Anda di halaman 1dari 13

Asal Muasal Alkitab

(https://www.katolisitas.org/dari-mana-asalnya-kitab-suci/)
Mungkin di sepanjang segala abad, tak ada buku yang lebih unik dan paling
dibicarakan orang selain dari Kitab Suci. Walau sejumlah orang meragukannya,
ataupun membencinya, namun Kitab Suci tetap terbukti merupakan buku yang
paling banyak dibaca orang sepanjang sejarah. Walaupun di sepanjang sejarah ada
banyak orang bermaksud melenyapkan Kitab Suci – seperti sejumlah kaisar
Romawi di abad-abad awal yang mengeluarkan dekrit untuk membakar semua
Kitab Suci- toh kenyataannya ada saja salinan Kitab Suci yang tetap ‘survive‘ dan
Kitab Suci tetap eksis sampai sekarang. Voltaire, seorang seorang
tokoh Enlightenment dari Perancis, yang dikenal karena sikap skeptiknya terhadap
Gereja, konon pernah memperkirakan bahwa di abad ke -19, Kitab Suci akan
menjadi buku antik yang hanya dipajang di museum. Namun faktanya, perkiraan
Voltaire meleset jauh, sebab yang terjadi adalah sebaliknya. Setelah wafatnya,
nama Voltaire dan tulisannya mungkin hanya dikenal dalam buku sejarah, tetapi
Kitab Suci masih tetap hidup dan dibaca banyak orang setiap hari, dan menjadi
pegangan bagi kehidupan banyak orang, sampai saat ini.

Bible: Kitab yang suci


Bible berasal dari kata Yunani, biblos atau biblon. Kita mengenal kata ‘bible‘ dalam
artinya sekarang dari St. Hieronimus di abad ke-4, yang menyebutnya sebagai “the
Holy Books“, atau “the Books“, ta biblia. Persamaan kata dari the Holy Bible adalah the
Holy Scriptures, yang mengacu kepada kitab-kitab yang dikenal sebagai sabda Allah
yang merupakan satu kesatuan dalam kesinambungan ilahi.

Unik dalam penulisannya, unik dalam pelestariannya


Sejak dari penulisannya sampai juga kepada pelestariannya, Kitab Suci mempunyai
ciri khasnya tersendiri, yang tidak dimiliki oleh buku-buku lainnya.
Ke- 73 kitab dalam Kitab Suci ditulis dalam rentang waktu berabad-abad, sekitar
1600 tahun, yang ditulis oleh sekitar 50 orang yang berbeda dari negara ataupun
tempat yang berbeda. Namun semuanya menuliskan rencana keselamatan Allah
yang mengacu dan mengerucut kepada Kristus. Kitab-kitab Perjanjian Lama
menjabarkannya secara samar-samar, entah melalui nubuat maupun gambaran
tokoh-tokohnya, namun kitab-kitab Perjanjian Baru menyampaikan
penggenapannya secara jelas dan sempurna, di dalam Kristus Sang Putera Allah
yang menjelma menjadi manusia. Koherensi atau keselarasan semua bagian dari
kitab-kitab ini yang ditulis oleh banyak penulis yang berbeda sepanjang rentang
abad yang cukup panjang- sekitar 17 abad ini- membuktikan bahwa kitab ini bukan
semata karya tulis manusia, namun Allah sendiri-lah yang menginspirasikan
penulisannya.

