Anda di halaman 1dari 9

ANALISA TEKS

Analisa teks adalah langkah pertama dari penafsiran Alkitab. Sebab


sebelum seorang penafsir menafsir bagian Alkitab, ia terlebih dahulu
harus yakin bahwa bacaan atau teks dalam tangannya adalah yang paling
dekat dengan naskah asli. Sebab, hari ini kita tidak memiliki naskah asli
dari Alkitab. Baik itu PL atau PB. 1 Pasti ada rencana dan maksud Allah
yang lebih baik . Dengan demikian orang Kristen boleh terhindar dari
bahaya menyembah naskah tersebut, bahkan boleh didorong untuk lebih
giat dalam penyelidikan Firman Tuhan.
Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan di dalam usama
menganalisa teks:
 Kita harus percaya bahwa naskah asli Alkitab adalah wahyu Allah
yang tanpa salah. Motivasinya adalah bukan mencoba
meremehkan atau menjatuhkan firman Allah, sebaliknya
menjunjung tinggi dan menyebarluaskannya.
 Analisa teks didukung dengan metode yang ilmiah dan logis,
salinan dan terjemahan-terjemahan kuno yang cukup kaya,
sehingga hasilnya cukup memuaskan.2
 Tidak ada iman kepercayaan orang Kristen yang didirikan atas
ayat-ayat yang diragukan. Bukan saja demikian, walaupun kini kita
memiliki banyak salinan atau teks kuno, ini sama sekali tidak berarti
bahwa pembacaan Alkitab jadi kacau sehingga tidak dapat
dipercayai lagi. Misalnya, Masorete mewariskan kepada kita
berbagai pembacaan yang berbeda, yang telah dikumpulkan oleh
mereka. Jumlahnya hanya 1200, ini berarti rata-rata setiap halaman
Alkitab Ibrani cetakan modern belum terdapat satu pembacaan
yang berbeda. 3 Sedangkan bagi PB dari 150.000 naskah-naskah
Yunani hanya 400 naskah yang menimbulkan persoalan. Dan dari
400 naskah ini hanya terdapat 50 naskah yang harus
dipertimbangkan dengan serius.4
1
Naskah Alkitab paling tua, yang terdapat tanggal, adalah suatu fragmen Yesaya dalam bahasa Syria yang
ditulis pada tahun 459-60. Naskah Alkitab Ibrani yang ada tidak lebih tua dari 400 sM. Sedangkan fragmen
papyri PB yang paling tua dibuat ca. tahun 125. R.K. Harrison; B.K. Walke; D. Guthrie and G.D. Fee, Biblical
Criticism, Historical Literaley and Textual, (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 1979), hal 48, 130, Codex
Syriacus, sebuah codex (baca: kodeks) palimpsest (bahasa Inggirs, istilah ini menunjuk salinan kuno yang
dihapus untuk disalin kembali), mencakup empat Injil, pertama-tama disalin dalam bahasa Syria Kuno pada
abad ke-5, dan disebut codex PB yang tertua Eileen E. Freeman ‘The Rediscovery of Codex Syriacus’
Alumnilae News of Princeton Theological Seminary 24 (Fall 1985); 3-6
2
Sebenarnya Alkitab bukan saja dibuktikan ketepatannya dari penemuan ilmu purbakala dan tulisan-tulisan
kuno, bahkan jika dibandingkan dengan buku-buku lain, salinan Alkitab dapat diandalkan melebihi buku-buku
lain. Misalnya dari 14 buku sejarah karangan Tacitus (ca. 100 sM). Hanya 4 ½ buku yang tertinggal, dan
salinan yang paling awal adalah naskah abad ke-9. Josh McDowell, Comp. Evidence That Demands A
verdict Vol.1 (Arrowhead Springs, Ca.: Campus Crusade for Christ International, 1972), hal 47. Buku ini
memberi pembuktian yang cukup menarik dalam hal ini
3
Robert Dick Wilson, A Scientific Infestigation of the Old Testament (Chicago: Moody Press, 1959), hal. 62.
Pelbagai pembacaan yang berbeda ini dapat diketemukan pada catatan kaki Alkitab Ibrani cetakan modern.
4
Josh Mc Dowell, Comp., Evidence That Demands A Verdict Vol.1 hal. 44.
 Penyalinan naskah-naskah PL atau PB dilakukan dengan sikap
yang sangat teliti. Ini sudah tentu berhubungan dengan sikap
hormat dari penyalin terhadap Alkitab, Kitab yang suci. Misalnya
penyalin PL menghitung ayat, kata, bahkan huruf, dalam pekerjaan
penyalinan mereka. Atau bagi PB, biasanya hasil salinan penyalin
dicek oleh seorang korektor/pemeriksa.5
Sudah tentu, para penyalin Alkitab adalah manusia yang dapat
berbuat kesalahan, kelalain, kecerobohan dan perobahan yang
sengaja atau tidak sengaja dalam pekerjaan mereka. Tetapi jika
kita mempertimbangkan sejarah penyalinan Alkitab yang begitu
panjang (= peranan Roh Kudus), jumlah penyalin yang terlibat
dalam pekerjaan ini, alat dan fasilitas yang dapat mereka pakai,
dan khususnya hasil pekerjaan mereka, kita tidak dapat tidak
menghormati mereka atas prestasi yang telah tercapai.

