Sumber:
Judul : The Tribes of Yahweh (1979, Orbis Books, Maryknoll, N.Y)
Pengarang : Norman K. Gottwald
Bagian II
Titik Berangkat Historis dan Ringkasan Sumber
1
Ketika kedua faktor jarak temporal dan produksi ideologis-kultus digabungkan di dalam
formasi dan artikulasi tradisi, apa yang sesungguhnya dan perubahan editorial tidak dapat
dihindari dan secara sengaja terjadi. Kesulitan lain yang terjadi disekitar sumber adalah
bagaimana menentukan apa yang historis dan yang tidak terhadap peristiwa-peristiwa aktual.
Selain itu, dapat dipahami bahwa kompetensi sejarawan humanis berbeda di dalam
pertimbangan yang mereka berikan terhadap berbagai faktor disekitar historisitas suatu
tradisi. Para sosiolog yang berkecimpung di dalam agama Israel bergantung pada usaha
sejarawan, tetapi minat para sosiolog terhadap data historis berbeda dengan apa yang
diminati oleh para sejarawan. Perbedaan minat ini dapat diungkapkan di dalam perbedaan
antara tingkat detail spatio-temporal yang dicari oleh para sejarawan untuk mencapai sebuah
rekonstruksi historis yang optimal dan tingkat detail spatio-temporal yang dicari oleh para
sosiolog sebagai sine qua non untuk menganalisis satu sistem sosial yang kompleks atau
secara khusus berhubungan dengan kelompok hubungan sosial.
2
proto Israel yang di dalamnya tidak menginformasikan mengenai terbentuknya Israel, tetapi
hanya kehidupan beberapa orang yang menjadi Israel. Tipe jejak historis yang kedua adalah
orang Israel, tetapi pokok referensi kronologis aktual mereka bukan suatu periode yang
mendahului formasi Israel.
Musa dan kelompok Yahwistik Musa. Musa dianggap sebagai person aktual yang berasal
dari keturunan Lewi menikah dengan perempuan Midian ‘semi-nomad’. Banyak sarjana
mengidentifikasi Musa dengan satu gerakan religius yang besar mengenai keselamatan dari
perbudakan, covenant-making, dan law-giving, sebagaimana disaksikan di dalam tradisi
keluaran dan Sinai. Sekarang tradisi Israel dengan jelas membuat identifikasi ini di dalam
banyak cara. Tradisi ini menjadi data historis bahwa jejak Israel yang kemudian melihat asal
usul Yahwisme kapada Musa.
Setidaknya mungkin bahwa gagasan mengenai perjanjian antara god and people dan
mengenai pemberian hukum ilahi diperkenalkan dalam beberapa bentuk diantara kelompok
proto Israel yang sama dimana Musa menjadi seorang pemimpin. kemungkinan-
kemungkinan mengenai hadirnya beberapa versi perjanjian dan hukum di dalam kelompok
Musa dijelaskan seperti ini: (1) karena kelompok Musa memperkenalkan ide mengenai
penyembahan Yahweh kepada Israel di Kanaan, masuk akal bahwa mereka secara
bersamaan memperkenalkan perjanjian dan hukum; (2) karena kelompok Musa memiliki
self-ruling (peraturan-diri) segera ketika keluar dari Mesir, self-ruling ini membutuhkan
beberapa instrumen untuk self-ruling yang sama dengan yang disediakan oleh perjanjian dan
hukum tersebut; dan (3) tradisi keluaran secara eksplisit menyatakan bahwa Musa
memperkenalkan perjanjian dan hukum. Bantahan terhadap hal ini perlu ditegaskan: (1)
tidak logis mem-posit (menempatkan) perjanjian dan hukum sebagai ciri-ciri Yahwisme dari
awalnya; (2) terdapat bentuk self-rule lain bagi kelompok besar disamping artikulasi
perjanjian dan hukum yang dihubungkan dengan Musa; dan (3) teks-teks perjanjian dan
hukum di dalam Keluaran menunjukkan kesulitan-kesulitan kritik-bentuk dan kritik-literer
bahwa teks-teks tersebut tidak menghasilkan fakta-fakta yang dapat dibuktikan sehubungan
dengan tradisi pra-Kanaan.
