Anda di halaman 1dari 7

KONSEP DARAH BERDASARKAN KITAB IMAMAT

Dede Kurniawan
Sekolah Tinggi Teologi Jemaat Kristus Indonesia
dariusdedekurniawan@gmail.com

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Darah sering kali dikaitkan dengan kehidupan dan kematian karena darah yang
mengalir di dalam tubuh adalah salah satu penunjang pokok dari kehidupan. Jika darah
dalam tubuh berhenti mengalir, atau terlalu banyak keluar sehingga tubuh menjadi
kekurangan darah, maka jantung akan berdetak semakin lemah. Kondisi demikian akan
mematikan aliran darah yang tersisa ke seluruh tubuh dan membuat organ-organ penting
dalam tubuh seperti ginjal, hati, dan otak dengan sendirinya akan kekurangan pasokan
oksigen sehingga cepat atau lambat kematianpun terjadi.
Dalam kitab Imamat mencurahkan darah hewan dalam setiap upacara pengorbanan
adalah suatu keharusan. “Darah” dalam pemikiran Ibrani adalah tempat pusat “kehidupan”
atau bahkan diidentikkan dengan pusat kehidupan itu sendiri. Karena itu, darah merupakan
sesuatu yang sangat memiliki peranan penting dalam persembahan “korban” yang dalam
masyarakat Ibrani dangat fundamental.
Pandangan mengenai darah sebagai sumber kehidupan menghasilkan pemakaian
darah dalam ritual kultis dalam agama Yahudi. Darah dianggap sebagai tempat adanya
hidup, dan hidup adalah milik Allah. Menyangkut hal ini dalam banyak ritus korban, darah
mesti diserahkan kembali kepada Allah dengan menuangkannya ke atas mazbah. Atau
dalam pembantaian profan darah mesti dituangkan ke tanah dan tidak boleh dipakai atau
dikonsumsi manusia. Hal ini yang membuat penulis tertarik dalam melakukan kajian
teologis tentang makna darah korban yang tercurah berdasarkan kitab Imamat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengemukakan dan merumuskan
masalah yaitu: Bagaimana konsep darah berdasarkan kitab Imamat?

1
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan ini adalah untuk
mengungkapkan pemaknaan darah berdasarkan kitab Imamat.

LANDASAN TEORI
A. Latar Belakang Kitab Imamat
“Imamat” berarti memiliki kaitan dengan para imam atau kaum Lewi. Kitab ketiga
dalam Taurat ini disebut juga dengan “Wayiqra” yang merupakan bahasa Ibrani dan berarti
“Maka dipanggil-Nya” atau “Ia memanggil” (Im. 1:1). Kata wayiqra sendiri merupakan
kata awal dalam kalimat pertama di kitab Imamat.
Kitab Imamat ditulis oleh Musa dan memiliki hubungan langsung dengan kitab
Keluaran. Keluaran menceritakan bagaimana Allah membebaskan bangsa Israel dari Mesir
dan membuat perjanjian dengan mereka. Imamat menerangkan bagaimana kehidupan dan
penyembahan bangsa perjanjian itu diatur. Kitab Imamat memberitahukan bagaimana
umat yang berdosa dapat mendekati Allah yang kudus dan bagaimana mereka dapat hidup
kudus.
Kitab Imamat pada dasarnya adalah kitab peraturan atau kitab hukum-hukum yang
diberikan Allah kepada umat-Nya melalui Musa di Sinai. Secara umum kitab itu terbagi
atas dua bagian, pasal-pasal mengenai Hari Penebusan Dosa terdapat di bagian tengah.
Bagian pertama adalah mengenai pemulihan hubungan dengan Allah (peraturan mengenai
korban dan penyucian). Bagian akhir adalah tentang hidup sebagai umat Allah.

