Kelas : F
NIM : 200101197
Prodi : PAK Semester 1
MK : Pengantar Pengetahuan PL
Dosen pemgampu : Roy Charly, M.Th
2. Penulis Kitab
Faktor lain yang memengaruhi pendapat para ahli mengenai siapa penulisnya
dan tarikh penulisannya perlu disebutkan. Sudut pandang penafsiran yang diambil
1
Roy Charly Hp Sipahutar, “Kesetaraan: Solusi Perbaikan Bangsa (Interpretasi Kritis Kidung
Agung 7:10 – 8:4 Dalam Perspektif Gender)”, Iakn Tarutung, hlm. 2.
2
Ibid, hlm. 3.
3
Ibid, hlm. 3-4.
oleh seorang penerjemah-penafsir menentukan sekali dalam cara seseorang
menguraikan teks, memahami syairnya dalam kaitannya dengan pengembangan alur
cerita dan jumlah tokoh dalam cerita, dan akhirnya menentukan corak atau cara
seseorang mengatur dan mengevaluasi berbagai bukti yang berhubungan dengan soal
mengenai siapa penulisnya dan tarikh penulisannya. Sebagai contoh, orang-orang
yang memertahankan bahwa kisah cinta itu adalah sebuah drama dengan dua peran
mungkin akan memusatkan perhatiannya pada kosa kata yang mencolok, banyaknya
rujukan pada flora dan fauna, dan kesatuan geografi yang jelas dalam syair-syairnya
dan karena itu menetapkan tanggal penulisannya pada masa Salomo, jika bukan
Salomo penulisnya.
Anggapan ini didukung oleh pencantuman nama Salomo pasal 1:1 berbunyi
“Kidung Agung dari Salomo”. Kata lisylomo(Kid 1:1) yang secara harfiah berarti
“pada Salomo”, dapat menunjukkan pengarangnya. Tetapi, para ahli berpendapat
bahwa kitab ini adalah kumpulan syair yang ditulis oleh seorang penulis, ada juga
yang berpendapat bahwa kitab ini adalah kumpulan nyanyian cinta atau syair yang
dikumpulkan oleh seorang editor. Menurut beberapa pakar Kidung Agung adalah
drama, sedangkan pakar-pakar lainnya mengatakan kitab ini hampir sama dengan
nyanyian pernikahan Mesopotamia purba atau syair cinta Mesir kuno. Tuhan sama
sekali tidak disebut-sebut dalam kitab ini, dan semua syair kelihatannya hanya
mengutarakan satu gambaran tentang cinta kasih manusia. Sampai akhir abad ke-2 M
pun para rabi Yahudi masih berpendapat seputar pertanyaan apakah Kidung Agung
dapat dipandang sebagai sebuah Kitab Suci atau tidak. Tulisan-tulisan Kristen yang
muncul pada tahun-tahun awal era kekristenan juga memperdebatkan hal yang
samanamun, akhirnya banyak rabi Yahudi mengatakan bahwa kitab ini
melambangkan cinta Tuhan kepada orang Israel. 5
Tradisi Yahudi menyakini bahwa penulis kitab ini adalah raja Salomo dan
penerimaan kitab ini dalam kanon kitab suci besar kemungkinan karena hubungannya
dengan raja yang bijaksana ini. Ada beberapa alasan yang mendasari pandangan ini :
4
J. Blommendaal, Pengantar kepada Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008),
hlm. 78.
5
Barnabas Ludji, Pemahaman dasar PL 2, (Bandung: Bina media Informasi, 2009), hlm.
172-174.
6
Agus Jetron Saragih, Kitab Ilahi, (Medan: Bina Media, 2016), hlm. 150.
mungkin bukan Salomo penulisnya namun mencerminkan pemikiran dan
zaman Salomo.