Di sini kita tidak dalam posisi memperhitungkan Musa historis yang benar-benar
berperan memperkenalkan Yahweh sampai pada pemberi perjanjian dan hukum. Dengan
kata lain, kita tidak mengetahui secara pasti bagaimana ide-ide seperti itu timbul dan
berfungsi dalam kelompok proto-Israel Musa. Terlalu banyak kesulitan historis dalam
menempatkan siapa Musa. Berdasarkan kalkulasi Gottwald, kelompok Musa membawa
pengalaman mengenai god Yahweh sebagai pembebas dari penindasan politis. Sangat
mungkin kelompok Musa, atau dengan cara yang sama menempatkan kelompok Kades,
yang juga membawa beberapa bentuk perjanjian antara allah dan suatu bangsa dan beberapa
bentuk pemberian-hukum ilahi. Hal ini merupakan ciri sentral yang penting untuk seluruh
kultus Israel, yang memberikan perpaduan struktural dan fungsional kepada banyak orang
yang bergabung dengan kelompok Musa di Kanaan. Di sini Gottwald membedakan antara
the religion of Yahweh among the Mosaic Levites outside of Canaan dan the religion of
Yahweh among the greatly expanded congeries of mixed pastoralists and agriculturalists
who came to practice it (agama Yahweh) in succeding generation in Canaan.
3
Ketika dikatakan bahwa kelompok Musa belum menjadi Israel, hal itu sekurang-
kurangnya dimaksudkan dalam tiga hal. Pertama, kelompok Musa dalam pandangan
Gottwald tidak membawa nama Israel, sebab nama ini diberikan kepada perkumpulan orang
penyembahan-Yahweh untuk pertama kalinya di tanah Kanaan. Kedua. Kelompok Musa
bukan sekelompok besar orang yang ikut serta di dalam pertanian. Berdasarkan fakta yang
cukup terbatas, kelompok Musa adalah mereka yang tersusun dalam kelompok peternak
(domba, kambing, lembu), tukang kebun, dan nelayan, termasuk tawanan perang dan para
migran dari Kanaan yang diperkuat oleh the harsh imposition of state slavery in Egypt ke
dalam kebiasaan berpindah untuk dapat bertahan hidup. Ketiga, mereka bukan sekelompok
besar konglomerat yang berasal dari pengalaman historis dan kultural yang berbeda, seperti
situasi Israel di Kanaan. Sekali lagi Gottwald, membedakan antara komunitas Yahweh
proto-Israel dari kelompok Musa dan komunitas Yahweh Israel di Kanaan.
4
6.3. Lokalisasi “sejarah” penaklukan, (hlm.49-50). Tradisi mengenai tindakan suku
secara individual tersebut merupakan a corpus anchord di dalam kepentingan keduabelas
subdivisi Israel yang membentuk distrik administratif di dalam kerajaan Daud. Tujuan
mereka adalah menegaskan identitas dan klaim masing-masing suku di dalam perjanjian
mereka dengan Daud untuk membentuk negara Israel yang tunggal. Disebut sebagai
“sejarah” karena narasi dibawakan dengan corak yang pendek secara tidak langsung, tetapi
secara formal “they lack the chronological specificity which political annals customary
display”. 6.4. Inventarisasi penaklukan Raja, (Yos. 12:9-24). Pada dasarnya terdapat
perubahan-perubahan peristiwa di dalam teks, dan menjadi sulit untuk mengatakan secara
tepat seberapa tuanya daftar tersebut. Jika narasi itu secara tidak langsung menyatakan
bahwa semua nama kota diambil alih oleh Israel, daftar yang lengkap tidak akan menjadi
lebih awal dari periode Daud. Hipotesis Gottwald menerangkan bahwa daftar tersebut
berasal dari pramonarki dan bahwa daftar tersebut dibangun pada satu konsepsi bahwa Israel
merobohkan kebiasaan-kebiasaan kota daripada menaklukkan atau menghancurkan
populasi kota. 6.5. Inventarisasi sensus militer dan kepala-kepala suku, (Bil. 1; 26).
Inventarisasi sensus pada periode padang gurun sepenuhnya bukan peristiwa historis,
merupakan produk dari narasi P kemudian mengenai permulaan Israel. Gottwald
memasukkan inventarisasi di sini karena narasi ini berisi terminologi mengenai group
officials dan beberapa pembagian organisasi sosial dengan beberapa klaim terhadap sesuatu
yang berhubungan dengan periode paling awal, dan juga ingatan mengenai satu
perkumpulan tentara suku pramonarki. Mereka berhubungan dengan organisasi militer Israel
pramonarki dengan dasar organisasi sosialnya.
