Anda di halaman 1dari 6

Nama : Ernauli Maharani Marbun

Kelas : F
NIM : 200101197
Prodi : PAK Semester 1
MK : Pengantar Pengetahuan PL
Dosen pemgampu : Roy Charly, M.Th

1. Nama Kitab : Kidung Agung

2. Penulis Kitab

Menurut tradisi kesarjanaan tradisional, penulisan Kidung Agung


dihubungkan dengan Salomo dan menarikhan syair tersebut pada bagian akhir 10 sM
berdasarkan superskripsi di ayat pembukaan (1:1). Menurut tradisi ini, Salomo
dipandang sebagai penggubah nyanyian-nyanyian terindah yang memiliki pengaruh
besar dalam kesasteraan seni dan hikmat Israel. 1Beberapa tradisi kuno Yahudi juga
terkadang mengatakan bahwa kitab ini merupakan hasil karya Raja Hizkia, raja
Yehuda yang diberi tempat utama dalam pemeliharaan sastra hikmat umat Israel
(bnd. Ams 25:1; 2 Taw 32:27-29). Permasalahan mengenai siapakah penulis dan
tarikh penulisan Kidung Agung terjalin sangat erat. Judul kitab yang sifatnya tidak
meyakinkan itu semakin merumitkan permasalahan. Penyusunan kata-kata dalam ayat
judul “lislomo” dapat dimengerti dengan berbagai cara seperti “daripada Salomo”
atau “untuk Salomo” bahkan “tentang Salomo”.

Jadi, penafsiran judulnya dapat menyatakan secara tidak langsung bahwa


Salomo adalah penulis syair tersebut, bahwa syair itu dipersembahkan kepadanya,
atau bahwa syair tersebut mewakili nyanyian-nyanyian yang digubah tentang dirinya
sebagai tokoh utama kitab. Walaupun nama Salomo muncul sebanyak enam kali di
beberapa tempat di Kidung Agung ini (1:1,5; 3:7,9,11; 8:11-12), dan ayat-ayat lain di
Kitab Suci menegaskan keahliannya di bidang sastra (bnd. 1 Raja 4:29-34), rujukan-
rujukan ini tidak menyatakan apapun mengenai Salomo sebagai penulisnya.
Sebaliknya, ayat-ayat itu hanya sekedar menegaskan peranan Salomo sebagai tokoh
penting dalam kisah cinta yang digambarkan dalam kitab tersebut. Hal yang
meyakinkan adalah bagaimana gaya puisi dan bahasa yang ada di dalamnya
menunjuk kepada waktu yang jauh lebih muda dari masa kehidupan Salomo itu
sendiri2.Seperti kebiasaan sastra-sastra kuno lainnya, sama juga seperti dengan
Pengkhotbah 1:1, sesungguhnya Kidung Agung ini merupakan kitab Pseudo-epigraf
(har. bukan nama pengarang yang sesungguhnya). Orang-orang di zaman kuno tidak
mengenal kata plagiarisme seperti biasa yang digunakan pada zaman sekarang. Demi
menarik perhatian dan meningkatkan prestise sebuah tulisan, penyusun sebuah puisi
yang bagus atau rangkaian tulisan berusaha dikaitkan dengan seorang besar dari masa
dulu. 3

Faktor lain yang memengaruhi pendapat para ahli mengenai siapa penulisnya
dan tarikh penulisannya perlu disebutkan. Sudut pandang penafsiran yang diambil

1
Roy Charly Hp Sipahutar, “Kesetaraan: Solusi Perbaikan Bangsa (Interpretasi Kritis Kidung
Agung 7:10 – 8:4 Dalam Perspektif Gender)”, Iakn Tarutung, hlm. 2.
2
Ibid, hlm. 3.
3
Ibid, hlm. 3-4.
oleh seorang penerjemah-penafsir menentukan sekali dalam cara seseorang
menguraikan teks, memahami syairnya dalam kaitannya dengan pengembangan alur
cerita dan jumlah tokoh dalam cerita, dan akhirnya menentukan corak atau cara
seseorang mengatur dan mengevaluasi berbagai bukti yang berhubungan dengan soal
mengenai siapa penulisnya dan tarikh penulisannya. Sebagai contoh, orang-orang
yang memertahankan bahwa kisah cinta itu adalah sebuah drama dengan dua peran
mungkin akan memusatkan perhatiannya pada kosa kata yang mencolok, banyaknya
rujukan pada flora dan fauna, dan kesatuan geografi yang jelas dalam syair-syairnya
dan karena itu menetapkan tanggal penulisannya pada masa Salomo, jika bukan
Salomo penulisnya.

