Anda di halaman 1dari 12

Nama : Brigita Julia Paundanan

NIRM : 21010106
Prodi : Biblika Perjanjian Lama
Mata Kuliah : Kitab Sejarah

Studi Teologi-Historis tentang Hubungan Raja dan Pengorbanan dalam

Kaitannya dengan Kesetiaan Umat

Pendahuluan

Raja merupakan pemimpin dalam suatu kerajaan atau negara. menurut

KBBI versi online/daring, Raja adalah pengusa tertinggi pada suatu kerajaan;

orang yang mengepalai dan memerintah suatu bangsa atau kerajaan1 yang

kadang didapatkan dari warisan dimana diturunkan kepada anak jika orangtua

tidak lagi menjabat sebagai raja. Seorang raja bertugas untuk mensejahterakan

seluruh lapisan masyarakat yang berada di bawah kekuasaannya, mengatur

segala aspek kehidupan yang menyangkut dirinya, keluarganya dan

masyarakatnya bahkan hubungannya dengan Tuhannya.

Secara khusus, di kerajaan Israel, Raja bertugas untuk melakukan

kehendak Allah atas Israel yaitu dengan memberlakukan hukum Allah dan

menegakkan keadilan; membela yang lemah dan miskin serta meremukkan

pemeras-pemeras.2 Selain itu, Tugas Raja ialah mengawasi keberlangsungan

kultus agar berjalan dengan baik. Masalah utama yang muncul dalam kultus di

Israel ini adalah soal penyembahan kepada Allah, dengan pengakuan bahwa

tidak ada Allah lain selain YHWH dan itu ditunjukkan melalui kurban

(persembahan kepada Allah) sebagai bentuk ketaatan kepada YHWH yang

memberikan hukum (moral).

Pengorbanan adalah sesuatu hal yang penting dalam banyak agama atau

kepercayaan bahkan dalam masyarakat. Pengorbanan dilakukan di Afrika

dengan mengorbankan hewan sebagai korban untuk dewa-dewa. Di Cina juga

dilakukan pengorbanan untuk menghormati leluhur yang biasanya dilakukan

1
“Raja,” Kamus Besar Bahasa Indonesia, n.d., https://kbbi.web.id/raja.html.
2
P.D. Latuihamallo, Berakar Di Dalam Dia Dan Dibangun Diatas Dia, ed. Robert P Borrong
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998), 62.
dalam agama Chou. Di Jepang dilakukan ritual pengorbanan Shinto dalam

rangka menghormati Dewa Matahari yang dikaitkan dengan kemakmuran dan

kesejahteraan di bidang pertanian.3 Agama dan suku-suku di Toraja pun

melakukan pengorbanan, misalnya di Toraja, dikenal pengorbanan dalam

upacara rambu solo’ yang menggunakan hewan sebagai korban dengan maksud

sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur yang meninggal sekaligus

merupakan wujud kasih sayang. Tidak hanya di Toraja, di Suku Dayak

memberikan korban sesajian kepada dewa-dewa yang disebut sebagai upacara

Ngokoi Okan Baja yakni upacara sebelum menanam padi agar padi yang ditanam

tumbuh subur.4

Dalam Perjanjian lama juga dikenal adanya pengorbanan yang dilakukan

umat Israel untuk dipersembahkan kepada Allah yakni Pertama korban bakaran

yang menuntut pembakaran hewan kurban di atas mezbah di dalam kemah bait

suci5 dan kurban bakaran ini dibaakar diatas api sampai seluruhnya terbakar

sehingga kadang-kadang korban bakaran ini disebut sebagi korban yang

terbakar seluruhnya. Kedua, korban sajian. Dalam kurban sajian ini, yang

disajikan bukanlah daging tetapi roti yang dipersembahkan dan dibakar diatas

mezbah dan sisanya diberikan kepada imam dan keluarga mereka (Im. 2:8-10).