Buku yang berasal dari perkataan Sabda


Kita hidup di zaman tulisan, entah lewat media buku atau sekarang, melalui
internet. Maka sulit bagi kita untuk membayangkan bahwa Kitab Suci itu asalnya
adalah dari perkataan lisan. Berikut ini adalah penjelasan yang disarikan dari
buku What is the Bible, karangan Henri Daniel- Rops ((Cf. Henri Daniel- Rops, What is
the Bible, The Twentieth Century Encyclopedia of Catholicism, volume 60, (New York:
Hawthorn Books, 1959) p. 14-25)):
Kitab Suci kita yang nampaknya relatif seragam sekarang, sebenarnya berasal dari
komponen-komponen yang beragam. Ada saatnya di mana sebelum kalimat-
kalimat tersebut dicetak dalam buku, perkataan tersebut pertama-tama didaraskan
kepada para pendengar oleh para pembawa Kabar Gembira. Maka jauh sebelum
dicetak, Kitab Suci pada awalnya merupakan ajaran lisan. Bentuknya adalah kisah
narasi, yang disampaikan dengan pola tertentu, yaitu dengan ritme tertentu dan
puisi bersajak, rangkaian kata-kata bijak yang ringkas, ataupun dengan
pengulangan kata-kata tertentu yang sama. Hal ini memungkinkan teks tersebut
dapat diturunkan dari generasi ke generasi, ketika bahasa tulisan belum menjadi
alat komunikasi yang umum. Ini sejalan dengan keadaan budaya, spiritualitas dan
sastra dalam masyarakat di mana Kitab Suci berasal. Kitab Suci bertumbuh dalam
pola masyarakat yang komunal dan tidak individual, sebagai sesuatu yang spontan
dan hidup; jauh berbeda dengan budaya kertas di zaman modern, di mana bahasa
tulisan menjadi sesuatu yang otomatis dan umum. Agaknya sulit bagi kita untuk
membayangkan bahwa ada suatu zaman dalam sejarah, di mana masyarakat dapat
hidup tanpa ketentuan baku yang tertulis.
Dalam kehidupan masyarakat Israel kuno, sampai zaman Kristus, keadaannya
sangat berbeda dengan zaman kita. Masyarakat saat itu terbiasa untuk berbicara
dengan fasih berdasarkan kemampuan mengingat akan suatu fakta/ kebenaran.
Maka sistem pendidikan saat itu bertujuan mendidik para murid, agar mempunyai
ingatan seperti seumpama sumur, yang tidak membiarkan setetes-pun dari ajaran
gurunya menghilang ke luar. Maka ini dilihat dari seni menghafal dan menyusun
suatu komposisi teks. Ada ritme ataupun pengulangan kata-kata tertentu, atau
kemiripan bunyi, untuk membantu agar teks menjadi lebih mudah untuk diingat.
Kita mengetahui bahwa ajaran sudah ada jauh sebelum dituliskan, seperti halnya
nubuat-nubuat nabi Yeremia yang sudah diajarkan secara lisan tujuh puluh dua
tahun lamanya sebelum ajaran itu dituliskan dalam kitab. Demikian juga halnya
dengan kitab-kitab nubuat lainnya, kitab Mazmur dan kitab Kidung Agung.
Namun demikian, bukan berarti bahwa di zaman itu, elemen tertulis tidak ada
sama sekali. Kitab Suci sendiri secara tidak langsung menyebutkan adanya suatu
kitab tertentu. Di kitab Yosua, disebutkan adanya “Kitab Orang Jujur” (Yos 10:13).
Dewasa ini setelah penemuan-penemuan arkeologis dari Sinai ke Ras Shamra,
diketahui adanya tulisan-tulisan Kitab Suci sejak abad ke-sepuluh dan keduabelas
sebelum masehi. Sejak zaman Nabi Musa di Mesir, tulisan telah menjadi
penggunaan umum di daerah sungai Nil selama lima belas abad. Namun demikian,
elemen-elemen tulisan ini hanya menjadi alat bantu untuk mengingat, sebelum
elemen-elemen tersebut dikompilasikan menjadi kitab-kitab seperti yang kita kenal
sekarang.
Proses yang sama terjadi pada kitab Perjanjian Baru, yaitu Injil, Kisah Para Rasul,
Surat-surat Rasul dan Kitab Wahyu. Surat-surat Rasul Paulus didiktekan, dan di sini
gaya lisan timbul. Juga, kitab-kitab Injil jelaslah merupakan ajaran lisan, sebelum
dituliskan. Generasi pertama Gereja hidup dari ketergantungan terhadap ajaran
lisan ini. Selama empat atau lima generasi Kristen mendengarkan Injil sebagai kisah
yang diturunkan melalui perkataan lisan, oleh para saksi yang kredibel. Sekitar
tahun 130, ketika keempat pengarang Injil telah menuliskan kitab-kitab mereka, St.
Papias, Uskup Hierapolis di Phyrgia menegaskan bahwa bagaimanapun juga, ia
lebih menghargai suara/ ajaran lisan dari para Rasul yang telah hidup dan berakar
dalam Gereja. ((Cf. St. Papias, Fragment of Papias, Ch. I. From the Exposition of the
Oracles of the Lord, in Ante-Nicene Fathers: St. Papias berkata, “Maka, jika siapapun
yang telah mendengarkan pengajaran para tua-tua datang, aku bertanya dengan
serinci-rincinya tentang apakah yang mereka ajarkan, – apa yang dikatakan oleh St.
Andreas, atau St. Petrus, atau apakah yang dikatakan oleh Filipus, atau Tomas, atau
Yakobus, atau oleh Yohanes, atau Matius, atau oleh para murid Tuhan lainnya….
Sebab aku membayangkan bahwa apa yang harus diperoleh dari kitab-kitab
tidaklah sedemikian bergunanya bagiku, seperti apa yang datang dari suara/ ajaran
lisan yang telah hidup dan menetap.)) Demikian pula, St. Irenaeus di Lyons,
mengenang hari-hari ketika ia biasa mendengarkan St. Polycarpus, Uskup agung
Smyrna, apapun yang didengarnya sendiri dari St. Yohanes Rasul. Namun demikian,
demi kepentingan membimbing mereka yang meneruskan kitab Injil, dan keinginan
untuk menghindari deviasi, kesalahan, distorsi, maka akhirnya Injil dituliskan.

