Anda di halaman 1dari 19

Nama : Marangkup Hutasoit

NIM : 23.07.262
M. Kuliah : Sosiologi Agama
Dosen : Pdt. Dr (C) Jon Renis Saragih, MTh.

PROSPEK TEOLOGI PENTAKOSTAL


I. Pengantar
Hadirnya gereja di dunia ini memberi warna dan menggoreskan sejarah dari gereja itu
sendiri. Suatu gereja pastilah ada nilai positif dan negatifnya sebagi organisasi. Hal itulah yang
hendak dilihat oleh penulis lewat makalah ini, tetang “Prospek teologi Pentakostal” yang
dianut oleh gereja Pentakosta. Lewat sajian makalah ini, kita akan melihat keutuhan gereja
Pentakosta, mulai dari lahirnya, perkembangannya, teologi dan analisa penulis terhadap judul
makalah ini yang dapat membantu pembaca untuk memetik nilai-nilai dari gereja Pentakosta
yang dapat direfleksikan dalam makna dan tugas gereja di Tengah dunia ini.

II. Isi
II.1 Defenisi Gereja
Gereja berasal dari bahasa Protugis: “igreja”, yang berasal dari bahasa Yunani:
εκκλησία (ekklêsia) yang berarti dipanggil keluar (ek = keluar; klesia dari kata kaleo =
memanggil); kumpulan orang yang dipanggil ke luar dari dunia). Kata Inggris “cruch”
merupakan terjemahan yang tepat untuk ekklêsia. Gereja terbentuk 50 hari setelah
kebangkitan Yesus Kristus pada hari raya Pentakosta, yaitu ketika Roh Kudus yang
dijanjikan Allah diberikan kepada semua yang percaya pada Yesus Kristus. Christ
Marantika menjelaskan tentang pengertian gereja, bahwa; “Kata gereja bila diselidiki maka
menurut bahasa Yunani dari kata “Ekklesia” yang berarti orang-orang yang dipanggil keluar dari
kegelapan dosa oleh Injil Yesus Kristus untuk datang kepada terang ajaib”.1
Arti Gereja sebagai umat Allah ialah bahwa semua anggotanya memiliki
kesejajaran atau persamaan status yang fundamental. Tidak ada istilah yang disebut kelas
atau golongan dalam lingkup persekutuan para anggota jemaat karena semuanya
merupakan orang terpilih, orang kudus, para murid, dan saudara seiman. 2 Tidak ada
perbedaan di antara para anggota jemaat. 3 Tidak ada warga jemaat kelas dua di dalam
keluarga Allah.4 Arti Gereja sebagai bait Roh Kudus, bahwa setiap anggotanya adalah
1
Christ Marantika, Kepercayaan dan Kehidupan Kristen, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1984), 183.
2
Kung, H, The Church, (Garden City: Image, 1976), 473.
3
Ogden, Great. The New Reformation: Returning the Ministry to the People of God (Grand Rapids: Ministry
Resources, 1990), 11.
4
Dozier, V.J. Toward, A Theology of the Laity: Lay leaders' Resource Notebook, (Washington: Alban Institute,
1979), 16
sebuah bait yang didiami oleh Roh Kudus. Sesuai dengan gambaran ini, bait ini dibangun
dengan "batu hidup - batu penjuru”, yaitu Yesus Kristus yang telah dibangkitkan dari
antara orang mati dan kemudian membangun batu-batu hidup yang terdiri dari orang-
orang yang setia. Gambaran ini memperkenalkan gambaran selanjutnya tentang bait dari
suatu imamat (I Pet 2:4). Konsep ini tidak berlaku bagi suatu imamat yang resmi yang
terdiri dari segolongan orang Kristen secara khusus, tetapi berlaku bagi semua orang
percaya. "Seluruh umat, yang dipenuhi oleh Roh Kristus, menjadi suatu imamat yang
dipisahkan; semua orang percaya adalah imam".5

II.2 Defenisi Pentakosta


Kata “Pantekosta” menurut kamus sejarah gereja berasal dari bahasa Yunani
yaitu, Pentakosta, yang berarti hari yang kelima puluh. Pentakosta adalah “Penggenapan
satu janji dalam Perjanjian Lama”.6 Kata “Pentakosta” berasal dari bahasa Yunani yang
berarti “hari kelima puluh”. Itu adalah Hari Raya Mingguan Yahudi (Kel. 34:22), yang
juga disebut Hari Raya Panen (Kel. 23:16) atau Hari Buah Pertama (Bil. 28:26), yang
jatuh pada hari kelima puluh setelahnya. hari raya Paskah (Tenney, 1963,
635). Pentakosta adalah hari raya kedua dari tiga hari raya tahunan yang mengharuskan
setiap pria Israel menghadap Tuhan di tempat kudus, dan hari raya pertama dari hari raya
pertanian kedua (Kel. 22, 23, 34; 2 Taw. 8:12-13 ; lih. 1 Raja-raja 9:25). Disebut
demikian karena tanggalnya ditetapkan tujuh minggu penuh setelah jelai matang (Imamat
23:15, 16; lih. Ulangan 16:9, 10) (Gehman, 1898, np). Uterman (1981, 198)
berargumentasi bahwa kata “pentakosta,” atau “Shavuot” sebagaimana orang Yahudi
lebih umum mengetahuinya, adalah perayaan satu hari (dua hari di diaspora) yang tidak
disebutkan tanggal pastinya dalam Alkitab. Hari itu jatuh pada hari kelima puluh setelah
persembahan Omer dibawakan, dan dengan munculnya kalender yang didasarkan pada
perhitungan dan bukan berdasarkan penampakan bulan, maka hari itu ditetapkan pada
tanggal enam bulan Sivan dalam bahasa Ibrani. Dalam Alkitab, festival ini digambarkan
sebagai festival panen (Kel. 23:16), namun makna utamanya bagi kesadaran Yahudi di
kemudian hari, serta pada abad-abad awal Kristen, adalah hubungannya dengan wahyu
Taurat di Gunung Sinai.
Pentakosta yang paling menonjol adalah Pentakosta pertama yang terjadi setelah
Kebangkitan Kristus (Kisah Para Rasul 2). Pada institusi Yesus yang Bangkit, Roh

5
Gibbs, M. & Morton, T.R. God's Frozen People: A Book for and About Christian Laymen, (Philadelphia:
Westminster, 1964), 15
6
Edith L. Blumhofer, Pentacost in my Soul: Karya Roh Kudus dalam gereja di Abad Terakhir, (Malang: Gandum
Mas, 2007)
Kudus turun ke atas semua orang percaya, tanpa membedakan usia, jenis kelamin, atau
status sosial. Pertimbangan atas klaim atas manifestasi supernatural seperti itu, pada
dekade awal abad kedua puluh, menjadi ciri paling khas dari kelompok agama yang
secara umum disebut “Pentakosta” (Tenney, 1963, 636).7

