubuh misalnya NaCl, urea, ammonia, dan sedikit lemak.
9

d. Fungsi pembentukan pigmen (melanogenesis)


Sel pembentuk pigmen kulit (melanosit) terletak di lapisan basal epidermis.
Jumlah melanosit dan besarnya melanin yang terbentuk menentukan warna
kulit. Selain itu warna kulit dibentuk pula oleh tebal tipisnya kulit, Hb-
oksidasi, dan karoten.
e. Fungsi keratinisasi
Lapisan epidermis kulit orang dewasa mempunyai 3 jenis sel utama yaitu
keratinosit, melanosit, dan sel langerhans. Proses keratinisasi dari sel basal
sampai sel tanduk berlangsung selama 14- 21 hari. Proses ini berlangsung
terus menerus dan berguna untuk fungsi rehabilitasi kulit agar selalu dapat
melaksanakan fungsinya dengan baik. Pada beberapa macam penyakit kulit,
proses ini terganggu sehingga kulit terlihat bersisik, tebal, kasar, dan kering.

Patologi kulit adalah wujud kelainan kulit akibat gangguan fungsi kulit.
Wujud kelainan kulit dapat bersifat primer ataupun sekunder. Wujud kelainan primer
adalah berupa lesi yang timbul, mula-mula akibat kelainan kulit. Wujud kelainan
sekunder adalah berupa kelanjutan atau modifikasi wujud kelainan primer (11)

Macam-macam wujud kelainan kulit primer (11) :


1)Makula :terjadi perubahan warna kulit.
2)Eritema :terjadi perubahan warna kulit menjadi merah, disebabkan vasodilatasi
pembuluh kapiler daerah kulit.
3) Papula :terdapat penonjolan kulit berbatas tegas, konsistensinya keras/kenyal,
penampang kurang dari 5 mm dan bila lebih dari 5 mm disebut
infiltrat.
4) Vesikula :terdapat penonjolan kulit, berbatas tegas, berongga, berisi cairan
jernih, mempunyai penampang <5 mm. Bila >5 mm disebut bulla.
5) Pustula :adalah vesikula yang berisi nanah.
10

Macam-macam wujud kelainan sekunder (11) :


1) Skuama :pelepasan sebagian dari lapisan tanduk.
2) Krusta :cairan/eksudat/serum yang mengering.
3) Erosi :kerusakan epidermis hanya mengenai bagian stratum korneum dan
stratum lusidum.
4) Ekskoriasis :kerusakan epidermis mengenai beberapa lapisan lebih dalam tetapi
masih di atas stratum basal.
5) Fissura :terbelahnya kulit karena tekanan/gerakan pada kulit yang mengalami
kekakuan dan dapat melampaui stratum basal.

7.1.3. Inflamasi
1. Definisi Inflamasi
Inflamasi berasal dari kata “inflamare’ yang berati membakar, merupakan
reaksi lokal terhadap cedera yang dilakukan oleh mikrosirkulasi dan apa yang
dikandungnya (21).
Inflamasi adalah reaksi terhadap cedera jaringan akibat dilepaskannya
mediator-mediator kimia yang menyebabkan baik respon vaskular dan cairan serta
sel-sel (leukosit atau sel darah putih) untuk bermigrasi ke tempat cedera. Mediator-
mediator kimianya adalah (1) histamin, (2) kinin, dan (3) prostaglandin. Histamin
pertama dalam proses inflamasi, menyebabkan dilatasi arteriol dan meningkatkan
permeabilitas kapiler, sehingga cairan dapat meninggalkan kapiler dan mengalir ke
daerah cedera. Kinin, seperti bradikinin, juga meningkatkan permeabilitas kapiler dan
rasa nyeri. Prostaglandin dilepaskan, menyebabkan bertambahnya vasodilatasi,
permeabilitas kapiler, nyeri dan demam. Obat-obat antiinflamasi golongan steroid dan
non steroid dapat menghambat mediator-mediator kimia tersebut sehingga
mengurangi proses inflamasi (17).
11

2. Mekanisme Inflamasi
Respon inflamasi dimulai dengan antigen seperti virus, bakteri, protozoa,
jamur atau trauma. Kerusakan sel karena inflamasi menyebabkan pelepasan enzim
lisosom dari leukosit melalui aksinya pada membran sel. Dilepas juga asam
arakhidonat dari senyawa pendahulunya oleh fosfolipase. Enzim siklooksigenase
merubah asam arakhidonat menjadi endoperoksid, zat biologik aktif dan berumur
pendek. Senyawa-senyawa ini cepat diubah menjadi prostaglandin dan tromboksan.
Lipooksigenase ialah enzim yang merubah asam arakhidonat menjadi leukotrien.
Leukotrien mempunyai efek kemotaktik yang kuat pada eosinofil, neutrofil dan
makrofag mendorong terjadinya bronkokonstriksi dan perubahan permeabilitas
vaskuler. Kinin dan histamin juga dikeluarkan ditempat kerusakan jaringan, sebagai
unsur koplemen dan lain produk dan platelet lain (7).
Respon inflamatoris sangat tergantung pada pembuluh darah yang utuh dan
sel-sel serta cairan yang beredar dalam pembuluh darah ini. Respon tersebut
dinyatakan dengan dilatasi pembuluh darah dan pengeluaran leukosit dan cairan.
Secara kasar,akibtnya adalah kemerahan (erythema) karena dilatasi pembuluh darah,
pembengkakan (edema) karena masuknya cairan ke dalam jaringan lunak dan
kekakuan ( induration) karena pengumpulan cairan dan sel-sel (28).
Inflamasi mungkin atau mungkin juga tidak merupakan akibat dari infeksi.
Hanya sebagian kecil dari inflamasi disebabkan oleh infeksi, sebab-sebab lain adalah
trauma, intervensi pembedahan, panas, atau dingin yang ekstrim, dan agen-agen
kimia kaustik. Obat-obat antiinflamasi mengurangi berpindahnya cairan dan nyeri,
sehingga mengurangi hilangnya fungsi dan menambah mobilitas serta kenyaman
klien (17).
Pada proses peradangan berbagai sel dapat ditemukan dalam dermis, misalnya
neutrofil, limfosit, sel plasma, histiosit, dan eosinofil. Sel- sel tersebut dapat tersebar
di dalam dermis di antara serabut kolagen atau tersusun di sekitar pembuluh darah
(perivaskular). Dapat pula tersusun di dermis bagian atas seajar dengan epidermis
sehingga menyerupai pita, disebut likenoid, atau mengelompok membentuk bulatan
12

dengan batas tegas seperti bola kecil, disebut nodular. Bila masuk ke dinding
pembuluh darah dapat menyebabkan peradangan pembuluh darah (vaskulitis).
Granuloma ialah histiosit yang tersusun berkelompok. Jaringan granulasi ialah
penyembuhan luka yang terdiri atas jaringan edematosa, proliferasi pembuluh darah,
dan sel radang campuran (24).
13