Transisi menjadi ajaran yang tertulis


Transisi dari ajaran lisan menjadi tulisan juga menyisakan pertanyaan-pertanyaan.
Yang pertama adalah soal waktu, yaitu pada titik mana teks tersebut ditulis? Pada
teks Perjanjian Lama, terdapat kemungkinan tiga kali periode penulisan yang
intensif: 1) Pada zaman Hezekiah/ Ezechias (Hizkia) anak Raja Ahaz, kemungkinan
ajaran lisan maupun tulisan di Kerajaan Selatan (Yehuda) disusun, untuk
dibandingkan dengan ajaran- ajaran yang dikumpulkan oleh Kerajaan Utara (Israel),
yang dibawa oleh para ahli Samaritan, yang melarikan diri ke Yerusalem di sekitar
tahun 722 SM (lih. Ams 25). 2) Di zaman Yosia, ditemukan kitab Ulangan dan versi
lengkap yang pertama dari kelima kitab Musa atau Pentateuch. Karya ini
diselesaikan setelah orang-orang Israel kembali dari zaman pengasingan, ketika
Raja Cyrus (Koresh) di tahun 538 memperbolehkan kaum sisa Israel yang dibuang
di Babilon untuk kembali ke negara mereka dan mendirikan semacam negara kecil
di bawah perlindungan negara Persia. 3) Seperti Nehemia di sekitar tahun 445 SM
membangun kembali tembok Yerusalem, Esdras (Ezra) membangun tembok
benteng rohani, yaitu Bible/ Kitab Suci. Dikatakan bahwa ia mendiktekan kitab-kitab
suci dan membuat bangsa tersebut mengikuti ketentuan-ketentuannya. Di abad
kelima sebelum Masehi ini, versi-versi kuno yang berupa fragmen dikumpulkan,
ajaran lisan dituliskan dan semua elemen yang bervariasi ini disusun menjadi
koheren. Terhadap susunan Kitab Suci inilah, kemudian ditambahkan sejumlah
kecil teks-teks rohani yang berasal dari abad-abad sesudahnya.
Fakta tentang Kitab Perjanjian Baru, kemungkinan lebih dikenal. Sebagaimana jelas
tertulis di dalamnya, Kisah para Rasul, Surat-surat dan Kitab Wahyu merupakan
teks yang dituliskan atau didiktekan. Sedangkan untuk keempat Injil, transisi dari
perkataan mulut menjadi kitab terjadi dalam waktu yang berbeda, untuk alasan
yang berbeda dan dalam keadaan yang berbeda. Kesaksian Papias mengatakan
demikian: “Matius adalah yang pertama menuliskan perkataan Tuhan dalam
bahasa Ibrani.” Maka diperkirakan Rasul Matius yang dulunya adalah pemungut
cukai, adalah yang pertama menuliskan Injilnya, di sekitar tahun 50-an dengan
bahasa Aram. Segera setelah itu, St. Petrus, yang saat itu di Roma, diikuti oleh
Markus, seorang muda Yahudi yang mengenal bahasa Yunani. Dengan
mendengarkan Rasul Petrus, Markus menulis apa yang didengarnya, dan
membandingkan catatannya dengan bantuan ingatan banyak orang/ saksi pada
saat itu, dan di tahun 55-62 menuliskan Injilnya.  Injil Markus ini ditulis dalam
bahasa Yunani popular dan ditujukan untuk umat Kristen golongan bawah di
Roma. Pada saat yang bersamaan, Lukas, seorang tabib/ dokter yang terpelajar
yang menjadi teman seperjalanan Rasul Paulus tiba di Roma. Ia telah belajar
banyak dari Rasul Paulus dan sepanjang waktu ia tinggal di Yerusalem telah
mengumpulkan informasi langsung dari para saksi, termasuk kemungkinan dari
Bunda Maria sendiri. Lukas lalu menuliskan Injilnya dalam bahasa Yunani yang
sempurna dan ditujukan pertama-tama kepada orang-orang yang terpelajar yang
ada disekitar Rasul Paulus. Kitab Injil-injil Yunani ini kemudian mulai dikenal orang,
dan Rasul Matius juga kemudian menerjemahkan Injilnya dari bahasa Aram ke
bahasa Yunani, kemungkinan sekitar tahun 64-68. Sedangkan Injil yang keempat,
dari Rasul Yohanes, ditulis di Efesus setelah ketiga Injil yang lain ditulis. Injil
Yohanes merupakan campuran antara kenangan, dokumentasi dan permenungan
spiritual dan biasanya diperkirakan ditulis pada akhir abad pertama, kemungkinan
sekitar 96-98. Urutan penulisan Injil sedemikian: Matius, Markus, Lukas dan
Yohanes, dicatat dalam kesaksian St. Irenaeus, murid St. Polycarpus yang adalah
murid Rasul Yohanes. ((lih. St. Irenaeus, Against the Heresies, Book III, ch 1,1))