II.3 Sejarah Gereja Pentakosta


Aliran Pentakosta sama dengan denominasi protestan lainnya. Para penganutnya
percaya bahwa keselamatan adalah anugerah Allah, bukan hasil perbuatan baik manusia.
Mereka percaya bahwa setiap orang Kristen adalah imam-imam dan Alkitab adalah dasar
doktrin aliran ini. Pentakosta sebenarnya sama dengan gerekan reformasi. Pentakosta
lebih tepat disebut; “reformasi sayap kiri radikal yaitu “gerakan Anabaptis”. Aliran
Pentakosta dapat digolongkan sebagai kelanjutan dari kaum injili (Evanggelical).
Teologinya cenderung fundamental (mendasar). Istilah “Injil Sepenuh” (Full Gospel)
adalah istilah yang tepat untuk aliran Pentakosta. Gerakan Pentakosta berakar pada
persekutuan orang-orang Kristen kulit hitam dengan gerakan kekudusan, pada permulaan
abad ke dua puluh. John Wesley menekankan adanya perbedaan antara orang-orang
percaya biasa dengan mereka yang yang dikuduskan melalui pengalaman kedua (second
blessing).8
Ada beberapa pendapat di kalangan ahli sejarah Pentakosta mengenai asal usul
Pentakosta. Pertama; Charles W. Conn berpendapat bahwa asal mula gerakan Pentakosta
modern pada tahun 1896 saat Camp Meeting (pertemuan rohani) yang diadakan di
Cheroke Country, North Carolina di bawah pimpipinan William F. Bryant. Pada
pertemuan ini, umat Tuhan yang kebanyakan terdiri dari kaum kesucian (holiness)
mencari hadirat Allah dan tiba-tiba mereka mengalami baptisan Roh Kudus dengan
berbahasa roh. Kedua; Klauda Kendrick menekankan, bahwa gerakan ini berasal dari
bagian Selatan Amerika, dimulai oleh Charles Fox Parham, direktur Sekolah Alkitab
Bethel di Topeka, Kansas, amerika, tepatnya saat seorang Wanita Bernama Agnes
Ozman berbahasa roh. Ini terjadi pada tanggal 1 Januari 1901. Ketiga; Donald Gee
menunjuk pada pertemuan di gereja tua di jalan Azusa, Los Angeles, Amerika sebagai
tempat pertemuan pertama munculnya gerakan Pentakosta modern pada tahun 1906.9
Gerakan Pentakosta dipandang sebagai usaha untuk kembali kepada kekristenan

7
Faktor Keajaiban Teologi dalam Gereja Pantekosta di Owerri, Ifeanyi J. Okeke, Diterbitkan di Misiologi
Global , www.globalmisiology.org , Juli 2023
8
Steven Talumewo, Sejarah Gerakan Pantekosta, (Yogyakarta; ANDI, 2008), 3.
9
Ibid, 17-18.
yang Alkitabiah, seperti yang dialami dan dilakukan oleh gereja mula-mula. Orang
Pentakosta meyakini bahwa baptisan Roh Kudus ditandai dengan berkata-kata dalam
bahasa lidah asing. Charles Fox Parham pendiri Episcopal Methodis, pada tahun 1900,
mendirikan “The Bathel Bible School” di Topeka, Kansas. Menurut Aritonang, Gerakan
Pentakosta dimulai sejak paham mempelajari ajaran tentang kesucian. Lebih lanjut
Aritonang mengatakan: “Semula Parham adalah pendeta Episcopal Methodist Church.
Di sinilah ia mempelajari ajaran kesucian sebagai berkat atau karunia kedua.”10 Untuk
mendukung gerakannya maka ia mendirikan “The Bathel Bible School.” Sekolah ini
untuk mempersiapkan calon misionaris. Ia percaya bahwa “hujan Akhir” dari Roh Kudus
akan segera membanjiri orang-orang percaya. Peristiwa itu (hujan akhir) akan diikuti
kedatangan Kristus kali kedua. Dalam ajarannya, ia menekankan untuk mempelajari
Kisah Para Rasul tentang tanda dan pengalaman orang-orang Kristen dengan Roh Kudus,
dengan harapan para murid sendiri akan menerima berkat itu. 11 Pada periode awal
Pentakostalisme yang masih berupa gerakan sering dituduh sebagai aliran sesat atau
bidat. Gerakan ini telah terbukti berkali-kali muncul di sepanjang sejarah.
Kemunculannya sebenarnya merupakan reaksi terhadap Gereja Arus Tengah yang dirasa
terlalu liturgis. Don Basham misalnya, mengatakan “It was a fellowship of believers
admittedly inperfect but vibrantly dan dynamically alive. It may have been despised by
the society around it, but no one ever accused it of being boring, dull or dead”12
Pada permulaan tahun 1901, salah satu muridnya (Agnes Ozman) menerima
baptisan Roh Kudus, yang diikuti dengan pengalaman berbahasa lidah asing.
Beberapa hari kemudian Parham mengalami hal yang sama, demikian juga pada
muridnya yang lain mengalami pengalaman yang sama. Sebenarnya gerakan
Pentakosta dimulai dari gerakan “holiness.” Hal itu dikemukakan oleh Steven H,
Talumewo dalam bukunya. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa: “Gerakan Pentakosta
timbul dari aliran holiness, aliran yang didirikan oleh John Wesley.” Sehingga telah
diakui oleh para sejarawan, termasuk dari kalangan Pentakosta, “pada umumnya
sependapat bahwa gerakan ini merupakan kelanjutan dari gerakan kesucian (Holiness
Movement). Namun dapat dipahami pula bahwa gerakan itu bermula pada peristiwa di
Topeka. Hal penting dari perstiwa di Topeka adalah untuk pertama kalinya konsep
dibaptis Roh Kudus dikaitkan dengan tanda yang nampak yaitu berkata-kata dalam
lidah asing.