Ketiga korban penghapus dosa yang dimaksudkan sebagai korban penebusan

atas dosa-dosa yang telah dilakukan baik secara perorangan/individu maupun

secara kelompok/seluruh bangsa.6 Keempat Korban penebus salah yang

diperlukan untuk orang yang telah melakukan kesalahan ringan yang berbeda

dengan tuntutan yang dilakukan kepada orang yang mempersembahan kan

korban penghapus dosa.7 Selain membawa korban penghapus salah, pelaku

pelanggaran juga diharapkan untuk memberikan ganti rugi kepada korban (Im.

5:15-19). Kelima korban keselamatan yang disebut juga sebagai persembahan

3
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama (Yogyakarta: Kanisus, 2002), 203–2018.
4
Sarwoto Kertodipoero, Kaharingan (Bandung: Penerbitan Sumur Bandung, 1963), 57–58.
5
George W. Knight, Adat Istiadat Alkitab Dan Keunikannya Dalam Gambar (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2016), 52.
6
Ibid., 53.
7
Ibid.
upeti (Bil. 31:41) dan persembahan unjukan (Im. 23:20. Keenam korban petang

yang dilakukan oleh imam dengan mempersembahankan korban untuk

menebus dosa orang-orang.8 Waktu yang tepat saat kurban ini dipersembahkan

tidaklah diketahui, mungkin saja tidak lama setelah matahari terbenam.

Dengan adanya kurban-kurban yang dipersembahkan kepada Allah ini,

maka Israel sebagai sebuah bangsa yang memiliki Raja, tentu saja Raja memiliki

peran yang besar dalam pengaturan kultus-kultus dalam masyarakat. Tidak

hanya sebagai pelaksana kebijakan dan hukum tetapi juga sebagai pemerhati

kultus agar berjalan dengan baik. Tetapi dalam perjalanannya, Raja ini tidak

berhasil sehingga menimbulkan sakit hati Allah. masalah utama yang

diperlihatkan ialah adanya penyembahan kepada ilah-ilah lain pun adanya

pengorbanan yang tidak hanya untuk Allah tetapi juga untuk ilah-ilah lain,

sehingga timbul pertanyaan ialah apakah Raja tidak berhasil dalam menyatakan

Allah hanyalah YHWH, dan gagal dalam menjalankan kultus sehingga tidak

sesuai dengan aturan yang ada dan adanya penyembahan kepada ilah-ilah lain?

Melalui tulisan ini, diharapkan akan menjawab pertanyaan tersebut melalui

kritik sejarah tentang hubungan Raja dan pengorbanan dalam Deuteronomistik.

Metode Penelitian

Jenis dan desain penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian

kualitatif yang dilakukan melalui penelitian kepustakaan. Menurut Sugiyono,

penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti

kondisi obyek yang alamiah9. Teknik pengumpulan datanya menggunakan

teknik observasi dan kepustakaan.

Hasil dan Pembahasan

Kurban dalam Perjanjian Lama

Tidak dapat dipungkiri bahwa semua yang beragama memiliki

pemahaman yang berbeda-beda tentang arti kurban sehingga tidak heran jika

ada beberapa variasi tentang makna kurban atau pengorbanan atau

persembahan.
8
Ibid., 106.
9
Sugiyono, Memahami Penelitian Kulitatif (Bandung: Alfabeta, 2012), 1.
Kurban dipahami sebagai persembahan kepada yang ilahi sebagai

pengganti manusia yang berdosa, atau santapan untuk dewa-dewa dan

sebagainya.10 Melalui kurban atau pengorbanan ini menunjukkan bahwa masih

ada yang lebih besar atau yang lebih berkuasa dari manusia sehingga manusia

memberikan sesuatu kepada orang yang lebih besar ini sehingga akibat dari

kesalahan-kesalahan manusia tidak ditimpahkan kepada manusia. G.E. Wright

dan Arie de Kuiper menjelaskan bahwa antara manusia dan dewa terdapat

ikatan kekeluargaan dan persamaan sehingga para dewa menyerupai manusia,

dewa bergantung kepada manusia demikian sebaliknya manusia bergantung

kepada dewa.11 Dalam hal ini berlaku “aku memberi agar engkau memberi”.