Latar kisah ini terletak di kerajaan utara pada masa awal perpecahan
kerajaan. Seorang sarjana yang menggunakan pendekatan yang berhubungan dengan
tipologi atau kultus akan menekankan ciri-cri linguistik (seperti pengaruh bahasa
Aram, Persia dan Yunani) dan sarana “fiksi sastra” dalamsyairnya, yang
menggambarkan Salomo sebagai “kekasih yang agung”, dan menyimpulkan bahwa
kitab ini seharusnya ditarikhkan pada periode Persia. Bukti sastra, sejarah, dan
linguistik menunjuk bahwa tempat penulisan kitab di kerajaan Utara.
4. Sistematika Kitab
5. Teologi Kitab
Ahli kitab suci Yahudi, termasuk pada zaman Yesus Kristus (abad pertama
Masehi), menafsirkan kitab ini secara alegoris menggambarkan kasih Allah kepada
orang Israel. Orang Kristen menafsirkan kitab ini mengandung hubungan mistis
antara Tuhan Yesus Kristus dengan mempelai perempuanNya, yaitu Gereja. 11
10
JA Telnoni, Tafsiran Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017), hlm. 21.
11
Andrew E. Hill & Jhon H. Walton, Op.Cit., hlm. 490.
Kidung Agung sangat relevan bagi kebutuhan zaman ini untuk menjelaskan
pemahaman seks yang benar dan kudus. Selain itu, kitab ini juga dapat menjawab dua
ekstrim yang salah mengenai seksualitas yang berkembang saat ini. Di satu pihak, ada
pandangan yang memahami seks sebagai sesuatu yang kotor sehingga tabu untuk
dibicarakan, apalagi dilakukan. Bagi orang yang berpandangan seperti ini, seks hanya
dipakai sebagai alat untuk mendapatkan keturunan dan tidak layak untuk dibicarakan
di depan umum.
Di pihak lain, ada juga orang yang menganggap pemahaman mengenai seks tidak
perlu ditutup-tutupi, sehingga cenderung mengarah kepada eksploitasi seks. Seks
dalam pengertian seperti ini tidak lebih dari pengumbaran hawa nafsu sehingga seks
diperlakukan secara tidak bertanggung jawab. Berlawanan dengan dua pandangan
yang ekstrim tersebut, Kidung Agung tampil untuk menegaskan bahwa seks itu benar
dan kudus, pemberian Allah untuk dinikmati oleh pasangan suami-istri yang telah
dipersatukan Tuhan dalam pernikahan yang kudus. Kitab ini mengajarkan bagaimana
setiap pasutri dapat menikmati hubungan seksual, sehingga mereka dipersatukan
dalam kasih yang suci yang Tuhan pakai sebagai alat anugerah-Nya bagi kepenuhan
hidup mereka dan bagi alat reproduksi sehingga menggenapi firman Tuhan yang
mengatakan, “… Beranakcuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan
taklukkanlah itu ….” (Kejadian 1:28b).
a) Kidung Agung adalah kitab yang menceritakan hubungan cinta kasih dengan
sangat terbuka dan dalam (erotis) antara mempelai laki-laki dan mempelai
perempuan. Hubungan Erotis adalah simbol hubungan antara Allah dengan
umatNya.
b) Cinta kasih dalam kitab ini adalah cinta kasih antara pasangan laki-laki
dengan perempuan yang mendorong keharmonisan dalam sebuah keluarga
melalui pertumbuhan cinta kasih antara suami dan istri.
c) Ada yang menentang dua hal yang berhubungan dengan cinta yaitu perbuatan
seksual yang berlebihan dan menyangkal kebaikan cinta jasmani.
d) Kidung agung bukan hanya menggambarkan tentang cinta kasih manusia
tetapi mengingatkan kita akan adanya cinta yang lebih murni yaitu cinta kasih
Allah.
Refleksi Teologis
6. Kesimpulan
Kitab ini memberi beberapa pedoman praktis untuk memperkuat pernikahan kita: