Anda di halaman 1dari 5

Nama : Ernauli Maharani Marbun

Nim : 200101165
Grup/Sem : E/III
Mata Kuliah : Sejarah Gereja
D. Pengampu : Rawatri Sitanggang, M.Pd

Summary Pertikaian Tentang Logos & Ajaran


Gereja Tentang Allah
1. Pengertian Pertobatan Gereja

Pertobatan Gereja adalah ajaran Origenes tentang Logos sebagai zat yang "setengah
Allah" atau "Allah kedua" merajalela dalam Gereja Lama.

2. Perselisihan di Aleksander Antara Seorang Presbiliter

Pada tahun 318 timbullah perselisihan di Alexandria antara seorang presbiter, Arius
namanya, dengan uskupnya Alexander. Arius mengajarkan bahwa Anak atau Logos
itu adalah makhluk Tuhan yang sulung dan yang tertinggi derajatnya. Ia bukannya
dari kekal, melainkan diciptakan di dalam batas batas zaman, seperti manusia juga
diciptakan. Alexander tidak menerima pandangan itu, karena apabila hal itu benar,
maka itu berarti bahwa Injil ditiadakan. Jikalau Kristus tidak lain dari pada makhluk
saja, mustahil kedatangan Logos dalam dunia ini ber arti penyataan Allah yang benar,
dan mustahil pula Logos itu dapat membebaskan manusia.