Gambar 4. Patogenesis dan gejala suatu peradangan (19)

Skema terjadinya proses inflamasi adalah sebagai berikut:

Noksius

Kerusakan sel
Emigrasi leukosit

Pembebasan bahan mediator


Proliferasi sel

Gangguan sirkulasi lokal Eksudasi Perangsangan reseptor nyeri

Pemerahan Panas Pembengkakan Gangguan fungsi Nyeri

7.2. Buah Ciplukan dan Khasiatnya


7.2.1. Taksonomi
Tabel 1. ( Anonim2, 2005)/8
Sinonim Physalis minima L.
Kingdom Plantae
Divisio Spermatophyta
Subdivisi Angiosperma
Kelas Dicotyledoneae
Bangsa Solanales
Suku Solanaceae
Marga Physalis
Species Physalis angulata L.
Nama umum/dagang Ciplukan
14

Gambar 5. Ciplukan (8)

7.2.2. Uraian Tumbuhan


Ciplukan (Physalis angulata) termasuk famili Solanaceae dan merupakan
tanaman yang banyak tumbuh liar di kebun atau tanah kosong, pekarangan, dan
tempat-tempat lain yang tidak tergenang. Tanaman ini bias ditemukan pada
ketinggian 1-1.800 m dpl (13)
Terna semusim dari suku terung-terungan ini tumbuh tegak, tinggi 30-90 cm,
berambut pendek, batang tua berkayu, berongga, dan berusuk. Terdapat forma
berbatang lembayung. Daun letak berseling, bertangkai yang memiliki panjang 7-25
mm. helaian daun berbentuk bulat telur sampai lanset, tepi bartekuk atau beringgit,
ujung runcing, tulang daun menyirip, permukaan daun berwarna hijau, bagian bawah
hijau muda, berambut halus, panjang 3,5-10 cm, lebar 2-5 cm. bunga tunggal, keluar
dari ketiak daun, dan bertangkai. Mahkota bunga berbentuk lonceng dan berwarna
kuning muda. Buah berbentuk lentera. Jika sudah masak, buah berwarna kuning,
15

memiliki rasa manis sedikit asam, berbiji banyak. Biji bulat, pipih, berwana kuning
kecoklatan (13).

7.2.3. Sifat dan Khasiat Empiris


Buah ciplukan berkhasiat sebagai pereda demam, penghilang nyeri
(analgesik), peluruh kencing (diuretic), antitoksik, pereda batuk, menetralkan racun
(detoxifies), mengaktifkan fungsi kelenjar tubuh. Dalam farmakologi Cina disebutkan
tumbuhan ini memiliki rasa pahit dan sifat sejuk/dingin. Saponin yang terkandung
dalam ciplukan memberikan rasa pahit dan berkhasiat sebagai anti tumor dan
menghambat pertumbuhan kanker, terutama kanker usus besar. Flavonoid dan
polifenol berkhasiat sebagai antioksidan (13).

7.2.4. Kandungan Kimia


Kandungan kimia yang terdapat dalam buah ciplukan diantaranya saponin,
flavanoid, polifenol, elaic acid, asam klorogenat, C27H44O-H2O, Asam sitrun dan
fisalin, buah mengandung asam malat, alkaloid, tanin, kriptoxantin, vitamin C dan
gula, sedangkan bijinya mengandung Claidic acid (13).

7.2.5. Budi Daya


Perbanyak tanaman dengan biji. Biji disemai kemudian tanaman muda
dipindahkan ketempat penanaman. Pemeliharaan tanaman ini mudah, seperti tanaman
lain dibutuhkan cukup air dengan penyiraman atau dengan menjaga kelembabab
tanah. Disamping itu juga dibutuhkan pemupukan terutama pupuk dasar (13).

7.2.6. Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian yang telah Dilakukan


1) Ekstrak kloroform dan alcohol daun dabn callus dari tanaman R. tetraphylla
dan Physallis minima menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur (20)
16

2) Komponen aktif dan mekanisme antioksidan dari aktivitas ektrak etanol


Physalis peruviana memerlukan kajian lebih lanjut dalam in vitro dan in vivo
(23)

7.3 Krim
7.3.1 Pengertian krim
Menurut Farmakope Indonesia III Cream adalah sediaan setengah
padat berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan
untuk pemakaian luar (2) dan menurut Farmakope Indonesia IV, Cream adalah
bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut
atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Sedangkan menurut Formularium
Nasional Cream adalah sediaan setengah padat, berupa emulsi kental
mengandung air tidak kurang dari 60 % dan dimaksudkan untuk pemakaian luar
(3).

7.3.2 Penggolongan krim


Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asam
– asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan
air dan lebih ditujukan untuk pemakain kosmetika dan estetika. Krim dapat juga
digunakan untuk pemberian obat melalui vaginal. Ada 2 tipe krim yaitu krim tipe
minyak dalam air (m/a) dan krim tipe air dalam minyak (a/m).
1) Cream M/A
Biasanya digunakan pada kulit, mudah dicuci, sebagai pembawa dipakai
pengemulsi campuran surfaktan. Sistem surfaktan ini juga bisa mengatur
konsistensi.
Campuran Pengemulsi Yang Sering Dipakai :
Emulsifying wax BP.
Lannette wax (campuran etil & stearil alkohol yang disulfonasi).
Cetrimide emulsifying wax.
17

Cetomakrogol emulsifying wax.