Kurban seperti yang dimaksudkan diatas tentu berbeda dengan kurban

dalam Alkitab Perjanjian Lama khususnya kitab Imamat. Kurban dalam kitab

imamat sering dinyatakan untuk menebus (Im. 1:4). Kurban merupakan sarana

umat untuk lebih dekat kepada Allah bukan sebagai alat untuk meminta balasan

atas kurban yang sudah diberikan kepada Allah tetapi kurban adalah bentuk

sukarela kepada Allah pun juga sebagai tebusan atas pelanggaran umat kepada

Allah.

Dalam Imamat 7:37 disebutkan tentang lima macam kurban, yakni

korban bakaran, korban sajian, korban penghapus dosa, korban penebus salah

dan korban keselamatan. Kelima macam korban ini mempunyai tujuan yang

berbeda tetapi pada intinya sama yakni sebagai pendamaian dan ucapan syukur.

Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa korban yang dipersembahkan oleh

Israel kepada Allah dalam Perjanjian Lama merupakan pengganti nyawa mereka

sendiri.

Tentang sistem persembahan, ada juga persembahan yang berupa

curahann yang dapat dilakukan di hadapan Yahweh, yang pada kasus tertentu

hanya berupa curahan air (2 Sam.23:16). Istilah umum yang dipakai untuk

persembahan ialah ‘minkhah’ yang berarti hadiah atau pemberian dan mencakup

10
Ani Teguh Purwanto, “Arti Korban Menurut Kitab Imamat,” Kerusso 2 No. 2 (2017): 10.
11
G.E Wright and A. De Kuiper, Perjanjian Lamaa Terhadap Sekitarnya (Bandung: Pinda
Grafika, 1967), 122.
persembahan yang berdarah maupun yang tidak berdarah. 12 persembahan

minkhah ini dikonotasikan sebagai persembahan sajian atau pemberian. 13

Persembahan sajian atau pemberian ini sangat dekat satu sama lain karena

dalam ekonomi agrikultural orang Israel, gandum adalah pemberian bersama

(persepuluhan) untuk Bait Suci. zebakh (korban) adalah suatu persembahan

bakaran, dibakar seluruhnya atau sebagian di atas altar. Persembahan ini

meliputi ola, selamim, hatta’t, dan asam.14 Selain istilah minkhah, dipakai juga

selamim dan ola. Persembahan selamim dipakai pada saat Saul diangkat menjadi

raja (2 Sam. 6:17; 2 Sam. 24-25), persembahan-persembahan ini merupakan

kesempatan untuk mengadakan perjamuan, Yahweh dan imamNya mendapat

bagian tertentu sedangkan sisanya untuk para penyembah atau pembawa

korban dalam suatu perjamuan khidmat. Dengan demikian, hubungan antar

Yahweh dan para penyembah diperkuat dan persembahan seperti ini sesuai

dengan upacara nobatan Raja (1 Raj. 1:25). 15 Persembahan selamim ini sering juga

disebut sebagai persembahan damai atau korban pendamaian16, tetapi tidak

berfungsi sebagai pendamaian atau pemulihan.17 Persembahan ola (2 Sam. 6,17)

