Anda di halaman 1dari 33

SURAT UKAT

Suatu Tinjauan Biblika PL Terhadap Filosofi Makna Surat Ukat (Endi Enta) Dalam Adat
Istiadat Budaya Suku Karo Dan Peranannya Dalam Meningkatkan Kehadiran Jemaat Di
GBKP

I. Pendahuluan
Tanggal 14 Januari 2023 bertempat di kota Kaban Jahe, Kabupaten Karo ketika
Moderamen mengadakan acara Pencanangan Sasaran Pelayanan Tahun 2023 ketika Pendeta
Cristoper Sinulingga, M.Th1 menjelaskan logo tema dan sasaran pelayanan GBKP Tahun 2023
yang mana tema utamanya adalah “Jemaat Menjadi Pelaku Pelayanan Yang Aktif, beliau
memberikan data dari hasil penelitian Unit LitBang GBKP yang cukup mengharukan dan
menjadi perhatian besar di dalam pelayanan GBKP yang mana dalam penjelasannya Beliau
menjelaskan bahwa data jemaat GBKP sampai tahun 2023 berjumlah 323.602 jemaat dari jumlah
tersebut kehadiran jemaat mengikuti kebaktian minggu hanya 40% atau berjumlah 129.440, 8
orang. Dari data jemaat yang berjumlah 323.602 tersebut, beliau juga menjelaskan bahwa ada 3
kelompok jemaat menurut keaktifannya yakni jemaat apatis (apatos) sebesar 60%, kelompok
yang hanya aktif karena diajak atau bila ada perlunya saya (simpatos) sebesar 30% dan
kelompok yang aktif mengambil bagian dalam pelayanan benar-benar dari hatinya (empatos)
berjumlah 10% sementara dalam menghadiri upacara adat suka dan duka jemaat GBKP tanpa di
komandoi dan diperintah bahkan meminjam uang kepada temannya agar bisa menghadiri acara
tersebut bahkan harus juga bermalam di tempat acara suka dan duka tersebut.
Fenomena ketimpangan inilah, yang ingin penulis gali dan angkatkan untuk menjadi
karangan ilmiah agar mendapatkan sebuah jawaban tentang hal apa yang melatar belakangi
jemaat GBKP lebih memberi diri dalam acara suka dan duka dibandingkan dengan menghadiri
acara gerejawi, dan dari hasil wawancara penulis dengan beberapa tokoh adat dan budaya di
tempat penulis melayani, penulis mendapat salah satu alasan dari beberapa alasan mengapa
jemaat GBKP lebih memilih menghadiri, dan berperan aktif dalam acara suka dan duka
dibandingkan dengan menghadiri dan berperan aktif dalam acara gerejawi dan salah satu
alasannya adalah masyarakat karo memiliki filosofi Surat Ukat (Endi Enta), Endi Enta yang
mempunyai arti memberi dan menerima.
Dalam karangan ilmiah ini, penulis ingin menggali siapa yang memberi dan siapa yang
menerima dalam sistem kekerabatan suku karo, dan apa yang diberikannya dan apa yang
diterimanya sehingga hal ini yang melatarbelakangi jemaat GBKP lebih memberikan waktu dan
tenaganya untuk hadir dan berperan aktif dalam acara suka dan duka dibandingkan dengan
menghadiri dan berperan aktif dalam acara gerejawi dan bagaimana hubungannya dengan
tinjauan Perjanjian Lama. Dengan harapan agar karangan ilmiah ini, menjadi salah satu
sumbangan pemikiran dalam meningkatkan kehadiran jemaat di GBKP

1
Beliau Menjabat sebagai Ketua Bidang pembinaan Moderamen GBKP periode 2020-2025

1
II. Isi
II.1. Pengertian Budaya
II.1.1. Pengertian Budaya
Budaya adalah bentuk jamak dari kata “budi” dan “daya” yang berarti cinta, karsa dan
rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari Bahasa Sanskerta, budhayah yaitu bentuk jamak kata
budhi yang berarti budi atau akal. Dalam Bahasa Inggris, kata budaya berasal dari kata culture,
dalam Bahasa Belanda diistilahkan dengan kata cultuur. Dalam Bahasa Latin, berasal dari kata
colera yang berarti mengolah dan mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah
(bertani). Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan
aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.2
Oleh karena itu secara etimologi budaya berasal dari bahasa Sansekerta Bodhya yang
berarti akal budi, dan memiliki sinonim kultur. Kultur berasal dari bahasa Latin Colere dengan
kata dasar "Calo" berarti mengolah ladang, dan memelihara ternak dan secara terminologis
budaya adalah hasil dari budi, daya, cipta, karya, karsa, pikiran, dan adat istiadat manusia yang
secara sadar, atau tidak dapat diterima sebagai perilaku yang beradab. Hubungan etimologi, dan
terminologi dari budaya, dan kegiatan bercocok tanam dapat diinterpretasikan sebagai "aksi
mendukung terjadinya pertumbuhan." Budaya bukan sekadar pertumbuhan, tetapi seluruh
tindakan manusia seperti naluri, refleks, tindakan akibat proses fisiologis, atau kelakuan diluar
norma masyarakat. Tindakan manusia yang fundamental merupakan kemampuan naluriah seperti
makan, minum, atau berjalan dengan kedua kaki.3
Pengertian budaya dan kebudayaan menurut para ahli:
1. E.B. Tylor (1832-1917), budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat dan
kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota
masyarakat.
2. R. Linton (1893-1953), kebudayaan dapat dipandang sebagai konfiguarsi tingkah laku
yang dipelajari di mana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota
masyarakat lainnya.
3. Koentjaraningrat (1923-1999), kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, milik diri
manusia dengan belajar.
4. Selo Soemardjan (1915-2003) dan Soelaeman Soemardi, kebudayaan adalah semua hasil
karya, rasa, dan cipta masyarakat.
5. Herkovits (1963-1985) kebudayaan adalah bagian dari makhluk hidup yang diciptakan
oleh manusia.
Dengan demikian, kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan
manusia baik materiel dan nonmaterial. Sebagian besar ahli yang mengartikan kebudayaan
seperti yang tertulis di atas kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh pandangan

2
Elly M. Setiadi, dkk, Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar (Jakarta: Kencana, 2017) h.27
3
https://www.kompasiana.com/balawadayu/5c1114b16ddcae76a969c7c4/kajian-literatur-budaya-organisasi diakses
pada tanggal 20 Septemebr 2023 pukul 03.21 WIB

2
evolusionisme yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang dari
tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks.4

II.1.2. Pengertian Adat Istiadat


Secara etimologi, adat berasal dari bahasa Arab yang berarti kebiasaan.Jadi secara
etimologi adat dapat didefinisikan sebagai perbuatan yang dilakukan berulang-ulang lalu menjadi
kebiasaan yang tetap dan dihormati orang, maka kebiasaan itu menjadi adat. Ada dua pendapat
mengenai asal kata adat. Disatu pihak ada yang mengatakan bahwa adat diambil dari bahasa
Arab yang berarti kebiasaan.
Sedangakan menurut Amura dalam Hilman menjelaskan istilah adatini berasal dari
bahasa Sansekerta karena menurutnya istilah ini telah dipergunakan oleh orang Minangkabau
kurang lebih 2000 tahun yang lalu. Menurutnya adat berasal dari dua kata, a dan dato, a berarti
tidak dan dato berarti sesuatu yang bersifat kebendaan”5
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adat adalah aturan (perbuatan) yang lazim
diturut atau dilakukan sejak dahulu kala; cara (kelakuan) yang sudah menjadi kebiasaan; wujud
gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilainilai budaya, norma, hukum dan aturan yang satu
dengan yang lainnya berkaitan menjadi suatu sistem”.6
Menurut penulis, Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai
kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu
daerah.Apabila adat ini tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yangmenimbulkan sanksi tak
tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang dianggap menyimpang
Adat istiadat menurut, para Ahli:
1. Soekanto
Adat istiadat memiliki pengaruh dan ikatan kuat dalam masyarakat. Ikatan ini
bergantung dan mendukung kebiasaan dalam masyarakat.
2. Raden Soepomo
Adat istiadat merupakan hukum adat atau sinonim dari hukum tidak tertulis. Hukum
sebagai konvensi di badan hukum negara, dan hidup menjadi peraturan kebiasaan pada
kehidupan kota dan desa.
3. Harjito Notopura Harjito
menjelaskan hukum adat adalah hukum tidak tertulis. Masyarakat menganggap adat
istiadat menjadi pedoman hidup untuk keadilan dan kesejahteraan.
4. Jalaludi Tunsam
Adat istiadat berasal dari bahasa Arab yaitu 'adah' berarti kebiasaan atau cara. Menurut
Jalaludi, adat istiadat adalah suatu gagasan yang mengandung nilai kebudayaan, kebiasaan,
norma, dan hukum di suatu daerah. Ada sanksi tertulis dan tidak tertulis jika hukum adat tidak
dipatuhi.
5. Koen Cakraningrat
4
Elly M. Setiadi, dkk, Op.Cit, h.28
5
Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia (Bandung: Mandar Maju, 2002) 14
6
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2002) 56

3
Adat adalah bentuk perwujudan dari kebudayaan atau gambaran sebagai tata kelakuan.
Adat adalah norma atau aturan yang tidak tertulis, namun keberadaannya mengikat. Seseorang
yang melanggar akan dikenai sanksi.7

II.2. Sistem Kekerabatan Suku Karo


Sistem kekerabatan masyarakat karo dibangun berdasarkan hubungan tiga jenis
kelompok yakni Sembuyak / senina / Sukut, Kalimbubu dan Anak Beru, ketiganya disebut rakut
sitelu atau “Dalikan Si Telu8”.
Senina adalah kelompok satu klan atau juga bisa lain klan menurut garis marga ibu /
istri tergantung hubungan darah dan perkawinan. Kalimbubu adalah pihak pemberi perempuan
dan Anak Beru adalah kelompok penerima atau pengambil perempuan. Ketiganya merupakan
kelengkapan Musyawarah (runggu, Bahasa Karo) untuk mengambil keputusan penting seperti
pesta adat perkawinan (kerja, Bahasa Karo), upacara pemakaman (nurun-nurun), membangun
rumah adat, menyelesaikan peselisihan. Berdasarkan hal ini maka dia juga disebut “sangkep si
telu” karena ketiga kelompok ini harus hadir dalam runggu. Kalau salah satu tidak ada maka
musyawarah itu belum bisa dimulai karena dianggap tidak memenuhi quorum (kuh, Bahasa
Karo).9
Sebagai kelengkapan musyawarah (runggu) dalam rakut sitelu ini terjalin hubungan
kekerabatan antar merga-merga (marga atau klan). Ada lima marga di Suku Karo yakni Karo-
Karo, Ginting, Sembiring, Tarigan, Dan Perangin-Angin. Masing-masing marga ini mempunyai
banyak cabang atau sub merga, dengan rincian Karo-Karo terdiri dari 18 sub marga, Ginting, 18
sub marga, Sembiring 19 sub marga, Tarigan 13 sub marga dan Perangin-angin 19 sub marga
dengan keseluruhan totalnya 84 sub merga.
Selain marga / beru dan bebere masih ada nama lain di dalam masyarakat Karo yang
melengkap sistem kekerabatan dalam suku karo dan ini melengkapi garis keturunan yakni
Kempu, Soler, Binuang dan Kampah.
1. Bere-bere yang dipakai seseorang dalam Suku Karo, berasal dari beru yang dipakai oleh
ibu. Pengunaan bere-bere dalam Suku Karo sama dengan pemakaian Marga/beru dalam
seseorang, bedanya kalau Marga/ beru yang digunakan seseorang itu berasal dari Marga
ayah, tetapi kalau bere-bere dalam seseorang itu berasal dari Beru ibu.
2. Kempu atau Perkempun dalam seseorang Suku Karo berasal dari bere-bere ibu atau
dengan kata lain beru yang dimiliki nenek (ibu dari ibu).
3. Binuang yang terdapat dalam seseorang Suku Karo, berasal dari bere-bere ayah atau
dengan kata lain beru yang digunakan oleh nenek (ibu dari ayah).
4. Soler dalam seseorang Suku Karo berasal dari bere-bere nenek ( ibu dari ibu).
7
https://katadata.co.id/agung/berita/624be727c1ac9/pengertian-adat-istiadat-menurut-para-ahli-dan-contohnya-di-
indonesia diakses pada tanggal 20 Septemebr 2023 pukul 21.00 WIB
8
Dalikan Si Telu (Dalikan artinya tungku batu tempat memasak di dapur, Sitelu artinya tiga, jadi arti dari Dalikan Si
Telu adalah Tiga Tungku Batu. Ketiga batu dipasang berisi segitiga sehingga untuk memasak dari ketiga sisi jurusan
ruang terbuka dapat diletakkan dan dimasukkan kayu sebagai bahan pembakar.
9
N.J. Sembiring Dan Sedia Wiling Barus, Otobiografi Neken Jamin Sembiring Kembaren: Sarjana Cabai Dan
Bumbu Giling (Jakarta: Pustaka Sora Mido, 2004) h.98-99

