Anda di halaman 1dari 19

B.

KEGIATAN BELAJAR 2: PROSES PEMBENTUKAN KITAB SUCI


1. KOMPETENSI MAHASISWA
1.1 Kompetensi Inti
Mahasiswa menguasai pola pikir dan struktur keilmuan materi ajar Kitab Suci secara bermakna
yang dapat menjelaskan aspek “apa” (konten), “mengapa” (filosofi), dan “bagaimana”
(penerapan) dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Kompetensi Dasar


Mahasiswa mampu menguasai (pokok-pokok iman dan tradisi Kristiani) proses pembentukan
Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang menjadi dasar pelaksanaan tugas
sebagai guru pendidikan Agama Katolik yang profesional.

1.3 Indikator
a. Mampu menguraikan asal-usul istilah Perjanjian Lama;
b. Mampu menguraikan proses pembentukan Kitab Suci Perjanjian Lama;
c. Mampu menjelaskan asal-usul nama Perjanjian Baru;
d. Mampu menguraikan proses pembentukan Kitab Suci Perjanjian Baru.

1.4 Tujuan Pembelajaran


Setelah mempelajari Kegiatan Belajar 2 tentang Pembentukan Kitab Suci, maka mahasiswa
diharapkan mampu:
a. Menjelaskan asal-usul dan makna istilah Perjanjian Lama;
b. Menjelaskan makna istilah Perjanjian Lama;
c. Menjelaskan asal-usul dan makna istilah Perjanjian Baru;
d. Mengkonstruksi tahapan pertumbuhan Kitab Suci Perjanjian Lama dalam sejarah Israel;
e. Membandingkan berbagai tradisi yang membentuk Kitab Suci Perjanjian Lama;
f. Mengkonstruksi tahapan pertumbuhan Kitab Suci Perjanjian Baru;
g. Menafsirkan perikop Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru berdasarkan
pemahaman atas sejarah terbentuknya Kitab Suci;
h. Membuat renungan berdasarkan pemahaman tentang proses terbentuknya Kitab Suci
Perjanjian Lama dan Baru;
i. Menentukan perikop Kitab Suci dengan tepat untuk kepentingan pembelajaran dan
kegiatan pastoral.

26
2. PETA KONSEP

1. Proses Terbentuknya Kitab Suci Perjanjian Lama

Pertumbuhan Kitab Suci PL


Istilah PL dalam Sejarah Israel

2. Proses Terbentuknya Kitab Suci Perjanjian Baru

Tahapan Pembentukan Kitab


Nama Perjanjian Baru
Suci Perjanjian Baru

3. URAIAN MATERI KEGIATAN BELAJAR 2: PROSES PEMBENTUKAN KITAB


SUCI
3.1 Proses Terbentuknya Kitab Suci Perjanjian Lama
3.1.1 Istilah Perjanjian Lama
Asal-usul nama “Perjanjian Lama” tampaknya kurang begitu jelas. Kitab Suci
Perjanjian Lama sendiri tidak menggunakan istilah itu. Sukendar dan Masan Toron (2011:3)
menjelaskan bahwa nama “Perjanjian Lama” diduga berasal dari St. Paulus (2 Kor 3:14). Istilah
ini mungkin dibentuk berdasarkan pandangan Yeremia (Yer 31:34). Dalam penggunaan sehari-
hari, sebutan Perjanjian Lama merujuk pada 49 kitab yang diakui sebagai Kitab Suci oleh
agama Kristen. Secara substansial, Perjanjian Lama berarti perjanjian yang diikat Tuhan dan
umat Israel di Sinai (Kel 19-24). Sedangkan Perjanjian Baru adalah perjanjian yang diikat
Tuhan dengan seluruh umat manusia dengan Kristus (Luk 22:20). Kata perjanjian dipakai
untuk menunjukkan jalinan istimewa antara Allah dengan manusia.
3.1.2 Pertumbuhan Kitab Suci Perjanjian Lama dalam Sejarah Israel
Kitab Suci Perjanjian Lama terbentuk melalui proses yang sangat panjang, rumit, dan
bertahap. Dalam proses tersebut ada proses redaksi ulang sebagai wujud pembacaan ulang
suatu kitab atau teks agar cocok dengan konteks yang baru. Oleh karena itu, kita tidak mungkin

27
dapat dengan sangat mudah dan pasti menentukan waktu terjadinya suatu kitab. Untuk
beberapa kitab, waktu penulisan yang pasti mungkin mudah diketahui. Akan tetapi, ada juga
kitab atau naskah yang sangat sulit dipastikan waktu penulisannya. Yang ada hanya hipotesa-
hipotesa yang mungkin bisa diterima.
Meskipun demikian, kita dapat mengetahui dengan pasti bahwa Kitab Suci Perjanjian
Lama tidak tiba-tiba muncul sebagai tulisan-tulisan. Jauh sebelum ditulis sudah terdapat cerita-
cerita lisan tentang hubungan Israel dengan Allah dalam perjalanan hidup bangsa mereka sejak
leluhur mereka Abraham. Kisah-kisah mengenai kehidupan para leluhur diwariskan secara
turun-temurun hingga berbagai kisah itu ditulis. Bahkan setelah ditulis pun, selalu ada proses
redaksi ulang agar cocok dengan situasi aktual bangsa Israel. Dengan demikian, dapatlah
dikatakan bahwa Kitab Suci Perjanjian Lama merupakan endapan tradisi lisan yang ditulis.
Selain itu, pembentukan Kitab Suci Perjanjian Lama tidak dapat dipisahkan dari sejarah
umat pilihan. Kitab Suci Perjanjian Lama terbentuk seiring dengan sejarah kehidupan umat
pilihan tersebut yang dipandang sebagai sejarah keselamatan. Sejarah penyelamatan Allah itu
dimulai dengan pilihan Allah terhadap Abraham yang terjadi pada abad XIX/XVIII SM hingga
abad I SM. Kendati demikian, Musalah sang pemimpin dan pemberi hukum yang pada abad
ke 13 SM menghimpun sekelompok suku-suku pelarian menjadi suatu bangsa, yang mengawali
gerakan religius besar-besaran. Gerakan inilah yang akhirnya menghasilkan tulisan-tulisan
yang kemudian dipandang dan diyakini sebagai anugerah Allah kepada umat manusia.
Selanjutnya, ada beberapa peristiwa penting yang sangat menentukan eksistensi bangsa
pilihan, yaitu perbudakan Mesir dan eksodus serta pemberian hukum di Sinai dalam
pengembaraan di padang gurun, pendudukan tanah Kanaan, pembentukan monarki,
perpecahan kerajaan, dan pembuangan demi pembuangan hingga penjajahan Romawi. Untuk
mendapatkan sedikit gambaran tentang proses terjadinya Kitab Suci Perjanjian Lama dalam
sejarah Israel, berikut akan diuraikan penulisan Kitab Suci Perjanjian Lama dalam setiap tahap
sejarah Israel (Weiden & Suharyo, 2000: 9-93; Isak, 2003: 51-93).
Pertama, Periode Para Bapa Bangsa (1900/1800-1600 SM). Dalam periode para Bapa
Bangsa belum ada kegiatan menuliskan naskah Kitab Suci. Konsep-konsep religius mengenai
hubungan Yahwe dan para Bapa Bangsa diteruskan secara lisan dari generasi ke generasi.
Karena itu disebut tahap pra-literer. Sehubungan dengan tradisi lisan pra-literer itu dikenal
bentuk sastra yang dinamakan “Saga”, “Mitos”, dan “Etiologi”. Saga berarti kisah legendaris
tentang para leluhur, yang sengaja dilebih-lebihkan untuk menggarisbawahi bahwa toko itu