6.6. Narasi-narasi kemiliteran hakim-hakim, (hlm.5). Tradisi di dalam kerangka
Deuteronomis kitab Hakim-hakim secara gamblang menceriterakan mengenai pahlawan
laki-laki dan perempuan yang memperoleh kekuatan dalam mengusir musuh. Meskipun
usaha-usaha untuk memberikan satu setting historis yang mungkin terhadap narasi tersebut,
hal itu kelihatan mungkin bahwa narasi tersebut dibuat oleh satu editor untuk menyediakan
satu hakim Yehuda yang utama. 6.7. Narasi mengenai para ahli militer, (Hak. 3:31; 13-16).
Meskipun Samson dan Samgar secara eksplisit dipahami oleh editor D sebagai seorang
“hakim”, yang mencolok bahwa kedua orang ini digambarkan sebagai seorang yang
bertempur dengan kekuatan sendiri, dan bukan kepala dari milisi yang terkenal. Motif dari
kekuatan fenomenal ini adalah keberanian dengan tangan sendiri, kurang ajar dan tidak tahu
malu, dan seterusnya. Tetapi karena keduanya dianggap sebagai seorang nasir, maka
terdapat fakta bahwa material ini diambil dari lingkungan pramonarki. 6.8. Narasi mengenai
seorang raja yang baru naik tahta, (Hak. 9). Tidak seperti hakim yang lain, Abimelek
memulai satu tindakan agresif ketimbang memberi respon terhadap satu serangan.
Menentukan peraturan yang terakhir hanya untuk tiga tahun dan dianggap oleh baik narator
maupun editor sebagai sesuatu yang bersifat “un-Israelite”. 6.9. Notasi mengenai “Hakim-
hakim” nonmiliter, (hlm.53). Nama person yang disebutkan di dalam laporan tersebut
disebut sebagai hakim untuk Israel. Meskipun secara umum digunakan kata kerja
“menghakimi” (to judge), nampaknya fungsi-fungsi tersebut tidak berhubungan dengan
tindakan kemiliteran, kecuali kalau kita mengharmonisasikan laporan mengenai Yeftah
dengan narasi yang panjang mengenai kemenangannya terhadap orang Amon. Telah
5
diberikan kesan bahwa orang-orang ini bertanggungjawab untuk memproklamirkan hukum
(law) di dalam perserikatan suku-suku Israel.
6.10. Narasi mengenai relokasi kesukuan, (Hak.17-18). Meskipun bentuk narasi ini
hadir sekurang-kurangnya tahun 734 (bnd., berkenaan dengan orang-orang tawanan Israel
Utara), atmosfir dan banyak detailnya bersangkutan dengan organisasi sosial dan ungkapan
kultus yang berasal dari periode pramonarki. Dengan jelas narasi menyajikan tujuan
pendiskreditan sangtuari negara Israel utara di Dan, satu dari dua tempat suci yang didirikan
oleh Yerobeam I ketika ia melepaskan diri dari dinasti Daud di bagian selatan. 6.11. Narasi
mengenai sanksi antarsuku terhadap kesalahan suku, (Hak. 19-21). Narasi ini berbicara
disekitar sanksi antarsuku mengenai Benyamin untuk suatu kesalahan seksual dengan tanpa
hukuman tetapi diikuti dengan ganti rugi terhadap keanggotaan. Persoalan memasukkan
bagian ini untuk mendiskreditkan Saul, raja Israel pertama. Dengan kata lain, narasi
menunjukkan beberapa ciri sebagaimana peran para Imam dan perayaan tahunan di Silo.