10
Jan Aritonang, Berbagai Aliran Di Dalam Dan Di Luar Gereja, (Jakarta;BPK-GM, 1996), 174.
11
Synan, Vinson, The Holiness–Pentecostal Tradition: Charismatic Movements in the Twentieth Century, Grand
Rapids, (Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1997), 89
12
Don Basham, A Handbook on Holy Spirit Baptism, (Ft. Lauderdale: Florida, 1969): 13-14.
Dua tahun kemudian, gerakan ini direspon oleh orang-orang sekitarnya.
Gereja-gereja Topeka dan Kansas dengan kasar mengkritik melalui media (surat
kabar). Hal itu menimbulkan rasa kegagalan dan frustasi. Namun, pada tahun 1903,
Parham diundang di Gelena, Kansas di tempat itu terjadi mujizat kesembuhan illahi.
Dalam tempo tiga bulan tercatat lebih dari 1000 orang disembuhkan dari bermacam-
macam penyakit, yang dibarengi dengan sedikitnya 800 orang dimenangkan untuk
Kristus. Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1905 di Texas tercatat 25.000 orang
percaya, dan 60 orang menjadi pengkhotbah, semuanya itu merupakan hasil pelayanan
Parham.
Salah satu murid Parham adalah William J. Seymour. Ia seorang penggerak
“Black Holines” ia sangat mempercayai ajaran Parham, sekalipun ia sendiri belum
berbicara dengan lidah asing. Dalam khotbahnya di Los Angeles, ia menyatakan
bahwa setiap orang yang tidak berbahasa lidah asing berarti belum dibaptis Roh
Kudus. Banyak anggota jemaat yang menolaknya, bahkan mengusirnya. Kemudian, ia
mulai mengadakan ibadah di rumah-rumah. Aritonang dengan lengkap mengatakan:
“Beberapa Hari Seymor berkhotbah di sebuah jemaat kecil dari gereja Baptis.
Setelah mendengarkan khotbahnya tentang baptisan Roh Kudus, jemaat menolak
mendengar khotbahnya lebih lanjut . Setelah berkhotbah tiga hari berturut-turut
“Roh Kudus turun” dan terdengarlah bahasa lidah asing”.13 Pada tanggal 9 April
1906, “api turun” dan banyak orang menerima berkat Pentakosta, termasuk Seymour
sendiri. Dicatat bahwa selama tiga hari-tiga malam mereka berseru-seru dan memuji
Tuhan.
Jemaat sangat banyak, sehingga Seymour menyewa sebuah gudang tua, di jalan
Azusa 312, Los Angeles. Dari tempat itulah oleh sebagian besar orang pentakosta
mengakuinya sebagai tempat lahirnya agerakan Pentakosta. Di tempat itulah mereka
mengadakan kebaktian selama tiga tahun. Pada tahun 1910 seorang nabi dar Chicago
(William Durham). Ia datang ke Los Angeles mengajarkan doktrin kasih karunia yang
sama sekali berbeda, sehingga itu menyedot banyak pengikut Seymour. Gereja
tersebut sangat menyusut dan akhirnya tahun 1922, saat kematian Seymour, hanya ada
sekelompok kecil orang kulit hitam saja.

2.4. Penyebaran Pentakosta


2.4.1. Pentakosta Di Seluruh Amerika.
Antara tahun 1906 dan 1920 jumlah pengikut aliran Pentakosta belum banyak

13
Jan Aritonang, Ibid, 176.
namun memiliki pengaruh yang tidak sedikit. Aliran itu disusul dengan kelompok
pengikut Wesley, Reformed dan Allience (persekutuan-persekutuan). Di Amerika
Serikat sendiri, khususnya bagian selatan, G. B. Cashwell, seorang penginjil dari
California Utara, menerima pengalaman Pentakosta pada bulan November 1906, ia
membawa pengalamannya kembali ke tempat pelayanannya sebagai gerakan baru.
Dari sana Cashwell bergerak ke selatan. Ia mengadakan kebangunan rohani di
Georgia, California Selatan, Alabama, dan Tennessee. Dalam salah satu kebaktian
ini, A. J. Tomlinson dari “The Church of God” menerima baptisan Roh Kudus.
Salah satu orang yang berpengaruh dalam penyebaran ajaran Pentakosta adalah
Charles H. Mason, seorang bekas pelayan aliran Baptis dari Memphis, yang
dikeluarkan dari denominasinya karena memproklamasikan “second blessing” dan
akhirnya mendirikan sebuah denominasi baru, yaitu “the Church of God in Christ.”
Tentang “second blessing” Steven mengatakan bahwa: “Orang Kristen dapat
mencapai kesucian penuh, hanya kalau ia menyerahkan diri sepenuhnya dan
mengijinkan Roh Kudus berdiam di dalam dirinya, maka akan terlihat suatu
pengalaman yang indah dari orang-orang percaya”.14 Saat Charles H. Mason
mengikuti kebaktian-kebaktian Seymour, ia menerima baptisan Roh Kudus, dan
berbahasa lidah asing. Kemudian ia kembali ke Tennesse, tetapi pengalaman barunya
itu disambut dingin oleh gerejanya. Perpecahan terjadi dan Mason mereorganisasi
gereja itu dan menjadi bishopnya. Pertumbuhannya sangat pesat dan saat itu “the
Church of God in Christ” adalah denominasi orang kulit hitam yang terbesar di
Amerika.
Selanjutnya, Gereja Sidang Jemaat Allah, sebuah denominasi besar orang kulit
putih yang menganut aliran Pentakosta. Gereja Sidang Jemaat Allah didirikan pada
tahun 1914 sebagai membawa kesatuan aliran Pentakosta di Amerika Serikat. Para
pendiri yang terkenal di antaranya adalah Eudorus Bell, Howard Goss, Daniel
Opperman, A. P. Collins dan Mack Pinson.

2.4.2. Pentakosta di Eropa.


Thomas Barrett, seorang pendeta Norwegia, ia pernah menghadiri KKR di Los
Angeles. Oleh orang Pentakosta maupun bukan, ia dianggap sebagai rasul gerakan
Pentakosta di Eropa. Apa yang dilakukan Barrett merupakan dasar pembentukan
gerakan di Eropa. Kecuali di Belanda dan Itali, seluruh Eropa diinjili dengan ajaran
Pentakosta dari Norwegia. Di Belanda, Gerritt dan Welhelminta Polman dibaptis Roh

14
Steven H. Talumewo, Sejarah Gerakan Pentakosta, 4.
Kudus pada tahun 1907, setelah membaca majalah Pentakosta. Orang-orang
Pentakosta Amerika Latin-Itali membawa pesan itu ke Itali pada tahun 1908.
Aktivitas-aktivitas Pentakosta di Eropa menjadi selaras melalui terbentuknya Dewan
Pentakosta International di tahun 1912. Dewan ini menjadi sumber persekutuan yang
hangat bagi para pemilihnya, namun sayangnya dewan ini pecah pada awal Perang
Dunia I tahun 1914.
2.4.3. Pentakosta di Asia.
Pentakosta di India barangkali merupakan negara pertama yang mengalami
pencurahan Pantekostal modern, dan tentu saja yang paling awal di Asia. 15 Pada akhir
tahun 1906, aliran Pentakosta muncul di India, dibawah pimpinan Paudita Ramabi.
Pelayanannya dimulai dengan: “membangun Panti asuhan untuk yatim-piatu dan para
janda. Mereka setiap hari diajak berdoa terus-menerus, meminta kuasa dari tempat
yang Maha tinggi. Tiba- tiba seorang pendeta dipenuhi Roh Kudus sama seperti yang
terjadi di Amerika Serikat, yang mereka sebut Baptisan Api”. Selama abad ke-20 Asia
berkembang secara independen dari pengaruh pembaruan-pembaruan serupa yang
terjadi di Barat.16
Tahun 1908 para missionari Pentakosta mengadakan perjalanan ke Cina, Jepang
dan India, dengan keyakinan bahwa pengalaman dibaptis dengan Roh Kudus dan
berbahasa lidah asing, akan menyertai mereka untuk memproklamasikan Kristen
kepada penduduk setempat yang belum percaya. Namun mereka gagal. Di antara
para pioner ini adalah Robert dan Aimee Semple, pada tahun 1907 dari Kanada, pergi
ke Hongkong, dengan dukungan beberapa jemaat Pentaakosta. Dua puluh tahun
kemudian, ia sebagai penginjil yang sukses, kemudian kembali ke Cina untuk
meletakkan batu penjuru, gereja cabang “Foursquare Gospel Church” di Sanghai.
Sepanjang abad ini, kebanyakan gereja-gereja Pentakosta Asia berada di bawah
dukungan misi asing. Kecuali Korea Selatan, dimana pekerjaan di negara ini sangat
berkembang. Di sana aliran Pentakosta bertumbuh melebihi semua kelompok orang
Kristen apabila digabungkan. Yang paling terkenal adalah “Full Gospel Central
Church in Seoul” yang digembalakan oleh Paul Y. Cho, dengan jumlah jemaat lebih
dari setengah juta.