4
5. Kampah dalam seseorang Suku Karo berasal dari beru dari ibu kakek, kakek yang
dimaksud adalah ayah dari ayah, atau dengan kata lain bere-bere dari kakek (ayah dari
ayah).10
Untuk memperjelas mengenai hal ini, penulis memberi contoh dalam diri Pascal
Verstehen Kaban
A. Dari Ayah
1. Janikut Kaban Bebere Tarigan Dan Retim Br Sembiring Sinulaki Bebere Ginting
(generasi pertama)
2. Thomas Bena Kaban Bebere Sembiring Sinulaki Dan Suasana Br Tarigan Bebere Ginting
(generasi kedua)
3. Gerson Markarien Kaban Bebere Tarigan Tambun Dan Shelvi Ferawaty Br Bangun
Bebere Karo (generasi ketiga)
4. Pascal Verstehen Kaban adiknya Quuensha Br Kaban Bebere Bangun (generasi keempat)
B. Dari Ibu
1. Palumbung Bangun Bebere Ginting Dan Bangku Ngena Br Surbakti Bebere Ginting
(generasi pertama)
2. Nazir Bangun Bebere Surbakti Dan Riani Br Sinulingga Bebere Sembiring Milala
(generasi kedua)
3. Shelvi Ferawaty Br Bangun Bebere Sinulingga Dan Gerson Markarien Kaban Bebere
Tarigan (generasi ketiga)
4. Pascal Verstehen Kaban adiknya Quuensha Br Kaban Bebere Bangun (generasi keempat)
Jadi Pascal Marga Kaban, Bebere Bangun, Kempu Sinulingga, Binuang Tarigan, Soler
Sembiring Milala dan Kampah Sembiring Sinulaki.
Daliken Si Telu dapat dikelompokkan lagi menjadi bagian-bagian yang terdiri dari:
1. Kelompok senina, terdiri dari
A. Sembuyak adalah senina ego (Pascal Kaban) sada mbuyak (sekantong peranakan) yang
biasa juga disebut Sukut yang menjadi pusat dari segala hubungan kekerabatan dari ego
(Pascal Kaban).
B. Sipemeren ialah senina ego (Pascal Kaban) karena beru ibu sama, jika Pascal Kaban anak
Shelvi Br Bangun dan Shelvi Br Bangun memiliki adik yang bernama Defrika Br
Bangun. Defrika Bangun memilki anak yang bernama Jhoni. Jhoni dan Pascal disebut
dengan Siepemeren.
C. Siparibanen ialah senina ego (Pascal Kaban) karena beru istri sama walau marga berbeda
atau mengambil istri satu marga. Jika Pascal menikah dengan Ani, Ani bersaudara
kandung dengan Ina dan Ina memilki suami bernama Aan, maka Siparibanen Pascal
adalah Aan

10
https://www.kompasiana.com/brahmanalimang/550ff053a33311c639ba7dff/sekilas-tentang-tutur-siwaluh diakses
pada tanggal 20 September 2023 pukul 11.36 WIB

5
D. Sepengalon ini ialah ketika putri kita dinikahi oleh seorang pemuda, sehingga seluruh
Kalimbubu dari pemuda itu disebut dengan sepengalon. Quuensha Br Kaban menikah
dengan Jhoni Sembiring. Jhoni Sembiring Bebere Tarigan. Marga Tarigan Kalimbubu
Jhoni lah yang disebut dengan Sepengalon dengan Ayah dari Quuensha Br kaban.
E. Sedalanen ialah senina ego (Pascal Kaban) karena “dia” mengambil / mengawini impal
(perempuan) si ego, impal dalam kontek ini adalah anak perempuan dari paman (mama)
yang adalah saudara kandung lelaki dari ibu. Sebab dalam adat tradisi karo, ego lah
semestinya kawin dengan impal nya. Pascal Kaban memilki impal Ina Br Bangun anak
dari mama nya, Ina Br Bangun menikah dengan Jhoni Tarigan. Hubungan kekerabatan
Jhoni Tarigan dan Pascal Kaban inilah yang disebut dengan Sedalanen.
2. Kelompok Kalimbubu
A. Kalimbubu Tua ialah Kalimbubu tradisonal atau Kalimbubu Pascal Kaban sejak dari
nenek moyang yang dulu sama-sama mendirikan kampong. Dia juga bias disebut sebagai
Kalimbubu Simajekken Lulang (lulang adalah pohon jarak) atau dapat disamakan dengan
pagar kampong atau yang bertanggung jawab atas keamanan kampong. Sebab dahulu
kala orang Karo sering menghadapi serangan musuh dari luar. Dialah pemimpin dalam
kelompok Kalimbubu Pascal Kaban.
B. Kalimbubu Bena-Bena atau Kampah ialah Kalimbubu kakek yang menurunkan Binuang
Pascal Kaban. Mereka juga sering dipanggil dengan Kalimbubu nini. (Sembiring
Sinulaki).
C. Kalimbubu Simupus atau Binuang namanya bisa berubah-ubah tergantung acara adat
yang mana. Pada pesta perkawinan ia disebut dengan Kalimbubu Singalo Perninin, dalam
pesta memasuki rumah baru (Mengket Rumah) ia disebut Kalimbubu Simajekken Daliken
(yang mendirikan tungku) dan dalam kasus kematian ia disebut dengan Kalimbubu
Singalo Ciken-Ciken.
D. Kalimbubu Siperdemui ialah Kalimbubu karena perkawinan Pascal Kaban. Sebelum
menikah Kalimbubu ini belum ada. Dia juga sering disebut dengan Kalimbubu
Sierkimbang atau Simaba Ose (kain peradatan). Kalimbubu ini ada berbagai jenisnya
antara lain Simada Dareh (bapak / saudara laki-laki istri Pascal Kaban). Dikarenakan
Pascal Kaban seorang laki-laki maka Kalimbubu ini juga disebut dengan Kalimbubu
Singalo Ulu Emas (utang adat karena kawin). Dikarenakan Quuensha Almahyra Br kaban
adalah seorang perempuan Kalimbubu ini disebut dengan Kalimbubu Singalo Bere-Bere.
Kalau Ina Kaban meninggal dalam usia lanjut (Cawir Metua) ia disebut Kalimbubu
Singalo Maneh-Maneh (utang adat karena cawir metua), kalau Ina Kaban meninggal
dalam usia dewasa sudah kawin tapi anaknya ada yang belum berkeluarga Kalimbubu ini
disebut Singalo Morah-Morah dan kalau Ina Kaban meninggal dalm usia muda belia
disebut Kalimbubu Singalo Sapu Iluh.
E. Kalimbubu Sembuyak, ialah semua Kalimbubu daripada Sembuyak Pascal Kaban.
F. Puang Kalimbubu ialah semua kalmibubu nya Kalimbubu Pascal Kaban. Dia juga disebut
Kalimbubu Erkelang-kelang (berperantara) Sebab mereka menjadi Kalimbubu melalui
Kalimbubu Pascal Kaban. Puang Kalimbubu juga ada tiga jenis yakni Singalo Perkempun
6
(Kalimbubu ibu / nenek), Puang Nu Puang atau Soler (Kalimbubunya Puang Kalimbubu
Pascal Kaban) dan Kalimbubu Sipemeren (kalmimbubu dari saudara ibu sipemeren).
3. Kelompok Anak Beru
A. Anak Beru Tua ialah pemimpin semua Anak Beru. Dia menjadi anak ebru karena sudah
empat keturunan mengambil perempuan marga tertentu, Anak Beru ini juga sering
disebut dengan Anak Beru Jabu. Ada Anak Beru Tua Kesain yang dulunya ikut
mendirikan Kesain (wilayah tertentu dari kampong) Kalimbubu. Anak Beru Tua Kuta
adalah Anak Beru yang ikut mendirikan Kuta (kampung) dari Kalimbubu.
B. Anak Beru Cekuh Baka Tutup ialah pihak yang telah tiga turunan tetap mengambil anak
perempuan Kalimbubunya. Dia berhak membuka / mengetahui seluruh harta kekayaan
Kalimbubu nya.
C. Anak Beru Cekuh Baka ialah pihak yang mengambil perempuan Kalimbubu nya selama
dua keturunan yang disebut dengan impal. Dia memilki sekian banyak tugas wewenang
dan kewajiban dalam keluarga Kalimbubu, bila perlu membiayai upacara adat.
D. Anak Beru Dareh atau Anak Beru i Pupus ialah anak bibik si Pascal Kaban (saudara
perempuan bapak)
E. Anak Beru i Angkip ialah menantu laki-laki Pascal Kaban, biasanya disebut dengan nama
kela.
F. Anak Beru Menteri ialah semua Anak Berunya Anak Beru di ata tadi. Mereka terdiri dari
Anak Beru Sipemeren, Anak Beru Ngikuti, Anak Beru Ngikuri dan Anak Beru Pengapit.
Dari keseluruhan bagian ini masyarakat Karo sering menyebutnya dengan nama tutur
siwaluh (8 jenis hubungan) yakni:
1. Sukut, Sembuyak, Senina
2. Kalimbubu
3. Puang Kalimbubu
4. Anak Beru
5. Anak Beru menteri
6. Sipemeren
7. Siparibanen
8. Sipengalon
Hubungan Tutur Siwaluh ini melahirkan sebuah ikatan yang lebih harmonis yang
disebut dengan Perkaden-Kaden Sepuluh Dua Tambah Sada yakni : Nini, Bulang, Kempu, Bapa,
Nande, Anak, Bibi, Bengkila, Permen, Mama, Mami, Bebere dan Teman Meriah (teman satu
kantor, satu lingkungan dan satu organsiasi / perwiritan, teman satu sekolah / kuliah). Jadi, suku
Karo mengenal sistem kekerabatan Rakut Si Telu, Tutur Siwaluh, Perkaden-Kaden Sepuluh Dua
Tambah Sada. Hal ini dapat dipelihara berdasarkan tiga prinsip, yakni:
A. Mehamat ErKalimbubu, yakni prinsip keharusan untuk menjunjung tinggi rasa hormat
terhadap Kalimbubu sebagai pihak pemberi perempuan. Karena perempuanlah yang
menjadi ibu bagi keturunan kita sebagai manusia termasuk ibu kita sendiri. Oleh
karenanya Kalimbubu harus disembah sebab merekalah juga dianggap sebagai Dibata Ni
Idah (Allah yang tampak). Berdasarkan adat ketimuran ibulah yang memberi kehidupan.
7
B. Erpengagak / Erpengangkaan Man Senina, yakni bersikap toleran terhadap saudara
semarga atau kelompok sendiri. Kesulitan, penderitaan, duka nsetapanya haruslah dapat
dirasakan bersama sesama bersaudara. Ersenina (bersaudara) haruslah saling berempati,
saling memahami, atau saling mengerti. Perselsisihan diantara bersenina menurut
keyakinan Karo akan menjadi beban pikiran bagi Kalimbubu sebagai Dibata Ni Idah dan
menjadi tugas Anak Beru menyelesaikannya.
C. Metami Man Anak Beru, artinya memberikan kasih sayang terhadap Anak Beru. Ini
merupakan prinsip yang seharusnya dipegang orang yang menjadi Kalimbubu, terhadap
Anak Berunya. Anak Beru berkewajiban menjaga pula kehormatan Kalimbubunya tanpa
pandang bulu (apai pe la erndobah). Kelompok Anak Beru bertanggungjawab atas segala
pekerjaan demi terselenggaranya pesta (kerja) adat perkawinan, masuk rumah baru
(mengket rumah), mengatur upacara adat penguburan, serta menyelesaikan perselisihan /
pertikaian dan bertindak sebagai pembagi harta warisan di kalangan Kalimbubu.
Inilah prinsip-prinsip dasar dalam sistem kekerabatan masyarakat suku Karo yang
sampai saat ini masih dipegang teguh oleh masyarakat karo dimanapun dia berada.