Dalam bahasa apa Kitab Suci ditulis?


Secara umum terdapat tiga bahasa asli Kitab Suci:
1. Bahasa Ibrani, digunakan dalam kitab-kitab yang berasal dari tradisi Yahudi.
Penemuan Dead Sea Scroll semakin memperkuat hal itu. Komunitas Essenes masih
menggunakan bahasa Ibrani dalam naskah kitab-kitab mereka.
2. Bahasa Aram, yang berkaitan dengan bahasa Semitik, yaitu dialek bahasa Ibrani
sehari-hari. Kitab yang ditulis dalam bahasa Aram adalah Injil Matius yang mula-
mula, beberapa kitab Esdras (Ezra), Daniel dan Yeremia.
3. Bahasa Yunani, yang telah digunakan di zaman sesaat sebelum zaman Kristus -
seperti yang digunakan dalam Kitab kedua Makabe dan Kebijaksanaan Salomo- dan
juga di zaman Kristus dan setelahnya, sehingga kemudian kitab-kitab Kristiani di
abad-abad awal ditulis dalam bahasa Yunani.
Cara penulisan Kitab Suci juga berbeda-beda dari abad yang berbeda. Tulisan
Ibrani kuno tidak sama dengan tulisan Ibrani di zaman sekarang. Dalam tulisan
Ibrani kuno tidak ada tanda-tanda dan titik yang menunjukkan adanya huruf hidup.
Sedangkan tulisan Yunani dalam teks-teks Kitab Suci lebih mirip dengan tulisan
Yunani yang dikenal sekarang, hanya saja pada teks asli tersebut, para penyalin
tidak menyisakan spasi ataupun pemenggalan, sehingga sering menimbulkan
kesulitan tersendiri untuk membacanya, ataupun untuk menurunkannya ke abad-
abad berikutnya.

Pada bahan apa Kitab Suci yang asli ditulis?


Terdapat dua bahan material yang digunakan untuk menuliskan teks Kitab Suci:
Yang pertama adalah papyrus, yaitu semacam batang rumput ilalang Mesir, yang
diratakan dan gabungkan dengan coating, menjadi asal usul pembuatan kertas.
Material ini lebih murah, namun lebih tidak tahan lama. Yang kedua adalah bahan
dari kulit binatang, yang sering dikenal dengan sebutan parchment/vellum. Bahan
ini lebih tahan lama. Awalnya baik papyrus maupun vellum digabungkan menjadi
gulungan (disebut scroll), namun kemudian berkembang penulisan pada
lembaran vellum yang disatukan menjadi bentuk buku, dan ini disebut codex.
Penyusunan menjadi codex ini sudah dimulai di abad kedua sebelum Masehi,
namun kemudian menjadi populer di zaman umat Kristen.