3. Perselisihan Konsili di Nicea


Perselisihan ini merambak dengan segera di seluruh Gereja bagian timur, serta
mengharu-birukan jemaat-jemaat dan masyarakat. Sebab itu Contantinus mencari
jalan untuk memperdamaikan kedua belah pihak yang berbantah-bantah itu, Mereka
setuju bahwa Logos atau Anak, "homo-usios" dengan Bapa. Sebenarnya istilah itu
berarti "sezat" atau "sehakekat," tetapi menurut Constantinus rumus itu hanya
menyatakan, bahwa Logos berhubungan rapat dengan Allah Bapa. Maksud kaisar
ialah supaya segala golongan dapat menafsirkan homousios sesuai dengan pikiran
masing-masing dan dengan itu ketenteraman dan persatuan di dalam Gereja dan
negara terjamin pula.
4. Perjuangan Athanasius Terhadap Pertikaian Tentang Relasi Antara Logos dengan
Allah.
Dengan konsili Nicea pertikaian tentang relasi antara Logos dengan Allah belum
diselesaikan, karena golongan-golongan yang berlawanan itu bukan saja hendak
membenarkan theologianya masing masing, tetapi juga bersaingan untuk merebut
kuasa di dalam Gereja. Athanasius tidak jemu menjelaskan kepada Gereja dengan
banyak karangan bahwa Anak itu bukan suatu makhluk dan bukan setengah Allah
atau Allah yang kedua, melainkan suatu zat dengan Bapa dalam segala- galanya.
Yang terpenting bagi Athanasius, ialah kebenaran Injil, yakni: ketika Anak itu masuk
ke dunia ini, Allah sendiri datang menyelamatkan manusia. Jemaat di Roma memihak
kepada Athanasius, tetapi lawan-lawannya banyak dan berkuasa pula. Sekarang
Athanasius kembali mempergunakan rumus "homo-usios," yang sudah diterima di
Nicea, tetapi belum diartikan menurut maknanya yang sejati. Kata Athanasius: Logos
sama sekali sehakekat dengan Allah Bapa; sungguhpun Logos dan Allah harus
dibedakan, tetapi pada hakekatnya mereka satu saja. Walaupun Athanasius
sebenarnya tidak setuju dengan rumus homo-usios itu, namun ia mengerti bahwa
orang Nicea-Baru juga melawan anggapan Arius, bahwa Logos kurang tinggi
derajatnya daripada Allah. Pertikaian theologia yang hebat dan lama ini baru berakhir
sesudah Theodosius Agung, yang anti-Arian, naik kaisar pada tahun 379. Konsili
oikumenis yang kedua, yang diadakan di Constantinopel pada tahun 381. memutuskan
bahwa Anak itu homo-usios dengan Bapa.
Summary Perselisihan tentang kedua tabiat
Kristus (kristologi) & Perpisahan Gereja Timur dan
Gereja Barat
A. Perselisihan tentang kedua tabiat Kristus (kristologi)
Pertikaian Kristologi dari beberapa tokoh berikut ini berlangung sampai
Konsili Kalsedon pada tahun 451. Apollianaris memakai suatu istilah teknis: Theos
sark hophoros, artinya Allah yang memikul daging. Di dalam diriNya sendiri Allah
tidak menderita tetapi di dalam tabiatNya yang memukul daging, Allah menderita
melalui tubuhNya. Allah tidak makan, tidak menangis, tidak dahaga, namun yang
makan, menangis, dahaga adalah tubuhNya. Ajaran ini ditolak oleh Konsili
Konstantinopel tahun 381.
Menurut Nestorius, lebih baik kata itu diganti dengan kristotokos (bunda
Kristus). Pemahamannya tentang Kristus ialah bahwa hubungan kedua tabiat Kristus
itu tidak begitu erat, misalnya seperti minyak dengan air dalam satu gelas. Zat-zat itu
tidak bercampur, tetapi masing-masing mempertahankan sifatnya sendiri. Menurut
uskup Alexandria (tahun 412-444) bahwa sifat-sifat khusus dari kemanusiaan Kristus
menjadi hilang ketika tabiat itu digabungkan dengan keilahian Kristus, sehingga
tubuh Kristus mengambil alih sifat-sifat ilahi. Pendek kata bahwa Nestorius
menekankan kamanuiaan Kristus, sedang Cyrillus menekankan keilahian Kristus,
maka kaisar Theodosius II mengadakan konsisi (sidang), di mana 60 uskup yang hadir
memenuhi undangan kaisar Theosius II memutuskan Cyrillus yang menang sedang
ajaran Nestorius ditolak oleh Gereja dan Nestorius dibuang.
Tujuh belas tahun kemudian perselisihan itu berkobar kembali, takkala
seorang sarjana theologia,seorang biarawan tua dari Konstantinopel yang bernama
Eutyches, mengajarkan bahwa sebenarnya Kristus hanya bertabiat satu saja. Maka
pada tahun 449, patriarch Alexandria, Dioscurus membantu Eutyches lalu
mengadakan “sidang penyamun” di Efesus, bersama rahibnya yang bersenjata
memaksa supaya monophisitisme Eutyches diakui sebagai ajaran ortodoks. , maka
kaisar sepakat untuk menyelenggarakan konsili oikumenis (ke-4) di Chalcedon
(sebuah kota di Bithinia di Asia Kecil) yang berlangsung dari tanggal 8 Oktober
sampai dengan 1 November tahun 451.
Dalam konsili yang dihadiri oleh enam ratus uskup ini menghasilkan suatu
keputusan kompromi (jalan tengah) yang menyatakan, “Kristus bukan bertabiat satu”
(Alexandria) dan “bukan bertabiat dua” (Antiokhia), melainkan “bertabiat dua dalam
satu oknum”. Kedua tabiat ini “tidak bercampur dan tidak berubah” (melawan
Eutyches), dan “tidak terbagi dan tidak terpisah” (melawan Nestorius). Dengan
putusan ini Gereja telah mengaku bahwa sebenarnya Yesus Kristus di bumi ini
merupakan satu rahasia yang tak dapat dipahami oleh akal budi manusia. Selain
menghasilkan putusan terkait kedua tabiat Kristus, konsili Kalsedon juga memutuskan
karya konsili ini terangkum dalam 30 kanon disiplin.