2.4.4. Pada Tingkat Dunia.


Usaha-usaha di tingkat Internasional dimulai pada tahun 1937, ketika Dewan

15
Allan Anderson, An Introduction to Pentecostalism, (United Kingdom: Cambridge University Press, 2004), 124.
16
G.B. McGee dan S.M. Burgess, “India”, dalam Burgess, The New International Dictionary of Pentecostal and
Charismatic Movements, 118.
Umum Sidang Jemaat Allah Amerika mengundang para pemimpin Pentakota dari
berbagai negara untuk menghadiri pertemuan- pertemuan mereka, selanjutnya
pertemuan ini disebut Konferensi Dunia di London pada tahun 1940. Tetapi kemudian
terhambat karena pecahnya Perang Dunia II. Sesudah perang, para pemimpin yang
diundang konferensi Pentakosta Dunia bertemu di Zurich Zwitzerland pada tahun
1947. Pada pertemuan itu, mengambil tema “Oleh satu Baptisan kita dibaptis menjadi
satu tubuh.”
Pada tahun 1949, Konferensi Pentakosta Dunia diadakan lagi di Paris. Dalam
konferensi itu dinyatakan bahwa tujuan dan sasaran konferensi adalah:
1. Untuk mendorong persekutuan dan memfasilitasi usaha-usaha koordinasi
pengikut Pentakosta di seluruh dunia.
2. Mendemontrasikan kepada dunia, petingnya kesatuan orang-orang yang dibaptis
Roh Kudus, melalui doa Yesus supaya mereka menjadi satu.
3. Untuk bekerjasama dalam usaha meresponi amanat Agung Tuhan Yesus yang
tidak berubah yaitu untuk membawa Injil kepada seluruh bangsa.
4. Untuk mempromosikan pengertian “usahakanlah untuk memelihara kesatuan roh
dalam ikatan damai sejahtera . . . sampai kita semua mencapai kesatuan iman” (Ef.
4: 3, 13).
5. Untuk mengupayakan dukungan doa dan bantuan bagi aliran Pentakosta yang
membutuhkan.
6. Untuk mempromosikan dan memelihara kemurnian iman melalui persekutuan
Pemahaman Alkitab dan doa. 7). Untuk mendukung dan memelihara kebanaran
aliran Pentakosta “yang telah terjadi di antara kita . . .” (Luk. 1: 1).

2.4.5. Pentakosta Di Indonesia.


Di Indonesia setidaknya gereja-gereja pentakosta sudah dianggap sebagai salah
satu kekuatan bersama yang lain yakni Protestan dan Katolik. Th. Sumartana, teolog
Protestan itu, menulis sebagai berikut “... ada tiga gereja (aliran) yang kuat di Indonesia,
yaitu yang diwakili oleh Gereja Katholik Roma, Gereja-Gereja Protestan dan Gereja
(gerakan) Pentakosta atau juga kelompok lain yang dikenal sebagai Gerakan
Kharismatik”.17
Jalan Masuk Ke Indonesia. Dua misionaris Pantekostal pertama tiba di Indonesia
(ketika itu bernama Hindia Belanda) pada tahun 1921 dan mulai berkarya di Bali, dengan
menyelenggarakan kebaktian-kebaktian evangelistik di sebuah gudang kopra. Keduanya

17
Th Sumartana. dkk, Tempat dan Arah Gerakan Oikumenis. (Jakarta: BPK-GM, 1994), 35.
berhasil menerjemahkan Injil Lukas ke dalam bahasa Bali. Sepuluh bulan kemudian para
penguasa Belanda mengusir keduanya dari Bali. Surabaya di Jawa Timur yang tidak jauh
dari Bali menjadi pangkalan baru keduanya. Gereja itu mulai dengan satu kelompok inti
yang terdiri dari sepuluh orang yang kemudian bertambah menjadi empat puluh orang
pada akhir tahun pertama. Mayoritas kelompok ini adalah orang-orang Belanda dan
beberapanya dari keturunan campuran Belanda-Indonesia. Pada tahun 1923 ke-13
anggota pertama dibaptis dengan cara ditenggelamkan dengan memakai rumusan “hanya
Yesus”. Sekelompok pemuda, yang ditobatkan antara tahun 1924-1926, menjadi tulang
punggung gerakan itu ketika para pemimpinnya yang berkewarganegaraan Belanda
ditawan selama masa pendudukan Jepang (1942-1945).
Dari kota Malang di Jawa Timur para penginjil muda dikirim ke Sumatra Utara,
Sulawesi Utara, Ambon dan Timor di mana Gereja-Gereja Pantekosta sudah ditanamkan
di sana pada tahun 1930-an. Pada penghujung tahun 1920-an beberapa orang Indonesia
keturunan Cina yang berpengaruh juga berhasil ditobatkan, dan selanjutnya
Pantekostalisme menjadi gerakan orang Indonesia keturunan Cina. Tidak ada catatan apa
pun tentang penerimaan secara besar-besaran terhadap Pantekostalisme di kalangan
orang-orang Jawa dalam kurun awal ini.18 Para pemimpin karismatik nasional yang kuat
mulai tampil khususnya ketika bala tentara pendudukan Jepang menuntut agar orang-
orang Indonesia mengambil alih jabatan pemimpin yang sebelumnya dipenggang oleh
orang-orang Barat. Gerakan pembaruan utama terjadi setelah digulingkannya
pemerintahan Soekarno oleh kaum militer pada tahun 1965, terutama sekali di Gereja
Presbiterian di Timor Barat.
Pertumbuhan mereka sungguh mencengangkan: dari sebuah Gereja rumah tangga
dengan anggota 10 orang pada tahun 1921 menjadi salah satu kekuatan utama dalam
Kekristenan Indonesia. Dengan jumlah total hampir sebanyak dua juta orang pada tahun
1980. Dua puluh tahun kemudian jumlah mereka meroket hingga setidak-tidaknya enam
juta orang. Dewasa ini denominasi-denominasi Pantekostal barangkali merupakan
separuh dari semua Gereja injili di Indonesia. Gereja Pantekosta di Indonesia adalah
Gereja Pantekosta terbesar dengan lebih dari 3 juta anggota. Gereja Sidang-Sidang
Jemaat Allah di Indonesia beranggotakan 70.000 orang dengan sekitar 700 jemaat di
hampir semua provinsi di Indonesia. Salah satu fenomena paling mencolok dalam
perkembangan Gereja-Gereja Pantekosta di Indonesia ialah intensitas skisma yang telah
melahirkan sekitar ratusan kelompok Pantekostal baru. Sekarang ini ada lebih dari 40