B. Makna Darah Korban


Darah merupakan cairan dalam tubuh yang sangat istimewa karena menguatkan dan
menghidupkan. Dalam kitab Ulangan 12:23 disebutkan bahwa darah adalah nyawa.
Pemahaman ini berasal dari sebuah pengertian kehilangan darah sama dengan kehilangan
nyawa. Artinya bila darah mengalir keluar dari tubuh, kehidupan mengalir keluar dan bila
kehilangan terlalu banyak darah, hingga mati. Oleh karena hidup adalah milik Allah, maka
darah adalah milik Allah juga.
Dalam banyak ritus korban darah mesti diserahkan kembali kepada Allah dengan
menuangkannya ke atas mazbah. Atau dalam pembantaian profan darah mesti dituangkan

2
ke tanah dan tidak boleh dipakai atau dikonsumsi manusia. Berkaitan dengan keselamatan
manusia, maka bagi bangsa Yahudi darah adalah sarana penebbusan utama yang diberikan
Allah.
Allah “memberikan darah… di atas mazbah untuk mengadakan pendamaian bagi
nyawa, karena darah mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa” (Im 17:11).
Berdasarkan Imamat 17:11 darah menebus melalui nyawa jewan korban dimilikinya,
sehingga dosa yang dipandang sebagai tindakan yang melemahkan atau menghilangkan
daya kehidupan itu dapat dipulihkan oleh ritus penebusan dengan darah hewan korban
yang menyumbangkan daya kehidupan baru. Maka bukan kematian hewan korban yang
menebus, tetapi kehidupan dalam darah yang diperoleh melalui penyembelihan, satu aspek
yang juga sangat penting untuk memurnikan gagasan penebusan dosa.

C. Pencurahan Darah Korban dalam Taurat


Dalam Kejadian 3:21 sejak kejatuhan manusia dalam dosa, pencurahan darah
korban binatng mulai diperkenalkan. Kemudian di dalam kitab Keluaran 12, kembali
disinggung mengenai praktek pencurahan darah yang berkaitan dengan lepasnya bangsa
Israel dari tulah yang kesepuluh di Mesir. Tampak bahwa tanda darah domba atau kambing
yang dibubuhkan pada kedua tiang pintu dan pada ambang atas telah melepaskan anak
sulung Israel dari kematian.
Kitab Imamat menyajikan mengeni korban pencurahan darah binatang yang
diberikan oleh orang-orang dari bangsa Israel kepada Allah dimaknai sebagai substitusi
nyawa mereka sendiri. Gagasan itu dapat dilihat melalui peristiwa pencurahan darah dari
korban-korban tersebut, dan darah yang dicurahkan bukan mengandung unsur yang gaib,
melainkan diterima Allah sebagai pengganti nyawa atau sebagai tebusan dari orang yang
beribadah itu. Korban binatang yang dicurahkan darahnya menjadi begitu penting bagi
bangsa Israel pada zaman Perjanjian Lama, sebab di dalamnya mengandung makna
substitusi dan penyelamatan bagi mereka yang mengorbankan.
Pada korban biasa dan korban harian, khususnya pada korban bakaran dan korban
perjamuan, darah hewan korban dipercikan atau disiramkan ke atas altar oleh imam,
mengelilingi altar atau pada kaki altar. Melalui ritus penyerahan ini darah yang merupakan
bahan persembahan utama diserahkan sebagai pemberian kepada Allah. Lain halnya pada

3
korban perjamuan (misalnya pada perayaan Paskah) darah menjadi bagian milik Allah dari
hewan korban bersama dengan lemak yang dibakar di atas mazbah.
Terdapat tiga cara mengenai penggunaan darah dlam ritus Yudaisme, yaitu:
a) Darah dituang atau direcikkan ke atas mazbah;
b) Darah dipercikkan ke atas orang atau benda yang hendak ditahirkan atau ditahbiskan;
c) Darah dioles pada orang atau benda yang hendak ditahirkan atau ditahbiskan.
Imamat menjelaskan mengenai sarana-sarana yang diberikan Allah untuk
memerangi dosa serta menolong kita untuk mengerti ajaran Perjanjian Baru tentang korban
dan ganti korban (Im. 16). Allah itu kudus dan tidak kompromi terhadap dosa. Namun
demikian dosa memisahkan manusia dari Allah sehingga ika ingin bersekutu dengan Allah
maka dosa harus disingkirkan. Untuk itu darah harus tertumpah dank arena upah dosa
adalah maut, maka korban harian saja tidaklah cukup. Bahkan Hari Penghapusan dosa perlu
diulang setiap tahun.
Para imam, Kemah Suci dan manusia—semuanya perlu disucikan melalui korban
yang dapat menghapuskan akibat dosa sehingga persekutuan dengan Allah diperbarui,
walaupun hanya sementara. Hari Penghapusan dosa merupakan karunia Allah, suatu
anugerah dan bukan hak mutlak.