ANALISA TEKS PL
A. Sejarah Singkat Pembentukan PL sebagai Kanon 6:
1. Ucapan Otoritatif.
- Saat nenek moyang Israel menerima sabda Allah.
- Saat Israel menerima firman Allah yang diberikan musa dan
berjanji memegangnya (Kel 24:3-8)
2. Dokumen Otoritatif
- Ulangan 31:24-26 dan Yosua 1:8
- Tahun 621 sM, raja Yosia menemukan kembali kitab Taurat (II
Raj 23:3)
3. Pengumpulan Tulisan-tulisan Otoritatif
- Pembagian Alkitab oleh orang Israel dalam 3 bagian (Hukum,
Nabi, Tulsan-tulisan) menunjukkan tahap-tahap pembentukan
kanon dari kitab-kitab ini.
- Beberapa alasan penerimaan kitab-kitab PL sebagai kanon

KITAB ALASAN
Mazmur Berhubungan dengan Daud
Rut Daud adalah cicit Rut
Amsal, Kid Agung Berhubungan dengan Salomo
Pengkhotbah Berhubungan dengan Salomo
Ratapan Berhubungan dengan Yeremia
Hikmat Ayub Pemberian langsung dari Allah
Penglihatan Daniel Pemberian langsung dari Allah
5
RK Harrison, Introduction to the Old Testament (Grand Rapids, Michigan: Wm.B. Eerdmans, 1975),
hal.213, B.M. Metzger, The Text of the New Testament: Its Transmission, Corruption, and Restoration 2 nd.
Ed. (New York: Oxford Univ. Press, 1968), hal. 15
6
William Sanford La Sor, David Allan Hubbard and Frederict Wm. Bush, Old Testament Survey: The
Message, Form, and Background of The Old Testament. Grand Rapids, Michigan: Wm. B. Eerdmans, 1982),
hal: 18—22.
Ezra dan Nehemia Berhubungan dengan sejarah Israel
terbaru
Tawarikh Berhubungan dengan kepemimpinan
Israel

4. Pengakuan Masa PB
- Yesus mengakui pembagian kitab-kitab PL (Luk 24:44; Mat 5:17;
Luk 16:16)
- Tulisan Talmud “Baba Bathra” mengakui pembagian kitab-kitab
PL
- Penulis PB tidak pernah mengutip Apokripa mereka hanya
mengutip kitab-kitab dalam PL
- Philo dan Josephus hanya memasukkan tulisan-tulisan di PL ke
dalam buku mereka.
Sampai masa PB, orang Israel tidak membicarakan lagi tentang
pemasukan kitab baru ke dalam PL. Pembicaraan para pemimpin
agama hanya difokuskan pada keabsahan dari kitab Ester,
Pengkhotbah, Kidung Agung, Amsal, dan Yehezkiel. Setelah
hancurnya kota suci Yerusalem (tahun 70) dan bangunnya
Kekristenan, orang Israel mencoba bersatu dan mempertahankan
Alkitab mereka. Akhirnya mereka dapat mengakui PL sebagai
kanon dalam konsili Jainnia (tahun 90),

B. Bahasa-bahasa yang dipakai


PL memakai bahasa Ibrani dan Aram, keduanya termasuk dalam
rumpun bahasa Semit.7
1. Bahasa Ibrani
Bahasa Ibrani berkembang dalam interaksi dengan bahasa lain. 8
Misalnya:
- Yakub memberi nama timbunan batu memakai bahasa Ibrani
- Laban memakai bahasa Aram (Kej 31:47).
Bahasa Ibrani dan Aram Kuno itu kemudian ditulis dalam abjad
Phoenician.9
Bentuk tulisan Phoenician itu berubah menjadi tulisan “SEGI
EMPAT” pada tahun 400-200 s.M.
Beberapa alas an tulisan ini bertahan sampai sekarang adalah:
- Meluasnya penggunaan bahasa Aram
- Tulisan Ibrani dianggap suci
2. Bahasa Aram
Bahasa ini dipakai dalam kerajaan Syria. Sama seperti bahasa lain,
7
Nama ‘Semit’ berasal dari anak Nuh yang bernama Sem, walaupun tidak semua keturunan Sem memakai
bahasa Semit.
8
Pelajari juga bahasa Ugarit.
9
La Sor, Hubbard and Bush, Old Testament Survey: The Message, Form, and Background of The Old
Testament, hal. 27.
bahasa inipun mengalami perubahan, dan disebar luaskan seiring
dengan bertambahnya pengaruh pemakaiannya. II Raja-raja 18:17-
37 dapat dipakai sebagai bukti pemakaian bahasa ini dalam
konteks diplomatic. Tetapi setelah Alexander Agung berkuasa,
bahasa Yunani menjadi lebih popular; kemudian hari sebagai fungsi
dari bahasa Aram diganti oleh bahasa Yunani.
Walaupun bahasa ini sudah dikenal oleh sebagian orang Yahudi,
tetapi pemakaiannya makin popular pada masa penawanan. Pada
masa itu bahasa Ibrani hanya dipakai dalam bidang agama,
sedangkan dalam kehidupan sehari-hari orang Yahudi memakai
bahasa Aram. Bahkan sampai akhirnya terdapat orang Yahudi
yang tidak dapat berbahasa Ibrani (Neh 13:24). Sudah tentu ini
tidak berarti bahasa Ibrani sudah hilang sama sekali, walaupun
ternyata penulis Kitab Ezra dan Daniel tidak merasa perlu untuk
menterjemahkan bagian-bagian yang berbahasa Aram. Semua ini
dapat dilihat sebagai bukti betapa populernya bahasa Aram (Dalam
PL selain istilah-istilah atau pemakaian yang berbau bahasa Aram,
Ezra 4:8 – 16; 18; 7:12-26; Dan 2:4b – 7; 28 adalah bagian-bagian
yang ditulis dalam bahasa Aram.

C. Bahan-bahan dan bentuk buku dari salinan kuno


Pada zaman kuno, bahan seperti batu, kayu, tanah liat, pecahan
barang tanah bahkan gulungan dari tembaga 10 dapat dipakai sebagai
bahan tulis.
1. Papirus
Bahan cukup murah, tahan lama dan popular tetapi untuk
menyimpannya sampai berabad-abad lamanya, memerlukan
cuaca dan tanah yang cocok. Itu sebabnya tidak banyak papyrus
yang diketemukan di Palestina. Papyrus, bertuliskan bahasa ibrani
tertua, yang terpelihara mungkin adalah sepucuk surat dari abad 8
atau 7 s.M.
2. Kulit Binatang
Kulit binatang mengambil peranan penting dalam pembuatan
salinan. Bahkan dalam Talmud Yerusalem tertulis suatu huum,
yang katanya diberikan kepada Musa, bahwa Taurat harus ditulis
pada kulit binatang dengan tinta, dan digaris dengan buluh. 11
Sejak tahun 200 sM pemakaian kulit binatang makin diperluas
sehingga menjadi perkamen.
3. Buku
Bentuk buku zaman kuno adalah gulungan dari papyrus atau kulit
binatang. Baru mulai dari abad pertama bentuk codex (baca:
kodeks), khususnya bentuk codex dengan bahan perkamen

10
Gulungan dari tembaga ditemukan di gua Qumran, tetapi tidak mencatat ayat Alkitab
11
Wurthwein, The Text of the Old Testament, hal.8
dipakai. Codex adalah bentuk penjilidan buku yang mirip dengan
buku modern. Baru mulai dari abad ke-4, bentuk buku demikian
menjadi cukup popular.

D. Sejarah singkat salinan/teks PL


Masa dari penulis Kitab – tahun 400 sM
Saat ini kita tidak memiliki salinan yang diyakini lebih tua dari tahun
400 sM. Ini disebabkan bahan-bahan yang dipakai adalah bahan-
bahan yang tidak tahan lama. Hanya kita boleh yakin bahwa sebelum
tahun 400 sM, salinan-salinan PL sudah dibuat dengan teliti. Sejak
masa itu, demi membuat salinan PL yang sudah dibaca dan
dimengerti, para penyalinpun telah mencoba memberi tanda sana siini.
Sistem-sistem ini mungkin telah menjadi dasar bagi karya ahli-ahli
Masorete12
Masa th 400 sm – th 70
Masa ini ditandai dengan cirri mempertahankan dan memperbaiki
salinan-salinan. Hasil perbandingan antara salinan Laut Mati (200 sM
– 100) dengan salinan Masorete menunjukkan betapa setianya para
penyalin dalam membuat salinan yang tepat. Tetapi di pihak lain,
salinan-salinan pun mengalami perubahan, misalnya, bentuk hurufnya
menjadi Empat Persegi, dan tanda-tanda baca lain. Bahkan ada yang
menambahkan keterangan; memperhalus kata yang tidak hormat
terhadap Allah; tidak membaca Nama Allah dengan langsung, tetapi
ada kalanya dibaca dengan kata lain. Pada masa ini terdapat banyak
“jenis” teks yang berbeda dengan teks dari Laut Mati, Septuaginta,
Pentateuch orang Samaria, naskah dasar Masorete dan lain-lain. Ini
sudah tentu menghasilkan pelbagai teori mengenai sumber/tradisi di
belakang salinan-salinan ini.
Masa th 70-abad ke 11
Masa ini adalah masa standarisasi karena didorong oleh cara
penafsiran para rabi yang ketat, yang menuntut suatu salinan yang
standard.13 Perkembangan iman kepercayaan orang Kristen telah
mendesak orang Yahudi untuk memiliki suatu salinan yang dapat
diandalkan; situasi setelah pemusnahan Yerusalem pada tahun 70,
yang membutuhkan suatu salinan yang berwibawa untuk menguatkan
iman orang Yahudi. Hanya perlu diingat bahwa sebenarnya pada abad
pertama atau sebelumnya sudah terdapat salinan yang lebih dominan
atau lebih berotoritas.
12
Nama ‘Masorete’ berhubungan dengan ‘Masora’, (para sarjana masih berdebat apakah istilah ini harus
ditulis Massorete atau Masoret), yang menunjukkan tanda-tanda di pinggiran samping, atas dan bawah dari
naskah kuno. Masorete adalah penulis-penulis yang coba memelihara tanda-tanda itu. Tanda-tanda ini
berfungsi memberi petunjuk untuk pembaca (fungsinya mirip dengan tanda baca titik koma zaman modern)
memberi pengertian fonetik dan musik dll. Bagian ini akan dijelaskan lebih lanjut di bagian sejarah naskah
PL.
13
Rabi Aqiba atau Akiva (tahun 55-137) sering dianggap sebagai orang yang banyak bersumbangsih dalam
menstandarkan PL.
Masa abad ke-11 – abad ke-20
Pada masa ini salinan atau cetakan Alkitab PL juga mengalami sedikit
banyak perbaikan. Pada tahun 1330, R. Salomon b. Ismael, memberi
tanda angka kepada fasal, suatu cara berasal dari orang Kristen, dan
memberi tanda angka kepada ayat/bagian yang diperdebatkan. Cara
pembagian fasalnya, pada dasarnya sesuai dengan cara Massorete,
walaupun tidak sama. Sedangkan pembagian ayat dipakai mungkin
jauh lebih awal, karena praktek orang Yahudi menterjemahkan bagian-
bagian Alkitab mereka ke dalam bahasa Aram. Pada tahun 500 cara
pembagian ayat mungkin sudah menjadi tetap dan pada tahun 1547
dipakai untuk Alkitab yang dicetak, yakni edisi Bomberg. Bagi
golongan Masorete, judul Mazmur adalah bagian dari Mazmur, dengan
demikian terjadilah penghitungan ayat yang berbeda antara naskah
Masorete dengan terjemahan Alkitab.
Pada tahun 1488, PL yang komplit, beserta tanda vokal dan aksennya,
diterbitkan. Edisi ini bernama Soncino Bible, direvsi pada tahun 1495
dan menjadi dasar penerjemahan Martin Luther. Pada tahun 1516-17
Daniel Bomberg, seorang pedagang Kristen menerbitkan Great
Rabbinic Bible. Kemudian hari ia bekerja sama dengan Jacob b.
Hayyim ibn Adonijah, menerbitkan Great Rabbinic Bible yang kedua
pada tahun 1524-25. Edisi ini menjadi teks standar Masorete selama
400 tahun, yang juga dikenal dengan nama teks be Hayyim (chayim).
Edisi yang cukup teliti ini dibuat berdasarkan manuskrip yang cukup
banyak. Hanya saying naskah-naskah ini tidak begitu tua dan tidak
jelas asalnya. Dan ben Hayyim rupanya tidak begitu mengikuti
perubahan yang terjadi sejak hairnya teks ben Asher. Walaupun
demikian, edisi ini cukup dihormati, bahkan Kittle mencetak Biblia
Hbraica edisi I, II berdasarkan teks ben Hayyim.
Sejak tahun 1936, dengan menerbitkan Biblia Hebraica edisi ke III, P.
Kahle mencoba menerobos teks ben Hayyim dengan menyelidiki
codex-codex yang berhubungan dengan keluarga ben Asher. 14 Hanya
saying terdapat kelemahan dalam data-data penyelidikanna
(apparatus0 sedangkan edisi K. Elliger dan W. Rudolph yang lebih
baru, Biblia Hebraica Stuttgartensia, tetap menunjukkan kekurangan
yang mirip. Hanya rupanya edisi baru lebih menghargai teks yang
sudah ada karena penemuan salinan-salinan laut mati.

E. Prinsip Analisa Teks


1. Dalam kebanyakan kasus, teks Massorete merupakan naskah yang
terbaik. Jadi jika tidak ada dukugan yang sangat kuat, tidak ada alas
an bagi seorang penafsir menerima bacaan lain dan meninggalkan
teks Masorete. Sebab teks ini ditulis dalam bahasa Ibrani dan
diteruskan dengan sangat teliti.
14
Keluarga ben Asher adalah salah satu kelompok dari golongan Massorete di Tiberias.
2. Perhatikan naskah itu sendiri:
1.1. telitilah konteks dari kata atau ayat yang dicurigai. Mencari
kemungkinan atau penjelasan yang paling mungkin bagi
kata atau ayat tersebut.
1.2. Data tentang format, gaya bahasa, istilah, tema dan lain-lain
adalah cara yang cukup baik untuk membandingkan suatu
ayat dengan bagian ayat lain dari kitab tersebut. Dalam
penyelidikan demikian konkordansi adalaha alat yang sangat
berguna. Hanya ingat, kadang-kadang metode ini memberi
hasil yang sangat subyektif.
1.3. Selidikilah tata bahasa dari ayat yang bersangkutan. Coba
melihat apakah kalimat itu suatu kalimat yang komplit,
walaupun ini bukan suatu syarat yang mutlak.
1.4. Perhatikan irama gaya bahasa (metrik) dan bagi kalimat
berbentuk puisi, perhatikan sifat parallelnya.
1.5. Selalu menaruh perhatian teologi penulis-penulis PL.
1.6. Memperhatikan kemungkinan kelalaian yang tidak sengaja
dan sengaja dalam penyalinan.
1.7. Memperhatikan cara pemecahan yang memberi arti yang
sederhana, jelas dan natural.
1.8. Mempertimbangkan bahasa yang berhubungan. Misalnya
Hab 3:6-7 kata tidak dapat dimengerti artinya,
padahal ini adalah kata ugarit (penghancuran) yang
ditambah dengan kata depan 15
3. Jika sungguh-sungguh terjadi suatu perbedaan yang didukung oleh
naskah yang cukup berbobot, seorang penafsir perlu memperhatikan
Pentateuch orang Samaria; kemudian terjemahan lain: Septuaginta,
Aquila, Symmachus, Theodotion, Peshitta, Targum, Vulgate, Vestus
Latina, Sahidis, Koptis, Arab, Ethiopia dan Armenia. Sudah tentu ia
juga harus memperhatikan salinan kuno yang lain. Alasan berbuat
demikian adalah:
3.1. Karena Pentateuch orang Samaria mungkin memiliki sumber
tersendri, yang lain dari naskah Masorete.
3.2. Terjemahan-terjemahan ini bukan saja kuno, tetapi juga
karena bahasa-bahasa ini serumpun dengan bahasa Ibrani.
3.3. Salinan dari tradisi/sumber lain perlu diperhatikan, misalnya
naskah-naskah dari Qumran. Pada umumnya salinan-
salinan yang berhubungan dengan tradisi/sumber Masorete
tidak banyak memberi bacaan yang berbeda, misalnya
naskah-naskah yang dikumpulkan oleh Kennicot, de Rossi
dan Ginsburg.
Dalam proses meneliti naskah-naskah ini perhatikanlah:
15
Perlu diingat bahwa sarjana-sarjana, yang senang memakai metode ini, mengira tanda baca naskah
Masorete kurang dapat dipercayai. Ini tidak tepat. Mereka dicela, misalnya Mitchell Dahood yang sangat
memperhatikan bahasa Ugarit, karena terlalu percaya akan cara penyelidikan ini.
 Apakah naskah-naskah ini sebetulnya berasal dari
satu sumber. Jika sumbernya satu, banyanyak
naskah tidak mendukung ketepatannya.
 Pilihlah naskah yang relatif tua, bacaan yang
pendek dan sukar sebagai bukti utama.
 Mengutamakan naskah-naskah yang relatif bebas
dari kesalahan.
 Tidak selalu benar bahwa menterjemahkan kembali
terjemahan PL bahasa lain ke bahasa Ibrani akan
memperoleh bacaan yang lebih tepat atau
naskah/bacaan pre-Masorete.
 Dalam kasus naskah dari Qumran, serasi dengan
Septuaginta, dan bertentangan dengan naskah
Masorete, seorang penafsir seharusnya jangan
terlalu cepat mengambil keputusan bahwa bacaan
naskah Qumran lebih baik.
4. Dua hal perlu disinggung di sini. Pertama, seorang penafsir
seharusnya sadar akan keterbatasan kemampuan penafsir modern
dan naskah yang tersedia, sehingga bersedia menerima apa yang ada
dan tidak terlal dipaksa-paksa. Kedua, selalu waspada kepada
subyektifitas, yang memang sulit dihindari, dalam pekerjaan analisa
teks.