28
penting dan hebat karena dapat mengerjakan hal-hal yang luar biasa. Karena itu, dalam periode
ini beredar banyak saga tentang leluhur Israel (tentang Sara Kej 12; 10-20; 20:1-18; tentang
Ribka Kej 26; dan tentang Yakub 25: 29-34; 30: 31-34), saga tentang kehidupan sehari-hari
(1:22-34; 34), dan tentang hubungan dengan Yahwe lewat perjanjian dengan Abraham, Ishak,
dan Yakub (12:1-9; 28:10-22). Berbagai tradisi yang diteruskan secara lisan ini baru
dituangkan dalam bentuk tulisan dalam abad 10 SM. Berbagai hasil penggalian arkeologis di
Mari dan Nuzi mendukung kebenaran berbagai informasi ini.
Selain dalam bentuk Saga, berbagai tradisi oral tentang para Bapa Bangasa diteruskan
juga dalam bentuk sastra yang dinamakan Mitos. Mitos berarti kisah tentang tema-tema
tradisional dengan motif-motif yang berbeda dari bahasa dan pengalaman manusiawi yang
biasa sehari-hari. Motifnya tidak hanya menyangkut penciptaan. Mitos bisa juga bermotifkan
tokoh-tokoh legendaris yang diambil dari dunia ilahi, dewa/i, para pahlawan, usul asal adat
kebiasaan masa lampau atau dari kelompok etnik. Mitos sering dikaitkan dengan kegiatan ritus.
Dalam ritus atau ibadat itu mitos berfungsi sebagai media yang menjelaskan secara dramatis
apa yang sedang dirayakan. Sering mitos itu bersifat etimologis. Karena itu, dalam hal-hal
tertentu mitos sama artinya dengan etiologi. Kata ini berasal dari bahasa Yunani “aitia” yang
berarti usul-asal. Jadi secara etimologis etiologi berarti ceritera yang dikisahkan untuk
menjelaskan usul asal atau penyebab dari gejala yang ada sekarang oleh merujuk ke suatu
peristiwa masa lampau yang dinyatakan sebagai penyebab efektifnya. Kitab Kejadian bab 1-
11 dapat dikatakan seluruhnya mitos dan etiologi. Kisah penciptaan (Kej 1-3) menjelaskan usul
asal manusia, dunia ciptaan, dan kejahatan atau dosa di dunia. Kisah Kain dan Abel (Kej 4-5)
menjelaskan mengapa terjadi berbagai konflik antara manusia. Kisah Nuh dan penyebaran
keturunan Adam (Kej 6-9) menjelaskan akibat-akibat dosa manusia. Kisah candi Babel (Kej
11) adalah etiologi yang menjelaskan mengapa terjadi kekacauan dan perpecahan antara
manusia.
Kedua, Periode Mesir, Keluaran, dan Sinai (1600-1225 SM). Dalam masa
pengembaraan ini dan seterusnya sampai di perbatasan Yordania dan tanah Kanaan
diperkirakan sudah mulai ada kegiatan menulis teks Kitab Suci. Nyanyian Miriam (Kel 15:21)
diperkirakan sudah ditulis pada masa pengembaraan ini. Demikian juga Kel 19-24, paling
kurang intinya Kel 20:1-17 (teks dekalog) dan Kel 22:21-23:19 yang memuat berbagai
peraturan dengan rumusan apodiktis (rumusan perintah dalam bentuk larangan seperti jangan

29
begini atau jangan begitu) yang mengatur hubungan Israel dengan Tuhan dan sesamanya.
Sementara itu, berbagai tradisi mengenai para Bapa Bangsa tetap diteruskan secara lisan.