II.3. Filosofi Makna Surat Ukat


Surat Ukat biasanya dituliskan pada ukat (berupa centong nasi / sayur yang terbuat dari
bambu) yang berbunyi Endi Enta dengan ukiran yang khas, pada awalnya surat ukat ini dibuat
dengan maksud menangkal cerlup (racun). Seorang tokoh budaya dan agama yang bernama
Neken Jamin Sembiring Kembaren menulis dalam buku otobiografinya mengenai
pengalamannya dari hasil perenungannya mengapa gerangan nenek moyang suku Karo
menuliskan endi enta itu di ukat, dan beliau mendapat jawabannya ketika beliau berkunjung ke
Berastagi dan ketika berkunjung ke Berastagi, Beliau singgah di kios yang menjual ukat yang
bertuliskan Endi Enta dan Beliau bertanya kepada penjualnya, seperti pertanyaan yang selama
ini direnungkannya dan penjual ukat tersebut menjelaskan
Ukat (sendok, centong) ini mewakili Tuhan yang telah memberi kita kehidupan melalui
makanan yaitu nasi setiap hari. Minimal tiga kali sehari. Pagi, siang dan sore kita
menggunakan ukat ini untuk mengambil nasi di periuk. Nah, kalau tiap hari diberi
makan atau kehidupan mengapa kita tidak memberikannya kembali. Memberi artinya
Bekerja (Encari), Bekerja Dan Bekerja Agar Bisa Memberi.
Dari penjelasan penjual Ukat tersebut Beliau mendapat kesimpulan bahwa Bekerja
sebagai sarana ekspresi diri sudah dinyatakan nenek moyang kita.
Filosofi Surat Ukat yang berisi prinsip Endi Enta sesungguhnya juga menunjukkan jalan
pikiran yang juga idaman orang Karo yakni Ertuah Bayak, Sangap Encari dan Mejuah-juah.
Jalan pikiran tersebut mengandung arti bahwa keturunan itu merupakan kekayaan (ertuah =
punya keturunan dan bayak = kekayaan) dan untuk memeproleh hal itu atau karenanya harus
ditanamkan harapan pada setiap orang agar senantiasa diberi rezeki yang harus dinyatakan
dengan tekun bekerja (sangap = murah rezeki, encari = bekerja) serta gigih dan pendek kata
beretos kerja. Hanya dengan demikian orang dapat memperoleh kesejahteraan lahir batin, sehat,

8
sejahtera (Mejuah-Juah). Demi prinsip inilah masyarakat Karo harus ber endi-enta di dalam
pergaulan dan masyarakat.11
Filosofi Endi Enta masyarakat Karo sesungguhnya lebih mengedepankan prinsip yang
berwatak sosial, baru kemudian prinsip ekonomi, falsafah Endi Enta sangat bertolak belakang
dengan prinsip orang Inggris yang menyebut take and give yakni yang mendahulukan take
sebagai watak ekonomi, baru kemudian give sebagai watak sosial. Filosofi Surat Ukat ini
ternyata sama persis dengan ajaran Tuhan Yesus Kristus yang menyebutkan “memberi lebih
mulia daripada menerima”
Bujur Sitepu dalam bukunya Ola Lupa Taneh Karo Simalem Ras Pijer Podi Karo
mengutarakan “pergeluh kalak karo bas sada-sada kuta, jadikal ate, meriah ukur natapsa. Sabab
terawin nge ibas ukur ras penggejapenta kerna uga ia ndahiken dahinna sipagi rebi. Terbegi
surak aron karaben mulih juma nari. Tawa cirem pernanden ras singuda-nguda erjujung kuran
nganting tabu mulih I lau nari. Satuk bual perbapan iteruh sapo iherna erdahin, lit sierbahan
ukat, erbahan sengkir cuan, erbahan sunun, erbahan tinali lembu, neret durung, erbahan bubu
ras sidebanna. Tuhu-tuhu pergeluhna teneng lalit siroga ras sinanggelna. Pemeteh simbaru
sirehna idarat nari langnga asakai. Emakana pemeteh sienggo lit bekasna ngukuri eme sini
gelari “peradaten kalak karo” eme siman ikuten jelma sinterem. Bage enggo tersinget arah lebe
ndai, adat e iergai tahpe ihagaken sabab tergejap man kalak karo eme ngenca aturen sini ipake
gedang-gedang geluhna. Jadi adat e enggo iakap teng-teng dingen enggo ras-ras akapna ia
punana. Erkiteken sie maka adat e enggo sada bagin ibas dahin geluhna si rehna arah buah
perukurenna nari. Ibas dampar sideban, persadan ras kekelengen enggo jadi dareh daging man
bana ertina ia nggeluh la terudu sisada, kerna sie tangkas teridah ibas perlakonna sipagi rebi,
subuk ibas dahin kerja adat bagepe sidebanna ia sisampat-sampaten alu dalin erbahan
serayaan, aron, pemere luah, piring-piring, perbagin ras sidebanna. Kerna sie enggo ka
itabalkenna ibas ukat alu surat batak eme “Endi-Enta”.12
Kim Chi Ha seorang penyair Kristen Korea terkenal menulis sajak berikut ini:
Sorga adalah nasi
Karena kita tidak dapat pergi ke sorga sendirian
Kita harus bersama-sama membagi beras
Karena semua memperoleh terang bintang-bintang di langit
Kita harus membagi dan makan ansi bersama
Sorga adalah nasi
Kalau kita makan dan menelan nasi
Sorga tinggal di dalam tubuh kita
Nasi adalah sorga
Ya, nasi adalah soal pokok
Kita harus makan bersama

11
N.J. Sembiring Dan Sedia Wiling Barus, Otobiografi Neken Jamin Sembiring Kembaren: Sarjana Cabai Dan
Bumbu Giling, 106-108
12
Bujur Sitepu, Ola Lupa Taneh Karo Simalem Ras Pijer Podi Karo,(Medan:1993) 4-5

9
Hal itu pasti akan mengingatkan kita akan perjamuan kasih yang merupakan
kesempatan untuk membagi makanan kita sehari-hari bersama semuan orang sebagai lambing
dari hidup yang kekal. Hal tersebut selain memiliki arti sosial juga bermakna spiritual. Huruf
cina untuk damai (wa) secara harfiah berarti keserasian. Huruf tadi berasal dari dua kata: yang
satu adalah nasi dan satu lagi mulut. Artinya kita tidak akan mendapat kedamaian, kecuali kita
membagi nasi bersama semua orang penuh dengan makanan sehari-hari, maka kita akan
memiliki damai di bumi.13
Jadi dapat penulis simpulkan Filosofi Surat Ukat adalah bentuk kasih Allah yang telah
memberi (Endi) kepada manusia ciptaanNya dan manusia menerima (Enta) dalam kehidupannya.
Dan apa yang telah Allah beri dalam kehidupan masyarakat Karo, diteruskannya dalam
kehidupan sosialnya terkhusus dalam budayanya untuk menciptakan keinginan Ertuah Bayak,
Sangap Encari dan Mejuah-Juah. Agar tercipta kedamaian dalam tatanan kehidupan seperti apa
yang telah dituliskan oleh Kim Chi Ha. Proses “makan bersama” terjadi dalam setiap kegiatan
kebudayaan masyarakat Karo. Di setiap kegiatan “makan bersama” sistem kekerabatan saling
memberi dan menerima dalam konsep Rakut Sitelu, Tutur Siwaluh, Perkaden-kaden Sepuluh
Dua Tambah Sada”.

II.4. Jenis-jenis Dan Bentuk Kegiatan Budaya Di Suku Karo Dan Hubungannya
Dengan Surat Ukat (Memberi Dan Menerima) Dalam Sistem Kekerabatan Suku
Karo
Ada 10 bentuk budaya yang memberi pemahaman bagaimana hubungan Surat Ukat
(Endi Enta) dalam sistem kekerabatan masyarakat Karo
1. ANAK IBAS BERTIN
Sebelum seorang manusia di kalangan mansyarakat karo lahir ke dunia, dilaksanakan
lah acara “ngembah tinaruh mbentar”, ertina Kalimbubu ndalinken bicara enda anak umurna lit
empat ntah lima bulan ibas bertin kegiatan ini di prakarsai oleh pihak Kalimbubu ke Anak Beru
dengan harapan Ibu dan Anak yang ada di dalam kandungan di lindungi oleh Tuhan Yang Maha
Kuasa. Ada beberapa hal yang di lakukan dalam pelaksanaan acara ini, seperti berikut:
- Menyiapkan keperluan kegiatan, yakni 3 ekor ayam
- 3 ekor ayam tersebut dibagi dengan pembagian 1 ekor dari pihak bibi (bibi calon ibu), 1
ekor dari pihak Senina 1 ekor dari pihak Kalimbubu (2/3 bagian Kalimbubu jabu, 1/3
bagian Puang Kalimbubu jabu)
- Waktu kegiatan malam hari
- Hari kedua (ibas pulung erpagi-pagi e, kerina perlengiten kerja enggo jadi tanggungen
jabu sinidahi, biasana manuk ramas kange, eme telu manuk. Ope denga tasak nakan
ibenaken lebe runggu, eme runggu presage entahpe petartar.
- Kalimbubu datang ke rumah Anak Beru dengan membawa nakan tasak ras manuk
sangkep ibelugui alu bulung intung, kuh isina emekap manuk sangkep, cina labar-labar,
tinaruh manuk raja mulia, kurung ras nurung, nakan si ibaba igelari bakan pukulan.