ANALISA TEKS PB
Sejarah singkat pembentukan PB sebagai Kanon
1. Masa Awal
Semua kata-kata dan tindak-tanduk Tuhan Yesus, dan kemudian
ajaran-ajaran murid-murid-Nya, segbenarnya sudah tertanam dalam
hati pendengar-pendengar mereka mulai dari hari-hari pertama.
Namun demikian, mulai ca. tahun 30 – tahun 50-an, belum terdapat
suatu kitab yang dituliskan untuk pengikut Kristus. Ini mungkin
disebabka saksi mata tentang Juru Selamat masih hidup; pekerjaan PI
yang sangat mendesak pengharapan akan kedatangan Tuhan yang
segera. Walaupun demikian, kemungkinan mencatat ajaran dan
perbuatan Tuhan Yesus oleh pengikut-Nya, dalam bentuk fragmen,
tetap ada.
2. Setelah gereja resmi berdiri dan pekerjaan PI giat dilakukan,
timbullah pelbagai kebutuhan-kebutuhan ini berhubungan dengan
persoalan teologi, praktis, etis atau penganiayaan atas jemaat-
jemaat Tuhan, sehingga para rasul merasa terdesak menulis surat,
kemudian Kitab Injil, untuk menolong mereka.
Kitab-kitab ini dibaca terlebih dahulu di hadapan jemaat yang
bersangkutan, kemudian disalin dan disebar-luaskan ke jemaat-jemaat
lain. Surat yang pertama ditulis mungkin adalah surat Yakobus, I-II
Tesalonika, dan yang paling akhir Kitab Wahyu. Begitu surat-surat atau
kitab-kitab Injil ini ditulis langsung diterima oleh jemaat-jemaat Tuhan.
(Baca II Pet 3:15-16; Kol 4:16; Why 22:18,19). Ini bukan saja karena
penulis-penulis kitab PB diterima oleh jemaat-jemaat Tuhan sebagai
utusan Allah yang berotoritas. Tetapi juga karena berita-berita

Anda mungkin juga menyukai