6.12. Narasi perang Israel pre-Davidic dengan orang Filistin, (hlm.54). perhatian utama di
dalam laporan ini adalah fungsi tabut di dalam perang Israel dan kadang-kadang beberapa
indikasi hubungan sosioekonomi diantara Israel disatu pihak, dan Filistin dan penduduk asli,
di lain pihak. Secara khusus informasi yang banyak tersebar mengenai hubungan antara
“Israelites” dan “Hebrews”. 6.13. Narasi mengenai hubungan antara Israel dan Penduduk
Pribumi, (hlm.55). Tidak dapat disangsikan adanya problem mengenai bentuk dongeng yang
membingungkan dan bias yang dihasilkan oleh penulis dan editor yang kemudian dalam
semua cerita tersebut. Bukan soal konteks historis tetapi bahwa narasi tersebut memelihara
ingatan, bagaimanapun berubah, beberapa tipe mengenai permusuhan, asosiasi, dan
akomodasi antara Israel (atau proto-Israel) dan penduduk asli di Kanaan. Semua ini
berfungsi secara khusus untuk menunjukkan bahwa heterogenitas Israel adalah hasil dari
orang-orang Kanaan yang masuk ke dalam komunitas Israel. 6.14. Syair-syair Pastoral,
(hlm.56). Ruth 1-4:16 berbicara mengenai keluarga dan kehidupan petani di Betlehem
Yehuda, 1 Sam 1; 2:11-26 mengenai keluarga dan kehidupan religius di Efraim. Kedua
cerita (tales) ini fokus pada perempuan yang mencari penghiburan dan pahala atas
kehidupan saleh di dalam Yahweh sebagai jaminan mengenai kemampuan memiliki anak.
Jelas dari akhir kitab Rut bahwa pekerjaan ini selesai tidak lebih awal dari periode Daud.
Hal yang sama juga terjadi pada cerita Hanah dalam 1 Samuel 1 dan 2. Gottwald yakin
bahwa keduanya digunakan sebagai kesaksian mengenai Israel pramonarki. 6.15. Wilayah,
Batas dan Daftar-daftar Kota, (Yos. 13:6b-19:51). Analisis terhadap daftar ini diberikan dan
argumen untuk sumber administratif-nya diuraikan dalam pasal IV.17.2. Cukup disebutkan
bahwa nilai sejarah pramonarkinya adalah bahwa narasi ini mengindikasikan perkiraan
distribusi mengenai suku Israel yang lebih dekat dengan era pramonarki. 6.16. Teks-teks
Teofani dan Perjanjian. Teks-teks teofani dan perjanjian yang telah disebutkan (hlm.57)
dimasukkan sebagai sumber-sumber pramonarki Israel karena mereka berisi refleksi
mengenai bagaimana hubungan antara Yahweh dan Israel disusun sejak awal. masuk akal
untuk memperoleh garis besar konsep diri Israel awal dari teks-teks yang dimaksud sebagai
satu umat yang berhubungan secara khusus dengan Allah-nya dan pada saat yang sama
memperoleh garis besar mengenai organisasi sosial Israel sejauh hal itu dijelaskan oleh
ideologi kultusnya. 6.17. Hukum-hukum Apodiktik dan Kasuistik, (hlm.58). Koleksi
6
mengenai hukum-hukum yang paling tua dalam alkitab Ibrani ditemukan dalam kitab
undang-undang perjanjian dalam Kel. 20:24-23:19, yang berhubungan lebih dekat dengan
hukum di dalam dekalog Kel. 34, di dalam kitab undang-undang Deuteronomi, dan di dalam
kumpulan tulisan mengenai hukum keimaman.
7
Bagian IV
Sejarah Tradisi dan Komposisi kitab Yosua dan Hakim-hakim
8
Karakteristik pandangan Deuteronomik terhadap Yosua dan Hakim-hakim adalah
pemahaman yang bersifat teologis-kultik mengenai komunitas Israel sebagai umat yang
ditakdirkan untuk menduduki Kanaan hanya jika Israel mempertahankan integritas moral
dan kultusnya terhadap Yahweh. Komunitas Israel, sebagaimana pandangan editor, berada
dibawa perintah Yahweh dari awal untuk menghancurkan seluruh Kanaan. Meski demikian
terdapat fakta-fakta yang bertolak belakang di dalam pandangan Deuteronomik sendiri. Hal
ini berkaitan dengan banyaknya tradisi di dalam bahannya yang memperlihatkan bahwa
penaklukan secara total tidak pernah terjadi, sekurang-kurangnya sebelum periode Daud,
barangkali di sini editor memasukkan rasionalisasi teologis-moral terhadap penaklukan yang
tidak selesai: Yahweh membiarkan orang-orang Kanaan untuk menghukum Israel melalui
hubungan langsung dengan para penduduk dan allah mereka, khususnya untuk mencobai
iman Israel (Hak. 2:21-22), atau untuk mendidik Israel dalam seni berperang (Hak. 3:1-2),
dan seterusnya.