Namun demikian, walaupun bukan Salomo sendiri yang menjadi


pengarangnya, nada dan keadaan Kidung Agung ada yang mencerminkan zamannya.
Sama seperti Amsal, dasar atau inti Kidung Agung mungkin disebarkan (barangkali
secara lisan), ditambah dan kemudian diberi bentuknya yang sekarang oleh seorang
penyair yang hidup di zaman selanjutnya. 4

Anggapan ini didukung oleh pencantuman nama Salomo pasal 1:1 berbunyi
“Kidung Agung dari Salomo”. Kata lisylomo(Kid 1:1) yang secara harfiah berarti
“pada Salomo”, dapat menunjukkan pengarangnya. Tetapi, para ahli berpendapat
bahwa kitab ini adalah kumpulan syair yang ditulis oleh seorang penulis, ada juga
yang berpendapat bahwa kitab ini adalah kumpulan nyanyian cinta atau syair yang
dikumpulkan oleh seorang editor. Menurut beberapa pakar Kidung Agung adalah
drama, sedangkan pakar-pakar lainnya mengatakan kitab ini hampir sama dengan
nyanyian pernikahan Mesopotamia purba atau syair cinta Mesir kuno. Tuhan sama
sekali tidak disebut-sebut dalam kitab ini, dan semua syair kelihatannya hanya
mengutarakan satu gambaran tentang cinta kasih manusia. Sampai akhir abad ke-2 M
pun para rabi Yahudi masih berpendapat seputar pertanyaan apakah Kidung Agung
dapat dipandang sebagai sebuah Kitab Suci atau tidak. Tulisan-tulisan Kristen yang
muncul pada tahun-tahun awal era kekristenan juga memperdebatkan hal yang
samanamun, akhirnya banyak rabi Yahudi mengatakan bahwa kitab ini
melambangkan cinta Tuhan kepada orang Israel. 5

Tradisi Yahudi menyakini bahwa penulis kitab ini adalah raja Salomo dan
penerimaan kitab ini dalam kanon kitab suci besar kemungkinan karena hubungannya
dengan raja yang bijaksana ini. Ada beberapa alasan yang mendasari pandangan ini :

a) Ada beberapa kesaksian yang menunjuk pada salomo, kemudian kata


lisylomo (untuk Salomo) sering diakui sebagai milik salomo.
b) Pengalaman cinta kasih dalam perkawinan, dia memiliki banya istri dan selir.
c) Ada kesan bahwa Israel pada waktu itu masih dalam satu kesatuan sebagai
bangsa, dimana masih ada nama-nama kota di wilayah Israel Utara/Palestina
(Saron 2:1, Libanon 3:9, Amana, Hermon, Damsyik 7:4, Karmel 7:4). Ini
hanya mungkin jika ditulis zaman Salomo. 6Kesimpulannya, walaupun

4
J. Blommendaal, Pengantar kepada Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008),
hlm. 78.
5
 Barnabas Ludji, Pemahaman dasar PL 2, (Bandung: Bina media Informasi, 2009), hlm.
172-174.
6
Agus Jetron Saragih, Kitab Ilahi, (Medan: Bina Media, 2016), hlm. 150.
mungkin bukan Salomo penulisnya namun mencerminkan pemikiran dan
zaman Salomo.

3. Waktu dan Tempat Penulisan Kitab

Sulit memastikan soal waktu penulisannya tetapi penyuntingan dapat


dipastikan sesudah Salomo yaitu zaman Nehemia (± 350 sM) sebab ada pengaruh
bahasa Aram. 7Menurut pendapat Schonfield, kitab ini ditulis pada masa Persia, atau
lebih tepat antara masa Nehemia dan tahun 350 sM. 8

Latar kisah ini terletak di kerajaan utara pada masa awal perpecahan
kerajaan. Seorang sarjana yang menggunakan pendekatan yang berhubungan dengan
tipologi atau kultus akan menekankan ciri-cri linguistik (seperti pengaruh bahasa
Aram, Persia dan Yunani) dan sarana “fiksi sastra” dalamsyairnya, yang
menggambarkan Salomo sebagai “kekasih yang agung”, dan menyimpulkan bahwa
kitab ini seharusnya ditarikhkan pada periode Persia. Bukti sastra, sejarah, dan
linguistik menunjuk bahwa tempat penulisan kitab di kerajaan Utara.