MAKNA PENCURAHAN DARAH KORBAN


A. Darah sebagai tanda pendamaian (Imamat 1)
"Tuhan memanggil Musa dan berfirman kepadanya dari dalam kemah pertemuan.”
(Im. 1:1). Kemudian Musa meletakkan tangannya ke atas kepala korban bakaran itu,
sehingga persembahan itu diperkenan Allah untuk mengadakan pendamaian baginya. Musa
diharuskan menyembelih lembu itu di hadapan Tuhan dan anak-anak Harun, imam-imam
itu harus mempersembahkan darah lembu itu dan menyiramkannya di sekeliling mezbah
yang ada di depan pintu kemah pertemuan. Kemudian Musa menguliti korban bakaran itu
dan memotong-motongnya menurut bagian-bagian tertentu, tetapi isi perutnya dan betisnya
dibasuh dengan air dan seluruhnya harus dibakar oleh imam di atas mezbah sebagai korban
bakaran, sebagai korban api-apian yang baunya menyenangkan bagi Tuhan.
Korban persembahan merupakan sesuatu yang Allah karuniakan kepada manusia,
yaitu sebagai pemberian dari Allah bagi kebutuhan manusia. Allah memiliki kemampuan

4
untuk menyelamatkan manusia, sehingga manusia yang membutuhkan keselamatan bagi
dirinya harus datang kepada Allah. Korban persembahan bukan pemberian manusia kepada
Allah, sebab manusia yang berdosa dan tidak berdaya tidak akan mampu
mempersembahkan kepada Allah yang kudus dan berkuasa,
“Karena nyawa makhluk ada di dalam darahnya dan Aku telah memberikan darah
itu kepadamu di atas mezbah untuk mengadakan pendamaian bagi nyawamu, karena darah
mengadakan pendamaian dengan perantaraan nyawa.” (Im. 17:11)
“Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya: "Engkau layak menerima
gulungan kitab itu dan membuka meterai-meterainya; karena Engkau telah disembelih dan
dengan darah-Mu Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan bahasa
dan kaum dan bangsa.” (Why. 5:9).
Berdasarkan ayat-ayat di atas, dalam Imamat 17:11 dan juga Wahyu 5:9, dapat
ditemukan dua penjelasan mengenai makna darah dan kurban persembahan. Yaitu tentang
konsep pendamaian, oleh karena ada penebusan (redemption) dan konsep pengganti,
(substitution).
Setiap kata yang diterjemahkan menjadi pendamaian dimaksudkan sebagai bentuk
membayar harga atau suatu harga untuk penebusan. Upah dosa ialah maut, sehingga orang
yang berdosa tidak dapat menghadap Allah yang Maha Kudus. Dosa membuat orang
terpisah dari Allah, dan pisah dari Allah berarti kematian. Tetapi bila harga tersebut,
hukuman dan kematian, dibayar lunas melalui kematian dengan darah tercurah, maka
terjadilah pendamaian (recontiliation), hubungan Allah dan manusia dipulihkan kembali.