Kerangka aktifitas tradisionis Deuteronomik harus dilihat dalam hubungan dengan
formasi ideologis-kultus kuno. Hanya dengan cara seperti ini kita dapat menilai apa yang
khas untuk D dan apa yang ia bagikan bersamaan dengan para tradisionis yang lebih awal.
Deuteronomis tidak memberikan data penelitian mengenai permulaan Israel, lebih daripada
yang dilakukan J atau E, tetapi mengambil material-material yang tua, kadang-kadang
menulis ulang data tersebut, dan menghadirkannya di dalam beberapa perspektif.
Penyesuaian Deuteronomik terhadap moratorium pada tema-tema dasar yang baru.
Martin Noth menyatakan bahwa Deuteronomis adalah seorang penulis yang berbeda dengan
penulis J dan E. Dengan kata lain, Deuteronomis merupakan kontribusi individual penulis D.
Sedangkan J dan E merupakan usaha yang tidak berasal dari aktifitas pribadi tertentu tetapi
berkembang secara bertahap di dalam kultus via sekumpulan tema-tema utama. Perbedaan
ini memperlihatkan kita bahwa ketika sentralisasi kultus Israel pramonarki diciptakan,
desain tema-tema utamanya yang besar berakhir dengan masuk ke Kanaan, tidak ada usaha
dalam skala besar berikutnya dibuat dalam kelanjutan kultus untuk standarisasi dan
skematisasi sejarah Israel yang kemudian di negeri tersebut.
Sehubungan dengan sejarah suksesi Daud dan teologi kerajaan (royal theology) yang
berkembang pada periode monarki, Gottwald sama sekali tidak mengklaim adanya kematian
dari kultus sentral. Justru banyak fakta bahwa tindakan kultus teofani, pembaharuan
perjanjian, ingatan historis (historical recitation), dan pemberian hukum berlanjut
disepanjang sejarah monarki. Meski demikian, dengan adanya fondasi monarki sentralisasi
kultus kehilangan kekuatan kreatifnya sebagai pusat pembangkit skema-skema
komprehensif yang baru untuk menginterpretasi sejarah Israel. Implikasi langsung dari
membaca peran sentralisasi kultus tersebut dibawa monarki terhadap pemahaman kita
mengenai usaha para Deuteronomis sangat penting. Kitab Yosua dan Hakim-hakim tidak
disusun oleh D sebagai kitab yang terpisah. Di dalam Deuteronomi kita mendapatkan
gambaran yang jelas mengenai bagaimana sentralisasi kultus, ketika berusaha
memperbaharui dirinya sendiri pada periode monarki, dikerjakan tidak dengan
mengembangkan tema-tema baru, tetapi dengan menyulam (embroidering) tema-tema utama
yang tua.
9
Batas antara Yosua dan Hakim-hakim. Ketika sejarawan Deuteronomis bergerak
kedalam zaman Yosua, ia beralih dari mode of address ke mode of narration. Hal ini
membawa kita kepada pertanyaan yang sulit mengenai asal-usul, bentuk, dan status narasi-
narasi penaklukan dalam Yosua 1 – 12. Bagian ini juga merupakan satu pertanyaan
ideologis-kultus sebagai persoalan di dalam sejarah tradisi. Bagaimana kita menjelaskan
peralihan tiba-tiba dari the hortatory address genre – dimana Deuteronomi menghadirkan
seluruh tema-tema utama yang lain mengenai sejarah kanonis tua – ke narrative genre dari
Yosua di dalam mana terminal tema-tema utama dari peristiwa masuk ke Kanaan
dihadirkan.
Hal ini bisa dijawab dengan mengatakan bahwa peralihan tiba-tiba ini merupakan cara
sejarawan Deuteronomis menekankan pendudukan negeri tersebut sebagai peristiwa penting
dari tema-tema utama untuk tujuannya. Tetapi apapun hubungan narasi dari Yosua 1 – 12
terhadap sumber-sumber J dan E terdahulu, penyatuan konseptualisasi narasi-narasi
penaklukan kitab Yosua menyatakan sesuatu yang sangat penting mengenai sejarah narasi
tersebut pada periode pra-D.
10
mengontrol Lembah Edraselon, yang memisahkan Samaria from Galilea, dan merupakan
perang yang melawan koalisi raja-raja Kanaan dalam skala yang lebih besar. Yabin dengan
cara yang salah diperkenalkan di sini, sebagaimana ia absen versi puisi raja-raja Kanaan.