13
Masao Takenaka, Nasi Dan Allah, (Jakarta: BPK-GM, 1993), h.18-19

10
- Teknis pelaksanaan: iatur lebe perpangan sinatang tuah ras perbulangenna,
perpanganna ibas pinggan pasu isangke alu uis ariteneng. Isi pinggan apsu eme manuk
sangkep, labar-labar, tinaruh manuk, ras adumna kerina. Ertambul gelarna, luah
Kalimbubu, puang Kalimbubu ras Anak Beru. Enca ia ertambul sengkebabah dua
ngkebabah enggo banci kerina sipulung ras-ras man.
- Setelah kegiatan, Kalimbubu pulang ke rumah, sebelum pulang jenari minter ipesikap
Anak Beru jabu siman dahin duit, agak agakna Kalimbubu sireh ola kutangen, adi banci
madin mbuesa ku sumpit sienggo isin tualah melam, gula entebu, belo mbako buah
mayang ras gamber, sinedame ipeseh man Kalimbubu luahna mulih.
2. MBELIN ANAK IPUPUS
Bage kenca tubuh anak itengah jabu, la banci lang negeteh sibiak bibi, eda , beru,
pernanden si erdaging nguda e ngeteh kange piga-piga temanna sada kesain. Tapi enggo ajdi
bagin entahpe panggung man bibi situbuh entahpe nande perbulangen si kitik anakna e,
mejingkat meliar peseh berita man tegun Sembuyak, Anak Beru ras Kalimbubu maka enggo
ngeteh lit jelma tambah ibas jabuna. Ngikutken sienggo semal idalinken idahi beruna entahpe
bibina guru simeteh wari telu puluh nungkun wari ras pe nerang anak simbaru tubuh e.
Batang belin peradaten siarus ilakoken ibas mbelin anak ippus eme tegun sangkep
nggeluh perkade-kaden ibas jabu pulung reh ndahisa ncidahken keriahen ukurna ija bas
kesempaten e iberekenna toto ras pasu-pasu simehuli. Tentu ibas kerehenna labo banci ngambe-
ngambe tapi erbaba luah ngataken meriah ukur ras mejuah-juah. Rupa luah siman baban mbue
erbagena banci ipilih ngikutken sura-sura ras kengasupen emekap:
1. Beras piher ras tinaruh manuk
2. Beras piher ras tualah
3. Beras piher ras kembiri
4. Beras piher ras kesaya, lada, pia, lasuna, kaciwer
5. Beras, gula, galuh
6. Beras piher, nurung cibakut entahpe nurung belin
7. Beras piher ras manuk
8. Beras piher ras uis, baju-baju ntah kampuh
Ibas paksa pulung bage nimai nakan tasak, erpagi-pagi tah berngi mamina mindo anak
simbaru tubuh man nandena janah minter tamana ku ampuna. Jenari minter ijemputna beras
sienggo isikapkenna iherna ngerana mereken toto ras pasu-pasuna
Sirang beras ras lau, maka sirang ernande, erbapa, ermama, ermami, erbii, erbengkila,
erturang, ersenina, ras rimpal. Lampas mbelin bebere mamana ola ngindet-ngindet ola
batuk-batuken gelah pagi jadi suruh-suruhen mamana impalna simbelang enterem,
iherna namaken beras ku takal anak sikitik. Bagekal me tuhu! Nina simegi-megi ngaloi.
Dung sie emaka ijeputna ka beras sekali nari, itamakenna ku bara nande anak si kitik
ras ibanna ka belas-belasna. Enteguh anak idoah, ola ngindet ngindet, lampas mbelin
maka banci pagi jadi rudang geluhndu jadi durma daging kulandu nandangi sangkep
ngegluh sinterem. Jenari maka ibuat mamina ka belo penurungi, itamana ku babahna,
ingatngatina melumat. Itukupna ayo anak si kitik e alu tanna sikemuhen, isemburina
11
anak si kitik e jenari isembusna telu kali. Dung bage, sikap pencikepna anak-anak e
iherna ngerana “iaak..ah… enggo mejile, enggo metunggung anak perana enda ndai.
Ngeliat-ngeliat dagingna senang ras entabeh akapna. La ia ngandung iadep-adep
mamana-mamina, bengkila, bibina, bapana-nandena, turangna ras impalna.
Taren-taren bage enggo tasak nakan ras bengkauna. Enggo banci ielaken perpangan. Jemaka
man kerina.
3. NGEMBAH ANAK KU LAU (PETELAYOKEN)
Enca piga-piga wari anak tubuh, si anak mbugis-mbugis, nandena pe nggo megegeh,
emaka sianak ibaba ku lau, sope denga berkat ngembah anak si kitik ku lau, lit pulungen siman
pesikapen eme ageng, jerango, pundnag (usi male-male I piuh jenari itutung) inganna iban tare
upih entah berku (sudu), kuning gersing, belo bujur ras belo si sepuluh sada. Sirembah anak
sikitik kulau, adi dilaki mamana adi diberu bibina iarakken telu entahpe empat kalak pernanden.
Soep lenga berkat ku lau ngikutken sidekah isungkun lebe warina man guru simeteh wari telu
puluh, idahi ia ras ibaba luah beras piher.
Bageme ia berkat erdalin manjar-anjar siarak-araken ibas wari erpagi-pagi enca har-
har matawari, mentasi kesain. She bas pintu alwang (kerabangen) kuta, pundang e itutung,
janah icibalken sada belo bujur, bagekape ibas serpang dalin kulau icibalken sada nandangi
tapin pe icibalken sada. Belo siwah sepuluh sada icibalken ibas sembahen kuta, pundang,
jerango ras ageng sitare upih entah sudu icibalken ibas peremboh-embohen (Sembahen kuta
eme sada ingan ideher tapin sibiasa ikataken sembahen kuta, peremboh-embohen eme sada
ingan ngadi nandangi tapin, kune adi gelap-gelap wari ate ku tapin e, ijenari i lebuhken,boah-
boah telu kali. Gunana eme adi lit ije kalak ridi entahpe singiani tapin gelah ietehna nilah
entahpe ersikap sbab lit kalak siatena ridi entah emnats, jadi eme persentabin).
4. ERBAHAN GELAR RAS NGELEGI BAYANG-BAYANG
Enca ipetelayoken iban ka sangsang (tangkal setan) eme benang ras kuning gersing
jadi gelangna, jenari piga-piga wari dekahna gelang kuning gersing si itustus alu benag
isambari alu gelang timah. Enca umur anak si kitik e she enem bulan tahpe nandangi sada tahun
enggo banci make gelang pirak entah suasa. Biasana gelang pirak entah suasa sigelari baying-
bayang I legi ku jabu mamana eme Kalimbubu jabu.
Kerja ngelegi bayang-bayang man Kalimbubu ialkoken enca ibahan perarihen ibas
jabu singelegi bayang-bayang ras jabu Kalimbubuna. Enggo leben lit dat kata putus ras arih
simehuli sabab kerja e banci iakataken kerja si mehuli ras meriah ukur. Adangen ibas kerja e
ekrina itanggung singelegi bayang-bayang, eme nakan bengkau ras adumna secukupna. Ibas
erpagi-pagi kerina Anak Beruna erdahin nanggerken nakan, erbahan bengkau lit ka deba-deba
kalak kundul, ngisap-ngisap, ngerana-ngerana ras Kalimbubu. Nimai-nimai nakan tasak emaka
ibenaken me percakapen ngikutken adat. Ngerana lebe Anak Beru singelegi bayang-bayang
kerna kai sura-sura Kalimbubuna. Emaka ialo-alo Anak Beru ibas jabu Kalimbubu, olerkenna
ka man Kalimbubuna. Emaka iaturken me namaken baying-bayang (gelang) man anak si kitik e.
si namaken gelang e banci mami na, banci nini na arah sidiberu.

12
Iangkip mamina anak si kitik, iskapkenna gelangna tare mangkung sienggo isi lau.
Jenari ibuatna gelang e, itamana kutan anak si kitik eme beberena. Dung sie emaka buatna
beras piher, ijujungkenna ku takal beberena e iherna ngerana.
Ibas wari sanlangsai katakana pe menahang, nangkih-nangkih matawari enda,
isangkutken kami bayang-bayang man bebere kami, ikutpe toto ras pasu-pasu kami,
maka bebere kami lampas mbelin, ola ngindet-ngindet, ola batuk-batuken maka banci
pagi jadi galah gedang ras suruh-suruhen mamana, mamina, impalna terus ku puang
Kalimbubu, Anak Beru ras Anak Beru menteri. Itampeken kami ka ku takalna beras
piher eme ibas angkih-nangkih matawari enda, maka nagkih kinibayak kinituah,
sangkut kinisangap sangkut pencarin, merih manuk niasuh, mejuah-juah kita kerina.
Enca dung sie adi lit sura-surana mereken perembah ijeme isehkenna bagekape adi
anak si ktiik langa lit gelarna, ije kame iterusken ngukuri ras erbahan gelarna. Jenari maka adi
enggo tasak nakan banci ielaken perpangan, kerina si pulung ras man. Muatna mulih sumpit
annde anak si kitik e, ni isi alu gula merah ras tualah eme jadi luahna mulih ku kutana.
5. NJABUKEN BANA (NEREH-EMPO)
Nai anak singuda denga ibas umurna 10 seh 13 tahun enggo ikut nampati nande
bapana erdahin ku juma. Jadi ibas paksa umur sibage enggo banci ia mantek aron, aron anak-
anak entahpe aron tanggung gelarna. Tapi adi umurna enggo 16 tahun seh 22 tahun ia enggo
anak perana ras singuda-singuda emaka ia mantek aron belin. Nina ranan adi dilaki netah
diberu enggo ngasup ngikuti aron belin eme tandana enggo seh umurna njabuken bana. Sekalak
anak perana ras singuda-nguda sienggo ersada arihna njabuken bana, lit piga-piga kite siman
dalinen maka enggo sah ia njabuken bana. Kite entahpe bagin siman dalinen e, sue ras sienggo
idalinken nai nari emekap: Nagkih, Ngembah Belo Selambar, Nganting Manuk, Kerja Erdemu
Bayu, Mukul / Pejabuken.
1. Nangkih
Erti nangkih eme sekalak anak perana ras singuda-nguda sienggo ersada arihna
njabuken bana, sidilaki maba sidiberu ku jabu Anak Beruna tah ku jabu tegun seninana
ibas sada kuta tah ku kuta sideban.
2. Ngembah belo selambar
Ibas lakon entahpe kerja ngembah belo selambar siperlu ieteh ras ipegermetken emekap:
a. Tegun sidilaki (siempo) erbahan arih ras Anak Beruna lako ndahi Kalimbubu (sinereh)
eme erbahan kerja ngembah belo selambar. Enca dat kata putus rikut ras warina emaka
Anak Beru siempo pesehsa man Kalimbubu (sinereh), maka ietehna ertima ras ngataken
Kalimbubuna ras Anak Beruna.
b. Ibas kerja ngembah belo selambar labo iteremken, cukup itenahken tegun
Sembuyak/Senina, Anak Beru, ras Kalimbubu pekepar.
c. Lakon ngembah belo selambar ibahan ijabu Kalimbubu (sinereh).
d. Ibas lakon ngembah belo selambar iaturken nge man, kerina perlengiten kerna sie enggo
jadi tanggungen tegun siempo.
e. Enca dung man, enggo man belo ras ngisap, siempo pe enggo mereken isapna
manKalimbubu emaka banci ibenaken ranan. Ipesikap lebe ingan runggu, ikimbangi
13
amak ijabu tengah jenari maka kundul tegun Anak Beru pekepar, arah pudina kundul
tegun Sukut, Sembuyak, senina ninggel-ninggel Kalimbubu ibas inganna.
f. Ibas runggu e ipedalin kampil, kampil e Buena enem, sada man Sukut, sada man tegun
senina, sada man Kalimbubu singalo bere-bere, sada man singalo perkempun, sada man
Anak Beru, sada nari man Kalimbubu singalo ulu emas eme arah siempo. Isi kampil eme
kuh belo pangan ras isap.
g. Ibas dahin e ngarihken kerna lakon si reh eme Nganting Manuk.
3. Ngantik Manuk
Lakon entahpe kerja nganting manuk sipulung enggo reh teremna. Ibas tegun Kalimbubu
(sinereh) arus ikut pulung eme Sembuyak, senina ras senina ibas runggu, Anak Beru,
Kalimbubu singalo bere-bere, singalo perninin / perkempun, bagepe singalo perbibin.
Arah siempo pe bage ka, arus ikut Sembuyak, senina, senina silako runggu, Anak Beru,
Kalimbubu singalo ulu emas. Perdalinen runggu entahpe percakapen menam seri ras
paksa ngembah belo selambar. Enca elah man lebe maka ibenaken runggun. Ibas
nganting manuk pe arus enem ka kampil erdalin bage paksa ngembah belo selambar.
Ibas ngantik manuk eme ingan arih-arih nentuken kerjana.
4. Kerja Erdemu Bayu
Kerja erdemu bayu, eme ekrja simbelinna ibas ngesahken perjabun, ertina belinen asa
lakon entahpe kerja ngembah belo selambar ras nganting manuk. Ibas kerja erdemu
bayu sidahin siarus ilakoken ras man pesikapen ibas batang belinna emekap:
a. Tegun Anak Beru siempo ngaturken pangan, erdakan, erbahan bengkau, nggule asa
cukupna, bagekape nikapken perpanganen, perburihen, aleng-aleng, ras lau inemen.
b. Asakai sibiak Sukut sierjabu pekepar, bagepe si erjabu si mehulina make ose, make uis
ada Karo.
c. Sukut, eme tegun siempo leben seh bas ingan pulung maka banci ia ngalo-ngalo Sukut
sinereh ras singalo bere-bere bagepe Kalimbubu singalo ulu emas. Anak Beru siempo
ngaturken ras pesikap ingan kundul mehuli, ikimbangi amak belang ras ngikut-ngikutn
amak cur.
d. Jabu tegun siempo i tengah, ijeme ia pulung ras Sembuyakna, seninana, senina
sepemeren, separibanen ras sepengalon. Arah kemuhenna eme jabu Kalimbubu singalo
ulu emas ras tegunna sedalinen eme Kalimbubu bena-bena, Kalimbubu simada dareh.
Arah kemuhen Kalimbubu simada dareh puang Kalimbubu ras temanna sidalinen terus
kemuhenna ka Puang Nu Puang. Bage kange ibas jabu Kalimbubu sinereh, arah
kemuhenna eme Kalimbubu singalo bere-bere ras temanna sedalinen, kemuhenna ka
Kalimbubu singalo perkempun, je maka singalo perbibin. Arah kawes Sukut pekepar eme
jabu Anak Beru ras temanna sedalinen, Anak Beru tua, Anak Beru cekuh baka, Anak
Beru menteri ras Anak Beru singukuri.
e. Enca pulung sangkep nggeluh tegun Sukut pekepar, bagpe kade-kade si itenahken, emaka
banci ibahan persikapen ertembe-tembe. Ertembe-tembe eme ersukat ras pedalin batang
unjuken, nggalari utang peradaten sijadi kehamaten man Kalimbubu sinereh.