Pada zaman pendudukan di bawah Yosia, kehidupan religius mereka berpusat pada
dokumen perjanjian. Karena itu, mereka sering berkumpul di sentrum kultus seperti Sikhem
untuk beribadat. Pada kesempatan semacam itu, mereka mengisahkan dan merefleksikan
kembali berbagai pengalaman mereka dari masa lampau. Dokumen perjanjian dibacakan dan
mereka mengadakan pembaruan janji setia kepada Yahwe. Maka tidak heran jika naskah
perjanjian ini kemudian menjadi bagian dari teks Kitab Suci.
Ketiga, Periode Pendudukan dan Para Hakim (1225-1030 BC). Masa ini
berlangsung hampir 195 tahun. Dalam periode ini diperkirakan sudah ada semacam koleksi
tertulis dari berbagai tradisi oral mereka entah berupa cerita, nyanyian, entah teks-teks hukum.
Hal ini tampak dari adanya buku Yashar dan buku Perang Yahwe yang sering disebut dalam
Kitab Hakim-Hakim dan dalam kitab nabi-nabi perintis pada umumnya, meskipun kedua buku
itu tidak ditemukan lagi.
Keempat, Israel di Bawah Tiga Raja Pertama (1030-931/930 SM). Pada abad ke-10
SM, di bawah pemerintahan Salomo yang mendirikan Sekolah Kebijaksanaan Yerusalem
tampaknya ada banyak kegiatan tulis-menulis. Dalam rentang 100 tahun tersebut diperkirakan
bahwa berbagai tradisi lisan yang hingga saat itu diteruskan di sekitar tempat kultus seperti di
Hebron, Beersheba, dan Sikhem, mulai ditulis pada saat itu. Itu berarti bahwa Kitab-Kitab
Sejarah mulai ditulis. Berbagai mitos dari dunia sekitar juga ditambahkan dalam narasi historis.
Peristiwa Sinai menjadi pusat dari berbagai kisah itu. Menurut para ahli, penulisan sejarah pada
abad ke-10 SM ini dikerjakan oleh para Teolog Yahwist. Disebut teologi Yahwist karena
mereka menggunakan nama Yahwe untuk Tuhan yang mereka sembah. Ciri dari dari teologi
tersebut adalah:
 Mereka menekankan konsep Allah yang imanen, yang hadir dalam sejarah manusia (dekat,
akrab).
 Pengisahan mereka menunjukkan beberapa kekhasan, yakni bahasa yang menarik dan
sederhana dan pelukisan Allah secara antropomorfistis.
 Menekankan konsep universalisme religius.
Selain tradisi leluhur, berbagai kisah seputar pergantian takhta Daud (2 Sam 9- 1 Raj 2)
yang mungkin sudah tercatat dalam arsip kerajaan mulai ditulis. Perlu dicatat bahwa penulisan
sejarah yang dimaksudkan disini bukanlah sejarah dalam arti modern yang mementingkan

30
koherensi fakta historis, melainkan lebih merupakan historical novel yang ditandai dengan ciri-
ciri dramatis, psikologis, dan teologis untuk menggarisbawahi peranan Yahwe di balik
peristiwa sejarah itu.
Selain itu, berbagai kata bijaksana, baik dari khazanah kebijaksanaan Israel sendiri
maupun dari dunia sekitar mulai dihimpun dan dipelajari di Sekolah Kebijaksanaan Salomo.
Berbagai mazmur juga dihimpun. Sistem administrasi istana dan kenisah memungkinkan
munculnya berbagai peraturan dan hukum, baik bagi kehidupan politik maupun bagi kehidupan
religius (kultus). Dengan demikian, bukan mustahil bahwa pada zaman itu juga berbagai
peraturan hukum sudah mulai dihimpun.
Kelima, Periode Kerajaan Terpecah (931/930 SM -587/586 SM). Berkaitan dengan
penulisan Kitab Suci pada periode ini, ada beberapa catatan penting. Yang pertama adalah
penulisan sejarah. Sekitar abad ke-9/8 SM, para teolog Elohist menulis sejarah Israel dari
zaman Abraham sampai Musa. Oleh para ahli, versi ini disebut sumber atau dokumen Elohist.
Dinamakan demikian karena nama yang dipakai untuk Tuhan dalam dokumen ini adalah
Elohim. Penulisan sejarah ini sangat dipengaruhi oleh siklus cerita Elia dan Elisa yang sangat
menekankan dan memperjuangkan monoteisme dan transendensi Allah. Penulisan mereka
menunjukkan beberapa kekhasan:
 Bahasa yang digunakan kurang menarik karena bersifat menggurui;
 Sangat diwarnai oleh semangat nasionalisme Israel;
 Menekankan konsep Allah yang transenden sehingga deskripsi tentang Tuhan kurang
antropomorfistis;
 Allah tidak berkomunikasi langsung dengan manusia, tetapi memakai pengantara seperti
malaikat atau lewat mimpi;
 Memberikan perhatian utama pada tradisi Yakub yang mendiami Wilayah Utara dan
Tengah;
 Mementingkan tradisi Sinai dan karenanya menekankan kesetiaan pada Perjanjian.
Selain penulisan sejarah, sejumlah arsip kerajaan dihimpun dan kronik disusun.
Selain penulisan sejarah, pada fase ini muncul warta kenabian/profetis. Nabi-nabi
perintis seperti Elia dan Elisha menyampaikan wartanya pada abad ke-9 SM, namun siklus
cerita tentang mereka baru ditulis sekitar abad ke-8 SM. Dalam abad ke-8 SM, Amos dan Hosea
menyampaikan warta profetis tertulis di Kerajaan Utara, sedangkan Proto-Yesaya dan Mikha
menyampaikan warta tertulis di Yehuda kurang lebih pada zaman yang sama. Inti pewartaan

31
mereka adalah seruan untuk bertobat dan kembali setia kepada Perjanjian. Berkaitan dengan
itu, mereka melancarkan berbagai kritik sosial, religius, politik, dan kultural.
Selanjutnya, ada tradisi Deuteronomis. Tradisi ini dimulai dengan penghimpunan
berbagai peraturan kultis, yang sekarang terdapat dalam Ul 12-26. Gerakan para teolog
deuteronomis ini dimulai di Utara sekitar awal abad ke-8 SM. Ketika kemudian Kerajaan Utara
jatuh ke tangan kekuasaan Asyur, dokumen ini diselamatkan dan dibawa ke Yehuda, lalu
disempurnakan dan diredaksi menjadi edisi pertama kitab Ulangan, yang mencakup Ul 5-28.
Gerakan kelompok ini disebut Gerakan Deuteronomis. Secara harfiah, deuteronomis berarti
hukum yang kedua. Namun dalam konteks ini, kata itu berarti hukum yang diperbarui.
Dinamakan demikian karena sasaran utama Gerakan Deuteronomis adalah pembaruan hidup
hukum, yakni kembali setia kepada Perjanjian dengan Yahwe, pemurnian iman Yahwistik dan
menjauhi segala bentuk sinkretisme.
Yang terakhir adalah literatur kebijaksanaan. Selain tulisan yang disebutkan di atas,
berbagai Mazmur juga dikarang dan dihimpun, baik di Utara maupun di Selatan. Demikianpun
kata-kata bijaksana tetap dihimpun di Yehuda.
Keenam, Yehuda Pasca Kejatuhan Samaria (722-587/6 SM). Selama kurang lebih
200 tahun di Yehuda pasca kejatuhan Samaria, ada beberapa langkah penting dalam
perkembangan penulisan Kitab Suci.
1) Ketika Samaria jatuh, ada sejumlah dokumen diselamatkan ke Yehuda oleh elit religius
Samaria yang mengungsi ke Yehuda. Menurut hipotesis Redaction Criticism (Analisis
Redaksi), pada zaman pemerintahan Hizkia ada seorang redaktur berusaha
menggabungkan dokumen (tradisi) Y dan E menjadi YE. Nama yang digunakan untuk
Allah Abraham adalah Tuhan Allah. Nama ini menggarisbawahi sekaligus konsep Allah
yang transenden dan imanen. Dalam penggabungan tersebut, tradisi Y dijadikan dasar,
sedangkan tradisi E dijadikan sebagai pelengkap. Sesudah penggabungan itu, dalam
perkembangan selanjutnya sukar ditentukan mana tradisi E yang asli.
2) Dalam penulisan warta profetis, selain Amos dan Hosea (di Utara), Yesaya dan Mikha (di
Selatan), muncul pula empat nabi penting lainnya, yakni Nahum, Zefanya, Yeremia, dan
Habbakuk. Karya mereka dihimpun oleh para murid mereka. Sementara itu, tulisan-tulisan
Amos dan Hosea disadur kembali dan diwartakan di Yehuda dengan perubahan atau
penyesuaian kecil untuk menjawab situasi Yehuda. Misalnya, penambahan kata Yehuda
sesudah Israel atau Sion dan Yerusalem sesudah Samaria. Selain itu, ada juga berbagai