Anggapan bahwa Yabin dalam Hak. 4 mungkin anak atau cucu dari Yabin dalam Yos.11,
tidak berhubungan dengan nama biasa yang dipakai orang Kanaan. Akhirnya, mungkin
bahwa perang seperti yang dilaporkan di dalam Hak. 4 – 5 dipengaruhi oleh keyakinan di
dalam mana cerita analitis yang lebih tua dari perang yang kemudian dekat Hazor akhirnya
dikerjakan ke dalam cerita di dalam Yosua 11.
Yosua 13 – 19. Ciri kuat dari deskripsi pembagian daerah adalah hal itu sama sekali
tidak memberikan batas-batas, kota, atau wilayah secara keseluruhan. Batas barat dan
pendudukan Benyamin di sebelah barat, bagaimanapun, nampaknya hilang, dan Yehuda
tidak memiliki daftar kota untuk wilayah sentral antara Yerusalem dan Beth-zur. Daftar kota
untuk suku-suku di bagian paling selatan sangat lengkap, sementara tidak untuk Efraim.
Batas-batas, meskipun tidak selalu lengkap, diberikan untuk seluruh suku kecuali simeon
dan Dan. Penghilangan batas-batas Simeon merupakan hak untuk pertimbangan wilayah
simeon di dalam Yehuda. Sesuatu yang sama terjadi untuk Dan. Tidak ada informasi yang
diberikan untuk menampung Dan kecuali catatan mengenai perebutan koran Leshem = Laish
= Dan.
Masuk akal untuk menyatakan bahwa daftar-daftar kota di dalam Yos. 13 – 19
meninggalkan daftar klan untuk mengerahkan tentara pramonarki. Rupanya banyak nama
kota tersebut bukan Israel sampai periode daud. Dengan demikian daftar ini bukan daftar
klan yang tua tetapi hanya dirubah ke dalam daftar kota administratif. Pada kenyataannya,
dua fase yang berbeda secara mendasar mengenai pembagian wilayah ditempatkan
berdampingan, masing-masing disertai dengan gambaran berbeda mengenai para pejabat dan
mengenai tempat pembagian, dengan beberapa usaha untuk mengharmonisasikan narasi
pembagian tersebut dengan 19:51.
Hak. 1 – 2:5. Di sini perhatian difokuskan pada sejarah pendudukan suku secara
individual yang membentuk keseluruhan pasal pertama Hakim-hakim. Tambahan, materi
dengan tipe umum yang sama, tetapi tanpa pararel dengan Hak. 1, ditampilkan dalam
Bilangan dan Yosua: Makhir, Yair, dan Nobah mengambil sebelah timur Manasye (Bil.
32:39, 41-42); Israel gagal mengusir Gesur dan orang Maakha dari Transyordan (Yos.
13:13); Yosef mengambil daerah pegunungan (Yos. 17:14-18); suku Dan menyerang Lesem
(Yos. 19:47). Gottwald juga memberi kesan bahwa inti dari cerita mengenai perang di
Gibeon/Beth-horon (Yos. 10:6-11, 15) dan perang di Merom (Yos. 11:5-10, 11b, 13)
memiliki tipe analitis yang sama dengan material Hak. 1.
Arti yang nyata bagi penulis Hak. 2:1-5 bahwa, menurut Hak. 1 terdapat suku-suku
yang hidup bersama dengan orang Kanaan yang tidak diusir keluar. Dalam hal ini menjadi
jelas bahwa orang Kanaan tetap tinggal di dalam wilayah suku bukan karena penolakan
Israel mengeluarkan mereka, tetapi karena kelemahan politis-militer Israel berhubungan
dengan beberapa daerah kantong orang Kanaan. Pertanyaan penting adalah apakah sketsa
mengenai pendudukan bangsa Israel di Kanaan menjadi sempurna? Secara jelas, tidak.
Ruben, Gad, dan Isaskhar diabaikan. Disamping penaklukan Yehuda, hanya penaklukan
Betel oleh the house of Joseph disebutkan. Dari hubungan antar bagian di dalam Bil. dan
11
Yos., masuk akal untuk kita simpulkan bahwa sumber induk Hak. 1 memiliki informasi
mengenai penaklukan tambahan seperti Manaseh bagian timur (Bil. 32:39, 41-42),
Benyamin/Efraim (Yos. 10:6-11, 15), Naftali (Yos. 11:5-10, 11b, 13), kelompok Yosef (Yos
17:14-18), dan Dan (Yos. 19:47; Hak. 18:1b-2a, 7-12, 27b-29).