18
P. Lewis, “Indonesia” dalam Ed Van Der Mas dan Stanley Burgess (eds.), The New International Dictionary of
Pentecostal and Charismatic Movements (Grand Rapids, Michigan: Zondervan, 2002), 126-127.
denominasi Pantekostal di Indonesia, yang kebanyakan darinya terus bertumbuh.19
Sejak terbentuknya satu organisasi gereja Pentakosta yakni Pinksterconvent
(Sidang Pentakosta) semacam badan pengurus yang bersifat longgar, sesuai dengan
gagasan Pentakosta mengenai organisasi gereja yang berjiwa kongregasionalistis. Mulai
nampak ketidak cocokan di antara pengurus dengan pokok persoalannya antara lain:
Pertama, ajaran “Jesus Only” yang menganggap nama Yesus meliputi tiga pribadi
Trinitas, sehingga pembaptisan cukup kalau dilakukan dalam nama Yesus saja. Ajaran ini
dibawa masuk dari Amerika Serikat oleh van Gessel. Kedua, ada tidaknya hak seorang
perempuan untuk memegang kedudukan kepemimpinan dalam gereja. Ketiga, Hubungan
antara jemaat setempat dengan organisasi pusat, misalnya dalam hal milik gereja.
Keempat, Prestise suku atau individualis yang tinggi. Keempat faktor tersebutlah yang
menyebabkan terjadinya rentetan perpecahan sehingga menyebabkan jumlah gereja
Pentakosta dari 1 nama gereja menjadi 25 nama gereja. Ini dapat dilihat dari beberapa
pendeta yang keluar memisahkan diri dari organisasi gereja Pentakosta dan mendirikan
gereja baru, seperti: Gereja Gerakan Pentakosta (GGP), Gereja Utusan Pentakosta (GUP),
Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA), Gereja Pentakosta Sumatera Utara (GPSU) atau
dikenal dengan nama GPdI-Sinaga, Gereja Isa Almasih (GIA), Gereja Pentakosta
Sumatera Utara atau dikenal GPdI Siburian, Gereja Sidang Jemaat Pentakosta, Gereja
Bethel Injil Sepenuh (GBIS) dan lain sebagainya.
Meskipun perpecahan demi perpecahan terjadi, namun mereka tetap berafiliasi
pada satu nama yaitu Pentakosta, sehingga timbul inisiatif untuk menyatukan kembali
sikap dan pandangan gereja-gereja beraliran Pentakosta. Hal ini diwujudkan dengan
berdirinya Dewan Kerjasama Gereja-gereja Kristen Pentakosta Seluruh Indonesia
(DKGKPSI) dan Persekutuan Pentakosta Indonesia (PPI). Tetapi pada tanggal 10
September 1979, kedua organisasi tersebut membubarkan diri dan bergabung menjadi
satu wadah dengan nama Dewan Pentakosta Indonesia (DPI), yang kemudian dirubah
menjadi Persekutuan Gereja Pentakosta Indonesia (PGPI) hingga saat ini ada sekitar 82
Sinode / organisasi Gereja beraliran Pentakosta yang bergabung dalam PGPI.

2.5. Teologi Pentakosta


Para sejarawan sependapat bahwa gereja Pentakosta merupakan lanjutan dari
Gerakan Kesucian (Holiness Movement), suatu gerakan yang timbul di berbagai
gereja di Amerika Serikat, terutama di lingkungan Gereja Methodis. Menurut John
Wesley (1703-1791), pendiri Gereja Methodis, kesucian dan kesempurnaan hidup

19
Ibid, 129-130.
merupakan buah dan bukti dari pertobatan dan kelahiran kembali. Menurut
Wesley, “justificatio” merupakan pintu masuk “sanctificatio”.20 Ajaran dan
praktik kesempurnaan hidup ini dipelihara dengan sangat ketat dan sungguh-
sungguh di lingkungan Methodis. Sejak dasawarsa 1830-an, banyak orang di
lingkungan Methodis dan gereja-gereja lain yang menganut ajaran kesucian ini.
Mereka menghidupkan kembali ajaran dan praktik ini karena melihat bahwa
kesucian hidup makin kurang dipelihara. Ciri-ciri masyarakat dan budaya Amerika
berkaitan dengan gerakan ini, seperti individualisme, pragmatisme, empirisme dan
optimisme.21 Hal inilah yang memunculkan Gerakan Kesucian (Holiness
Movement).

2.5.1. Otoritas Alkitab.


Seperti halnya kebanyakan kaum konservatif Protestan, Pentakosta
menyatakan dirinya sebagai orang-orang yang taat kepada Alkitab. Bukan hanya
sekedar keyakinan saja. Pengertian Alkitabiah di sini bukanlah gabungan antara
pemahaman historis dan kritis terhadap Alkitab, melainkan mewakili hal-hal
yang tidak ditemukan dalam fundamentalisme. Kaum Pentakosta “mempercayai
Alkitab sebagai Firman Allah yang diilhamkan Allah”.22 Sehingga dalam
mempelajari Alkitab, lebih dekat pada penyelidikan Alkitab dengan cara
memahami secara hati-hati makna dalam sebuah pernyataan melalui studi bahasa
asli. Dalam praktiknya, kebanyak kaum Pentakosta terlalu subyektif dan
memahami konsep otoritas atas pemahaman pribadi. “Tuhan berbicara kepada
saya” menjadi cara yang biasa. Di samping itu “ucapan iman” sang
pengkhotbah seringkali menjadi pernyataan yang senilai/sejajar dengan Frman
Allah. Demikian juga nubuatan sangat dihormati dan menjadi hal yang biasa
dalam ibadah Pentakosta.

2.5.2. Tentang Allah.


Sebagian besar kaum Pentakosta meyakini bahwa Allah adalah Esa, yang
menyatakan diri-Nya dalam tiga pribadi: Bapa, Anak dan Roh Kudus. Kaum
Pentakosta memegang pemahaman ajaran Trinitas sesuai dengan konsep
ortodoks. Aritonang mengatakan bahwa “di lingkungan mereka ada yang

20
J.W. Maris, Geloof en ervoring, van Wesley tot de Pinksterbeweging, (Leiden, 1992), 28.
21
N. Bloch-Hoell, The Pentecostal Movement, Its Oligin, Development and Distinctive Chamcter, (Oslo/ London,
1964), 6.
22
Jan Aritonang, Ibid, 188
cenderung menganut paham unitarian . . .”.23 Sebagai akibatnya, mereka
membaptis hanya dalam nama Yesus (Jesus only). Walaupun ajaran Trinitas
sangat ditekankan, namun tidak lama kemudian muncul kontroversi sekitar
Trinitas, ketika sejumlah pendeta terpengaruh oleh pengajaran Frank Ewart dan
G. A Cook, yang menyatakan bahwa baptisan dengan konsep Trinitas sesuai
dengan Matius 28: 19 tidak sah, sehingga menekankan pembaptisan hanya
dalam nama Yesus saja. Pengajaran ini menyebar dengan cepat ke Amerika
Utara, dan menjadi dominan dalam Pentakosta. Banyak di antara mereka yang
sudah dibaptis, mau dibaptis ulang dengan formulasi baptisan yang baru.
2.5.3. Tentang Keselamatan.
Pentakosta seperti kekristenan ortodoks lainnya, karena kaum Pentakosta
mengakui perlunya lahir kembali (lahir baru) sebagai sebuah pengalaman dalam
menerima Yesus. Namun lahir baru merupakan langkah awal saja, sebab
pengudusan juga merupakan hal yang sangat vital. Jan Aritonang mengakatan:
“Manusia diselamatkan melalui pemandian kembali dan pembaharuan Roh
Kudus”.24 Tentunya yang dimaksudkan adalah kelahiran kembali itu menjadi
sesuatu yang mutlak diperlukan, kemudian diikuti dengan pembaharuan Roh
Kudus, sehingga ia dikuduskan. Pengudusan terjadi bersamaan dengan peristiwa
lahir baru. Langkah akhir dalam Pentakosta adalah “Baptisan Roh Kudus”.
Disamping itu, Jan Aritonang menambahkan bahwa: “Bukti batiniah bagi orang
percaya tentang keselamatannya adalah kesaksian langsung dari Roh Kudus,
sedangkan bukti lahiriah adalah kehidupan di dalam kebenaran dan kesucian
yang sejati”. Mereka percaya bahwa gereja mula-mula tidak pernah bergerak dari
Paskah sampai Pentakosta, hingga mereka memiliki kekuatan rohani melalui
baptisan Roh Kudus, yang ditandai dengan berkata-kata dengan lidah asing.
Baptisan Roh Kudus, agaknya bersifat subyektif, sebab sering sarat dengan
emosional, dan melepaskan pengikut dari yang dibaptis untuk masuk dalam
pelayanan Kristen. Baptisan Roh Kudus memberikan kuasa yang melebihi
pelayanan yang biasa-biasa saja.

2.5.4. Tentang manusia.


Pentakosta setuju dengan konsep bahwa manusia diciptakan dalam rupa
Allah (imago dei), yang hidup kudus di hadapan- Nya, hingga saat dosa membuat
manusia terjatuh dan terbelenggu oleh setan. Karena itu, Orang Kristen dapat
23
Ibid, 188
24
Ibid, 189
mencapai kesucian penuh. Kesucian yang penuh itu seperti dikatakan oleh para
mengikutnya sebagai “Karya yang kedua dari Anugerah.”25 Sejumlah orang
mengatakan bahwa: “Pandangan Pentakosta seperti itu dipengaruhi oleh aliran
kesucian, dengan menekankan adanya berkat- berkat rohani.” Meskipun demikian,
ajaran tentang “kehendak bebas” mendominasi pemikiran Pentakosta. Manusia
berdosa “karena mereka telah memilih demikian.” Ini bukanlah keadaan yang
berdosa, melainkan tindakan dosa yang menunjuk kepada salah dan benar.

2.5.5. Tentang Karunia Rohani.


Pentakosta percaya bahwa karunia dalam 1 Korintus 12: 8-10
diperuntukkan saat ini. Berbicara dengan lidah asing disebut juga yang utama, dan
juga sebagai tanda Baptisan Roh Kudus. Mulanya tidak ada perbedaan antara
bahasa Roh sebagai tanda dengan sebuah karunia Roh Kudus. Gereja mula-mula
percaya bahwa baptisan Roh menghasilkan kuasa. Di tahun berikutnya, mereka
menekankan perbedaan bahasa Roh sebagai tanda sesuai dengan Kisah Para Rasul
2: 4, yang diberikan kepada mereka yang meminta dengan iman, dengan karunia
Roh Kudus sesuai dengan 1 Korintus 12: 30, yang diberikan kepada siapa saja, jika
Roh Kudus menginginkan. Karunia menafsirkan bahasa Roh biasanya mengikuti
(melengkapi) karunia berbahasa Roh. Pentakosta juga mempercayai karunia
nubuat. Secara umum nubuat untuk memperingatkan, mendidik, menasehati baik
secara individu, maupun kelompok.
Sejak awal Pentakosta telah mempraktikkan kesembuhan illahi, walaupun
harus diakui juga bahwa tidak semua yang mencari kesembuhan dapat
disembuhkan. Penyakit adalah salah satu konsekuensi dari kejatuhan akibat dosa.
Kesembuhan telah disediakan dalam karya penebusan dan merupakan hak istimewa
orang percaya (Yes. 53: 4, 5; Mat. 8: 16, 17). Penyakit juga diakibatkan oleh kuasa
Iblis, ini merupakan konsekuensi kejatuhan dalam dosa. Tetapi kuasa kebangkitan
Kristus dapat mengusir iblis dalam kesembuhan penyakit. Kaum Pentakosta
percaya bahwa ketika orang percaya sakit, tidak berarti ia dikuasai roh iblis,
karena Roh Kudus yang berdiam dalam hidupnya.

2.5.6. Tentang: Eskatologi.


Berita tentang kedatangan Yesus telah sering diberitakan oleh Kaum
Pentakosta dalam setiap dekade terakhir ini. Eskatologi mendapat tekanan penting

25
Steven H. Talumewo, Ibid, 4.
dalam pengajaran Pentakosta dibanding dengan gereja lainnya, terlebih kedatangan
kedua kalinya. Eskatologi Pentakosta sebagai penganut milenarisme, yaitu mereka
percaya bahwa sesuai dengan Kitab Suci, Yesus Kristus akan datang kembali dan
memerintah dalam kerajaan seribu tahun di dunia ini, sambil memulihkan dan
menyelamatkan bangsa Israel. Steven mengatakan bahwa: “pemulihan Israel ini
pada umumnya dihubungkan dengan kembalinya berdiri negara Israel di tanah
perjanjian yang berpusat di Yerusalem. Orang pentakosta menekankan
pengangkatan gereja sebelum masa kesusahan dan sebelum kerajaan 1000 tahun”.