merupakan korban bakaran.18 Ola dibakar habis dengan api diatas mezbah

untuk menghormati Yahweh dan kadang-kadang olah memiliki maksud

pendamaian (2 Sam. 24:22).19 Ola juga memiliki arti ‘membumbung’ karena

baunya yang membumbung kepada sang ilahi yang menghirupnya,20 korban ini

dipersembahkan dua kali sehari yakni pagi dan petang. Persembahan hatta’t dan

asam sulit untuk dibedakan. Hatta’t ialah persembahan penyucian tetapi bukan

persembahan dosa yang berkaitan dengan pelanggaran kesucian yang ceroboh

dan persembahan ini menyucikan altar dan kuil dari pencemaran. Sedangkan

12
Th.C. Vriezen, Agama Israel Kuno (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), 88.
13
Philip J. King and Lawrence E. Stager, Kehidupan Orang Israel Alkitabiah (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2012), 408.
14
Ibid.
15
Vriezen, Agama Israel Kuno, 88–89.
16
H.H. Rowley, Ibadat Israel Kuno (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013), 99.
17
King and Stager, Kehidupan Orang Israel Alkitabiah, 408.
18
Rowley, Ibadat Israel Kuno, 97.
19
Vriezen, Agama Israel Kuno, 89.
20
King and Stager, Kehidupan Orang Israel Alkitabiah, 408.
persembahan asam ialah persembahan pemulihan yang diwajibkan karena

melanggar sesuatu yang suci, pelanggaran yang dimaksudkan ini bukanlah

pelanggaran moral melainkan pelanggaran seremonial.21

Peranan kurban dalam peribatan orang Israel sangatlah penting. Jika

melihat pada kitab imamat, khusunya di pasal 1 sampai pasal 7 yang dengan

detail membahas tentang peraturan-peraturan persembahan, maka dapat dilihat

bahwa korban merupakan sesuatu yang sangat penting. Jika melihat secara

keseluruhan kitab dan memperhatikan pengorbanan binatang maka akan

didapati bahwa ini adalah sesuatu yang sangat penting.

Dalam kejadian 3:21 ketika Adam dan Hawa jatuh kedalam dosa, Allah

mengorbankan binatang untuk membuatkan mereka pakaian. Kain dan Habel

juga memberikan persembahan kepada Allah. Nuh juga mempersembahkan

korban kepada Allah ketika air bah surut dan menjadi persembahan yang berbau

harum yang menyenangkan Tuhan (Kej. 8:0-21). Allah juga menyuruh Abram

untuk mempersembahkan anaknya meski demikian Allah menyiapkan domba

untuk Abram persembahkan. Korban ialah salah satu hal yang sangat penting

dalam ibadah orang Israel.

Asal – Usul Kurban

Persembahan korban merupakan kebiasaan agama di daerah Timur Kuno

pada umumnya, tetapi rupanya bangsa Israel menggunakan beberapa teknik dan

konsep persembahan kurban yang mirip dengan bangsa-bangsa sekelilingnya,

tetapi yang merupakan pembedah ialah bangsa Israel tetap beribadah dengan

berdasar pada penyataan Allah.22 Budd juga mengatakan demikian sebab konsep

mengenai persembahan kurban tampaknya mempunyai persamaan dengan

bangsa-bangsa tetangga Israel.23 Meski demikian, pelaksanaan upacara di Israel

21
Ibid.
22
Denis Green, Pembimbing Pada Pengenalan Perjanjian Lama (Malang: Gandum Mas, 2019),
31.
23
Philip Budd, “Peraturan/Adat Kebiasaan Mempersembahkan Kurban,” in Handbook To
The Bible : Pedoman Lengkap Pendalaman Alkitab (Bandung: Kalam Hidup, 2016), 196.
disesuaikan dengan tata cara yang disampaikan Allah di Gunung Sinai, dan

beberapa hal tertentu yang unik pada bangsa Israel, yakni:24

1. Monoteisme bangsa Israel yang mutlak dan upacara keagamaan sebagai

penyataan secara langsung dari Dia

2. Penekanan terhadap realita dan moralitas yang berakar dari kekudusan

moral Allah sendiri yang mutlak; dosa sebagai halangan untuk bersekutu

dengan Allah; perlunya pertobatan dan penebusan dosa; keharusan

untuk taat pada hukum Allah.

3. Sama sekali tidak ada praktek-praktek yang berkaitan dengan agama-

agama lain, tidak ada ilmu gaib atau sihir

4. Sifat luhur sistem upacara persembahan kurban ini: tidak ada perbuatan

gila-gilaan, tidak ada pelacuran, tidak ada pesta liar, tidak ada upacara

kesuburan yang disertai hubungan seksual, tidak ada manusia sebagai

persembahan kurban, dll.

Persembahan korban bukanlah pertama kali dari Israel itu sendiri tetapi

sebelumnya beberapa suku Arab juga mengenal sejenis kurban yang mirip

dengan kurban paskah dalam beberapa hal. Mula-mula korban semacam ini

merupakan suatu masa raya musim semi di kalangan nomadis (penggembala

pengembara) yang bertujuan mencegah pengaruh jahat yang mengancam


25
kawanan ternak dan rumah tangga. Kita tidak memiliki gambaran tentang

perayaan paskah pada periode perebutan tanah Kanaan. Kitab Tawarikh (2 Taw.

30) menceritakan tentang perayaan paskah di Yerusalem yang dipelopori oleh

Hizkia, pun juga yang diusahakan oleh Raja Yosia yang berbeda dengan

perayaan – perayaan sebelumnya (2 Raj. 23:22; 2 Taw. 35:18). Jadi dapat

dikatakan bahwa mulai dari perebutan tanah Kanaan sampai epada zaman

Yosia, paskah dirayakan sebagai perayaan rumah tangga di manapun orang

Israel tinggal.

24
John Taylor, “Lima Kitab Taurat/Musa,” in Handbook To The Bible : Pedoman Lengkap
Pendalaman Alkitab (Bandung: Kalam Hidup, 2016), 194.
25
Rowley, Ibadat Israel Kuno, 94.
Kurban bakaran dan kurban pendamaian pun juga dulunya sudah

dipraktekkan oleh Orang Kanani tetapi tidak dikenal di antara suku-suku Arab. 26

Di lain sisi, kurban bakaran dan kurban pendamaian dahulu juga dikenal di

Ugarit dan di Kartago (bangsa yang serumpun dengan orang Kanani), meskipun

istilah-istilah yang dipakai tidak sama dengan Istilah di Perjanjian Lama. 27

Sepertinya pengadopsian model Yunani-Kanaani ini jauh sebelum Israel masuk

ke tanah Kanaan, diperkiran pada zaman patriarkh karena pada periode itu

berciri sinkritisme yang didalamnya banyak unsur agama Kanaani yang

diadopsi oleh Israel. Jadi, lebih meyakinkan jika disimpulkan bahwa unsur yang

membedakan ritus Israel dan ritus Kanaani-Yunani sudah menjadi kebiasaan di

Israel jauh sebelum Israel masuk ke tanah Kanaan.

Hubungan Raja, Korban dan Ketaatan

Pada mulanya, sebelum ada imam, maka kepala keluarga yang menjadi

pemimpin yang akan mempersembahkan kurban kepada Allah. setelah keluar

dari Mesir, Allah melalui Musa menunjuk satu kaum imam yang khusus, dari

keturunan Harun untuk mengawasi persembahan kurban. Kemudian pada

zaman Salomo, bait Allah didirikan untuk tujuan yang sama dan kurban

persembahan diantara orang Yahudi berlangsung sampai tahun 70 sM.28

Israel sebagai suatu negara secara politis, dimulai ketika adanya raja

diantara mereka. Seiring dengan itu, agara Israelpun diatur secara lebih ketat

dari pada masa-masa sebelumnya. Sebelum ada raja maka yang memerintah di

tengah-tengah Israel ialah hakim dan imam. Oleh karena hakim dan imam gagal

maka deutoronomi memberikan petunjuk bahwa dibutuhkan raja untuk

menegakkan sistem moral pun sebagai pengawas kultus.