Selain itu, terdapat banyak kekosongan dan inkonsistensi yang tidak dapat diselesaikan
dengan memuaskan. Misalnya, apakah Yehuda melakukan peperangan dengan orang
Kanaan di Bezek, bagian utara Sikhem sedangkan ia berada jauh di bagian selatan?
Mengapa orang Yehuda membawa raja Adonibezek sebagai tawanan ke Yerusalem kalau
mereka tidak merebut kotanya? Apakah Yerusalem diambil dan dibakar jauh sebelum
periode Daud kemudian diduduki kembali oleh orang Yebus? Jika Yerusalem direbut oleh
Yehuda, mengapa disebutkan bahwa Benyamin tidak mengeluarkan orang Yebus dari
Yerusalem? dan seterusnya. Kekurangan informasi dan kontradiksi seperti ini menjadi sulit
bagi sejarawan untuk mengetahui bagaimana mencocokkan berbagai cerita bersama dalam
satu rekonstruksi mengenai pendudukan Israel di Kanaan. Sehingga ini meyakinkan kita
bahwa permulaan Israel memiliki memori pendudukan suku secara individual yang berbeda,
tetapi itu tidak menyampaikan kepada kita bentuk-bentuk apapun untuk keselarasan
pendudukan suku di dalam satu kerangka temporal yang secara sederhana dapat
menggantikan kerangka sentralisasi Yosua 1 – 12.
12
Sejarah pendudukan lokal. Dalam berusaha untuk menentukan otorisasi pendudukan
daerah, suku Yusuf menegaskan dominasi mereka melalui produksi suatu cerita ideologis-
kultus dimana sejarahnya ynag khas dan Yosua sebagai pemimpin mereka memiliki tempat
utama. Mengapa suku Yusuf mendominasi persoalan ini? Ada dua faktor: pertama, adalah
hubungan erat antara Yusuf dan suku Lewi. Ini sering dijelaskan melalui teori bahwa orang
Lewi dan suku Yusuf bersama-sama di Mesir dan masuk ke Kanaan secara bersama setelah
keluar dari Mesir. Kedua, kamp militer suku Yusuf dalam wilayah utara Yerusalem
merupakan pencetus formasi Israel.
Suku lain, yang diakui sebagai keturunan Yusuf (Efraim dan Manasye) tidak ingin
diajak bergabung ke dalam kesatuan Israel, tetap menghargai narasi mereka sendiri yang
terpisah sehubungan dengan pembagian milik pusaka kepada mereka. Dalam hal ini terdapat
persoalan mengenai penggantian narasi penaklukan yang terpusat dengan sejarah
penaklukan lokal oleh penulis J. Dapat dikatakan bahwa J dan E bukan kekurangan materi
narasi mengenai tema the land-taking, tetapi mereka memiliki sekumpulan material yang
berbeda. Gottwald cenderung berpikir bahwa P menemukan harmonisasi narasi penaklukan
J dan E, dan memuaskan bahwa P sama sekali menghilangkan narasi penaklukan J/E
mengenai harmonisasinya sendiri terhadap J.E dalam Kejadian sampai bilangan (kecuali Bil.
32:34-38, 39, 41-42, yang barangkali dipertahankan karena P membayangkan bagian ini
sebagai yang berasal dari penaklukan Transyordan, yang ia bawa). Sebagai kemungkinan
lain, jika J/E digabung di dalam satu edisi paling awal, secara sederhana P menghilangkan
bagian narasi yang tumpang tindih dengan resensi D.
Tradisi-tradisi pembagian wilayah. Benar bahwa zona pendudukan suku beralih dalam
beberapa dekade sebelum monarki dan komposisi dari sub-unit suku berubah dalam periode
tersebut. Akibatnya, permulaan tradisi pembagian wilayah sebaiknya ditandai dengan
munculnya monarki, ketika secara bersamaan komponen sosioekonomik pramonarki Israel
diperbaharui ke dalam wilayah administratif kerajaan Daud.