2.6. Tanggapan Penulis Terhadap Gereja Pentakosta


2.6.1. Tanggapan Teologis
Setelah menelisik, thema besar teologi yang ditekankan dalam gereja
Pentakosta, maka penulis melihat beberapa hal dari kajian teologi tersebut,
sebagai berikut:
Pertama: Otoritas Alkitab
Gereja Pentakosta “mempercayai Alkitab sebagai Firman Allah yang
diilhamkan Allah”. Konsep ini adalah benar. Dimana Alkitab adalah Firman
Allah yang menjadi tolak ukur dan sumber segala doktrin (ajaran) Kristen. Oleh
sebab itu, sangat diperlukan kehati-hatian dalam mengkaji dan meneliti Alkitab
sehingga tidak menghasilkan doktrin yang keliru. Untuk itulah, sangat diperlukan
penyelidikan yang lebih mendalam dan penuh ketelitian, sehingga makna sebuah
penyataan dari Alkitab benar-benar tepat untuk diteruskan/diajarkan kepada
penganutnya. Mempelajari sebuah Alkitab tidak cukup hanya pengalaman pribadi
saja. Oleh sebab itu, sikap subjektivitas harus dihindari dalam mempelajari
Alkitab. Sebab konsepnya; “bukan saya yang berbicara kepada Alkitab, tetapi
Alkitablah yang yang berbicara kepada saya”. Wibawa (otoritas) Alkitab sebagai
Firman Allah tidak dapat tergantikan oleh pengalaman rohani (supranatural) dari
pembaca. Injil tidaklah bersifat relatif. Ia absolut dan bersifat pewahyuan dan
karenanya bersifat konstan, tidak peduli tempat atau orang-orang. 26 Untuk tugas
ini, penggalian teks dalam Alkitab sangat penting dan juga melihat konteks
sebuah teks itu di tuliskan (sitz im leben) sehingga teks tersebut benar-benar dapat
dikontekstualisasikan di dalam kehidupan pembaca.
Kedua: Tentang Allah
26
Junifrius Gultom, Teologi Misi Pentakostal; Isu-isu Terpilih, (Jakarta;BPK-GM, 2018), 160.
Pada awalnya, gereja Pentakosta memiliki pemahaman yang sama tentang
Allah dengan gereja Kristen Protestan. Ajaran tentang Tritunggal menjadi
pengakuan dari gereja ini. Hanya saja, munculnya pemahaman “Hanya Yesus”
(Only Jesus), yang kemudian menimbulkan perpecahan dalam gereja Pentakosta.
Perbedaan pandangan Trinitatis ini menciptakan perpecahan dalam tubuh
Pentakosta; dalam hal baptisan, ada yang mengunakan formula ke-Tritungalan
Allah (Allah Bapak, Allah Anak dan Allah Roh Kudus) dan ada juga yang
menggunakan formula hanya Yesus Kristus (Only Jesus). Perbedaan pandangan
tentang konsep ini, akan menimbulkan keraguan kepada pengikutnya. Dan ini
akan menjadi peluang, bagi pengikutnya untuk meragukan Allah dan otoritasnya,
yang tidak tertutup kemungkinan untuk beralih iman kepada kepercayaan lain.
Ketiga: Tentang Keselamatan
Konsep keselamatan dalam gereja Pentakosta juga memiliki pemahaman
yang sama dengan gereja Protestan lainnya. Keselamatan itu hanya karena
anugerah (sola gracia). Keselamatan itu adalah mutlak atas inisiatif dan otoritas
Allah yang dinyatakan dalam Yesus Kristus (bnd. Ef. 2:8-10), tidak ada usaha dan
kontribusi manusia di dalamnya. Sejauh pemahaman ini, gereja Protestan lainnya
dan Pentakosta masih memiliki kesamaan pemahaman. Yang berbeda adalah,
ketika keselamatan itu dipahami dengan hadirnya baptisan Roh yang ditandai
dengan bahasa roh (glosolali). Mereka memahami, bahwa bukti dari seseorang itu
telah menerima keselamatan, akan menerima bukti ilahi lewat bahasa roh. Bahasa
Roh ada dalam Alkitab (bnd. Kis. 2:1-4), dan itu adalah pekerjaan Tuhan. Ketika
bahasa Roh dipahami sebagai usaha manusia dalam menyatakan imannya kepada
Tuhan, maka kemungkinan besar bahasa itu adalah salah, bisa saja dipahami
sebagai trend satu denominasi gereja, yang tidak dimiliki dan tidak terjadi di
denominasi lainnya. Jelas saja, pemahaman ini bukan pemahaman yang benar
tentang bahasa Roh. Bahasa Roh itu adalah pekerjaan Allah lewat karya Roh
Kudus, sehingga ketika terjadi bahasa Roh, maka ada pesan yang disampaikan,
lewat orang lain yang mengerti bahasa Roh itu juga (lih. 1 Kor. 12:10).
Keempat: Tentang Manusia
Gereja Pentakosta dipangaruhi oleh ajaran tentang kesucian. Ajaran
kesucian menyatakan; kesucian yang penuh itu sebagai “Karya yang kedua dari
Anugerah”. Dalam Alkitab, anugerah itu dinyatakan di dalam Yesus Kristus
untuk menghapus dan membebaskan manusia dari perhambaan dosa. Anugerah
itu adalah sempurna, sebab itu adalah karya ilahi. Yesus Kristus telah lebih
duluan menyucikan manusia lewat kasih-Nya yang sejati. Sehingga setiap orang
yang telah dikuduskan, maka harus berusaha untuk hidup kudus sebagaimana
yang Tuhan inginkan (bnd. Ajaran Marthin Luther tentang “Simul Justus
Etpeccator”).27
Kelima: Tentang Karunia Rohani.
Karunia Roh dipahami dengan kemampuan berbahasa roh (bahasa lidah)
sekaligus menekankakn kuasa menyembuhkan. Kesembuhan dari penyakit adalah
harapan semua orang, tetapi ketika penyakit tidak sembuh, sekalipun sudah
didoakan bukan berarti kuasa dan karya Allah diragukan. Kesembuhan secara
jasmani (fisik) banyak dicatat di dalam Alkitab; orang buta dicelikkan, orang
lumpuh dapat berjalan (lih. Kis. 3:1-10), tetapi bukan berarti kesembuhan secara
jasmani menjadi kesimpulan atas karya dan kuasa Kristus. Kesembuhan itu nyata
ketika Yesus Kristus mati disalibkan di Golggata. Kesembuhan itu adalah
anugerah Allah, tidak ada kuasa manusia di dalamnya; jika Tuhan berkenan, maka
seseorang itu dapat sembuh. Kuasa kesembuhan yang dapat kita imani adalah;
kesembuhan rohani untuk dunia ini, ketika Yesus berkenan menyelamatkan
manusia dari perhambaan dosa. Oleh sebab itu, tidak ada lagi pemahaman; bahwa
mujizat Tuhan hanya ada di digereja tertentu. Allah bebas berkarya dan bertindak
lewat siapa dan gereja mana saja.
Keenam: Tentang Eskatologis.
Konsep tentang Eskatologis adalah sebuah ajaran yang tidak terbantahkan
dalam Alkitab. Dalam Alkitab, ajaran Eskatologis itu ada dan akan terjadi.
Namun, yang tidak benar dan yang sia-sia adalah ketika manusia berani
menentukan waktu terjadinya Eskatologis itu, diluar apa yang dinyatakan dalam
Alkitab. Eskatologis itu ada, sehingga tugas manusia dalam hal ini, adalah untuk
siap sedia dan selalu berjaga-jaga menyambut hari ke datangan Tuhan Yesus yang
kedua kalinya. Allah bebas berkehandak dengan caran-Nya sendiri untuk
menyatakan kuasa-Nya di dunia ini dan meneruskan kuasa dan kerajaan-Nya
sesuai takaran waktu yang Tuhan inginkan.

2.6.2. Tanggapan Sosiologis


Dalam realita kehidupan bergeraja, gereja Pentakosta sudah menjamur di
dunia ini, khususnya di Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari perkembangan gereja-

27
Simul Justus Etpeccator : sudah dibenarkan tetapi sekaligus tetap berdosa. “Iman kita kepada Kristus tidak
membebaskan kita dari perbuatan, yaitu praanggapan yang sembrono bahwa pembenaran diperoleh melalui
perbuatan.” Konsep ini menegaskan kebenaran yang disampaikan dalam Efesus 2:8: “Sebab karena kasih karunia
kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah”.
gereja yang beraliran Pentakosta di Inodnesia. Baik yang jumlah jemaatnya
banyak maupun masih tergolong sedikit. Disamping itu, gereja-gereja Pentakosta
cederung ekslusif, yang alergi dengan gereja lain bahkan agama lain. Sehingga
yang terjadi, munculnya ketidak harmonisan di antara gereja-gereja dan sering
terjadi konflik dengan agama yang lain.
Tidak dapat dipungkiri, kehadiran gereja Pentakosta di Indonesia
berkembang begitu pesat. Mereka melakukan ibadah-ibadah di Mall, di ruko-ruko
sebagai tempat ibadah. Pengajaran, pemuridan dan liturgi ibadah yang dipahami
tidak kaku menjadi daya tarik gereja ini. Sistem komunitas gereja ini dapat
menjadi contoh bagi gereja-gereja yang beraliran lain, sehingga menumbuhkan
kerinduan bagi jemaat untuk beribadah kepada Tuhan.
Hubungan gereja ini terhadap adat (budaya) juga masih beragam. Ada
sebagian mereka yang sudah menerima adat tetapi tidak sepenuhnya, tetapi ada
juga yang menolak keras tentang adat. Salah satu contoh; sikap terhadap ulos.
Gereja Pentakosta memiliki pemahaman dan tanggapan yang beragam tentang
ulos. Ada yang menerima, tetapi ada juga yang menolak, dengan pemahaman,
bahwa dalam ulos itu ada nilai-nilai okultisme (sinkritisme). Dalam kaitan dengan
budaya, gereja hadir di dunia ini harus menjadi garam dan terang terhadap adat
(budaya). Gereja tidak hadir di dunia ini untuk merubuhkan adat sebagai sistem
keakraban dalam masyarakat. Gereja harus mengarahkan, menerangi adat itu
menjadi sesuatu yang bernilai bagi kehidupan manusia sesuai dengan kebenaran
Firman Allah.

III. Refleksi
Gereja adalah milik Kristus. Berbagai aliran gereja ada di dunia ini itu semua adalah
milik Kristus. Gereja hadir di dunia ini untuk menghadirkan syaloom Allah di tengah dunia ini.
Dengan berbagai denominasi/aliran gereja, hal itu merupakan peluang untuk ke-Kristenan
semakin menampakkan peranannya. Belajar dari gereja Pentakosta, ada hal positif yang dapat
dicontoh oleh denominasi gereja yang lain, baik dalam misi maupun komunitas (persekutuan).
Namun, ada juga yang harus dihindari yang sering membuat gesekan dan konflik di dalam
tubuh gereja itu sendiri. Salah satu contoh adalah kepentingan (di dalam organisasi gereja);
sering sekali perebutan kepemimpinan di sebuah Gereja menjadi pemicu terjadinya perpecahan.
Perbedaan pendapat dan teologi yang dianut oleh sebuah denominasi (aliran) janganlah
dipahami sebagai suprioritas dari gereja. Sikap seperti ini akan menimbulkan subjektifisme,
yang mengangap dirinya yang lebih benar dan yang lain adalah salah. Tidak saatnya lagi bagi
gereja menunjukkan ke-akua-nya sebagai gereja yang paling benar, dan sibuk dengan urusan
primordial dirinya sendiri. Gereja harus terus bergerak memainkan peranannya lewat program-
progam untuk memberikan solusi atas pergumulan dunia ini sehingga menciptakan damai
sejahtera bagi seluruh manusia di dunia ini. “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah
yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan
buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku
diberikan-Nya kepadamu. Inilah perintah-Ku kepadamu; kasihilah seorang akan yang lain”
(Yohanes 15:16-17).

IV. Kesimpulan
Gereja Pentakosta yang sering disebut aliran Pentakosta lahir adalah buah dari semangat
reformasi. Gereja Pentakota pertama sekali dikenal di benua Amerika sekalipun ada beberapa
pendapat tentang keabsahan hal ini. Gereja ini mengalami perkembangan yang begitu pesat di
berbagai benua, termasuk di Asia, begitu juga di Indonesia, dengan warna teologi yang
beragam. Dalam tubuh Gereja Pentakosta sering terjadi kemelut dan perpecahan karena
perbedaan pandangan dan juga karena kepentingan. Enam pokok penting penekanan teologi
gereja Pentakosta yaitu; otoritas Alkitab, Allah, keselamatan, manusia, karunia rohani dan
eskatologis. Ajaran-ajaran ini menjadi acuan bagi gereja Penstakosta untuk menatalayankan
peranannya di dunia ini, yang menuai berbagai respon baik dari penganutnya, denominasi
maupun agama lain. Gereja Pentakosta sebagai komunitas yang cenderung menutup diri
(esklusif) terhadap yang lainnya sehingga dinilai sebagai aliran Kristen yang fundamentalis.
V. Daftar Pustaka
Anderson Allan, An Introduction to Pentecostalism, (United Kingdom: Cambridge University
Press, 2004).
Aritonang Jan, Berbagai Aliran Di Dalam Dan Di Luar Gereja, (Jakarta;BPK-GM, 1996).
Basham Don, A Handbook on Holy Spirit Baptism, (Ft. Lauderdale: Florida, 1969).
Bloch-Hoell N., The Pentecostal Movement, Its Oligin, Development and Distinctive Chamcter,
(Oslo/ London, 1964).
Blumhofer Edith L., Pentacost in my Soul: Karya Roh Kudus dalam gereja di Abad Terakhir
(Malang: Gandum Mas, 2007).
Great, Ogden, The New Reformation: Returning the Ministry to the People of God (Grand
Rapids: Ministry Resources, 1990).
Gultom Junifrius, Teologi Misi Pentakostal; Isu-isu Terpilih, (Jakarta;BPK-GM, 2018).
H. Kung, The Church, (Garden City: Image, 1976).
Lewis P., “Indonesia” dalam Ed Van Der Mas dan Stanley Burgess (eds.), The New
International Dictionary of Pentecostal and Charismatic Movements (Grand
Rapids, Michigan: Zondervan, 2002).
M. Gibbs, & Morton, T.R., God's Frozen People: A Book for and About Christian Laymen,
(Philadelphia: Westminster, 1964).
Maris W., Geloof en ervoring, van Wesley tot de Pinksterbeweging, (Leiden, 1992), 28.
McGee G.B. dan S.M. Burgess, “India”, dalam Burgess, The New International Dictionary of
Pentecostal and Charismatic Movements.
Sumartana Th. dkk, Tempat dan Arah Gerakan Oikumenis. (Jakarta: BPK-GM, 1994).
Talumewo Steven, Sejarah Gerakan Pantekosta, (Yogyakarta; ANDI, 2008).
Toward Dozier, V.J., A Theology of the Laity: Lay leaders' Resource Notebook, (Washington:
Alban Institute, 1979).
Vinson, Synan, The Holiness–Pentecostal Tradition: Charismatic Movements in the Twentieth
Century, Grand Rapids, (Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company,
1997)

Sumber Dari Internet:


www.globalmisiology.org , Juli 2023

Anda mungkin juga menyukai