B. Perpisahan Gereja Timur dan Gereja Barat
Pemisahan Gereja Timur dan Barat ini tidak terjadi karena masalah sesaat saja
namun merupakan akumulasi dari beberapa kejadian yang terjadi dahulu . Antara lain
ada beberapa masalah kecil yang seolah-olah memperlebar jurang pemisah antara
Gereja Barat dan Timur yaitu masalah Ikonoklasme, status yuridiksi Sri paus atas
seluruh gereja, penyisipan klausa filoque, dan jatuhnya Konstatinopel ketangan Turki.
Gereja Timur mengajukan keberatan atas Gereja Barat karena menyisipkan kata
filoque . Gereja Timur berkeyakinan bahwa Roh Kudus keluar dari Bapa dan turun
pada hari Pentakosta melalui Sang Anak sedangkan gereja Barat berkeyakinan bahwa
Roh Kudus keluar dari Sang Bapa dan Sang Anak (filoque) .
Hingga akhirnya diadakanlah konferensi Florence. Para kaisar dan uskup dari
Timur datang untuk meminta bantuan karena Turki Ottoman akan menyerang
Kontantinopel . Gereja Barat setuju akan memberi bantuan jika Gereja Timur
mengakui otoritas Paus atas seluruh gereja dan menyetujui penyisipan kata filoque .
Hampir saja terjadi rekonsialisasi antara Gereja Timur dan Barat, namun berujung
gagal karena salah stau dari para uskup gereja Timur bernama Markus dari Efesus
menolak menandatangani dekrit perjanjian tersebut .
C. Sumber-Sumber Pemisahan Gereja Barat Dan Timur
 Ikonoklasme
Ikonoklasme kerapkali diartikan sebagai skandal perusakan gambar-gambar religius,
tetapi yang secara khusus disponsori oleh para Kaisar Bizantin «ikonoklas» yang meluas dari
masa kepemerintahan Kaisar Leo III Isaurian hingga zama restorasi gambar-gambar suci .
 Penjelasan Mengenai Kredo Nicea
Mengikuti Yoh 15:26b, Konsili Konstantinopel Pertama pada tahun 381
memodifikasi pernyataan Konsili Nicea Pertama tahun 325 dengan menyatakan
bahwa Roh Kudus «keluar dari Sang Bapa». Konsili ini tidak membahas secara
khusus mengenai asal-usul Roh Kudus.
 Kontoversi Mengenai Filioque
Gereja Timur berkeberatan atas versi Barat, karena menurut pemahaman
mereka, kedudukan Roh Kudus menjadi lebih rendah daripada kedudukan Sang
Putera ; apabila dikatakan bahwa Roh Kudus itu keluar dari Sang Bapa semata,
maka kedudukannya dengan Sang Putera menjadi setara.Gereja Barat di lain pihak
menekankan pada persekutuan kodrati antara Bapa dan Putera.
 Bangsa Frank dan Filioque
Sesudah kaum Visigoth, kaum Frank juga menerima klausa filioque sebagai
bagian dari Kredo Nicea.
 Kontroversi Photius
Klausa filioque tiba-tiba menjadi pokok bahasan utama dalam kontroversi
seputar Photius dari Konstantinopel. Pada tahun 858, Patriark Ignatius dari
Konstantinopel tidak disukai Kaisar Byzantium Mikhael III dan dilengserkan dari
kedudukannya.
 Bangsa Frank di Roma
Sepanjang abad ke-9 dan abad ke-10, para paus menolak mengadopsi klausa filioque.
 Skisma Akbar dan Upaya-Upaya Rekonsiliasi
Pada tahun 1054 argumen mengenai filioque berkontribusi kepada Skisma
Akbar antara Timur dan Barat.
 Faktor-faktor penghambat
Pada tahun 1274, Konsili Lyon II, yang dihadiri Patriark Konstantinopel,
mengatakan bahwa Roh Kudus keluar dari Sang Bapa dan Sang Putera, sejalan
dengan filioque dalam Kredo Nicea versi Latin pada masa itu.
 Konsili Florence
Pada abad ke-15, Kaisar Byzantium Yohanes VIII Palaeologus, Yosef,
Patriark Konstantinopel, dan uskup-uskup lain dari Timur melakukan perjalanan
ke Italia Utara untuk menghadiri Konsili Florence dengan harapan dapat
berekonsiliasi dengan Roma dan mendapatkan bala bantuan negara-negara Barat
untuk melawan serbuan Kerajaan Ottoman.
 Filioque dan Doktrin Trinitas
Klausa filioque menjadi bagian integral dari sebagian teologi Barat mengenai
Trinitas karena ajaran-ajaran para Bapa Gereja Barat seperti St. Augustinus dari
Hippo, Anselmus dari Canterbury dan Thomas Aquinas berisi pernyataan-
pernyataan bahwa Roh Kudus keluar dari Sang Bapa dan Sang Putera.
 Mendamaikan tradisi Timur dan tradisi Barat
Para teolog Barat seperti Anselmus dari Canterbury dan Thomas Aquinas
mengkritik pihak Timur karena tidak cukup menjelaskan hubungan dan urutan
kekal antara Sang Putera dan Roh Kudus.
 Gereja Ortodoks Timur
Hingga hari ini Gereja Ortodoks menggunakan Kredo Nicea-Konstantinopel
tahun 381 tanpa filioque. Gereja-Gereja Timur berulang kali telah menolak frasa
tersebut karena menganggapnya sebagai sebuah interpolasi yang tidak sah, suatu
contoh dari apa yang mereka anggap sebagai kesewenang-wenangan pihak barat.
 Gereja Katolik Roma
Pada tahun 1274, dalam Konsili Lyon II, Gereja Katolik Romawi mengutuk
orang-orang yang «berani menyangkal» bahwa Roh Kudus keluar dari Sang Bapa
dan Sang Putera.
 Diskusi-diskusi dan pernyataan-pernyataan bersama
Pergeseran kebijakan yang jarang diketahui dari pihak Katolik Roma dalam
kelanjutan kisah kontroversi ini dapat disimak dalam sebuah dokumen resmi yang
dipublikasikan pada tanggal 6 Agustus 2000 dan disusun oleh Paus Benediktus
XVI, ketika masih menjabat sebagai Kardinal Joseph Ratzinger, prefek dari
Kongregasi Doktrin Iman, dengan dibantu oleh sekretaris kongregasi tersebut saat
itu yakni Kardinal Tarcisio Bertone.

Anda mungkin juga menyukai