Eissfeld memberikan pandangan yang lebih masuk akal mengenai


pentarikhan Kidung Agung dengan pendekatan bentuk gaya bahasa kitab tersebut.
Ada banyak pengaruh Aramic dalam kosa kata yang ada, misalnya beberapa kata
yang menggunakan partikel “bet”, yang mengikuti kata penghubung “mi” (misalnya
1:12; 2:7, dsb.). Hal ini merupakan indikasi yang jelas dan terang bahwa kitab ini
dituliskan, atau setidaknya disunting pada masa yang lebih muda di sekitaran periode
Persia. Istilah “paredes” (park, paradise, 4:13), adalah merupakan sebuah istilah yang
baru dikenal pada masa Persia, sebelumnya tidak. Sejalan dengan itu Otto Kaiser
mengatakan bahwa sesungguhnya Kidung Agung disusun dalam rangka kebutuhan
Israel yang sangat mendesak, mungkin sekali dikumpulkan atau dituliskan pada
Pembuangan Babilonia dan sesudahnya. Bahanbahan itu dipakai untuk membimbing
umat yang baru kembali dari negeri pembuangan ke dalam keadaan yang rapuh di
Yerusalem. Mungkin juga bahan-bahan itu telah ada semenjak zaman kerajaan,
terkumpul melalui waktu dan proses yang panjang, tetapi pengumpulan yang intensif
dan peredaksian terakhirnya adalah di zaman sesudah Pembuangan Babilonia.8
Dengan demikian kita dapat menyimpulkan secara sederhana bahwa penyuntingan
akhir dari Kidung Agung ini adalah sekitaran abad 5 s/d 4 sM di Yerusalem ketika
bangsa Israel ingin mengembalikan jati diri kebangsaan dan keagamaan mereka.
Namun demikian kita tidak menafikan adanya sumber-sumber awal dari sastra-sastra
bangsa lain seperti sastra Babilonia ataupun Kanaan yang memiliki kesejajaran dan
dinyatakan berumur jauh lebih tua, yang mungkin sekali dipakai sebagai sumber dari
pembentukan juga perkembangan Kidung Agung.9