Manuskrip Kitab Suci


Mengingat sifat bahan manuskrip yang relatif tidak tahan lama, tidaklah
mengherankan jika manuskrip asli kitab-kitab Suci telah punah. Hal ini juga terjadi
pada manuskrip kitab-kitab non-religius di zaman itu, seperti Homer dan Pindar.
Yang kita ketahui tentang kitab-kitab itu hanyalah salinannya. Namun demikian ada
kekhususan dari manuskrip Kitab Suci, jika dibandingkan dengan karya-karya tulis
lain sezamannya. Jika kita membicarakan teks-teks kuno, kita mau tidak mau harus
memahami fakta yang terjadi sebelum ditemukannya mesin pencetak. Teks-teks
tersebut akan diturunkan ke generasi berikutnya dengan salinan-salinan. Karena
disalin secara manual maka memang terdapat bahaya adanya masalah akurasi
dalam proses penyalinan. Hal ini berlaku pada penyalinan karya-karya sastra
zaman kuno secara umum. Mungkin tak banyak orang yang mengetahui bahwa
dalam penulisan karya-karya sastra klasik yang besar, terdapat interval/ selang
waktu yang cukup besar antara saat karya tersebut disusun oleh pengarangnya
dan saat ditemukannya salinan manuskrip yang pertama. Umumnya selang waktu
itu mencapai seribu-an tahun. Hal ini juga membuktikan suatu fakta bahwa karya-
karya sastra tersebut merupakan suatu warisan lisan yang telah hidup dan berakar
dalam masyarakat tertentu selama berabad-abad, sebelum kemudian menjadi
suatu karya tulis yang diturunkan. Demikianlah yang terjadi pada karya-karya yang
ditulis oleh pengarang Yunani, seperti Sophocles (abad ke-5 SM), dan juga Aeshylus,
Aristophanes,Thucydides, dan Plato, di mana manuskrip pertama yang diketahui
berjarak 1100-1400 tahun dari saat penyusunan karya tersebut oleh pengarang-
nya.
Demikian juga untuk kitab-kitab suci Ibrani. Teks tertua yang ditemukan,
nampaknya adalah teks yang ditemukan di sinagoga di Karasubazar di Crimea,
yang kurang lebih berasal dari abad 7 sampai 10. Di awal abad pertengahan para
rabbi yang dikenal dengan sebutan Masorete memberikan perhatian terhadap
tugas memperbaiki teks dan pelafalannya, dengan memberikan tambahan huruf
hidup kepada teks Ibrani kuno. Teks ini kemudian dikenal dengan sebutan Massora.
Konsekuensinya, memang terdapat perbedaan di sana sini antara teks Masoretik
ini dengan sejumlah salinan teks lainnya, juga dari teks yang umurnya lebih tua,
seperti manuskrip Septuaginta. Kitab Septuaginta adalah terjemahan Yunani (di
abad ke-3-2 SM) dari kitab-kitab Perjanjian Lama Ibrani yang digunakan di Mesir
dan Israel, yang kemudian kerap dikutip dalam Kitab-kitab Perjanjian Baru. Namun
demikian, secara umum, penemuan the Dead Sea Scroll di sekitar 1947,
menunjukkan bahwa tingkat akurasi penyalinan kitab-kitab Perjanjian Lama
tersebut sangatlah baik. The Dead Sea Scroll adalah naskah-naskah kuno -yang
mengandung teks-teks Kitab Suci Perjanjian Lama- yang diperkirakan
disembunyikan di gua-gua Qumran sekitar tahun 66-70, sebelum Jewish War. Teks-
teks itu diperkirakan sudah eksis di abad-abad sebelumnya, yaitu diperkirakan
sejak abad ke-2 atau bahkan ke- 4 sebelum Masehi. Salinan lengkap kitab Yesaya
dan sebagian kitab Kejadian, Ulangan dan Keluaran- menunjukkan salinan yang
sangatlah mirip atau hampir identik dengan teks yang kita kenal sekarang.
Bagaimana sekarang dengan teks dalam kitab Perjanjian Baru? Fakta menunjukkan
Kitab Suci Perjanjian Baru menunjukkan bukti keotentikan yang jauh melebihi
karya-karya tulis sezamannya. Sebagaimana telah disinggung di atas, keotentikan
suatu tulisan bersejarah, pertama-tama dilihat dari jangka waktu antara ketika
karya itu dituliskan sampai ketika manuskrip pertama ditemukan. Semakin pendek
jangka waktunya, maka semakin sedikit kemungkinan kesalahan dan korupsi dari
kisah kejadian yang sesungguhnya oleh kesalahan penulisan. Yang kedua, kita
dapat melihat tingkat otentisitas manuskrip dari berapa banyak manuskrip original
yang ada. Semakin banyak manuskrip yang ada tentang kisah kejadian yang sama,
terutama jika dilakukan pada waktu yang sama, tetapi pada lokasi yang berbeda,
maka akan menambah nilai integritas dan keotentikan dokumen.
Sekarang mari kita lihat melihat fakta karya tulis yang penting dalam literatur
sejarah, jika dibandingkan dengan teks Injil dan kitab-kitab Perjanjian Baru:

Karya tulis Kapan ditulis Copy Jangka waktu Jumlah copy


pertama
Herodotus 488-428 BC 900 AD 1,300-1400 8
Thucydides 100 AD 1100 1,000 20
Caesar’s Gallic 58-50 BC 900 AD 950 9-10
War
Roman History 59 BC-17 AD 900 AD 900 20
Homer (Iliad) 900 BC 400 BC 500 643
Injil dan PB 38-100 AD 130 AD 30-50 5000 ++ Yunani,
10,000 Latin,
9,300 bhs lain
 
Maka kita melihat bahwa dokumen tentang sejarah Romawi ditemukan sekitar 900
tahun atau hampir 1 millenium setelah kejadian terjadi, dan hanya ada 20 copy
yang masih eksis. Sedangkan, penemuan arkeologis membuktikan bahwa
manuskrip Injil ditemukan sekitar 30 tahun setelah kejadian, dan bahwa terdapat
lebih dari 5500 manuskrip asli ((Robert Stewart. ed, The Reliability of the New
Testament: Bart Ehrman and Daniel Wallace in Dialogue, (Minneapolis: Fortress Press,
2011), p.17.)) dalam bahasa Yunani (dan sekitar 20,000 non-Yunani) yang eksis.
Kitab Injil dan Perjanjian Baru yang asli seluruhnya dituliskan dalam bahasa Yunani,
karena bahasa Yunani pada saat itu merupakan bahasa yang umum dipakai,
bahkan oleh kaum Yahudi. Banyaknya manuskrip Yunani yang asli tersebut dapat
membantu mengidentifikasi adanya kelainan teks dan dengan demikian dapat
diketahui teks aslinya. Banyaknya teks asli Perjanjian Baru juga tidak mendukung
perkiraan bahwa teks tersebut dipalsukan. Sebab seseorang yang mau
memalsukan harus juga mengubah beribu manuskrip yang sudah ada dan beredar
di tempat-tempat yang berbeda.
Dengan melihat tabel di atas, secara obyektif kita melihat bahwa karya tulis sejarah
Romawi bahkan terlihat sangat ‘minim’ jika dibandingkan dengan Injil, dari segi ke-
otentikannya, akurasi dan integritasnya. Padahal orang zaman sekarang tidak
mempunyai kesulitan untuk menerima sejarah Romawi tersebut sebagai
kebenaran. Suatu permenungan adalah bagaimana Injil yang secara obyektif lebih
‘meyakinkan’ keasliannya dibandingkan sejarah Romawi malah mengundang
perdebatan. Keaslian Injil juga kita ketahui dari tulisan Bapa Gereja, seperti St.
Klemens (95) sudah mengutip ayat-ayat Injil, berarti pada saat itu Injil sudah
dituliskan, demikian pula Kisah para rasul, Roma, 1 Korintus, Efesus, Titus, Ibrani
dan 1 Petrus. Juga di awal abad ke-2, St. Ignatius (115) telah mengutip ayat Injil
Matius, Yohanes, Roma, 1dan 2 Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, 1 & 2 Timotius dan
Titus.
Dari banyaknya manuskrip asli tersebut, memang banyak orang menyangka bahwa
akan terdapat banyak perbedaan-perbedaan teks. Namun ternyata, fakta
menunjukkan tidak demikian. Tingkat kesesuaian manuskrip Perjanjian Baru adalah
99.5 % (dibandingkan dengan Homer/ Iliad 95%). Kebanyakan perbedaan adalah
dari segi ejaan dan urutan kata. Tidak ada perbedaan yang menyangkut doktrin
yang penting yang dapat mengubah doktrin Kristiani.
Memang untuk teks Perjanjian Baru, kita mengenal salinan-salinan dari zaman yang
berbeda, sehingga teks dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu dengan
istilah minuscule, uncials dan papyri. Minuscules adalah salinan yang diperoleh
setelah abad ke-9; pada saat ini, ialah ada semacam standar penulisan teks, dan ini
disebut ‘received text‘. Uncials adalah manuskrip yang ditemukan antara abad ke-4
sampai abad ke-9. Teks abad ke-4 yang terkenal adalah Codex Vaticanus (yang
tersimpan di Vatikan), Codex Sinaiticus (yang ditemukan di biara Sinai, dan dibawa
ke Rusia dan dijual ke British Museum). Codex Bezae di Cambrigde adalah dari
abad ke-5. Codex itu sampai ke tangan seorang murid Calvin yang bernama
Theodore Beza, dan diberikan kepada Universitas di Cambrigde tahun 1581.
(Selanjutnya tentang banyaknya ragam codex, silakan membaca di link ini, silakan
klik). Sedangkan untuk papyri, yang terkenal adalah Egerton papyrus yang disimpan
di British Museum; The Chester Beatty papyri, yang kemudian disimpan di
universitas Michigan. Fragmen papyri yang terbesar, mencakup hampir
keseluruhan surat-surat Rasul Paulus. Namun papyrus yang paling berharga adalah
Ryland papyrus yang disimpan di Manchester, yaitu papyrus yang mengandung
tulisan Injil Yohanes bab 18, yang berasal dari tahun 130, yang hampir bersamaan
dengan teks aslinya yang berasal dari tahun 96-98.