14
f. Enca dung ipedalin emas man Kalimbubu sinereh, tegun siempo berkat ndahi
Kalimbubuna singalo ulu emas. Pedalin emas man Kalimbubu banci minggani banci ka
lang, kerna sie ngikutken sekula serasi sierkerja eme Kalimbubu. Adi minggani arus alu
pinggan simehulina pinggan pasu, lapikna uis, arinteneng, isi pinggan belo cawir,
draham (emas) rikut duit sienggo isikapken. Adi lalit draham banci iban gantina alu
senggelat kuning gersing.
g. Sedalinen ras nimai nakan tasak, iterusken ku aturen ngerana mereken kata sengkebabah
dua man Sukut ras sierjabu. Sanga kesempaten ngerana e, Kalimbubu singalo bere-bere,
singalo perkempun ras singalo perbibin mereken luahna man sierjabu. Luah siarus
isikapken Kalimbubu singalo bere-bere emekap amak selambar ras kalangulu dua, kudin
perdakanen sada, manuk beru-beru sada; luah singalo perkempun eme pinggan dua,
mangkuk perburihen sada, beras meciho sada tumba ras tinaruh manuk raja mulia, tegun
singalo perbibin banci luahna selambar uis. Jemaka enca sinda erdalin alu mehuli lalit
abatna, enggo seh waktu man ielaken perpangan man kerina sipulung, siarah pudi man
eme silatih kerina Anak Beru tegun siempo ras sinereh.
5. Mukul
Dahin aturen mukul ilakoken ibas berngina enca dung kerja erdemu bayu. Sierjabu
itaruhken sangkep nggeluh pekepar ku jabu inganna njayo. Lakon mukul labo iteremken
cukup piga-piga kalak si labanci langna eme sangkep nggeluh. Dahin entahpe lakon
mukul e ertina ngesahken sierjabu enggo lit jabuna, ngesahken sierjabu enggo ngaloken
ras ndalinken perjabun enggo lit jabuna, ngesahken sierjabu enggo ngelakoken ras
ndalinken perjabun. Situhuna adi sipergermetken kerna aturen mukul e, ije teridah maka
singelakenca erbahan sada sumpah entahpe janji maka kaipe jadi ia la banci sirang
mulihken adi la Dibata sinirangsa. Tapi kerna sie la bo ituriken alu terang-ternag,
emaka nina adat Karo adi langa iban adat mukul man sierjabu. Perjabunna langa sah
sababna langa isumpah.
6. MEREKEN BULANG, TUDUNG, OSE
Sue ras sienggo semal idalinken kalak karo, ibas sada jabu lit nande ras bapa sienggo
emtua, umurna 60 seh ku 65 tahun anakna enggo buen erjabu, sienggo erjabu bias nakanna ras
dat pencarin ia, tentu ia ersura-sura ndahi nande ras bapana mereken tudung, bulang ras osena.
Sura-surana e situhuna seh ulina sabab teridah perlakonna e nginget ras ngkelengi orangutan
sienggo metua. Lako nehken sura-surana e, emaka ipepulungna Anak Beruna lako runggu
nikapken kai siperlu ras muat warina mata kerja, ikut kape runggu kerina Sembuyak ras
seninana.
Aturen mereken tudung, bulang, ras ose:
a. Ibas ingan pulung, ikimbangi amak cur ingan kundul nande ras bapa siman osen,
bagekape amak sipulung. Ibas amak cur sienggo kimbang ijeme ias suruh kundul duana.
b. Jenari kerina sidilaki bagepe permenna reh ras kundul iadepenna maba kampil maba
tudung bulang ras ose. Kerina permenna ngapuri belo terdua sekalak siman berenkenna
man simetuana ras ajintana tersada sada. Dung ngapuri belo emaka permenna sintua
ngerana,
15
c. Emaka iterusken ku aturen nampekken tudung ras bulang. Anakna sidilaki sintua ncikep
bulang, permenna ncikep tudung, emaka mulai me anakna sidilaki ersemukah
d. Enggo metunggung nandena, enggo metunggung bapana iarakken anak kerina rikut pe
Kalimbubu ras Anak Beru. Emaka ibuat permenna beras meciho e ku simetuana, ku
najintana rikut ras Kalimbubu senina Anak Beru sipulung ije. Emaka iumputi alu aturen
ngerana, ngerana tegun Sembuyakna, senina, Kalimbubu ras Anak Beru.
e. Dung aturen ngerana, enggo tasak ras sikap nakan ras bengkau iban Anak Beru. Emaka
leben isngetken perpanganen man orangtua singaloken soe. Enca sie maka isrseri
perpangan rikut nakan bengkau ras gulen man kerina sinterem, maka man me kerina
tegun Sukut, sangkep nggeluh ras kade-kade iantari Anak Beru sierdahin.
7. MEREKEN CIKEN
Adat mereken ciken man orangtua, narus-narus bali ras mereken tudung, bulang ras
ose. Tangtangna ipesikap ingan kundul orangtua siman beren ciken. Maka ibereken man bana
ciken erkiteken ia cawir metua umurna enggo idatas 67 tahun. Adi kuh denga orangtua pekepar
man sidiberu itambahi ka tuk-tuk penutu belo. Adi la ergendang banci iumputi alu aturen
ngerana, ngerana Sukut, Sembuyak, senina, ngerana Kalimbubu jenari ngerana Anak Beru
melasken ukurna.
Enca dung ngerana, emaka di enggo tasak nakan banci man kerina alu leben isikapken
perpangan singaloken ciken.
8. MEREKEN NAKAN SIMALEM-MALEM (MESUR-MESURI)
Nai kalak karo enterem denga umurna 80 seh 100 tahun maka ia enggo metua (mate)
ibas umur sibage tentu lanaibo ia megegehsa. Ibas paksa eme enggo seh aturen mereken
peradaten man bana si igelari biasa mereken nakan simalem-malem entahpe mesur-mesuri.
Biasana lit telu kali adat erdalin man bana. Sekali ibas tegun anakna kerina, emaka tegun Anak
Beru jemaka perpudina tegun Kalimbubu
Enca dung ia ipesenggapken, emaka enggo banci iaturken perpan sinterem, muat mulih
sipulung isikapken beras ras sitik duit man penukur bengkau orang tua sini dahi e.
9. IBAS KEMATEN
Bage reh suruhen kerna dahin siman dahinna singuda-nguda e ekrina minter berkat ras
teman-temanna, lit sindarami lalu. Lit simaba ndiru, lit sierjujung page siman tutun ku lesung
kuta. Kerina ias isurup-urupen lako ngelitken beras, maka banci itanggerken man nakan kade-
kade sipulung ibas wari pengkerjanken simate. Dung page itutu, irasraskenna miarisa maka
enggo sikap man dakanen. Tambah sie lit ka piga-piga singuda-nguda sierlegi lau man
perdakanen ras lau penggule bagepe man lau inemen.
La ketadingen pe anak perana, enggo lit piga-piga berkat ngeelgi kade-kade sieperlu-
perluna. Lit ka ia deba ndarami gulen, muat bulung pola man lape-lape, nabah buluh ras
erbahan peti simate. Gendek kata minter kerina siatur dahinna ngikutken gegeh ras pemeteh silit
ibas ia. Lebih asa sie lit ka deba pelebeken siperlu perluna mereken manuk, babi, perbeliten
maka ola mberatsa baban sima-sima simate. Ijeme teridah kegeluhen kalak karo ibas kuta paksa
sidekah tuhu-tuhu sisampat-sampaten ras sikeleng-kelengen.
Utang adat siman berenken ku Kalimbubu, emekap:
16
- Adi simate dilaki bulang-bulangna ibereken man Kalimbubuna simada dareh rikut ras
batuna, man Kalimbubuna ibereken uis arinteneng entahpe kelam-kelam rikut ras batuna
- Adi sidiberu mate, tudungna man simupus, kelam-kelam singalo bere-berena rikut ras
batuna.
Erti batuna eme ibas uis e ipunjutken duit siman baginken Kalimbubu man kerina temanna
sedalinen.
Utang adat tegun Kalimbubu simada dareh eme manuk sada, beras setumba, dagangen
mbentar. Utang puang Kalimbubu dagangen mbentar icabinken man simate paksa tegunna
landek.
10. NGUKAL TULAN-TULAN
Adi ikataken kerna adat ku manusia, adat siperpudina ilakoken eme ngukal tulan-tulan.
Sope lenga ilakoken ngukal tulan-tulan leben irungguken ras Sembuyak, senina, Anak Beru
bagepe Kalimbubu.
Torosen pendalinken dahin:
- Kemberahen Anak Beru tua ncibalken belo cawir rikut totona kerna dahin sinandangi
ilakoken e.
- Cangkul sipemena ilakoken Kalimbubu siamda dareh siman ukalen tulanna e. telu tah
empat kali icangkulkenna enggo ia ngadi.
- Cangkul siepedua kaliken ilakoken anak ebru tua. Lima tah enem kali icangkulkenna
banci kai a ngadi.
- Cangkul sipetelu kaliken ilakoken Anak Beru sincekuh baka tutup. Waluh tah siwah kali
icangkulkenna banci kai a ngadi.
- Cangkul sipeempat kaliken ilakoken Anak Beru siperdemui ras Anak Beru menteri, lanai
erbilangen enggo banci iterusken alu peganti-ganti.
Sangana Anak Beru kerina latih erdahin ngukal taneh e, Sukut pedarat senna (duit),
sen, nekel, ketep, tali, suku, sada-sadai idabuhi kubas lubang sipaksana I kurak e, adi genduari
gantina duit logam erga lima puluh ras erga serratus. Kenca enggo terpepelung kerina tulan-
tulan berkat ia kerina kurumah, peti-peti sikitik e ras kerina ugas-ugas ibaba Anak Beru. Seh i
rumah, peti tulan-tulan e icibalken ibas jabu Sukut ibas ingan si la iakap ngelanglangi. Sukut,
Kalimbubu kundul janah ngerana-ngerana. Anak Beru kundul erpulung-pulung, duit
siipepulungna ibas ia ngukal tulan-tulan e ikirana, piga-piga temanna tegun Anak Beru nampati
nasaki nakan ras bengkau. Duit si enggo ikira e, ibagikenna 1/3 man Anak Beru Tua, sitading
ipertelu, 1/3 man Anak Beru sincekuh baka tutup, sitading ipetelu, 2/3 man Anak Beru
Iperdemui, 1/3 man Anak Beru Menteri.
Paginna peti ibaba ku ingan pulung, enca pulung kade-kade siitenahken enggo banci
iatur perlandek. Aturen perlandek labo mbue perlainna ras aturen perlandek ibas kematen. Ibas
kerja nampeken tulan-tulan e. ipedalin ka utang peradaten man Kalimbubu ras puang
Kalimbubu. Utang peradaten e singatursa Sukut rikut ras batuna, alu perkiran ola ncedaken
man kerina Kalimbubu.

II.5. Sistem Kepercayaan Suku Karo


17
Tridah Bangun dalam bukunya yang berjudul Manusia Batak Karo menuliskan
mengenai alam pikiran dan kepercayaan orang Karo yang mana tinggal dan menetap di daerah
secara agraris, dapat diuraikan sebagai berikut:14
1. Mereka percaya adanya Dibata (Tuhan), yang menciptakan segala yang ada di bumi dan
jagat raya. Tuhan itu terdiri dari tiga komponen yaitu yang dikenal dengan: Dibata Atas
(Tuhan yang menguasai alam sebelah atas), Dibata Tengah / Tuhan Paduka Niaji (Tuhan
yang menguasai alam bagian tengah yaitu bumi) dan Dibata Teruh / Tuhan Benua Koling
(Tuhan yang menguasai bawah tanah).
2. Roh manusia yang mamsih hidup disebut tendi. Sedang rh manusia kemudian mati yang
lazim disebut arwah, menurut masyarakat Karo diberi istilah begu (pengertian begu selain
dimaksud arwah ialah sama dengan setan, tapi umunya dalam penggunaan istilah begu
pada tiap upacara kepercayaan selalu dimaksud dengan arwah bukan setan).
Dari roh yang telah berubah nama menajdi begu (setelah manusia meninggal) ini
menurut kepercayaan dikenal:
a. Begu jabu atau begu batara guru, yang asalnya dari roh yang meninggal selagi dalam
kandungan. Begu ini dianggap membahayakan karena suka mengganggu.
b. Begu bicara guru, berasal dari seseorang bayi yang meninggal sebelum bergigi ini pun
dianggap membahayakan juga.
c. Begu mate sada wari ialah roh dari orang yang meninggal seketika (kecelakaan, dan lain-
lain). Begunya ini tidak jahat, dan sering dijadikan sebagai sembahan atau dipuja yang
dinamakan jinujung.
Di alam pikiran mereka ini peranan guru (dukun) sangat penting, karena ia bisa
membantu mengatasi penyakit, membaca hari dan bulan baik, memanggil roh dan arwah,
memberi semangat, memperoleh hajat dan lain-lain sebagainya. Maka dalam hal dukun itu
terdapat juga jenis-jenis dukun seperti:
a. Guru sibaso / Guru perdiwel diwel, biasanya adalah perempuan. Dukun ini bisa berperan
sebagai pemanggil roh manusia yang sudah meninggal dan lewat dia roh/begu berbicara.
Ini dapat dilakukan melalui satu upacara khusus dalam acara Perumah Begu.
b. Guru simajek pantangen, dukun yang beperan dalam upacara erpangir (berlangir) di
sungai atau di pancuran, baik dalam menolak bala, mengatasi makna dari mimpi yang
buruk raleng tendi karena berawan (terkejut) sehingga roh atau semangat atau tendi pergi
dari badan dan sebagainya. Ia juga mampu meramalkan sesuatu yang dihadapi seseorang
dengan melihat daun sirih yang disodorkan kepadanya apakah akan ada penyakit atau
kejadian buruk serta tanda-tanda yang bakal datang dan cara mengatasi atau mengobati.
c. Guru sintua/singuda, dukun yang mampu niktik menghitung ahri, bulan baik atau buurk,
apabila seseorang misalnya memasuki rumah baru, perkawinan, berangkat berperang dan
lain-lain. Ia menyebut hari baik atau buruk setelah melihat seksama bilangan-bilangan
penanggalan karo sitelu puluh (yang tiga puluh). Selain ia mengetahui bilangan bilangan
hari, juga mengerti mata angina yang berpenjuru delapan.