Gottwald menyarankan bahwa daftar pembagian dalam Yos. 13-19 hanya merupakan
bentuk yang terpotong dari sumber induknya, yang diasumsikan disimpan dalam arsip
negara di Yerusalem. Karena itu Yos. 13-19 bukan merupakan material dalam bentuk
sepenuhnya untuk tema utama memasuki Kanaan. Asumsinya bahwa J dengan mudah
memiliki akses terhadap arsip di Yerusalem, sedangkan E yang di utara tidak memiliki akses
tersebut. Lebih rinci rekonstruksi tradisi dalam Yos 13-19 bisa diberikan sebagai berikut:
setelah Salomo merevisi pembagian administrasi, daftar di dalam Yos 13-19 tidak lagi
berfungsi. Sementara mereka tidak digunakan lagi, materi Yos 13-19 ini tetap menjadi
materi yang, bagi para tradisionis, tetap menggambarkan cakupan penaklukan orang Israel.
Menjadi mungkin bahwa pembagian wilayah oleh Yosua kepada suku di Gilgal (Yos. 14:6)
menjadi suatu jejak kerangka J terhadap tradisi pembagian. Selanjutnya, E mengambil
tradisi pembagian dan menyisipkannya ke dalam versi narasi penaklukannya. Sementara
untuk J rangkaian pembagian tanah diikuti oleh penaklukan lokal, bagi E rangkaian
penaklukan secara keseluruhan diikuti oleh pembagian tanah. D mengharmonisasikan
ketidakcocokan ini melalui pernyataan Yosua sebagai pemimpin penaklukan (sesui dengan
E), dan beberapa suku sebagai penakluk yang berdiri sendiri “setelah kematian Yosua”
(sesuai dengan J).
13
Narasi-narasi lokal mengenai kemenangan oleh Hakim-hakim. Laporan penaklukan
dikontrol oleh satu perhatian utama dengan pertanyaan: bagaimana Israel pertama kali
mendapatkan wilayahnya? Meskipun sejarah penaklukan dibatasi oleh tindakan-tindakan
suku secara terpisah, namun segera mereka menjadi satu kesatuan dengan ide sentralisasi
penaklukan. Alasan keberadaan mereka sebagai satu perkumpulan adalah untuk memberikan
satu narasi penaklukan alternatif ke dalam tema ‘masuk ke Kanaan’. Hal yang sangat
penting mengenai cerita Hakim-hakim adalah detail mengenai politik-militer yang lengkap
dan terperinci. Ciri politis-militer ini menonjol pun ketika aspek narasi dibentuk oleh
legenda dan teofani kultus (seperti cerita Gideon) dan oleh motif-motif rakyat (seperti cerita
Samson). Ciri khas dari cerita tersebut dapat dijelaskan jika kita memposit bahwa cerita itu
berkembang di luar kultus sentralisasi utama dimana teofani, perjanjian, ucapan historis, dan
pemberian-hukum dirayakan. Akar mereka sangat berbeda. Sebagian, stimulus cerita
tersebut kadang-kadang berada di dalam aktifitas tindakan kultus mengenai persiapan perang
atau pada saat perayaan setelah perang. Terakhir, cerita hakim-hakim secara eksplisit lebih
menonjolkan perhatian politis dengan internal order daripada tradisi penaklukan. D
memegang perhatian ini dengan internal order dibawa rubrik ‘Hakim-hakim’.
Persoalannya adalah apa sebenarnya yang D dan sumbernya maksudkan dengan
“hakim-hakim” yang memimpin perang (major judges) dan “hakim-hakim” yang
memerintah seluruh Israel (minor judges). Perhatian edisi D dengan “hakim-hakim” lebih
kepada cara kaotik dan tidak teoretis, sebaliknya narasi penaklukan tidak memberi perhatian
pada persoalan tersebut. Rupanya beberapa narasi dihimpun di dalam satu rangkaian oleh
editot atau tradisionis pra-D. Misalnya, cerita Samson berdiri terlepas dari pendahuluan
cerita hakim-hakim baik di dalam tindakan kepahlawanannya sendiri dan juga dalam
perkembangan motif-motif rakyat. Dua cerita terakhir (Hak. 17-18, 19-21) bagiamanapun
tidak menceriterakan hakim-hakim dan tidak dibawa ke dalam kerangka teologis-moral pan-
Israel D. Ini lebih baik dipahami sebagai tambahan untuk narasi hakim-hakim, sangat
mungkin ditambahkan di dalam edisi D yang terakhir.
14