Transfusi darah
dalam hukum islam
Hubungan antara
Transfusi Darah donor dan resipien
“Allah
telah membeli dari orang beriman jiwa raga dan harta mereka, supaya mereka beroleh
tamah (surga). Mereka berperang di jalan Allah, mereka membunuh atau dibunuh. Itulah
janji sebenarnya yang mengharuskanNya, dalam taurat, injil dan Qur’an. Dan siapa yang
lebih menepati janji daripada Allah ? bergembiralah dengan janjimu yang telah kamu
berikah. Dan itulah kemenangan yang besar”. ( Q.S.al-Taubah 111).
Dari uraian di atas, timbul pertanyaan bagaimana hukum menjual darah untuk
kepentingan transfusi ? padahal sudah diketahui bahwa darah itu adalah Najis ?
Menurut Hukum asalnya menjual barang najis adalah Haram. Namun yang
disepakati oleh para ulama hanyalah khamr atau arak dan daging babi. Sedangkan
memperjual belikan barang najis yang bermanfatat bagi manusia, seperti memperjual
belikan kotoran hewan untuk keperluan pupuk, dibolehkan dalam Islam.(menurut mazhab
Hanafi).
Demikian halnya dengan menjual Darah manusia untuk kepentingan transfusi,
menurut penulis dibolehkan asalkan penjualan itu terjangkau oleh yang menerima bantuan
darah. Karena yang menjual darah atau donor memerlukan tambahan gizi untuk kembali
memulihkan kondisi tubuhnya sendiri setelah darahnya di donorkan, tentu untuk
memperoleh gizi tambahan tersebut memerlukan biaya.