14
Tridah Bangun, Manusia Batak Karo, (Jakarta: Yayasan Idayu, 1986), h.44-49

18
Dalam rangka kepercayaan maka orang Karo melakukan penyembahan atau pemujaan,
yaitu:
a. Buah huta-uta, biasanya merupakan batang buah pohon besar di dekat desa, yang
dipercayai ditunggui oleh samangat (tenaga gaib) sehingga di keramatkan. Pada waktu-
waktu tertentu diadakan upacara persembahan, baisanya disertai gendang sarune
(penggunaan alat bunyi-bunyian: gong, serunai, penggual) dimana Guru Sibaso berperan
penting di situ.
b. Galoh adalah satu tempat tertentu berupa persembahan yang ditanami kalinjuhang,
sangka sempilet, galoh si tabar, tabar-tabar, besi-besi, kapal-kapal dan ambatuah,
dilingkari pagar bamboo berdiameter lebih kurang 4 meter. Di sini oleh pemilik galoh
diadakan upacara pada waktu-waktu tertentu, juga dengan penggunaan alat-alat bunyian
tradisional, dan dihadiri oleh guru sibaso.
c. Silanen juga tempat yang dikeramatkan, biasanya adalah batu besar letaknya tidak begitu
jauh dari desa. Biasa orang menaruh sesuatu sesajen di atas batu ini sambal
menyampaikan niatnya. Batu ini pantang dilangkahi, karena hal itu berbahaya bagi diri
yang melakukannya.
Dalam rangkaian kepercayaan masyarakat Karo selalu dilakukan upacara-upacara ritual.
Adapun upacara-upacara ritual itu terdiri dari berbagai jenis yaitu:
1. Perumah begu
2. Ndilo tendi
3. Nengget
4. Ngarkari
5. Perselihi
6. Ngulakken
7. Erpangir kulau
8. Ndilo wari udan
9. Ngeluncang
10. Njujungi beras piher
Dalam alam pikiran, kepercayaan pada penduduk Karo berlangsung dengan mulus dan
damai tidak menimbulkan keretakan atau perpecahan. Keakraban tetap terpelihara, keluarga dan
setiap anggota masyarakat tetap saling menghargai. Faktor yang melatarbelakangi hal ini terjadi
adalah faktor adat istiadat dan kekerabatan berlandaskan Daliken Si Telu (Rakut Si Telu =
Sangkep Si Telu = Iket Si Telu), Merga Silima, Tutur Siwaluh.

II.6. Tinjauan Biblika PL Terhadap Filosofi Makna Surat Ukat Dalam


Meningkatkan Kehadiran Jemaat Di GBKP
2.6.1. Allah Dan CiptaanNya

19
Pengakuan bahwa Yahweh, Allah Israel adalah sang pencipta alam semesta dan segala
isinya sesungguhnya merupakan suatu pengakuan yang sangat kontesktual. Dalam dua pasal
pertama kitab Kejadian terdapat dua versi kisah penciptaan, yakni:15
1. Kejadian 1:1-2:4a
Kejadian 1:1-2:4a ditulis oleh penulis Imamat (P = Priestly) sekitar tahun 550 sM,
kejadian 1:1-2:4a ditulis ketika bangsa Yehuda (Israel Selatan) berada dalam pembuangan di
Babel. Dalam pembunangan itu mereka mendengar bangsa Babel berbicara tentang Dewa
Marduk sebagai pencipta alam semesta. Dalam mite-mite Babilonia, Dewa Enhil, Marduk dan
dewa-dewa lain selalu disebut sebagai banu syame u irsiti (khalik langit dan bumi). Kepercayaan
ini jelas ikut membimbangkan iman banyak orang Israel kepada Yahweh. Banyak orang Israel
diduga akhirnya jatuh ke dalam kekafiran Babilonia. Bandingkan dengan kecaman Deutero
Yesaya terhadap kecenderungan kaum buangan untuk menyamakan Allah Israel dengan berhala-
berhala mati (Yes. 40:25-26; 41:6-7; 42:18-20; 44:6-7; 45:9-13, 18-21). Dalam konteks kekafiran
bangsa Babilonia, persoalan “bagaimana mengaku iman kepada TUHAN, Allah Israel “
merupakan persoalan teologi yang sangat penting. Benarkah Dewa Marduk ataupun Bel adalah
sang pencipta alam semesta? Ataukah Yahweh Allah Israel,a dalah sungguh Sang Pencipta alam
semesta dan segala isinya?
Jawaban yang diberikan oleh orang Israel yang setia adalah sangat tegas, sebagaimana
yang dapat dibaca dalam Kejadian 1:1-2:4a, yang boleh disifatkan sebagai suatu dokumen
pengakuan iman Israel. Ketegasan itu tampak dalam kalimat pertama dokumen pengakuan iman
tersebut, yang berbunyi “Pada Mulanya Allah Menciptakan Langit Dan Bumi” (Kej.1:1). Teks
Ibrani kalimat ini sebenarnya lebih tegas lagi dengan dua kali menggunakan kata / awalan
penunjuk penderita (et) dan awalan penentu (ha-) ketika menunjuk langit dan bumi: beresyt bara
Elohim et hasyamayim we’et ha’arets. Apabila kalimat Ibrani ini diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia secara harfiah, akan terbaca sebagai berikut: “Pada mulanya ALLAH menciptakan
langit itu dan bumi itu”. Kata Ibrani, beresyt, oleh LAI diterjemahkan dengan “pada mulanya”,
sebenarnya mengandung pemahaman bahwa Yahweh, Allah Israel, telah bertindak sebagai
pencipta jauh sebelum ada segala sesuatu dan alam alam semesta, bahkan jauh sebelum ada
aktivitas kedewasaan atas alam semesta ini (bnd.ay.2). demikian juga kata kerja bara, yang
diterjemahkan “menciptakan”, adalah suatu istilah yang hanya dipergunakan untuk melukiskan
tindakan Allah meng-ada-kan sesuatu yang belum pernah ada baik secara fisik maupun secara
ide atau gagasan. Atau sebagaimana dikatakan oleh P. Humbert, bara berarti
“membuat/mengerjakan sesuatu yang baru” yang belum pernah ada. Berdasarkan pemahaman itu
lahir ungkapan dalam Bahasa Latin, yakni creation ex nihilo (penciptaan dari yang tiada).
Lalu bagaimana Allah Israel itu menciptakan? Dalam mitos bangsa Babel diceritakan
bagaimana Dewa Marduk berjuang mati-matian dalam perang mistis melawan Tiamat, penguasa
khaos, dan bekerja keras agar dapat menciptakan langit, bumi, manusia dan makluk-makluk
lainnya serta ketertiban dunia. Dalam dokumen pengakuan iman Israel yang disusun oleh para
penulis p, Allah Israel tidak memerlukan kerja keras dan perjuangan mati-matian seperti yang

15
Marthinus Theodorus Mawene, Perjanjian Lama dan Teologi Kontekstual (Jakarta: BPK-GM, 2008) 44-47

20
dilakukan Marduk. Dokumen itu mengatakan bahwa Allah hanya berfirman (berbicara), maka
segala sesuatu tercipta sesuai dengan kehendak-Nya. Hal itu tampak dalam rumusan:
“Berfirmanlah Allah: Jadilah … maka jadilah demikian” (Kej.1:3, 6, 9, 11, 14, 20, 24). Dalam
versi P, manusia berkedudukan sebagai “mahkota seluruh ciptaan”, karena manusialah yang
menjadi “gambar dan rupa Allah” di bumi (Kej.1:25-28). Manusialah penerima mandate
(mandataris) Allah untuk “berkuasa atas” seluruh ciptaan menurut kehendak Allah.
2. Kejadian 2:4b-25
Versi yang kedua ini adalah versi yang lebih tua yang ditulis oleh Penulis Yahwis (Y)
sekitar abad 8-9 sM. Kisah penciptaan versi Y yakni Kejadian 2:4b-25 berasal dari lingkungan
Israel sendiri di mana masalah menyangkut manusia, tanah (termasuk kepemilikan dan
kesuburan tanah) air, dan kehidupan pertanian sangat penting. Dalam konteks kekeringan pada
tanah merupakan ancaman serius terhadap kehidupan manusia, sebaliknya air menjadi sangat
vital bagi kelangsungan hidup manusia di atas tanah. Maka pertanyaan teologis yang penting di
sini yang dihadapi bangsa-bangsa yang berdiam di kawasan Palestina ialah: siapakah (dewa
manakah) yang menciptakan manusia dan tanah serta yang menjamin kesuburan tanah bagi
kelangsungan hidup manusia? Sejumlah bangsa Kanaan menajwab bahwa dewa itu adalah Baal.
Melalui kemenangannya atas Mot (dewi kematian) ia menentukan perubahan musim serta
menjamin kesuburan tanah dan kehidupan bagi manusia. Jawaban lain mengatakan bahwa Dewa
El yang telah menciptakan bumi (tanah), meciptakan manusia, dan memungkinkan manusia
hidup di atas bumi.
Akan tetapi, umat Israel mengaku percaya bahwa yang menciptakan manusia, tanah dan
air adalah TUHAN (Yahweh), Allah Israel. Bagaimana Allah menciptakan dan bagaimana
sesungguhnya bumi ciptaan Allah itu? Dalam versi Y dikatakan bahwa pada waktu Allah
menjadikan bumi dan langit, bumi belum ditumbuhi oleh tumbuh-tumbuhan apa pun, karena
Allah belum menurunkan hujan ke bumi dan belum ada manusia untuk mengusahakan (la’avod)
tanah itu (Kej. 2:5). Di sini faktor turunnya hujan (air) untuk membasahi dan menyuburkan tanah
dan faktor manusia untuk mengolah tanah merupakan dua faktor penting dalam karya Allah
menjadikan langit dan bumi. Oleh karena itu, Allah menjadikan manusia “debu tanah” dan
memberikan nafas hidup ke dalamnya, supaya ia menjadi “rekan sekerja (partner) Allah” atau
menjadi “hamba Allah” dalam penciptaan. Kemudian, Allah membuat “kebun maharaya”
bernama Taman Eden dan menempatkan manusia di dalam taman (bumi) itu dengan tanggung
jawab sekaligus dengan pembatasan kebebasan yang ia miliki. Tanggung jawab atau tugasnya
adalah “mengusahakan dan memelihara” (le’avedah ulesyamerah) taman (bumi) itu (Kej.2:15).
Namun, ia tidak berkuasa mutlak atas bumi, karena sebagai “pengusaha” dan “pemelihara” milik
TUHAN, batas wewenangnya adalah tidak boleh memakan buah dari pohon “pengetahuan hal
baik dan jahat” (Kej.2:17).
Melihat adanya perbedaan penceriteraan kisah penciptaan versi penulis P (kej. 1:1-2:4a)
dengan versi dari kalangan penulis Y (Kej. 2:4b-25), maka banyak penafsri sepakat bahwa
perbedaan itu dikarenakan wacana kuno yang digunakan sebagai media kesaksian oleh kedua
kelompok penulis tersebut. Menurut mereka di latar belakang versi P berada mitos penciptaan
yang dikenal dengan bangsa-bangsa di Mesopotamia, sedangkan latar belakang versi Y berada
21
mitos penciptaan yang dikenal bangsa-bangsa Kanaan. Dengan demikian, pengaruh unsur-unsur
kontekstual (salah satunya kebudayaan) yang melekat pada wacana kuno ini dapat ditemukan
dalam kedua dokumen tersebut.
Untuk penulisan cerita-cerita penciptaan dalam kitab Kejadian penulis-penulis (menurut
para ahli) menggunakana gambaran atau lukisan dari berbagai-bagai daerah. Untuk penulisan
ceritera penciptaan dalam Kejadian 1 penulis mungkin menggunakan gambaran atau lukisan dari
Babel. Di situ orang-orang Babel membangun tembok-tembok penyanggah yang kuat untuk
menyelamatkan diri dari bahaya banjir yang selalu mengancam hidup mereka. Gambaran atau
lukisan ini diambil-alih oleh penulis Kejadian 1 untuk ceriteranya tentang “tanah kering” yang
Allah pisahkan dari kumpulan air untuk tempat kediaman manusia (bnd terutama ayat 9 dan 10).
Untuk penulisan ceritera Kejadian 2 penulis mungkin menggunakan gambaran arau lukisan dari
Palestina yang kering, yang terletak di pinggir daerah gurun pasir. Hasil pekerjaan petani-petani
di situ seluruhnya bergantung pada turunnya hujan. Hal ini diambil-alih oleh penulis Kejadian 2
untuk ceritera-penciptaannya. Karena hujan belum turun, Allah membasahi tanah yang kering itu
dengan air yang terkandung dalam kabut (Ibr.ed) dari tanah yang lembab (Ibr.adamah) itu Allah
membentuk manusia (Ibr.adam) dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya (bnd.ayat
4b-7).16
Di dalam teks Kejadian 1-2 dalam proses penciptaan tidak ada kata”sempurna” (Ibr:
tamim) yang ada ialah kata “baik/indah” (tobh) sampai enam kali (Kej.1:3, 10, 12, 18, 21, 25)
dan “amat baik/indah” (tobh me’odh) satu kali dalam Kej.1:3117. Dalam bukunya yang berjudul
creation Untamed, Fretheim menkankan bahwa”God Created The World Good, Not Perfect”
(Baik tidak berarti sempurna)18. Konteks buku ini adalah refleksi teologis mengenai bencana
alam, dunia ini pada dasarnya baik/indah. Kalau sempurna, pasti tidak ada bencana alam dan
manusia tidak memerlukan relasi dengan yang lain.19
Westermann20 mengatakan bahwa kebaikan yang dimaksud mencakup lebih daripada
kualitas objektifnya; ciptaan juga dijadikan bagian dari ribuan jaringan hubungan sehingga
kebaikan mencakup hal itu juga. Ciptaan adalah baik atau cocok untuk tujuan yang sedang
dipersiapkan. setiap makhluk ditugaskan di tempatnya dan mencerminkan arti keseluruhan.
Namun, perhatikanlah bahwa dalam menjalankan perannya di dalam tata ciptaan ini –hanya
dengan hidup sebagaimana adanya- ia memuji Allah:
Pujilah Dia, hai matahari dan bulan, pujilah Dia, hai segala bintang terang!
Pujilah Dia, hai langit yang mengatasi segala selangit, hai air yang di atas langit!
Baiklah semuanya memuji nama TUHAN, sebab Dia memberi perintah, maka
semuanya tercipta (Mazm. 148:3-5, TB)