32
sisipan khusus ditujukan untuk Yehuda (bdk. Am 2:4-5:3:1; 6:1; Hos 1:7; 5:5; 6:11; 12:3,
dll.). Penyaduran dan proses kontekstualisasi ini membuktikan kepekaan religius waktu
itu bahwa rencana dan maksud Tuhan yang disampaikan lewat warta para nabi, tidak saja
dimaksudkan untuk Israel, tetapi juga untuk Yehuda.
3) Sementara itu, penulisan sejarah Israel diteruskan oleh para teolog pendukung Gerakan
Deuteronomis setelah kematian Yosia. Karena itu, muncullah penulisan sejarah yang
dinamakan Kisah Sejarah Deuteronomis. Materi sejarah yang ditulis cendekiawan ini
mencakup bahan sejarah mulai dari Musa (dalam Kitab Ulangan) sampai Israel di
pembuangan. Sejarah Israel ditulis kembali dalam perspektif pembaharuan janji setia
kepada Perjanjian. Di sekitar teks dasar Ul 5-28 mulai ditambahkan berbagai cerita lain
yang menghasilkan edisi pertama Kisah Sejarah Deuteronomis. Karya kemudian
dilanjutkan dan disempurnakan di Babel. Kitab Ulangan ditambahkan dengan bab 1-4 dan
31-34 dan akhirnya menghasilkan edisi kedua Kisah Sejarah Deuteronomis yang kini
mencakup seluruh Kitab Ulangan, Yosua, Hakim-Hakim, 1-2 Samuel, dan 1-2 Raja-Raja.
Inti refleksi teologis dari kitab-kitab tersebut atas sejarah Israel adalah sbb:
a. Sejarah umat Israel adalah sejarah kesetiaan Yahwe terhadap umat pilihan-Nya dan
sejarah kesetiaan dan ketidaksetiaan umat-Nya terhadap Perjanjian;
b. Umat Israel diajak untuk terus-menerus bertobat dan kembali setia pada Perjanjian;
c. Seluruh kegiatan kultus yang murni dan benar harus berpusat di Yerusalem;
d. Baik Israel maupun Yehuda merupakan komunitas persaudaraan. Oleh karena itu,
mereka harus solider, hidup rukun, dan damai.
4) Selain itu, khazanah Sastra Kebijaksanaan juga bertambah. Berbagai Mazmur bertambah.
Mazmur-mazmur yang ada diredaksi ulang demi aktualisasi dan kontekstualisasi. Berbagai
Amsal (25:1-29:37) dihimpun oleh guru-guru bijaksana yang menjadi pegawai di Istana
Hizkia. Kitab Genesis bab 37-50 diredaksi ulang oleh pegawai istana raja untuk
menjadikan Yusuf sebagai tokoh pegawai teladan.
Ketujuh, Periode Pembuangan di Babel (587-539/538 SM). Fase Pembuangan Babel
merupakan suatu tahap penting dalam pertumbuhan Kitab Suci Perjanjian Lama. Pada fase ini
ada beberapa kegiatan penulisan Kitab Suci. Penulisan Kitab Sejarah. Pada tahun 560 SM,
edisi ke-2 Kisah Sejarah Deuteronomis disempurnakan dan menjadi rampung, sebagaimana
ditemukan sekarang dalam Kitab Ulangan sampai 2 Raja-raja. Beberapa kitab ini diwarnai oleh
gagasan Pan-Israel dan reformasi religius dan politis.