4. Sistematika Kitab

1. Mempelai wanita merindukan mempelai laki-laki(1:1 - 2:7)


7
W.S. Lasor, D.A. Hubbard & F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama II, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2008), hlm. 168.
8
Andrew E. Hill & Jhon H. Walton, Survei Perjanjian Lama, (Jawa Timur: Gandum Mas,
1996), hlm. 491.
9
Roy Charly Hp Sipahutar, Op.Cit., 4.
Seorang gadis muda bercerita tentang cinta sejatinya. Ia menyebut
kekasihnya sebagai “sang raja” (1:4). Kemudian, gadis ini dan kekasihnya
mempersembahkan kidung cinta yang penuh dengan gambaran yang
menggairahkan indra penglihatan, penciuman, dan cita rasa.
2. Kedua kekasih saling mencari dan berjumpa (2:8 - 3:5)
Si gadis bermimpi tentang kekasihnya yang datang di bawah jendelanya.
Sang kekasih menyanyikan lagu cinta bagi si gadis muda. Si gadis
mencari kekasihnya ketika ia berbaring di tempat tidur, tetapi kekasihnya
tidak ada di sana, sebab itu ia pergi ke jalan untuk mencarinya.
3. Iringan Pernikahan (3:6 - 5:1)
Bagian ini dimulai dengan gambaran tentang pernikahan yang megah
(3:6-11), dilanjutkan dengan pujian si pemuda (4:1-15). Sigadis
mengundangnya untuk memasuki “kebunnya” dan menikmati buah-buah
dan rempah-rempahnya (4:16-5:1).
4. Hasrat dan kerinduan perempuan
Ini mengemukakan penafsiran atas Kidung Agung 5:9-6:3 (pujian mempelai
perempuan kepada mempelai laki-laki). Bahasa yang digunakan dalam
ungkapan dari Si gadis akan dillihat sedemikian rupa untuk menemukan
unsur seksualitasnya. Mistik syahwati kemudian akan melihat sejauhmana
pengaruh ungkapan-ungkapan tersebut berguna membangun pemahaman
perempuan terhadap seksualitasnya, pasangannya dalam penghayatan akan
Allah. Bagian ini berisi kesimpulan atas keseluruhan penelitian serta sedikit
berusaha melihat implikasi atau relevansi pendekatan mistik dalam teks
Kidung Agung 5:9-8:7 kaitannya dengan konteks masa kini. Bagaimana gaya
bahasa yang erotis dalam teks Kidung Agung 5:9-8:7 dari perspektif mistik
syawahti membangun kehidupan manusia yang holistik, seksual-religius.
5. Hasrat dan rayuan laki-laki
Bagian ini berisi analisa teks Kidung Agung 6:4-7:5 (pujian mempelai laki-
laki kepada mempelai perempuan). Ungkapan-ungkapan dan simbol yang
digunakan dari Si pemuda akan dillihat sedemikian rupa untuk menemukan
seksualitas seorang lakilaki kepada perempuan. Kemudian mistik syahwati
akan melihat bagaimana pengaruh ungkapan-ungkapan tersebut berguna
membangun pemahaman laki-laki terhadap seksualitasnya, pasangannya dan
kehidupan religiositasnya.
6. Kenikmatan dan kekuatan cinta
Bagian ini berisi analisa teks Kidung Agung 7:6-8:7 (kenikmatan dan
kekuatan cinta). Ungkapan-ungkapan sahut-sahutan dari mempelai laki-laki
dan perempuan mengenai cinta akan dilihat sedemikian rupa untuk
menemukan makna cinta diantara keduanya. Mistik syahwati akan melihat
sejauhmana keterkaitan cinta kedua mempelai tersebut dengan cinta illahi. 10

5. Teologi Kitab

Ahli kitab suci Yahudi, termasuk pada zaman Yesus Kristus (abad pertama
Masehi), menafsirkan kitab ini secara alegoris menggambarkan kasih Allah kepada
orang Israel. Orang Kristen menafsirkan kitab ini mengandung hubungan mistis
antara Tuhan Yesus Kristus dengan mempelai perempuanNya, yaitu Gereja. 11

10
JA Telnoni, Tafsiran Alkitab, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017), hlm. 21.
11
Andrew E. Hill & Jhon H. Walton, Op.Cit., hlm. 490.
Kidung Agung sangat relevan bagi kebutuhan zaman ini untuk menjelaskan
pemahaman seks yang benar dan kudus. Selain itu, kitab ini juga dapat menjawab dua
ekstrim yang salah mengenai seksualitas yang berkembang saat ini. Di satu pihak, ada
pandangan yang memahami seks sebagai sesuatu yang kotor sehingga tabu untuk
dibicarakan, apalagi dilakukan. Bagi orang yang berpandangan seperti ini, seks hanya
dipakai sebagai alat untuk mendapatkan keturunan dan tidak layak untuk dibicarakan
di depan umum.

Di pihak lain, ada juga orang yang menganggap pemahaman mengenai seks tidak
perlu ditutup-tutupi, sehingga cenderung mengarah kepada eksploitasi seks. Seks
dalam pengertian seperti ini tidak lebih dari pengumbaran hawa nafsu sehingga seks
diperlakukan secara tidak bertanggung jawab. Berlawanan dengan dua pandangan
yang ekstrim tersebut, Kidung Agung tampil untuk menegaskan bahwa seks itu benar
dan kudus, pemberian Allah untuk dinikmati oleh pasangan suami-istri yang telah
dipersatukan Tuhan dalam pernikahan yang kudus. Kitab ini mengajarkan bagaimana
setiap pasutri dapat menikmati hubungan seksual, sehingga mereka dipersatukan
dalam kasih yang suci yang Tuhan pakai sebagai alat anugerah-Nya bagi kepenuhan
hidup mereka dan bagi alat reproduksi sehingga menggenapi firman Tuhan yang
mengatakan, “… Beranakcuculah dan bertambah banyak, penuhilah bumi dan
taklukkanlah itu ….” (Kejadian 1:28b).