Asam – asam lemak, seperti palmitat, stearat.
Sifat Emulsi M/A Untuk Basis Cream :
Dapat diencerkan dengan air.
Mudah dicuci dan tidak berbekas.
Untuk mencegah terjadinya pengendapan zat maka ditambahkan zat yang
mudah bercampur dengan air tetapi tidak menguap (propilen glikol).
Formulasi yang baik adalah cream yang dapat mendeposit lemak dan senyawa
pelembab lain sehingga membantu hidrasi kulit.
2) Cream A/M
Konsistensi dapat bervariasi, sangat tergantung pada komposisi fasa minyak
& fasa cair. Cream ini mengandung zat pengemulsi A/M yang spesisifik,
seperti :
Ester asam lemak dengan sorbitol.
Garam – garam dari asam lemak dengan logam bevalensi 2.
Adeps lanae.
Kestabilan krim akan terganggu/rusak jika sistem campurannya
terganggu, terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi
yang disebabkan perubahan salah satu fase secara berlebihan atau zat
pengemulsinya tidak tercampurkan satu sama lain.
Pengenceran krim hanya dapat dilakukan jika diketahui pengencernya yang cocok
dan dilakukan dengan teknik aseptic. Krim yang sudah diencerkan harus
digunakan dalam jangka waktu 1 bulan. Sebagai pengawet pada krim umumnya
digunakan metil paraben (nipagin) dengan kadar 0,12% hingga 0,18% atau propil
paraben (nipasol) dengan kadar 0,02% hingga 0,05% (15).

7.3.3 Alasan Pembuatan Sediaan Krim


Alasan pembuatan preparat ini untuk mendapatkan efek emolien atau
pelembut jaringan dari preparat tersebut dan keadaan permukaan kulit. Karena
18

emulsi yang dipakai pada kulit sebagai obat luar bisa dibuat sebagai emulsi m/a
( minyak dalam air ) atau emulsi a/m ( air dalam minyak ), tergantung pada
berbagai faktor seperti sifat zat terapeutik yang akan dimasukan ke dalam emulsi.
Zat obat yang akan mengiritasi kulit umumnya kurang mengiritasi jika ada dalam
fase luar yang mengalami kontak langsung dengan kulit. Tentu saja dapat
bercampurnya dan kelarutan dalam air dan dalam minyak dari zat obat yang
digunakan dalam preparat yang di emulsikan menentukan banyaknya pelarut yang
harus ada dan sifatnya yang meramalkan fase emulsi yang dihasilkan . Pada kulit
yang tidak luka, suatu emulsi air dalam minyak biasanya dapat dipakai lebih rata
karena kulit diselaputi oleh suatu lapisan tipis dari sabun dan permukaan ini lebih
mudah dibasahi oleh minyak daripada oleh air. Suatu emulsi air dalam minyak
juga lebih lembut ke kulit, karena ia mencegah mengeringnya kulit dan tidak
mudah hilang bila kena air. Sebaliknya jika diinginkan preparat yang mudah
dihilangkan dari kulit dengan air, harus dipilih suatu emulsi minyak dalam air,
harus dipilih suatu emulsi minyak dalam air. Seperti untuk absorpsi, abnsorpsi
melalui kulit (absorpsi perkutan) bisa ditambah dengan mengurangi ukuran
partikel dari fase dalam (15).

7.3.4 Kelebihan Krim


Adapun kelebihan menggunakan sediaan cream adalah :
1. Mudah menyebar rata
2. Praktis
3. Lebih mudah dibersihkan atau dicuci dengan air terutama tipe m/a (minyak
dalam air)
4. Cara kerja langsung pada jaringan setempat
5. Tidak lengket, terutama pada tipe m/a ( minyak dalam air )
6. Bahan untuk pemakaian topical jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun,
sehingga pengaruh aborpsi biasanya tidak diketahui pasien.
7. Aman digunakan dewasa maupun anak – anak.
19

8. Memberikan rasa dingin, terutama pada tipe a/m ( air dalam minyak )
9. Bisa digunakan untuk mencegah lecet pada lipatan kulit terutama pada bayi,
pada fase a/m ( air dalam minyak ) karena kadar lemaknya cukup tinggi.
10. Bisa digunakan untuk kosmetik, misalnya mascara, krim mata, krim kuku, dan
deodorant.
11. Bisa meningkatkan rasa lembut dan lentur pada kulit, tetapi tidak
menyebabkan kulit berminyak (15)

7.3.5 Formulasi Krim


Krim merupakan sediaan semi solid, berupa emulsi minyak dalam air atau air
dalam minyak. Berikut ini adalah bahan – bahan penyusun sediaan krim :
1. Zat berkhasiat
Sifat fisika dan kimia dari bahan atau zat berkhasiat dapat menentukan cara
pembuatan dan tipe krim yang dapat dibuat, apakah krim tipe minyak dalam air
atau tipe air dalam minyak.
2. Minyak
Salah satu fase cair yang bersifat nonpolar
3. Air.
Salah satu fase cair yang bersifat polar. Untuk pembuatan digunakan air yang
telah dididihkan dan segera digunakan setelah dingin.
4. Pengemulsi :
Umumnya berupa surfaktan anion, kation atau nonion.pemilihan surfaktan
didasarkan atas jenis dan sifat krim yang dikehendaki. Untuk krim tipe minyak –
air digunakan zat pengemulsi seperti trietanolaminil stearat dan golongan
sorbitan, polisorbat, poliglikol,sabun.
Untuk membuat krim tipe air-minyak digunakan zat pengemulsi seperti lemak
bulu domba, setil alkohol, stearil alkohol, setaseum dan emulgida. Bahan
tambahan untuk sediaan semi solid agar peningkatan penetrasi pada kulit
20

diantaranya zat untuk memperbaiki konsistensi, zat pengawet, zat pendapar,


pelembab dan anti oksidan (15).

7.3.6 Metode Pembuatan Krim


1) Metode Pelelehan ( fusion)
Zat khasiat maupun pembawa dilelehkan bersama-sama, setelah
meleleh diaduk sampai dingin. Yang harus diperhatikan: kestabilan zat khasiat.
2) Metode Triturasi
Zat yng tidak larut dicampur dengan sedikit basis, sisa basis ditambahkan
terakhir. Di sini dapat juga digunakan bantuan zat organik untuk melarutkan zat
khasiatnya. Pada skala industri dibuat dalam skala batch yang cukup besar dan
keberhasilan produksi sangat tergantung dari tahap-tahap pembuatan dan proses
pemindahan dari satu tahap pembuatan ke tahap yang lain.
Untuk menjaga stabilitas zat berkhasiat pada penyimpanan perlu diperhatikan,
antara lain:
. Kondisi temperatur /suhu
. Kontaminasi dengan kotoran
. Kemungkinan hilangnya komponen yang mudah menguap (15)

Dasar – dasar proses pembuatan sediaan semi solid (termasuk krim) dapat
dibagi:
1. Reduksi ukuran partikel, skrining partikel dan penyaringan.
2. Pemanasan dan pendinginan
3. Pencampuran bahan padat, pencampuran untuk larutan, pencampuran semi
solida.
4. Penghalusan dan Homogenisasi.
Proses terakhir dari seluruh rangkaian pembuatan adalah penghalusan dan
homogenisasi produk semi solid yang telah tercampur dengan baik (15)
21

7.3.7 Evaluasi Sediaan Akhir


Dibagi dalam tiga kelompok :
1. Evaluasi Fisik.
Homogenitas diantara dua lapis film, secara makroskopis : alirkan di atas kaca.
Konsistensi, tujuan : mudah dikeluarkan dari tube dan mudah dioleskan.
Pengukuran konsistensi dengan pnetrometer. Konsistensi / rheologi dipengaruhi
suhu; sedian non newton dipengaruhi oleh waktu istirahat oleh karena itu harus
dilakukan pada keadaan yang identik.
Bau dan warna untuk melihat terjadinya perubahan fasa. pH, pH berhubungan
dengan stabilitas zat aktif, efektifitas pengawet, keadaan kulit.
2. Evaluasi Kimia.
Kadar dan stabilitas zat aktif dan lain-lain.
3. Evaluasi Biologi.
a. Kontaminasi mikroba.
Salep mata harus steril untuk salep luka bakar, luka terbuka dan penyakit kulit
yang parah juga harus steril.
b. Potensi zat aktif (15).

7.3.8 Stabilitas Krim

Stabilitas obat merupakan faktor penting dalam formulasi sediaan


farmasi. Mengingat suatu sediaan biasanya diproduksi dalam jumlah besar dan
memerlukan waktu lama untuk sampai pada pasien maka stabilitas obat sangat
penting.Obat yang disimpan dalam jangka waktu lama dapat mengalami
penguraian dan mengakibatkan dosis yang diberikan oleh pasien berkurang.
Kadang – kadang hasil uraiannya bersifat toxic, sehingga dapat membahayakan
pasien (15).

Cream rusak jika terganggu system campurannya terutama disebabkan


22

perubahan suhu dan perubahan komposisi disebabkan penambahan salah satu fase
secara berlebihan atau pencampuran dua tipe cream jika zat pengemulsinya tidak
tercampurkan satu sama lain.Pengenceran cream hanya dapat dilakukan jika
diketahui pengenceran yang cocok yang harus dilakukan dengan teknik aseptic.
Agar lebih stabil zat pengawet ditambahkan zat anti oksidan. Cream yang sudah
diencerkan harus digunakan dalam waktu satu bulan. Penyimpanan krim juga
harus dilakukan dalam wadah tertutup baik atau tube, ditempat sejuk (15).

8. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan untuk membuat formula krim adalah
metode peleburan, sedangkan uji farmakologi dilakukan pada hewan uji kelinci jantan
(21).

8.1. Bahan dan Alat


1. Bahan
Subyek uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus jantan galur wistar
dengan berat badan 210-240 g, yang diberi pakan pellet serta minum ad libitum.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah ciplukan
diperoleh dari Rancakalong, Sumedang, Jawa Barat ; aqua destilata, etanol, PEG
4000, stearil alkohol, gliserin, eter dan natrium lauril sulfat yang semuanya
berderajat teknis yang diperoleh dari Laboratorium Teknologi Sediaan Farmasi,
Farmasi UII, Yogyakarta ; betadine® yang diperoleh dari apotek UII Farma,
Yogyakarta; formalin 10% yang diperoleh dari Laboratorium Mikroanatomi FKH
UGM, Yogyakarta.

2. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, timbangan
analitik (Saurtorius), alat-alat bedah, alat pencukur hewan (electric clipper),
gunting, plester hansaplast, hypafix, kain kasa hidrofil steril, masker, sarung
23

tangan, seperangkat alat Soxhlet, oven (memmert), evaporator (Heidolph),


seperangkat alat uji daya sebar salep, seperangkat alat uji daya lekat salep, neraca
analitik (Sartorius), mixer dan alat-alat porselen.

8.2. Jalannya Penelitian


1. Identifikasi tanaman
Dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi UII dengan mengacu
pada buku Flora of Java.
2. Ekstraksi Buah Ciplukan
Buah ciplukan yang dikumpulkan dicuci, dikeringkan pada lemari pengering
selama 5 hari. Pengeringan ini diharapkan senyawa yang ada pada buah ciplukan
tidak akan hilang atau rusak. Buah yang sudah diserbuk, dikeringkan lagi dengan
oven pada suhu 400C selama 1 hari sehingga benar-benar diperoleh serbuk yang
kering. Ekstraksi dilakukan dengan alat Soxhlet. Serbuk buah ciplukan diekstraksi
dengan menggunakan etanol p.a kemudian dilakukan fraksinasi menggunakan
petroleum eter untuk mengurangi senyawa yang mempunyai polaritas rendah,
yaitu klorofil, lemak dan terpen, serta flavonoida non polar seperti flavanoida
polimetil dan polimetoksi yang dikhawatirkan akan mengganggu dalam proses
pengujian ekstrak etanol. Kemudian diambil bagian etanolnya dan sisa pada
bagian PE dibuang. Sari etanol diuapkan dengan rotary evaporator pada kecepatan
putaran 90 rpm dengan suhu 60°C, sehingga diperoleh ekstrak etanol kental,
kemudian ditentukan rendemennya.

3. Pembuatan Sediaan krim Ekstrak Buah Ciplukan Basis Polietilen


Glikol
Pembuatan sediaan krim dari ekstrak buah ciplukan dimulai dengan
mensterilkan semua alat-alat dan bahan yang akan digunakan. Polietilen glikol,
stearil alkohol, gliserin dan natrium lauril sulfat disterilkan dengan menggunakan
oven, sedangkan aquades disterilkan dengan autoklaf. Pembuatan sediaan salep
basis polietilen glikol ini menggunakan resep standar (18) sebagai berikut:
24

Resep Standar Resep Modifikasi


Bahan Jumlah Bahan Jumlah
Polietilen glikol 20 Polietilen glikol 20
4000 4000
Stearil alkohol 34 Stearil alkohol 12
Gliserin 30 Gliserin 50
Na lauril sulfat 1 Na lauril sulfat 1
Air 20 Air 17

Semua alat dan bahan yang telah disterilkan dan proses pembuatan krim ini
dilakukan didalam Laminar Air Flow untuk memperoleh salep yang steril. PEG
4000, stearil alkohol dan gliserin dipanaskan diatas penangas air pada suhu 75ºC
sebagai Fase I. Kemudian Natrium lauril sulfat dilarutkan ke dalam air suling dan
dipanaskan pada suhu 75ºC sebagai Fase II. Selanjutnya Fase I ditambahkan
sedikit demi sedikit ke dalam mortir yang berisi Fase II sambil diaduk,
tambahkan ekstrak buah ciplukan kedalamnya dan pengadukan dilanjutkan
sampai tercampur, homogen dan terbentuk masa krim, biarkan sesaat sampai
dingin dan masukkan kedalam pot krim steril.

4. Preparasi Uji Inflamasi


1) Pembuatan Sediaan Uji
Pembuatan sediaan uji dibuat dalam 3 tingkatan konsentrasi yaitu krim
ciplukan 1%, ciplukan 2% dan ciplukan 4%.

2) Penanganan hewan uji


Sebelum diberi perlakuan, hewan-hewan uji yang akan digunakan
yaitu tikus jantan galur Wistar dipelihara dalam suatu kondisi tertentu.
Selama masa ini hewan uji di tempatkan di suatu kandang khusus terpisah
dengan hewan uji untuk penelitian yang lain. Hewan uji diberi kesempatan
25

untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya dan sebisa mungkin


dihindarkan dari stress.

3) Pengelompokan hewan uji


Pengelompokan hewan uji dilakukan dengan pola acak lengkap searah.
Sebanyak 36 ekor tikus jantan galur Wistar dibagi ke dalam 6 kelompok (n
= 6 ekor).
Kelompok I = Kelompok kontrol negatif, dilukai tetapi tidak
diobati.
Kelompok II = Kelompok kontrol positif, dilukai dan diberi
obat standar yaitu Betadine®.
Kelompok III = Dilukai dan diberi krim ciplukan 1 %
Kelompok IV = Dilukai dan diberi krim ciplukan 2%.
Kelompok V = Dilukai dan diberi krim ciplukan 4%.
Kelompok VI = Kelompok kontrol pelarut, dilukai dan diberi
pelarut ciplukan yaitu larutan PEG 4000.

4) Pencukuran hewan uji dan perlukaan


Bagian tubuh tikus yang dicukur adalah daerah punggung dengan
ukuran 8 cm x 4 cm. Pencukuran dilakukan dalam beberapa tahap. Tahap
pertama merupakan proses pengguntingan dengan gunting rambut sampai
panjang rambut kira-kira tersisa 0,5 cm, kemudian dilanjutkan dengan
pencukuran rambut tersebut dengan alat pencukur, sehingga didapatkan
kulit yang halus bebas rambut. Pencukuran dilakukan sedemikian rupa
sehingga tidak melukai hewan uji. Bagian punggung yang dicukur adalah
satu bagian besar secara vertikal. Selanjutnya pada bagian punggung
tersebut dibuat luka dengan metode perlukaan insisi dalam sepanjang 6 cm
secara vertikal menggunakan skalpel steril yang berbeda untuk setiap tikus
sebagaimana digambarkan oleh Ehrlich and Hunt (14).
26

5) Pemberian bahan uji


Pemberian bahan uji dilakukan satu kali sehari selama 11 hari.
Selanjutnya, dilakukan perlukaan pada hewan uji, kemudian diberikan
ekstrak ciplukan untuk tiap luka secara topikal dengan konsentrasi 20 mg,
40 mg, 80 mg, tiap konsentrasi dioleskan sebanyak 2 ml menggunakan kain
kasa steril.

6) Pembuatan preparat histopatologi


Tiga ekor tikus dari setiap kelompok dimatikan dengan pemberian eter
berlebih secara periodik pada hari ke-3 dan ke-11 setelah perlukaan.
Jaringan luka beserta sedikit jaringan disekitarnya diambil menggunakan
alat-alat bedah dan dimasukkan ke dalam wadah tertutup rapat yang berisi
larutan fiksasi formalin 10% dengan tiap wadah diberi label pengenal.
Selanjutnya jaringan kulit tersebut dibawa ke Laboratorium Mikroanatomi
Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Yogyakarta untuk dilakukan
pengolahan lebih lanjut menjadi preparat histopatologi. Parameter yang
diamati yaitu:
a. Parameter skoring histopatologi untuk infiltrasi sel neutrofil.
b. Parameter skoring histopatologi untuk neokapilerisasi.
c. Parameter skoring histopatologi untuk kepadatan sel fibroblas.