Kesimpulan: Kaitan tak terpisahkan antara Tradisi


Suci, Kitab Suci dan Magisterium Gereja
Pemahaman akan asal usul terbentuknya Kitab Suci harusnya semakin membantu
kita untuk mengakui bahwa sesungguhnya Kitab Suci (yaitu ajaran Kristus dan para
Rasul yang dituliskan), tidak terpisahkan dari Tradisi Suci (ajaran lisan dari Kristus
dan para Rasul). Sebab Kitab Suci berasal dari ajaran lisan dari Kristus dan para
Rasul, yang kemudian dituliskan, atas dasar kemampuan memori dari para
penulisnya, dan juga pertama-tama atas dorongan Roh Kudus. Dengan kata lain,
Kitab Suci mengambil sumbernya dari Tradisi Suci yang telah hidup dan berakar
dalam jemaat perdana. Maka, tidak menjadi masalah, jika faktanya teks Kitab Suci
yang asli/ original kemungkinan sudah punah di abad kedua, sebab ajaran yang
terkandung di dalam Kitab Suci sudah ada, tetap hidup dan dilestarikan dalam
kehidupan Gereja. Hal ini terlihat dari banyaknya teks Kitab Suci yang dikutip dalam
tulisan para Bapa Gereja yang hidup di abad-abad awal tersebut. Inilah yang
menyebabkan Kitab Suci dapat terus diturunkan dan dituliskan dengan tingkat
akurasi yang tinggi, walaupun salinannya baru dapat ditemukan di abad berikutnya
(sejumlah salinan teks ditemukan di tahun 130, atau mayoritas teks ditemukan
dalam codices yang umumnya berasal dari abad ke-4).
Selanjutnya terbentuknya Kitab Suci juga tidak dapat dipisahkan dari proses
penentuan kanonnya. Sebab tidak semua dari karya tulis di abad-abad pertama
dapat dikatakan sebagai karya yang diinspirasikan oleh Roh Kudus. Magisterium
Gerejalah – pertama kali oleh Paus Damasus I- yang pada tahun 382 menentukan
kitab-kitab mana yang diinspirasikan oleh Roh Kudus, sehingga termasuk dalam
kanon Kitab Suci. Maka Kitab Suci yang kita ketahui sekarang, berasal dari
Magisterium Gereja Katolik.
Tentang sejarah kanon Kitab Suci, sudah pernah dibahas di artikel ini, silakan klik.

Lampiran:
Tabel Kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, pengarang dan perkiraan tahun penyusunannya