16
J. L. Ch. Abineno, Pokok-Pokok Penting Dari Iman Kristen (Jakarta: BPK-GM, 2012) 34-35
17
Kalau “baik” berpadanan dengan “indah” itu berarti, di narasi Kejadian yang etis sekaligus yang estetis miirp
filsafat Yunani, kalos kai agathos, Lihat Emanuel Gerrit Singgih, Dari Eden ke Babel: Sebuah Tafsir Kejadian 1-11
(Yogyakarta: Kanisius, 2011) 51-56
18
Terence E. Fretheim, Creation Untamed (Grand Rapids: Baker academic, 2010) bab 1
19
Emanuel Gerrit Singgih, Garis Besar Teologi-Teologi Perjanjian Lama (Jakarta: BPK-GM, 2023) 20
20
Claus Westermann, Creation (London: Society For propogation of Christian Knowledge, 1974) 61

22
Menurut Westermann, Memuji merupakan sebuah keberadaan yang ditujukan kepada
Allah dan sukacita ini adalah ciri seluruh ciptaan.21
Sebelum karya penciptaan, dunia berada dalam keadaan kacau balau. Lebih tidak tertata
daripada berupa kekosongan. Pokok-pokok utama yang dikemukakanlewat kisah penciptaan
adalah tidak hanya bahwa Allah menciptakan ini dan itu, tetapi juga bahwa Ia melakukannya
dalam urutan waktu tertentu dan nuntuk tatanan tertentu di dalam ruang.22
Hari 1, 2, 3 Hari 4, 5, 6
Terang Matahri, bulan, bintang
Cakrawala Binatang-binatang di dalam laut, ikan, burung-
burung
Tanah, tumbuh-tumbuhan Binatang, manusia

Hari 1, 2, 3 Hari 4, 5, 6
Terang Benda-benda penerang yang bergerak
Cakrawala, yang memisahkan air yang berada Makhluk-makhluk yang bergerak dalam air di
di atas dan dibawahnya atas dan di bawah
Tanah, yang darinya tumbuh tunas-tunas muda, Makhluk-makhluk yang bergerak di atas tanah:
yang tidak bergerak binatang-binatang pertama, lalu manusia.

Segala sesuatu yang diciptakan dalam tiga hari pertama dalam kolom pertama terpasang pada
tempatnya. Segala sesuatu yang diciptakan dalam tiga hari kedua, dalam kolom kedua mengikuti
urutan terang, air, dan tanah yang tebentuk dalam tiga hari pertama, tetapi bergerak. Perbedaan
lain antara kolom pertama dan kedua di atas adalah dalam hal reproduksi. Dalam konsep
keimaman, makhluk-makhluk dalam kolom kedua berkembang biak secara heteroseksual,
sebaliknya tumbuh-tumbuhan menggandakan (menduplikasikan) diri. Allah menciptakan
makhluk-makhluk di dalam air “menurut jenisnya masing-masing” tiap burung “sesuai jenisnya”
binatang-binatang liar “masing-masing sesuai jenisnya”, ternak “sesuai jenisnya” dan segala
serangga “sesuai jenisnya masing-masing”. Semua makhluk hidup ini harus mereproduksi jenis
mereka dan dengan tujuan ini Allah memerintahkan mereka untuk “berkembang biak dan
bertambah banyak dan memenuhi bumi”. Jumlah makhluk hidup yang berlimpah sesuai rencana
adalah dasar kesejahteraan sosial yang dianggap perlu dipupuk para imam dan merekalah yang
terutama akan memetik manfaatnya.23

2.6.2. Iman Kepada Allah dalam Konteks Adat Dan Kebudayaan


21
William A. Dyrness, Agar Bumi Bersukacita: Misi Holistis Dalam Teologi Alkitab (Jakarta: BPK-GM, 2004) 26-
27
22
Sekarang ada bukti yang sangat jelas dari teks-teks Ugarit bahwa frasa Ibrani yang agak misterius tohu wabohu di
dalam Kejadian 1:2 (RSV: “without form and void” bnd. TB-LAI: “belum berbentuk dan kosong”) berarti “tidak
tertata, tidak produktif”. Lihat David Toshio Tsumura, Nabalkutu, Tu-a-bi-[u] and tohu wabohu, dalam Ugarit-
Forschungen 19 (1987) 309-315
23
Robert B. Coote Dan David Robert Ord, Pada Mulanya: Penviptaan dan Sejarah Keimaman, (Jakarta: BPK-GM,
2011) 61-65

23
Masalah hubungan antara adat / kebudayaan dengan iman kepada Allah ternyata sudah
menjadi pergumulan teologi sejak zaman perjanjian Lama. Pergumulan yang dijalani di dalam
Perjanjian Lama ini memberikan contoh yang baik dalam merumuskan hubungan yang tepat
antara Injil, Adat dan kebudayaan di masa kini. Sebenarnya adat dan kebudayaan suatu bangsa
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan agama bangsa tersebut. Hubungan antara
ketiga hal ini diungkapkan secara menarik dalam Bahasa Latin yakni antara kata-kata Cultiva
(menanam, bertani), Cult (cara memuja/beribadah), dan Cultura (budaya, kebudayaan). Ketiga
kata ini berasal dari kata Colore (mengolah tanah/mengerjakan tanah). Dengan perkataan lain,
bagi masyarakat kuno zaman dahulu bertani, beribadah dan berbudaya adalah hal-hal yang saling
terkait satu sama lain dan tidak saling dipertentangkan.
Seperti yang telah, penulis tuliskan pada bagian 2.3. Filosofi Surat Ukat, mengutip
pernyataan Bujur Sitepu dalam bukunya yang berjudul “Ola Lupa Taneh Karo Simalem Ras
Pijer Podi Karo”, berkata:
Jadi adat e enggo iakap teng-teng dingen enggo ras-ras akapna ia punana. Erkiteken
sie maka adat e enggo sada bagin ibas dahin geluhna si rehna arah buah perukurenna
nari. Ibas dampar sideban, persadan ras kekelengen enggo jadi dareh daging man bana
ertina ia nggeluh la terudu sisada, kerna sie tangkas teridah ibas perlakonna sipagi
rebi, subuk ibas dahin kerja adat bagepe sidebanna ia sisampat-sampaten alu dalin
erbahan serayaan, aron, pemere luah, piring-piring, perbagin ras sidebanna. Kerna sie
enggo ka itabalkenna ibas ukat alu surat batak eme “Endi-Enta”
Hal ini senada dengan pernyataan N.J. Sembiring Kembaren dalam bukunya yang
berjudul Otobiografi Neken Jamin Sembiring Kembaren: Sarjana Cabai Dan Bumbu Giling,
berkata:
Gejala kebudayaan Karo dari sudut kognisi terbentuk dari hasil responnya terhadap
gejala alam atau lingkungan yang keras sekaligus “amat subur”. Daliken Si Telu itu lahir
karena alam yang keras sekaligus subur. Endi Enta diterakan dalam Ukat itu karena
alam yang keras juga subur.
Oleh karena pengertian Cultiva, Cult, Cultura berasal dari kata Colore yang berarti
mengolah tanah/mengerjakan tanah dan hal ini sesuai dengan keadaan sejak turun temurun
berpuluh-puluh generasi lampau masyarakat Karo baik di wilayah dataran tinggi (pegunungan)
atau dataran rendah (satu wilayah di Sumatera Timur) hidup di atas tanah subur. Pada bagian
berikut, penulis menuliskan “Tanah Adalah Pemberian Allah”, “Otroritas Allah Atas Samudera
Raya” dan “Manusia Dan Lingkungan Hidup”.
A. Tanah Adalah Pemberian Allah Dan Pembentukan Identitas
Tanah adalah pemberian Allah sehingga manusia harus mempergunakannya sesuai
dengan maksud si pemberinya. Kitab kejadian menyaksikan bahwa tanah adalah hasil dari
kekuatan Firman Allah. Melalui kisah penciptaan itu sebenarnya tanah bukan pekerjaan seperti
penciptaan binatang dan manusia, tetapi lebih arif sebagai hasil hikmatnya yang memisahkan
antara lautan dan daratan. Secara teologi tanah diyakini sebagai hasil karya dan pemberiaan
Allah kepada manusia. Karya seperti ini juga yang kelihatan dalam membaca kisah tentang tanah
Kanaan sebagai tanah perjanjian. Tanah Kanaan adalah tanah yang dijanjikan Allah lewat
24
firmanNya. Iman Israel melihat bahwa kehadiran tanah Kanaan adalah sama dengan kehadiran
tanah pada waktu penciptaan. Tanah Kanaan adalah karya Allah dan pemberian Allah, lebih
ekstrimnya adalah milik Allah. Sebagai pemberian Allah maka manusia harus
mempergunakannya dengan mendengar dan melakukan kehendak Allah (Hos.11:1). Bangsa
Israel memiliki tanah dari segi teologi perjanjian diyakini sebagai kemurahan hati Allah yang
mengizinkan dan memelihara perjanjianNya (Jos. 23:14, Ul. 6:10-11). Kenikmatan tanah
perjanjian sebagai wilayah yang penuh madu dan susu secara teologi adalah karena hubungannya
dengan kesetiaan dalam perjanjian. Jika mereka tetap dalam Firman itu maka tanah tersebut akan
memberikan kesenangan dan kebahagiaan tetapi sebaliknya jika mereka jauh dari perjanjian
tersebut maka tanah akan menjadi bencana dan malapetaka. Secara Teologi kebaikan tanah
sangat erat hubungannya dengan kabikan Firman (Ul. 11:10-12). Meskipun mereka berada di
daerah padang gurun, jika mereka di dalam Firman Tuhan maka tidak akan ada kelaparan dan
kekurangan (Kel.16:18). Tanah bukan persoalan materi, unsur harta yang terkandung di
dalamnya tetapi soal janji dan Firman Allah.24
Salah satu kredo pengakuan iman Israel adalah melihat tanah Kanaan sebagai
pemberian Allah. Mereka tidak boleh melihat dan menganggap tanah itu sebagai hak milik.
Tanah Kanaan sebagai tanah pemberian harus dipergunakan sesuai dengan aturan dan kehendak
pemilik yang memberikannya. Maksud Allah dalam memberikan tanah Kanaan bukan supaya
dimilki tetapi menjadikan tempat itu sebagai tempat pembentukan identitas dan jati diri mereka
sebagai umat Allah. Allah membebaskan Israel dari tanah perbudakan di Mesir adalah untuk
menjadikan mereka sebagai umat Allah yang setia dan taat. Sehingga maksud pemberian tanah
Kanaan tersebut harus disesuaikan dengan maksud pembebasan Allah dari Mesir tersebut.
Mereka harus mempergunakan tanah Kanaan sebagai pembentukan idnetitas mereka sebagai
umat Tuhan. Sesungguhnya mereka harus membangun hubungan yang lebih akrab dengan Allah
di tanah yang sudah diberikannya kepada mereka. Kemesraan dan kesetiaan mereka seharusnya
semakin kelihatan dibanding selama berada di daerah padang gurun selama empat puluh tahun.
Kesetiaan di era Israel sebagai penghuni atau penduduk asli seharusnya lebih erat dan akrab
disbanding dengan masa-masa pengembaraan. Ibadah-ibadah umat Israel harus tetap
menyadarkan mereka sebagai wujud dari karya dan perbuatan Allah. Keberhasilan mereka tiba
dan menguasai tanah Kanaan harus dipahami sebagai karya dan perbuatan Allah. Keberhasilan
mereka tiba dan menguasai tanah Kanaan harus dipahami sebagai karya dan perbuatan Tuhan
yang sangat besar. Inilah inti atau dasar dari ibadah dan segala upacara perayaan keagamaan
Israel yaitu menyadari kuasa dan kasih Tuhan yang maha besar terhadap umatNya. Inilah
sekaligus kekuatan bangsa Israel dalam menjalani seluruh perjalanan secara personal maupun
secara komunal atau bersama-sama. Jka mereka berada di bawah lindungan tangan dan dan
sayap Tuhan, tidak ada kekuatan yang mampu mengalahkan mereka . sebesar apapun musuh
yang akan menyerang dan melawan tidak akan mampu melawan kekuatan Israel sebab Allah
yang berperang di depan dan di belakang mereka. Ibadah umat Israel harus memuji dan
memuliakan karya Tuhan tersebut.