7) Pengamatan mikroskopik (12)


Pengamatan dilakukan secara mikroskopik di Laboratorium Patologi
Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Yogyakarta, dengan melakukan
pengamatan preparat histopatologi jaringan kulit di bawah mikroskop dan
pemberian skor. Berikut parameter-parameter skoring histopatologi yang
diamati secara mikroskopik :
27

a. Parameter skoring histopatologi untuk infiltrasi sel neutrofil


(berdasarkan perhitungan pada 10 X lapang pandang, pada objektif 40
X).
Dengan pengecatan Hematoksilin-Eosin (HE).
+0 = Tidak ditemukan adanya sel neutrofil pada daerah luka.
+1 = Sel neutrofil menyebar dengan kepadatan rendah (1 sampai
50 sel per lapang pandang).
+2 = Sel neutrofil menyebar dengan kepadatan sedang (> 50
sampai 100 sel per lapang pandang).
+3 = Sel neutrofil menyebar dengan kepadatan rapat (> 100
sampai 200 sel per lapang pandang).
+4 = Sel neutrofil menyebar dengan kepadatan sangat rapat (> 200
sel per lapang pandang).
b. Parameter skoring histopatologi untuk neokapilerisasi (berdasarkan
perhitungan pada 10 X lapang pandang, pada objektif 10 X).
Dengan pengecatan Hematoksilin-Eosin (HE).
+0 = Tidak ditemukan adanya kapiler pada daerah luka.
+1 = Kapiler pada daerah luka menyebar dengan kepadatan rendah
(1 sampai 20 kapiler per lapang pandang).
+2 = Kapiler pada daerah luka menyebar dengan kepadatan
sedang (> 20 sampai 50 kapiler per lapang pandang).
+3 = Kapiler pada daerah luka menyebar dengan kepadatan rapat
(> 50 sampai 75 kapiler per lapang pandang).
+4 = Kapiler pada daerah luka menyebar dengan kepadatan sangat
rapat (> 75 kapiler per lapang pandang).
c. Parameter skoring histopatologi untuk kepadatan sel fibroblast
(berdasarkan perhitungan pada 10 X lapang pandang, pada objektif 40
X).
Dengan pengecatan Hematoksilin-Eosin (HE).
28

+ 0 = Tidak ditemukan adanya sel fibroblast pada daerah luka.


+ 1 = Kepadatan sel fibroblast pada daerah luka rendah.
+ 2 = Kepadatan sel fibroblast pada daerah luka sedang.
+ 3 = Kepadatan sel fibroblast pada daerah luka rapat.
+ 4 = Kepadatan sel fibroblast pada daerah luka sangat rapat.

Gambar 6. Skema kerja uji inflamasi

Skema Uji Inflamasi

12 ekor kelinci dibagi ke dalam 6 kelompok (n = 2 ekor)

Kelompok I = Kelompok kontrol negatif, dilukai tetapi tidak diobati.


Kelompok II = Kelompok kontrol positif, dilukai dan diberi obat standar yaitu Betadine®.
Kelompok III = Dilukai dan diberi krim Ciplukan 1%.
Kelompok IV = Dilukai dan diberi krim Ciplukan 2%.
Kelompok V = Dilukai dan diberi krim Ciplukan 4%.
Kelompok VI = Kelompok kontrol pelarut, dilukai dan diberi pelarut Ciplukan yaitu larutan
PEG 4000.
29

Pencukuran punggung tikus dilakukan dalam beberapa tahap

Pengguntingan rambut Dibuat luka dengan metode


sampai panjang rambut Pencukuran rambut perlukaan insisi dalam sepanjang
kira-kira tersisa 0,5 cm (kulit yang halus bebas rambut) 6 cm secara vertikal

Pemberian bahan uji dilakukan sekali setiap hari selama 11 hari

Tiga ekor kelinci dari setiap kelompok dimatikan dengan pemberian eter berlebih secara
periodik pada hari ke-3 dan ke-11 setelah perlukaan

Melakukan pengamatan preparat histopatologi jaringan kulit di bawah mikroskop


8.3. dan pemberian
Pengujian skor
Sifat parameter
Fisik Krim skoring histopatologi meliputi infiltrasi sel
neutrofil, neokapilerisasi dan kepadatan sel fibroblast
Pengujian sifat fisik salep dilakukan dengan:

a. Makroskopis, pengujian sifat fisik salep secara makroskopis dilakukan dengan


mengamati secara langsung terhadap warna, bau dan konsistensi salep.
b. Uji daya sebar salep, sebanyak 0,5 gram salep ditimbang dan letakkan
ditengah-tengah kaca bulat dengan diameter tertentu, kaca penutup ditimbang,
kemudian letakkan diatas salep dan biarkan selama satu menit dan diukur diameter
salep yang menyebar, diitambahkan beban seberat 50 gram diatas kaca penutup, dan
30

dibiarkan selama satu menit, dicatat diameter salep yang menyebar. Percobaan
dilanjutkan dengan beban seberat 100 dan 150 gram, pengulangan dilakukan
sebanyak 5 kali untuk masing-masing formulasi
c. Uji daya lekat salep, sejumlah salep ditimbang dan dioleskan pada obyek
glass dengan luas tertentu. Obyek glass lain diletakkan diatasnya dengan ditekan
menggunakan beban seberat 1 kg selama 5 menit, kemudian dipasangkan pada alat uji
daya rekat yang dipasang beban seberat 80 gram, pada saat yang bersamaan dicatat
waktu yang dibutuhkan oleh dua obyek glass tersebut untuk memisah. Percobaan ini
dilakukan dengan pengulangan sebanyak 5 kali untuk masing-masing formulasi.
d. Uji homogenitas salep, sejumlah salep dioleskan pada sekeping kaca atau
benda transparan lain yang cocok, kemudian amati apakah menunjukan susunan yang
homogen.

8.4. Analisis Data


Data hasil pengamatan mikroskopik yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan uji statistik Non-Parametrik Kruskal-Wallis (Uji n Sampel Bebas) dan
uji Mann-Whitney (Uji 2 Sampel Bebas) dengan taraf kepercayaan 95% sesuai hari
perlakuan. Analisis ini ditujukan untuk menguji hipotesis dan melihat apakah terdapat
perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan. Ekstrak buah ciplukan
dikatakan memiliki kemampuan mempercepat proses penyembuhan luka insisi jika
nilai probabilitas kelompok ekstrak buah ciplukan terhadap kelompok kontrol negatif
pada 3 parameter, baik parameter infiltrasi sel neutrofil, neokapilerisasi, kepadatan sel
fibroblast maupun kepadatan serabut kolagen adalah < 0,05 atau menunjukkan
perbedaan yang siginifikan pada hari ke-11 setelah perlukaan.
1. Parameter infiltrasi sel neutrofil
Hipotesis :
H0 = jumlah neutrofil antar kelompok perlakuan tidak berbeda secara
signifikan.
31