33
Dalam kelompok Kitab Kebijaksanaan dan Didaktis muncul Kitab Ratapan. Mereka
yang tinggal di Yerusalem dan mereka yang kemudian kembali dari pembuangan meratapi
reruntuhan tembok-tembok Yerusalem. Semuanya itu didokumentasikan dalam Kitab Ratapan.
Kitab Suci sendiri menyatakan bahwa ratapan tersebut dikarang oleh Nabi Yeremia. Akan
tetapi, kritik literer modern menunjukkan bahwa ratapan tersebut agaknya tidak dikarang oleh
Yeremia, tetapi oleh para muridnya.
Pada masa pembuangan juga muncul Kitab Yehezkiel dan Deutero-Yesaya. Sementara
itu, kitab para nabi yang sudah ada seperti Amos, Hosea, Yesaya, Mikha, Nahum, Zefanya,
Yeremia, dan Habakuk dikumpulkan kembali dan diredaksi ulang seturut konteks atau situasi
pembuangan. Dengan demikian, berbagai kitab tersebut mendapat bentuk finalnya. Pada tahap
ini juga dikarang berbagai Mazmur yang menggambarkan situasi dan pengalaman di tempat
pembuangan. Mazmur-mazmur yang dimaksud adalah Mzm 137; 79; 74; 55; 44; 22, dan 21.
Setelah Kenisah Yerusalem hancur, sistem pendidikan para imam mengalami
kemacetan. Para imam lantas mencari jalan dan bentuk lain untuk pelayanan kenisah yang baru.
Sejajar dengan penulisan sejarah oleh aliran Deuteronomis di Babel berkembang pula gerakan
para imam yang dipelopori Yehezkiel. Pusat perhatian mereka adalah hukum kekudusan yang
intinya dapat ditemukan dalam Kitab Imamat bab 17-26. Mereka mempertahankan kekudusan
Allah dan melukiskan umat Allah sebagai umat imami yang memusatkan hidupnya pada kultus
dan liturgi. Untuk itu, mereka mengumpulkan kembali berbagai tradisi tua, terutama Hukum
Musa, lalu menerbitkannya dengan gaya baru yang diwarnai peraturan kultis. Oleh para ahli,
versi baru sejarah Israel yang diwarnai peraturan kultis para imam dinamakan dokumen atau
tradisi Priester Codex/P (Para Imam). Tradisi ini dapat ditemukan dalam Kitab Kejadian,
Imamat, dan Bilangan, dan berisi sejarah Israel sejak Abraham hingga Musa seperti yang telah
ditulis dalam tradisi Y dan E. Tradisi P menambahkan sebuah refleksi teologis tentang berbagai
peristiwa pada awal mula penciptaan dunia, yang kini terdapat dalam Kej 1-11. Beberapa
kekhasan tradisi P adalah sebagai berikut:
1) Menggarisbawahi silsilah keturunan (toledot);
2) Menambahkan banyak peraturan kultis/ibadat dan adat-istiadat religius yang dikaitkan
dengan tradisi Bapa-Bapa Bangsa dan Musa;
3) Gaya bahasa mereka panjang lebar dan kaku;
4) Gemar dengan angka-angka dan memberi catatan tentang usia;
5) Menekankan berbagai peraturan kultus dan kemurnian kultus;

34
6) Seperti tradisi E, ia menekankan transendensi Allah.
Tradisi ini mencapai puncak perkembangannya pada masa pembuangan Babel.
Kedelapan, Periode di Bawah Persia/Pasca Pembuangan (539/8-333 SM). Di bawah
pemerintahan Persia, penulisan Kitab Suci Perjanjian Lama hampir selesai. Penulisan
Pentateukh oleh tradisi Y, E, D, dan P dapat dikatakan mencapai bentuk final. Diperkirakan
bahwa keempat tradisi itu digabungkan dan diredaksi ulang sebelum tahun 400 SM. Menurut
para ahli, hal itu mungkin sudah terjadi di bawah Ezra. Selain itu, Kitab Sejarah dilengkapi lagi
dengan 1-2 Tawarikh/Paralipomenon dan Kitab Ezra-Nehemia.
Literatur para nabi juga dapat dikatakan definitif selesai sekitar abad ke-5 SM dan ke-
4 SM dengan munculnya Kitab Nabi Yunus, Tobit, Maleakhi, Obaja, Yoel, Zakharia 9-14.
Selain itu, muncul tambahan-tambahan pada Kitab Yesaya oleh para muridnya. Oleh para ahli,
tambahan tersebut dinamakan Trito-Yesaya (bab 56-66). Pada abad ke-5 dan ke-4 SM, literatur
kebijaksanaan menjadi hampir lengkap, yang mencakup: Amsal, Kidung Agung, Ayub,
Pengkhotbah, dan banyak Mazmur.
Kesembilan, Israel di Bawah Kekuasaan Yunani (333-63 SM). Pada masa
penaklukan dan pemerintahan Yunani tidak ada perkembangan berarti dalam penulisan Kitab
Suci Perjanjian Lama. Qohelet/Pengkhotbah ditulis sekitar abad III SM. Kemudian muncul
Kitab Yesus bin Sirakh (180 SM). Pada fase ini, gerakan kenabian beralih ke gaya apokaliptik.
Dalam kaitan dengan ini, Kitab Nabi Daniel ditulis kurang lebih tahun 164 SM. Tidak lama
sesudah itu, Kitab Ester juga ditulis. Selain itu, Kitab 2 Makabe ditulis sekitar tahun 120 SM,
kemudian menyusul Kitab 1 Makabe pada awal abad 1 SM.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas, berikut akan ditampilkan proses
pembentukan Kitab Suci Perjanjian Lama berdasarkan kelompok kitab. Pertama, Pentateukh
atau Taurat Musa yang mengisahkan awal mula dunia, manusia, sampai terbentuknya bangsa
Israel menjadi suatu bangsa di bawah pimpinan Musa sebenarnya mulai ditulis pada abad X
SM oleh tradisi Y dan kemudian diikuti oleh tradisi-tradisi lain. Pentateukh terbentuk
sebagaimana yang kita miliki sekarang sekitar abad VI/V SM. Kedua, tulisan-tulisan kenabian
mulai dengan nabi Amos dan Hosea pada abad VIII SM dan ditutup oleh Yoel dan Zakhria
(bab 9-14) pada abad IV SM. Ketiga, kitab-kitab sejarah meliputi kurun waktu mulai dengan
Yosua sampai 1 Makabe yang ditulis awal abad I SM. Keempat, abad ke-5 SM merupakan
masa yang sangat subur untuk sastra kebijaksanaan (misalnya Ayub), tetapi gerakan dan
tulisan-tulisan kebijaksanaan sudah mulai pada zaman Salomo sampai abad I SM.

35
Uraian di atas menunjukkan bahwa terbentuknya tulisan-tulisan Perjanjian Lama
melewati suatu proses yang sangat panjang. Selain itu, harus disadari bahwa sebagian besar
tulisan-tulisan Perjanjian Lama bukanlah karya satu orang melainkan karya banyak orang yang
berkembang selama berabad-abad. Semua yang ikut ambil bagian dalam proses penulisan ini
memperoleh inspirasi. Namun kebanyakan dari mereka tidak sadar bahwa sebenarnya mereka
digerakkan oleh Allah. Memang dalam pengantar ini kita akan memberikan perhatian khusus
dari sudut “manusia” yang memandang tulisan-tulisan Perjanjian Lama sebagai endapan
kekayaan tradisi suatu bangsa yang berkembang selama berabad-abad. Perjanjian Lama sangat
terikat dengan suatu bangsa, yaitu bangsa Israel.
Sebagian besar Perjanjian Lama didasarkan pada tradisi lisan. Pentateukh sampai kitab
Samuel dilandaskan pada banyak tradisi lisan yang berkaitan terutama dengan para bapa
bangsa, Musa, Yosua, Hakim-hakim, Samuel, dan Daud. Kemudian kitab Raja-raja
berdasarkan tradisi lisan di sekitar Elia dan Elisa. Meskipun tulisan-tulisan Perjanjian Lama
baru mendapatkan bentuknya yang terakhir pada abad-abad berikutnya, tetapi hal itu hanya
menyangkut penulisan. Tradisi-tradisinya sendiri sudah mulai ada jauh sebelum ditulis. Jadi,
tahun penulisan Perjanjian Lama tidak menunjukkan usia bahan-bahan yang terdapat di
dalamnya.
Untuk lebih jelasnya berikut ini kami berikan skema terjadinya kitab-kitab Perjanjian
Lama (apa yang dituliskan di sini hanyalah kemungkinan, bukan angka yang pasti):