B. Makna Darah yang Tercurah


Satu-satunya cara untuk mendekati Allah Israel yang Kudus adalah melalui
kehidupan atau darah korban yang kudus dan tak bersalah. Banyaknya pengorbanan
berdarah di sepanjang Perjanjian Lama adalah bayangan terhadap satu-satunya
pengorbanan yang sejati yang bakal datang, supaya bangsa Israel tidak pernah melupakan
bahwa tanpa pertumpahan darah, tidak ada pengampunan.
Darah mengadakan pendamaian dengan menyediakan harga yang cukup untuk
membayar lunas hutang dosa di hadapan Allah, suatu nilai penghukuman yang tersedia dan

5
telah dilunasi oleh penghukuman oleh yang menanggungnya, yaitu Kristus yang
menanggung hukuman manusia yang berdosa.
Ulangan 19:21, menyatakan tentang “nyawa ganti nyawa”, artinya nyawa sebagai
pembayaran atas nyawa. Darah berarti kematian, pemusnahan kehidupan atau nyawa.
Melalui persembahan korban, nyawa dimusnahkan, sedangkan darah yang tertumpah
merupakan tanda telah diambilnya nyawa bagi pembayaran dosa-dosa orang yang bersalah
dan bagi nyawanya yang telah ternoda oleh dosa. Persembahan hewan sebagai kurban
menyatakan prinsip tersebut di atas dengan penggenapan sepenuhnya dalam kematian
Tuhan Yesus Kristus.
Ibrani 9:11-18 membenarkan simboliknya darah sebagai kehidupan dan
mengenakan Imamat 17:11 atas pengorbanan Tuhan Yesus Kristus. Ayat 12 dengan jelas
menyatakan bahwa pengorbanan Perjanjian Lama hanya bersifat sementara dan
mengadakan perdamaian untuk dosa secara terbatas, sehingga pengorbanan harus diulangi
setiap tahun. Akan tetapi ketika Kristus masuk ke tempat Maha Kudus, Ia
mempersembahkan Darah-Nya Sendiri sekali untuk selamanya, sehingga pengorbanan lain
tidak dibutuhkan. Itulah yang dimaksud Kristus dengan ucapan-Nya terakhir di atas kayu
salib: "Sudah selesai" (Yohanes 19:30). Darah kerbau dan kambing tidak lagi
membersihkan manusia dari dosa. Hanya dengan menerima darah Yesus, yang tercurah di
atas salib bagi pengampunan dosa, dapatkah kita berdiri di hadapan Allah dengan ditutupi
oleh kebenaran Kristus (2 Korintus 5:21).

KESIMPULAN
Dalam pemikiran Ibrani, darah adalah tempat pusat kehidupan. Allah adalah pemilik
hidup, sehingga darah adalah milik Allah juga. Upah dosa ialah maut, sehingga orang yang
berdosa tidak dapat menghadap Allah yang Maha Kudus. Satu-satunya cara untuk
mendekati Allah Israel yang Kudus adalah melalui kehidupan atau darah korban yang
kudus dan tak bersalah.
Manusia terpisah dari Allah karena dosa, dan berpisah dari Allah berarti kematian.
Hukuman dan kematian akibat dosa dibayar lunas melalui kematian dengan darah tercurah,
sehingga terjadilah pendamaian (recontiliation) dan hubungan Allah dan manusia
dipulihkan kembali. Imamat menjelaskan makna darah korban yang tercurah yaitu tentang

6
konsep pendamaian oleh penebusan (redemption) dan pengganti (substitution), penjelasan
ini juga didukung dalam Wahyu 5:9.
Pengorbanan darah Kristus di kayu salib yang tercurah untuk menebus dosa
manusia adalah pengorbanan satu kali dan untuk selama-lamanya. Darah Kristus menjadi
pendamai bagi manusia dengan Allah yang kudus, sehinga melalui Kristus Yesus manusia
dapat datang langsung kepada Allah seperti yang Yesus katakana dalam Yohanes 4:16,
“kata Yesus kepadanya, Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang
datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku”.

DAFTAR PUSTAKA
Dyrness, William. Tema-Tema Dalam Teologi Perjanjian Lama. Malang: Penerbit Gandum
Mas, 1992.
Denis, Green. Pengenalan Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas, 2012.
Lassor W.S. Pengantar Perjanjian Lama 1. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.
Peterson, Robert. Tafsiran Alkitab Kitab Imamat. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
Wolf, Herbert. Pengenalan Pentateukh. Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1998.

Anda mungkin juga menyukai