Tema-tema Teologi Kitab Kidung Agung12

a) Kidung Agung adalah kitab yang menceritakan hubungan cinta kasih dengan
sangat terbuka dan dalam (erotis) antara mempelai laki-laki dan mempelai
perempuan. Hubungan Erotis adalah simbol hubungan antara Allah dengan
umatNya.
b) Cinta kasih dalam kitab ini adalah cinta kasih antara pasangan laki-laki
dengan perempuan yang mendorong keharmonisan dalam sebuah keluarga
melalui pertumbuhan cinta kasih antara suami dan istri.
c) Ada yang menentang dua hal yang berhubungan dengan cinta yaitu perbuatan
seksual yang berlebihan dan menyangkal kebaikan cinta jasmani.
d) Kidung agung bukan hanya menggambarkan tentang cinta kasih manusia
tetapi mengingatkan kita akan adanya cinta yang lebih murni yaitu cinta kasih
Allah.

Refleksi Teologis

Kidung Agung 2:16, “Kekasihku kepunyaanku, dan aku kepunyaaku”. Yang


artinya bahwa cinta kedua orang kekasih itu satu sama lain adalah sejati dan bersifat
monogami. Tidak ada kerinduan atau tempat untuk orang lain. Di dalam pernikahan
juga haruslah demikian, harus ada kasih dan komitmen sedemikian rupa kepada satu
sama lain sehingga kesetiaan kepada pasangan menjadi yang terpenting di dalam
hidup kita. Dalam Ibrani 13:4 “Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap
perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang
sundal dan pezinah akan dihakimi Allah” yang artinya kita harus mengendalikan diri
dan menjauhi segala tindakan dan ransangan seksual yang dapat menajiskan
kemurnian seseorang di hadapan Allah. Kata ini juga menekankan agar menahan diri
12
Agus Jetron Saragih, Kitab Ilahi, Op.Cit., hlm. 154.
dari segala tindakan dan pikiran yang merangsang keinginan yang tidak selaras
dengan keperawanan ataupun janji nikah janji nikah seseorang. Hal itu termasuk
menguasai tubuh kita sendiri dan “hidup dalam pengudusan dan penghormatan” (1
Tes 4:4), dan bukan “di dalam keinginan hawa nafsu” (1 Tesalonika 4:5).

6. Kesimpulan

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan, bahwa kitab Kidung Agung


merupakan suatu pelajaran, suatu perumpamaan luas yang menggambarkan keajaiban
dan kekayaan cinta manusia yang merupakan pemberian kasih Allah, meskipun
bahasanya terang-terang. Kidung agung bukan hanya menggambarkan tentang cinta
kasih manusia tetapi mengingatkan kita akan adanya cinta yang lebih murni yaitu
cinta kasih Allah. Kitab Kidung Agung banyak menceritakan tentang cinta seorang
laki-laki dan seorang perempuan, yang dimana cinta seorang laki-laki dan seorang
perempuan itu menggambarkan cinta kasih Allah kepada umatNya. Walaupun dosa
telah menodai pengalaman manusia yang paling penting Allah ingin kita tahu bahwa
pernikahan itu bisa murni, sehat, dan indah.

Kitab ini memberi beberapa pedoman praktis untuk memperkuat pernikahan kita:

1) Perhatikan pasanganmu. Sediakan waktu untuk benar-benar mengenal


pasanganmu.
2) Dukungan dan pujian, bukannya kritik, merupakan hal yang terpenting
bagi sebuah hubungan.
3) Nikmatilah pasanganmu. Rencanakan liburan bersama. Saling
menyenangkan satu sama lain. Nikmatilah anugerah cinta kasih dalam
pernikahan, pandang sebagai sebuah anugerah dari Allah.
4) Lakukanlah apa saja yang diperlukan untuk menguatkan komitmenmu
kepada pasangan. Perbaruilah janji pernikahanmu; atasilah permasalahan
dan jangan pernah menganggap bahwa perceraian merupakan solusi.
Allah menghendaki supaya kalian berdua hidup dalam hubungan cinta
yang penuh damai dan harmonis.

Anda mungkin juga menyukai