Raja-raja di Israel mempunyai tugas politis juga tugas tentang

keagaaman.29 Para Hakim gagal mempertahankan secara tetap keamanan Israel

26
Ibid., 101.
27
Ibid.
28
James Houston, “Alkitab Dan Lingkungannya,” in Handbook To The Bible : Pedoman
Lengkap Pendalaman Alkitab (Bandung: Kalam Hidup, 2016), 29.
29
David F. Hinson, Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000),
127.
sehingga para hakimpun berkeinginan memilih sorang raja dengan harapan raja

akan lebih berhasil mempertahankan keamanan Israel. Jadi tugas raja erat

kaitannya dengan maksud Allah. Pelaksanaan kultus atau upacara-upacara

keagaaman di Israel menekanan realita dan moralitas yang berakar dari

kekudusan moral Allah sendiri yang mutlak. Jadi, pengorbanan

mengkomunikasikan otoritas Allah. Melawan otoritas Allah berarti melawan

pula moral, sebab hukum adalah moral.

Kegagalan imam dapaat ditemukan dalam kasus Imam Eli dan anak-

anaknya. Deuteronomi melihat bahwa pengorbanan yang tidak dilakukan sesuai

dengan otoritas Allah adalah salah. Eli dilepaskan dari jabatan iman, bukan

karena dia menyembah berhala tetapi karena tidak melakukan pengorbanan

sesuai dengan ketetapan Yahweh. Tidak hanya imam tetapi raja juga gagal.

Dalam kasus ini ialah raja Saul yang gagal sebab melakukan pengorbanan yang

tidak sesuai dengan kehendak Yahweh. Saul tidak sabar menunggu Samuel di

Gilgal (1 Sam. 13) yang berujung pada pencabutan kerajaan dari keturunan Saul

sampai selama-lamanya. Tujuan Saul masuk akal, tetapi tidak sesuai dengan

spesifikasi pengorbanan. Saul bertindak sendiri sehingga pengorbanannya

menjadi salah di hadapan Allah. Kegagalan Saul yang kedua ialah ketika Allah

menyuruh untuk menumpas semua orang Amalek beserta semua yang ada

padanya, tetapi Saul mempertahankan raja Agag dan kambing domba serta

lembu yang terbaik dengan maksud untuk dipersembahkan kepada Allah

sebagai korban (1 Sam. 15). Hal ini baik menurut pandangan penulis, Saul ingin

memberikan korban kepada Allah atas kemenangannya tetapi hal ini dianggap

tidak baik sehingga membuat Saul dan keluarganya ditolak dan kerajaan

dikoyakkan daripadanya. Pada akhirnya, Saul telah gagal melayani Allah

sebagaimana yang seharusnya ia lakukan dan Samuel menyatakan bahwa Saul

telah kehilangan perkenaan Tuhan (1 Sam. 13; 1 Sam. 13).30

Berbeda dengan Saul yang telah kehilangan perkenaan Allah,

Deuteronomi menonjolkan Daud dengan sikap yang berbeda. Oleh karena

30
Ibid., 115.
kemurtadan bangsa Israel, maka Allah memberi mereka hukuman tetapi berkat

ketaatan Daud terhadap perintah Allah untuk mendirikan mezbah bagi Allah

maka tulah dihentikan oleh Allah dari tengah-tengah bangsa Israel (2 Sam. 24).

Meski demikian, kegagalan Raja selanjutnya melalui kegagalan Salomo yang

jatuh kedalam penyembahan berhala. Pada awalnya Israel telah dilarang

menikah dengan orang Kanaan dan telah diperintahkan untuk menghancurkan

tanah Kanaan. Namun, Salomo tidak mematuhi hal tersebut dan akhirnya jatuh

kedalam dosa. Akibatnya, sepuluh suku diberikan kepada Yerobeam dan 2 suku

lainnya bagi Rehabeam (anak Salomo).

Pengorbanan erat kaitannya dengan ketaatan. Jika manusia taat maka ia

akan membawa korban kepada Allah. Tetapi meski manusia membawa korban

kepada Allah tanpa ketaatan maka Allah tetap memandang itu sebagai sebuah

dosa. Hingga, pengorbanan adalah bentuk ketaatan. Namun Allah lebih

mengharaapkan ketaatan dibandingkan dengan pengorbanan.

Kesimpulan

Raja merupakan sosok pemimpin yang tidak hanya memimpin dalam arti

politis tetapi juga hars memperhatikan kultus-kultus atau upacara keagamaan

yang sedang dilaksanakan dengan melakukan ketaatan kepada Allah. Jika Raja

sebagai pemimpin gagal maka ada hukuman, bukan hanya untuk Raja dan

keluarganya tetapi juga untuk seluruh bangsa. Kegagalan raja mengakibatkan

umat (bangsa Israel) juga jatuh ke dalam dosa tetapi jika Raja taat maka umat

akan diselamatkan dari dosa tersebut.

Pengorbanan yang pada awalnya dilakukan oleh kepala keluarga tetapi

setelah adanya imam maka pengorbanan itu dilakukan oleh imam. Selain imam,

orang yang melakukannya akan dianggap bersalah sebab tidak sesuai dengan

spesifikasi menurut Allah. Memberikan korban kepada Allah merupakan salah

satu bentuk ketaatan kepada Allah dengan melakukannya sesuai dengan

kehendak Allah. Tetapi memberikan korban kadang juga menunjukkan ketidak

taatan karena tidak mau menuruti kehendak Allah. itulah sebabnya penulis
menyimpulkan bahwa ketaatan kepada Allah lebih penting daripada

pengorbanan.

Referensi

Budd, Philip. “Peraturan/Adat Kebiasaan Mempersembahkan Kurban.” In

Handbook To The Bible : Pedoman Lengkap Pendalaman Alkitab. Bandung: Kalam

Hidup, 2016.

Dhavamony, Mariasusai. Fenomenologi Agama. Yogyakarta: Kanisus, 2002.

Green, Denis. Pembimbing Pada Pengenalan Perjanjian Lama. Malang: Gandum

Mas, 2019.

Hinson, David F. Sejarah Israel Pada Zaman Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2000.

Houston, James. “Alkitab Dan Lingkungannya.” In Handbook To The Bible :

Pedoman Lengkap Pendalaman Alkitab. Bandung: Kalam Hidup, 2016.

Kertodipoero, Sarwoto. Kaharingan. Bandung: Penerbitan Sumur Bandung, 1963.

King, Philip J., and Lawrence E. Stager. Kehidupan Orang Israel Alkitabiah. Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2012.

Knight, George W. Adat Istiadat Alkitab Dan Keunikannya Dalam Gambar. Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2016.

Latuihamallo, P.D. Berakar Di Dalam Dia Dan Dibangun Diatas Dia. Edited by

Robert P Borrong. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1998.

Purwanto, Ani Teguh. “Arti Korban Menurut Kitab Imamat.” Kerusso 2 No. 2

(2017).

Rowley, H.H. Ibadat Israel Kuno. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013.

Sugiyono. Memahami Penelitian Kulitatif. Bandung: Alfabeta, 2012.

Taylor, John. “Lima Kitab Taurat/Musa.” In Handbook To The Bible : Pedoman

Lengkap Pendalaman Alkitab. Bandung: Kalam Hidup, 2016.

Vriezen, Th.C. Agama Israel Kuno. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.

Wright, G.E, and A. De Kuiper. Perjanjian Lamaa Terhadap Sekitarnya. Bandung:

Pinda Grafika, 1967.

“Raja.” Kamus Besar Bahasa Indonesia, n.d. https://kbbi.web.id/raja.html.

Anda mungkin juga menyukai