Tabel
Tahun Pembentukan Kitab Suci Perjanjian Lama

Abad Pentateukh/ Taurat Sejarah Nabi-nabi Kebijaksanaan


Musa
SM

13 Musa: awal proses Yosua: Tradisi


penulisan pentateukh penaklukan

Hakim-hakim: Awal penulisan


tradisi Hakim- Mazmur
12-11

36
Abad Pentateukh/ Taurat Sejarah Nabi-nabi Kebijaksanaan
Musa
SM

hakim, Daud
(1010-970)

10 Yahwis terbentuk (Y) Salomo (970-931) Awal sastra


2 Sam 9-20 kebijaksanaan

1 Raj 1-2 Tradisi

9 Tradisi Elohis (E) Elisa dan Elisa Mazmur


terbentuk Tradisi yg ada di
belakang 1 Raj 17-
2Raj 13;

8 Tradisi Deuteronomis Tradisi Amos, Hosea, Mazmur


(D) terbentuk Deuteronomis (D)
Yesaya (1-39)

Mikha

7 Raja Hizkia (716- Edisi pertama Zefanya Mazmur


687) Y dan E sejarah D, Yosua
Nahum
disatukan dan Raja-raja
Habakuk
Yosia (640-609)

Ulangan 5-28

6 Seb.pembuangan - Edisi akhir Yosua, Yeremia


pembuangan (586- Hakim-hakim,
Yehezkiel
538): Edisi akhir Samuel dan Raja-
kitab Ulangan raja. Ratapan

Deutero Yesaya
(40-55)

37
Abad Pentateukh/ Taurat Sejarah Nabi-nabi Kebijaksanaan
Musa
SM

Tradisi Para Imam (P) Hagai, Zakharia


terbentuk sesudah 1-8, Trito
pembuangan Yesaya (56-66)

5 Pentateukh selesai Rut, Tobit Yesaya 34-35; Amsal


24-27
Ayub
Maleakhi,
Obaja, Yunus

Tawarikh, Ezra, Yoel, Zakharia Mazmur selesai


Nehemia 9-14 Kidung Agung
4

3 Pengkotbah

2 2 Makabe Barukh Sirakh

Ester Daniel

1 1 Makabe Kebijaksanaan

Yudit

38
3.2 Proses Terbentuknya Kitab Suci Perjanjian Baru
3.2.1 Nama Perjanjian Baru
Perjanjian Baru merupakan nama yang dipakai untuk menyebut sekelompok tulisan
yang merupakan bagian kedua dalam Kitab Suci Kristen. Menurut Hermawan (2010:1-2), kata
Perjanjian Baru berasal dari bahasa Latin, yaitu Novum Testamentum, yang merupakan
terjemahan dari bahasa Yunani He Kaine Diatheke. Dalam konteks Yunani, istilah biasa
digunakan untuk menyatakan pesan terakhir atau semacam wasiat. Dengan demikian, frase
Perjanjian Baru diartikan sebagai suatu ketetapan yang telah dibuat oleh satu pihak yang bisa
diterima atau ditolak oleh pihak yang lain. Akan tetapi, pihak lain tidak bisa mengubah
ketetapan itu dan mengikat kedua belah pihak jika ketetapan tersebut diterima.
Menurut Pydiarto (2010:1), sebutan Perjanjian Baru sebagai nama untuk menyebut
bagian khusus dari Kitab Suci orang Kristen itu tidak terdapat dalam Alkitab sendiri. Nama itu
tampaknya disimpulkan dari 2 Kor 3:14. Dalam perikop tersebut, Paulus mengatakan bahwa
pikiran orang-orang Yahudi yang tidak percaya kepada Yesus Kristus menjadi tumpul "sebab
sampai pada hari ini selubung itu masih tetap menyelubungi mereka, jika mereka membaca
perjanjian lama." Perjanjian Lama yang dimaksudkan adalah Kitab Suci orang Israel. Jika
Kitab Suci orang Israel disebut Perjanjian Lama, maka orang Kristen bisa menyebut Kitab
Sucinya sendiri dengan nama Perjanjian Baru. Dokumen tertua yang memberi kesaksian
mengenai pemakaian istilah Perjanjian Baru sebagai nama Kitab Suci orang Kristen berasal
dari tahun 192.
Istilah perjanjian dalam nama tersebut dimaksudkan untuk menyatakan hubungan yang
khusus dan istimewa antara Allah dan manusia yang terjalin dalam manusia Yesus Kristus
(Groenen, 1984: 11). Hubungan itu melanjutkan sekaligus meningkatkan hubungan yang
sebelumnya dijalin oleh Allah dengan bangsa Israel. Dengan kata lain, hubungan dengan umat
Allah Perjanjian Lama itu diperbarui dan ditingkatkan dalam Yesus Kristus. Jika dalam
Perjanjian Lama, hubungan itu sangat bergantung pada kesetiaan kedua belah pihak, maka
dalam Perjanjian Baru, relasi itu tidak lagi bergantung pada keputusan kedua belah pihak.
Perjanjian itu bersifat kekal, tidak terbatalkan.

3.2.2 Tahapan Pembentukan Kitab Suci Perjanjian Baru


Sebagaimana Perjanjian Lama, pembentukan kitab Perjanjian Baru melewati proses
yang panjang dan tidak sekali jadi. Secara garis besar dikatakan bahwa kitab Perjanjian Baru
merupakan endapan dari tradisi lisan dalam bentuk tulisan. Tradisi lisan yang dimaksudkan

39
adalah Sabda Allah sejauh diimani dan dihayati oleh Gereja rasuli di dalam hidup, ajaran, dan
ibadah mereka. Dengan demikian, tradisi adalah semacam gema Sabda Allah dalam kehidupan
Gereja rasuli. Dengan kata lain, Kitab Perjanjian Baru merupakan bagian yang sangat penting
dan normatif dari tradisi rasuli.
Garis besar terbentuknya Perjanjian Baru dapat digambarkan sebagai berikut (Pidyarto,
2010: 5-9). Pertama, tradisi lisan. Harus diakui bahwa Yesus tidak pernah meninggalkan
ajaran-Nya dalam bentuk tulisan. Yang ada adalah pewartaan lisan para rasul yang berkhotbah
tentang Yesus ke mana-mana. Pewartaan mereka didasarkan pada pengalaman mereka bersama
Yesus selama kurang lebih tiga tahun. Ingatan mereka akan kata-kata Yesus membantu mereka
dalam mengajarkan umat. Kesetiaan para rasul untuk meneruskan ajaran Yesus tidak perlu
diragukan apabila kita sadari bahwa ingatan orang kuno masih sangat kuat. Kesetiaan tersebut
terungkap dalam kata-kata “pistos ho logos” (Benarlah perkataan ini, bdk. 1 Tim 1:15; 3:1;
4:9; 2Tim 2:11; dsb.). Ditambahkan pula bahwa kesetiaan memegang tradisi dan ajaran sang
guru memang merupakan sifat orang-orang Yahudi pada umumnya.
Kedua, pembentukan tradisi tertulis. Dalam perjalanan waktu, tradisi lisan yang
diwariskan turun-temurun ditulis. Memang ada juga tulisan PB yang langsung ditulis tanpa
didasarkan pada tradisi lisan secara langsung. Akan tetapi, ajaran-ajaran yang terkandung di
dalam tulisan tersebut tetap berdasarkan tradisi lisan juga.
Penulisan tradisi lisan tersebut didorong oleh beberapa hal. Pada tempat pertama,
penulisan tersebut dilakukan karena timbulnya masalah dan kebutuhan dalam kehidupan
jemaat Kristen yang sudah tersebar ke mana-mana. Sementara itu, para rasul atau pembantunya
terkadang tidak bisa datang langsung untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Untuk itu,
mereka menulis surat untuk memberikan pedoman kepada umat dalam menghadapi dan
menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Gejala seperti ini sangat dominan dalam surat-surat
Paulus. Selain itu, penulisan tradisi tersebut juga dilakukan karena para rasul dan saksi mata
wafat dan kebangkitan Yesus wafat satu demi satu. Kondisi ini memunculkan rasa butuh dalam
diri jemaat untuk menuliskan ajaran Yesus yang diteruskan oleh para rasul sebagai pedoman
iman dan moral tertulis bagi jemaat.
Ketiga, pengumpulan tulisan-tulisan Perjanjian Baru. Rekonstruksi proses
penulisan dan penyusunan PB secara lengkap tampaknya cukup sulit dilakukan. Oleh karena
itu, upaya yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang proses penyusunan PB lebih
didasarkan atas dugaan yang bisa dipertanggungjawabkan.

40
Di sini hanya akan ditampilkan secara garis besar proses terbentuknya surat-surat
Paulus, keempat Injil, Kisah Para Rasul, dan surat-surat Perjanjian Baru lainnya. Pertama,
Surat-surat Paulus. Umumnya diterima bahwa Surat-Surat Paulus berjumlah 13 buah surat.
Berkaitan dengan penulisannya, para ahli berpendapat bahwa sebagian besar Surat Paulus
ditulis lebih awal dari pada tulisan Perjanjian Baru lainnya. Tulisan yang tertua dalam
Perjanjian Baru adalah 1 Tesalonika. Data Perjanjian Baru menunjukkan bahwa surat-surat
Paulus itu dibacakan kepada jemaat dan diteruskan kepada jemaat lainnya. Kesimpulan
tersebut didasarkan informasi yang ditulis dalam Kol 4:16. Ada pertukaran surat antara jemaat.
Kemungkinan surat tersebut dibacakan dalam pertemuan liturgis. Surat-surat tersebut sudah
dikumpulkan dan disimpan lebih awal. Hal tersebut membuat surat-surat Paulus seringkali
dijadikan sebagai referensi yang terkadang disejajarkan dengan Perjanjian Lama. Dengan kata
lain, surat-surat Paulus dianggap berwibawa sebagai ajaran Gereja yang normatif.
Ditambahkan pula bahwa menjelang akhir abad II, semua tulisan Paulus sudah dikumpulkan
meskipun urutannya masih belum seragam.
Tabel
Waktu Penulisan Surat-Surat Paulus
No. Surat Tahun Penulisan

1 1 & 2 Tesalonika 50-51

2 1 & 2 Korintus 57

3 Galatia dan Roma 57-58

4 Filipi 56-57

5 Efesus, Kolose, Filemon 61-63

6 1 Timoteus, Titus, dan 2 Timoteus 65-67

Kedua, Injil. Ada empat tulisan Perjanjian Baru yang dikategorikan dalam kelompok
ini, yaitu Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Hampir dapat dipastikan bahwa suatu Injil
tidak terbentuk tanpa adanya suatu kumpulan tulisan yang sudah ada lebih dahulu. Diandaikan
bahwa sebelum suatu Injil dibentuk sudah terdapat semacam kumpulan tulisan yang kemudian
disusun dan disatukan menjadi satu tulisan dalam bentuk Injil tertentu oleh para penginjil.
Kumpulan tulisan yang dimaksudkan mencakup sebagai berikut:

41
1) Kisah Sengsara Yesus Kristus
Peristiwa sengsara Yesus mempunyai arti penting bagi para murid. Oleh karena itu,
tidaklah mengherankan bahwa kisah yang sudah dikenal secara lisan tersebut kemudian
ditulis. Sebagian besar ahli kitab yakin bahwa kisah sengsara merupakan bagian paling tua
dari Injil Yesus Kristus. Bahkan ada yang menyatakan bahwa kisah sengsara sangat
mungkin pernah disebut Injil (bdk. Mat 26:13).
2) Kumpulan Sabda Yesus
Sabda-sabda Yesus yang didengar dan disimpan dalam bentuk lisan secara perlahan-lahan
dialihkan dalam bentuk tulisan. Kesimpulan tersebut didasarkan pada 1 Tim 5:18 yang
mengutip sabda Yesus di samping ayat dari PL. Ucapan Yesus “pekerja patut mendapat
upah” (bdk. Luk 10:7) disejajarkan dengan kutipan Ul 25:4. Keduanya diawali dengan
rumusan yang sama, “Bukankah Kitab Suci berkata”. Sabda-sabda Yesus tersebut
membentuk suatu kumpulan yang oleh para ahli dinamakan Kumpulan Ucapan atau
Sumber Q (quelle).
3) Kumpulan Perumpamaan
Selain kumpulan ucapan, ada juga kumpulan perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus
dan diingat serta diceritakan kembali oleh para murid. Bagian ini justru sangat menonjol
juga dalam Injil sehingga memberikan keyakinan bahwa jauh sebelum suatu Injil terbentuk
sudah ada kumpulan perumpamaan tersebut.
4) Kumpulan Kisah Mukjizat
Selama berkarya di Palestina, Yesus mengerjakan begitu banyak tanda heran. Oleh seorang
pengarang, berbagai peristiwa mukjizat tersebut dikumpulkan pula sebagai bagian
tersendiri sebelum akhirnya disatukan dalam Injil. Bagian ini pun sangat menonjol dalam
Injil. Yang termasuk kategori Injil adalah tulisan yang memuat kisah tentang Yesus
Kristus, mulai dari pembaptisan-Nya hingga kebangkitan-Nya dari antara orang mati.
Banyak ahli Kitab Suci yakin bahwa penginjil pertama adalah Markus, seorang juru bicara
Petrus. Lalu, Injilnya dijadikan bahan sekaligus model untuk penyusunan Injil Matius dan
Lukas, sedangkan Injil Yohanes disusun dengan cara yang berbeda dari ketiganya.
Ketiga, Kisah Para Rasul. Dalam daftar Kitab Suci Perjanjian Baru, Kisah Para Rasul
ditempatkan di antara keempat Injil dan surat-surat Paulus. Kisah Para Rasul menceritakan
sejarah awal mula perkembangan Gereja mulai dari Yerusalem hingga ke ujung bumi (Leks,
2007: 103). Kisah sejarah itu berpusat pada dua tokoh utama, yakni Petrus dan Paulus.

42
Leks (2007:103) menambahkan pula bahwa penulis kitab ini adalah Lukas. Diduga
bahwa dalam menyusun kitab ini, Lukas menggunakan dokumen yang tidak diketahui
berkaitan dengan awal mula kehidupan Gereja. Itu berarti bahwa Lukas tidak menulis dari nol,
melainkan berdasarkan beberapa tulisan lain sebelumnya. Kisah Para Rasul ditulis sekitar
tahun 62-63 M (Hermawan, 2010:67). Perkiraan ini didasarkan pada isi bagian akhir kitab ini
yang tidak memuat saat kematian Paulus, tetapi keadaan Paulus di penjara Roma.
Keempat, Surat-Surat Katolik atau Umum. Selain surat-surat Paulus, ada beberapa
surat Perjanjian Baru yang dikategorikan sebagai surat-surat umum. Bagian Perjanjian Baru
yang dikategorikan sebagai surat-surat umum adalah Surat kepada Orang Ibrani, Surat
Yakobus, Surat 1,2,3 Yohanes, Surat 1,2 Petrus, dan Surat Yudas. Kelompok surat ini
dinamakan surat Katolik karena dua alasan (Hermawan, 2010:113-114). Yang pertama, secara
tradisional, surat-surat tersebut merupakan surat-surat yang dibacakan di hadapan seluruh
jemaat. Selain itu, surat-surat tersebut diterima oleh hampir semua jemaat di Asia Kecil. Tidak
demikian halnya dengan surat-surat Paulus. Alasan yang kedua berkaitan dengan identitas
penerima surat. Dalam surat-surat tersebut, identitas penerima tidak dituliskan dengan jelas.
Penerimanya hanya disebut saudara-saudara (Ibr 13:22), kedua belas suku di perantauan (Yak
1:1), orang-orang pendatang yang tersebar (1 Ptr 1:1), mereka (2 Ptr 1:1; Yud 1:1), Ibu yang
terpilih dan anak-anaknya (2 Yoh 1:1). Bahkan Surat I Yohanes tidak menyebut sama sekali
identitas penerima suratnya. Pengecualian terjadi untuk Surat III Yohanes. Penerima surat
tersebut adalah Gayus (3 Yoh 1:1). Meski demikian, surat tersebut tetap dikategorikan ke
dalam kelompok surat Katolik karena dalam surat dikatakan bahwa penulis menulis untuk
jemaat (3 Yoh 1:19). Itu berarti bahwa surat itu ditujukan kepada Gayus dan jemaatnya.
Surat-surat tersebut sudah tentu ditulis dalam waktu yang berbeda. Waktu penulisannya
terbentang dari pertengahan abad I hingga abad II. Yang paling tua adalah Surat Yakobus dan
yang paling muda adalah Surat II, III Yohanes. Berikut ditampilkan waktu penulisan surat-
surat Katolik.

43
Tabel
Waktu Penulisan Surat-Surat Katolik
No. Surat Waktu
1 Surat kepada Orang Ibrani 60-70 M
2 Surat Yakobus 50-55 M
3 Surat I Petrus 62-64 M
4 Surat II Petrus 65-67 M
5 Surat I Yohanes 90-100
6 Surat II Yohanes 100-110
7 Surat III Yohanes 100-110
8 Surat Yudas 70-75 M

Kelima, Wahyu. Tulisan paling akhir dalam Perjanjian Baru adalah kitab Wahyu. Kitab
ini merupakan satu-satunya tulisan Perjanjian Baru yang sebagian besar isinya memakai sastra
apokaliptik, yaitu sastra yang penuh dengan pelukisan penglihatan tentang Allah atau wahyu
dari Allah menyangkut masa yang akan datang (Hermawan, 2010). Kitab ini ditulis oleh
Yohanes dan ditujukan kepada ketujuh jemaat di dataran Asia Kecil (Why 1:4). Kitab ini kira-
kira ditulis pada tahun 95-96 Masehi.

44

Anda mungkin juga menyukai