N  Nama Kitab  Pengarang  Perkiraan tahun penyusunan


o Kitab
PERJANJIAN LAMA:
A Kitab-kitab Hukum Musa
1 Kejadian Musa \  dikarang oleh Musa stl Exodus
2 Keluaran Musa  |   1600/ 1200 SM
3 Imamat Musa  | ditulis dalam beberapa
tahapan
4 Bilangan Musa  |   850,750,650,450 SM
5 Ulangan Musa /
B Kitab-kitab Historis
6 Yosua NN/ Yosua sekitar 1200 SM
7 Hakim-hakim NN sekitar 1200- 970 SM
8 Ruth NN 1000-700 SM atau sebelum abad
ke-6 SM
9 1 Samuel NN/ Samuel sekitar abad ke-6 SM
10 2 Samuel NN/ Samuel sekitar abad ke-6 SM
11 1 Raja-raja Yeremia 587 s/d sebelum 538 SM
12 2 Raja-raja Yeremia 587 s/d sebelum 538 SM
13 1 Tawarikh Ezra setelah 538 SM- abad 4 SM atau
250 SM
14 2 Tawarikh Ezra setelah 538 SM- abad 4 SM atau
250 SM
15 Ezra Ezra 458 SM
16 Nehemia Nehemia 445 SM
17 Tobit Tobit dan 350-170 SM
Tobias
18 Yudit NN sekitar abad ke-2 SM
19 Ester Mordekhai setelah 480/465 SM
20 Ayub NN/ Musa sekitar 600- 400 SM
C Kitab-kitab Puitis dan
Kebijaksanaan
21 Mazmur Daud, Musa, sekitar abad ke-8 SM
Salomo, Asaph,
bani Korah,
Eman,
Ethan, NN
22 Amsal Salomo 800 SM/sebelum abad ke-6 SM
s/d abad  ke-5 SM
23 Pengkhotbah NN/ Pseudo abad ke-3 SM
Salomo
24 Kidung Agung Salomo setelah abad ke-8 SM
25 Kebijaksanaan NN/ Pseudo 200-150 SM
Salomo
26 Sirakh Yeshua bin 190-180 SM
Sirakh
D Kitab-kitab Nubuat
para Nabi
27 Yesaya Yesaya 742-701 SM, >539 SM, <520-473
SM
28 Yeremia Yeremia 627- <587 SM
29 Ratapan Yeremia sekitar abad ke-6 SM
30 Barukh Barukh/NN sekitar abad ke-6- 5 SM
31 Yehezkiel Yehezkiel sekitar abad ke-6 SM (592-570
SM)
32 Daniel Daniel sekitar abad ke-6 SM/ abad ke-2
SM
33 Hosea Hosea sekitar abad ke-8 SM (750-725
SM)
34 Yoel Yoel sekitar abad ke-8 SM/ abad ke-4
SM
35 Amos Amos 791-753 SM
36 Obadiah Obadiah sekitar abad ke-9 SM/ ke-6 SM/
<500 SM
37 Yunus Yunus/ NN sekitar abad ke-8 SM/ ke-7 SM
38 Mikha Mikha 740-695 SM
39 Nahum Nahum 663-612 SM
40 Habakkuk Habakkuk 610-600 SM
41 Zefanya Zefanya 640-609 SM
42 Hagai Hagai 520 SM (586-445 SM)
43 Zakaria Zakaria 520-518 SM
44 Maleakhi Maleakhi >460 SM
45 1 Makabe NN 134 SM
46 2 Makabe NN 124 SM
PERJANJIAN BARU:
47 Matius Matius 50 an
48 Markus Markus 55-62
49 Lukas Lukas 62
50 Yohanes Yohanes 90-100
51 Kisah Para Rasul Lukas 63
52 Roma Paulus 57/58
53 1 Korintus Paulus 54-57
54 2 Korintus Paulus 57
55 Galatia Paulus 57/58
56 Efesus Paulus 61-63
57 Filipi Paulus 54-57
58 Kolose Paulus 61-63
59 1 Tesalonika Paulus 50-52
60 2 Tesalonika Paulus 50-52
61 1 Timotius Paulus 65
62 2 Timotius Paulus 66-67
63 Titus Paulus 65
64 Filemon Paulus 61-63
65 Ibrani Paulus 64-67
66 Yakobus Yakobus sebelum 62
67 1 Petrus Petrus sebelum 67
68 2 Petrus Petrus sebelum 67
69 1 Yohanes Yohanes 90-100
70 2 Yohanes Yohanes 90-100
71 3 Yohanes Yohanes 90-100
72 Yudas Yudas 50-70
73 Wahyu Yohanes 60-70
Sumber:
1. Dom Orchard, gen.ed., A Catholic Commentary on Holy Scripture, (New York:
Thomas Nelson and Sons, 1953)
2. Scott Hahn, gen. ed., Catholic Bible Dictionary, (New York: Double Day, 2009)
3. James D Newsome, The Hebrew Prophets, (Altanta: John Knox Press, 1984), alt. by
David Twellman
4. George T. Montague SM, The Living Thought of St. Paul, (Encino, California:
Benzinger Bruce & Glencoe, Inc., 1976)

Anda mungkin juga menyukai