H1 = jumlah neutrofil antar kelompok perlakuan berbeda secara


signifikan.
Pengambilan keputusan didasarkan pada nilai probabilitas pada kolom ASYMP.
Sig :
Jika nilai probabilitas > 0,05, maka H0 diterima.
Jika nilai probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak / H1 diterima.
2. Parameter neokapilerisasi
Hipotesis :
H0 = jumlah kapiler pembuluh darah baru antar kelompok perlakuan tidak
berbeda secara signifikan.
H1 = jumlah kapiler pembuluh darah baru antar kelompok perlakuan
berbeda secara signifikan.
Pengambilan keputusan didasarkan pada nilai probabilitas pada kolom ASYMP.
Sig :
Jika nilai probabilitas > 0,05, maka H0 diterima.
Jika nilai probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak / H1 diterima.
3. Parameter kepadatan sel fibroblast
Hipotesis :
H0 = kepadatan sel fibroblast antar kelompok perlakuan tidak berbeda
secara signifikan.
H1 = kepadatan sel fibroblast antar kelompok perlakuan berbeda secara
signifikan.
Pengambilan keputusan didasarkan pada nilai probabilitas pada kolom ASYMP.
Sig :
Jika nilai probabilitas > 0,05, maka H0 diterima.
Jika nilai probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak / H1 diterima.
32

9. Jadwal Pelaksanaan Program Penelitian


Jadwal pelaksanaan program penelitian disajikan pada tabel berikut

Jadwal Pelaksanaan Program Penelitian

No Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan Bulan


Kegiatan
ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 ke-6
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pembuatan proposal
2 Ijin lab, surat menyurat
3 Penyiapan Ekstrak Buah
Ciplukan dan pembuatan
krim
4 Uji Sifat Fisik Krim dan
Preparasi Uji Inflamasi
5 Uji Inflamasi
6 Pembahasan, analisa data
7 Pembuatan laporan

10. Nama dan Biodata Ketua serta Anggota Kelompok


1. Ketua Pelaksanaan Kegiatan
a. Nama Lengkap : Purwandari Wulan Setyoningrum
b. NIM : 07 613 013
c. Fakultas/Program studi : MIPA/Farmasi
d. Perguruan Tinggi : Universitas Islam Indonesia
e. Waktu untuk kegiatan PKM : 12 jam/minggu

2. Anggota Pelaksana 1
a. Nama Lengkap : Sandi Juandi
b. NIM : 08 613 152
c. Fakultas/Program studi : MIPA/Farmasi
33

d. Perguruan Tinggi : Universitas Islam Indonesia


e. Waktu untuk kegiatan PKM : 12 jam/minggu

3. Anggota Pelaksana 2
a. Nama Lengkap : Linggar Kurnia Gumilar
b. NIM : 06 613 190
c. Fakultas/Program studi : MIPA/Farmasi
d. Perguruan Tinggi : Universitas Islam Indonesia
e. Waktu untuk kegiatan PKM : 12 jam/minggu

4. Anggota Pelaksana 3
a. Nama Lengkap : Syahdu Ayu Ekowati
b. NIM : 06 613 207
c. Fakultas/Program studi : MIPA/Farmasi
d. Perguruan Tinggi : Universitas Islam Indonesia
e. Waktu untuk kegiatan PKM : 12 jam/minggu

5. Anggota Pelaksana 4
a. Nama Lengkap : Angga Aprilianto
b. NIM : 06 613 245
c. Fakultas/Program studi : MIPA/Farmasi
d. Perguruan Tinggi : Universitas Islam Indonesia
e. Waktu untuk kegiatan PKM : 12 jam/minggu

11. Nama dan Biodata Dosen Pendamping


Dosen Pembimbing
1. Nama Lengkap : Hady Anshory.T,S.si.,Apt
2. NIP : 056130703
3. Golongan Pangkat :
34

4. Jabatan Fungsional : Dosen /Peneliti


5. Jabatan Struktural :-
6. Fakultas/Program Studi : MIPA/FARMASI
7. Perguruan Tinggi : Universitas Islam Indonesia
8. Bidang keahlian :
9. Waktu untuk kegiatan : 30 jam/minggu

12. Biaya
1. Bahan dan komponen alat :
a. Buah ciplukan (Physallis angulata L.) 14 kg
@Rp. 7.500,- Rp. 105.500,
b. PEG 4000 5 kg
@Rp. 110.000,- Rp. 550.000,-
c. Formalin 10% 5 liter
@Rp. 20.000,- Rp. 100.000,-
d. Aquades destilasi 100 liter
@Rp. 1.000,- Rp. 100.000,-
e. Betadine® 3 buah
@Rp. 20.000,- Rp. 60.000,-
f. Kelinci 12 ekor
@Rp.62.500,- Rp. 750.000,-
g. Sewa laboratorium 6 bulan
@Rp. 650.000,- Rp. 3.900.000,-
h. Eter 4 liter
@Rp. 30.000,- Rp. 120.000,-
i. Pelet dan sayuran hijau Rp. 350.000,-
j. Biaya pemeliharaan kelinci Rp. 480.000,-
k. Etanol pa (E-Merck) 5 Liter
@Rp. 300.000,- Rp. 1.500.000,-
l. Stearil Alkohol 5 kg
@Rp. 130.000 Rp. 650.000,-
m. Gliserin 5 kg
@Rp. 85.000,- Rp. 425.000,-
n. Na Lauril Sulfat 5 kg
@Rp. 75.000,- Rp. 375.000,-
o. Pot krim 5 buah
@ Rp 10.000,- Rp. 50.000,-
p. Pelabelan dan kemasan Rp. 100.000
35

Sub Total Rp
9.615.500,-

2. Penyelesaian
a. Kertas A4 1 rim
@Rp. 35.000,- Rp. 35.000,-
b. Pembuatan proposal 4 buah
@Rp. 50.000,- Rp. 200.000,-
c. Pembuatan laporan 4 buah
@Rp. 25.000,- Rp. 100.000,-
d. Tinta printer 2 buah
@Rp. 25.000,- Rp. 50.000,
Sub Total Rp
385.000,-
TOTAL
Rp.10.000.000,-

13. Daftar Pustaka

(1) Adi, et al, Ilmu Penyakit Dalam dan Kelamin, Edisi ketiga, Universitas
Indonesia press, Jakarta, 3,7-8
(2) Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi Ketiga, DepKes RI, Jakarta
(3) Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi Keempat, DepKes RI,Jakarta
(4) Andra, 2006, Lompatan Teknologi Aging, http:// www.majalah-farmacia.com
diakses tanggal 12 Agustus 2009
(5) Anonim, 2008, Teknologi Aging Terbaik available at
http://www.unilever.co.id/id/ourcompany/beritaandmedia/siaranpers/200
8/TeknologiANTIAGINGTerbaikKiniDimilikiolehPONDSAGEMIRAC
LE.asp (diakses tanggal 8 Agustus 2009).
36

(6) Anonim, 2002, Antimicrobial Activity of Rauvolfovia Tetraphylla and


Physalis Minima Leaf and Callus Extracts, http://www.akademiai.com
(diakses pada tanggal 10 Agustus 2009).

(7) Anonim1, 2005, Anti-aging, available at


http://eriktapan.blogspot.com/2005/09/anti-aging-medicine-spesialisasi-
baru.html (diakses tanggal 8 Agustus 2008).

(8) Anonim2, 2005, Ciplukan (Physalis Angulta), http://toiusd.multiply.com


(diakses tanggal 16 September 2009).

(9) Anonim1, 2007, Anti-aging, available at


http://www.cemetiarthouse.com/id/project/2007/anti-aging (diakses
tanggal 21 Agustus 2009).
(10) Anonim2, 2007, Kulit sehat cerminan hidup anda, available at
http://www.dinkes.go.id (diakses tanggal 21 Agustus 2009).
(11) Anief, Moh., 2002, Formulasi Obat Topikal dengan Dasar Penyakit Kulit,
UGM Press, Yogyakarta, 9.
(12) Bhol KC, Alroy J, Schechter, PJ, 2003, Anti-Inflammatory Effect of Topical
Nanocristalline Silver Cream on allergic Contact Dermatitis in Guinea Pig
Model. NUCRYST Pharmaceuticals Inc., Wakefield, MA, USA.
(13) Dalimartha, S., 2003, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 3, Puspa Swara,
Jakarta, 114-118.
(14) Erlich, H. P., and Hunt, T. K., 1968 at Nayak et al., 2006, Evaluation of
Wound Healing Activity of Allamanda Cathartical. and Laurus nobilis. L.
Extracts on Rats, available at http://www.biomedcentral.com/1472-
6882/6/12 (diakses 8 Agustus 2009)
(15) Hendrayana., 2009, Cream, available at
http://kimiaanalitik.blogspot.com/2009/05/cream.html (diakses 29
Agustus 2009)
37

(16) Heyne, K., 1950, Tumbuhan Berguna Indonesia, Jilid II, Yayasan Sarana
Wanajaya, Jakarta.
(17) Kee, J. L., Hyes, E. R., 1996, Farmakologi, Pendekatan proses Keperawatan,
Penerbit ITB, Bandung, 305-310.
(18) Marthin, E.W. 1966. Remingtons Practice of Pharmacy. Twelfth Edition. 407-
421. Maarck Publishing Company. Easton. Pensylvania.

(19) Mutschler, E., 1991, Dinamika Obat, Edisi V, diterjemahkan Mathilda B.


Widianto dan Anna Setiadi Ranti, 193-195.

(20) Nayeemulla S, Sudarshana M.S, Umesha S, Hariprasad P, 2006, Antimicrobial


Activity of Rauvolfia tetraphylla and Physalis minima Leaf and Callus
Extracts, African Journal of Biotechnology, Vol. 5 (10), pp. 946-950, 16
May 2006.

(21) Seo SB, Jeong HJ, Chung HS, Lee JD, You YO, Kajiuchi T, and Kim HM,
2003, Inhibitory Effect of High Molecular Weight Water-Soluble
Chitosan on Hypoxia-Induced Inflammatory Cytokine Production, Biol.
Pharm. Bull. 26(5) 717-721.

(22) Spector, W. G., T. D., 1993, Pengantar Patologi Umum, diterjemahkan oleh
Soejipto, N. S., Harsoyo., Hana, A., Astuti, Gadjah Mada University
Press, Jogjakarta, 71.

(23) Sue-Jing Wu, Lean TN et al, 2005, Antioxidant Activities of Physalis


peruviana, Biol. Pharm Bull, 28(6) 963-966 (2005).

(24) Sularsito, S.A., 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, UI Press, Jakarta, 23-
24.
38

(25) Underwood, J.C.E., 2000, Patologi Umum dan Sistemik, Volume 2,


diterjemahkan oleh Prof. Dr. Sarjadi, dr. SpPA, Penerbit EGC, Jakarta,
775, 803-804.
(26) Vierra,Angilica.T.,Pinto,Vetal,2005, Mechanisms of anti-inflamantory effect
of the natural secosteroids physalins in a model of intestinal ischaemia
and referpusin injury, British Jornal of Pharmacology,11 juli 2005.

(27) Wasitaatmadja, S.M., 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, UI Press, Jakarta,
3-6, 11-15.

(28) Ward, P.A., 1993, Inflamasi,dalam Imunologi III, diterjemahkan oleh Samik
Whab., Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta, 223-233.
39

14. Lampiran

Curriculum Vitae

Data Pribadi
Nama
Tempat/Tgl Lahir

Alamat
NIM

Fakultas/program studi
Telp.

E-mail
Statuus
Data Pribadi
Nama

Tempat/Tgl Lahir
Alamat

NIM
Fakultas/program studi

Telp.
E-mail

Status
Data Pribadi
40
Nama

Tempat/Tgl Lahir
Alamat

NIM
Fakultas/program studi

Telp.
E-mail

Status

Data Pribadi
Nama

Tempat/Tgl Lahir
Alamat

NIM
Fakultas/program studi

Telp.
E-mail

Status
Prestasi yang Telah Dicapai Sebelumnya
2006-2007 : Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah Se-Fakultas MIPA
Universitas Islam Indonesia

2006-2007 : Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah Tingkat Universitas Islam


Indonesia

Data Pribadi
Nama
Tempat/Tgl Lahir

Alamat
41

NIM

Fakultas/program studi
Telp.

E-mail
Status
Prestasi yang Telah Dicapai Sebelumnya
2006-2007

2006-2007

Anda mungkin juga menyukai