24
Agusjetron Saragih, Isu-Isu Kontekstual Dalam Perjanjian Lama (Medan: Bina Media perintis, 2021) 250-251

25
Pemberian Tanah Kanaan harus diikuti dengan sikap dan tanggung jawab yang benar.
Meskipun tanah Kanaan adalah pemberian yang gratis tetapi si penerima harus menerimanya
dengan syukur dan tanggung jawab. Tanggung jawab yang dibutuhkan adalah soal pengelolaan
atau penatalayanan akan pemberian tersebut. Tanah harus diatur pembagian dan penggunaannya
sesuai dengan aturan dan Hukum Taurat. Suatu kebahagiaan dan sukacita apabila tanah dilihat
dan dikelola dari segi tanggungjawab kepada Allah.
B. Arti Dan Makna Air Dalam PL Dan Otoritas Allah Atas Samudera Raya25
Ada dua istilah Ibrani yang sering dipakai untuk menjelaskan air dalam konsep
Perjanjian Lama yaitu mayim dan tehom. Istilah mayim muncul 480 kali sedangkan tehom 36 kali
di dalam pemberitaan Perjanjian Lama. Sulit membedakan penggunaan kedua istilah ini, tetapi
umumnya letak perbedaan fokus pada hubungannya dengan kehidupan manusia. Mayim sering
dipergunakan untuk menjelaskan air yang dekat dengan manusia seperti air hujan dan air tawar
yang dalam kisah penciptaan disebut air yang di atas cakrawala, sedangkan tehom mengarah
pada air laut atau samudera raya. Formulasi perbedaan antara “air tawar” dan “air laut”.
Perbedaan istilah ini semakin jelas ketika melihat perbandingannya dengan konteks waktu dan
budaya pada penggunaan istilah ini dalam cerita-cerita di dunia sekitar Israel.
Diperkirakan istilah tehom memiliki hubungan yang eratb dengan konsep Dewa Tiamat
dalam struktur dewa di Babelonia. Dewa Tiamata dalah Dewa laut yang digambarkan sebagai
naga khaos yang menakutkan dan telah dibunuh oleh Dewa Morduk yang dikenals ebagai Dewa
Kehidupan, bangkai Dewa Tiamat ini diyakini sebagai bahan dasar penciptaan langit dan bumi.
Hubungan ini memeprlihatkan bahwa air dalam arti tehom dipahami sebagai sumber malapetaka
dan bencana. Air laut atau samudera raya tidak hanya menghawatirkan karena kedahsyatan
gelombangnya tetapi juga karena penghuni di dalamnya sangat menakutkan. Samudera rata
dipahami sebagai tempat binatang atau makhluk yang mengerikan seperti hewan raksasa (Ayb.
26:12, Yes. 51:9), lewitan atau ular naga (Mzm. 74:13-14) yang biasa menelan segala yang
hidup.
Secara historis diperkirakan penulis kitab Kejadian yaitu sumber P (Priester)
mengambil alih atau mengadopsi cerita ini dari sudut pandang Bangsa Israel tentang Yahweh.
Pengangkatan mayim atau tehom dalam kisah penciptaan diperkirakan ada pengaruhnya dari cara
orang Timur kuno untuk menyampaikan mitosnya tentang bagaimana terjadinya dunia dana lam
semesta. Menurut tradisi bercerita dalam mitologi Kanaan dan dunia sekitar bahwa proses
penciptaan selalu dilakukan dengan mempertentangkan dua kekuatan, misalnya antara
pertentangan Morduk dan Tiamat, antara terangd an gelap. Ssehingga peranan tehom dan mayim
adalah untuk mempertentangkan antara kekuasaan Yahwe sebagai sumber kebaikan dengan
tehom sebagai sumber khaos. Walaupun cara berkisah dimungkinkan sama tetapi selalu jelas
perbedaannya dimana dalam kitab Kejadian peranan dan kuasa Allah Yahwe tidak pernah
merasa terancam oleh segala kekuasaan yang ada. Kekuatan-kekuatan itu diperkenalkan bukan
untuk memberi kesan suatu persaingan, tetapi untuk melukiskan keunggulan Yahwe. Dalam
kitab Mazmur bangsa Israel memuji Tuhan juga karena meyakini bahwa seluruh ciptaan dan

25
Agusjetron Saragih, Isu-Isu Kontekstual Dalam Perjanjian Lama, 257-258, 262-263

26
yang ada di dunia ini tidak terlepas dari kontrol Allah termasuk samudera raya yang menakutkan
itu.
Pesan Alkitab tentang kehebatan unsur-unsur yang menakutkan itu tidak berakhir pada
kuasa dan otoritas unsur-unsru tersebut, sebab Allah tampil menguasai unsur-unsur tersebut.
Konsep teologi kitab kejadian jelas bahwa Roh Allah (ruakh) melayang-layang di atas
permukaan air tersebut (Kej.1:2). Konsep melayang-layang (merahefeth) dalam tafsir historis
kritis sering dipahami sebagai “mengeram”, ibarat induk ayam mengerami telurnya. Itu berarti
bahwa otoritas Allah jauh lebih besar dari otoritas samudera itu. Bahkan dapat dikatakan bahwa
sebesar apapun gelombang atau badai yang dihasilkan samudera raya, itu tidak dapat
mengganggu kegiatan Allah dalam menciptakan yang baik di dunia ciptaanNya. Istilah ruah
Elohim dalam Kjeadian 1:2 dalam beberapa terjemahan adalah angina Allah atau angina yang
berkuasa yang berhembus di atas lautan. Roh (ruah) adalah angina, nafas, atau sesuatu yang
tidak kelihatan tetapi memiliki kuasa. Itu sebabnya Roh yang melayang-layang bukan bukan
hanya seperti angina yang berhembus tetapi kekuatan melayang-layang adalah hasil dari
kekuatan Roh itu sendiri.
Wright26 mengaatakan bahwa kegiatan melayang-layang merahefet adalahs seumpama
seekor burung rajawali yang melayang-layang di angkasa yang siap siaga dan siap menangkap
anaknya yang masih belum berpengalaman (hovering in the Hebrew is used of an eagle hovering
in the sky, alert and watchful, ready to catch its fledgling) gambaran ini menjelaskan tentang
pemeliharaan Allah atas umatNya Israel.

2.6.3. Iman Kepada Allah Dalam Filosofi Makna Surat Ukat Dalam Meningkatkan
Kehadiran Jemaat Di GBKP
A. Fungsi Daliken Si Telu Dan Keluarga Dalam perjanjian Lama
Dalam masyarakat Karo, semua orang adalah Raja dan dihormati semua orang adalah
juga sebagai “Anak Beru” yaitu pekerja atau pelayan bagi “Kalimbubu”. Di satu pihak, dalam
rangkuman Daliken Si Telu, seseorang atau golongan marga tertentu sebagai raja (dihormati)
karena posisinya sebagai “Kalimbubu” tapi dalam peristiwa atau upacara lain “Kalimbubu” itu
bisa pula beralih sebagai pekerja karena posisinya berubah menjadi “Anak Beru” oeh karena itu
dalam sistem kekerabatan Daliken Si Telu semua manusia karo adalah sederajat.
Selain berfungsi di dalam upacara peradatan, Daliken Si Telu juga berfungsi dan
berperan untuk meyelesaikan masalah-masalah sosial terutama sengketa perdata bahkan mampu
menyelesaikan masalah pidana.27
Ada tiga hubungan utama dalam pemahaman keluarga dalam perjanjian lama, yakni:
- Hubungan perjanjian antara Allah dan Israel
- Allah sebagai pemilik tanah
- Tanah sebagai warisan bagi Israel
Keluarga dalam arti keluarga luas dengan tanahyna adalah kesatuan dasar struktur sosial
dan kekerabatan orang Israel dengan fungsi-fungsi militer dan peradilannya yang penting,
26
Crhistopher Wright, Knowing The Holy Spirit Through The Old Testament (Oxford: Monarc, 19988) 14
27
Tridah Bangun, Manusia Batak Karo, 114

27
keluarga adalah kesatuan dasar kepemilikan tanah di Israel, keluarga sangatlah penting dalam
pengalaman akan hubungan perjanjian. Dengan menjadi anggota keluarga seseorang dapat
menyebut dirinya anggota umat Allah karena kelahiran atau karena bertempat tinggal . para
orangtua wajib mengajar anak-anaknya (bnd. Ul. 6:6-9, 20-25; 11:18-21) sehingga mereka
mengenal Allah perjanjian dan kewajibannya dari generasi ke generasi. Dalam keluarga
dilaksanakan kegiatan peribadatan, seperti penyunatan, paskah dan penebusan anak sulung
(Kel.12; 13). Jadi bidang sosial, ekonomi dan teologi terjalin erat dan ketiganya dipusatkan
dalam keluarga sebagai titik fokusnya. Itulah sebabnya apa pun yang mengancam hubungan
keluarga-Israel-tanah yaitu struktur sosio-ekonomi bangsa Israel, akan membahayakan juga
hubungan perjanjian bangsa Israel dengan Allah. Ancaman itu akan membahayakan jaringan
keluarga-keluarga pemilik tanah yang bebas yang merupakan akarnya.28
B. Wari-wari Karo Dan Yahweh Yang Hidup Dan Sumber Hidup
Masyarakat Karo mengenal penanggalan hari dan bulan serta pembagian waktu siang
dan malam hari. Satu bulan dibagi dalam 30 hari dan satu tahun dibagi 12 bulan dan masing-
masing ada namanya. Adapun nama-nama hari dalam satu bulan adalah sebagai berikut:
1. ADITIA adalah hari yang licin, cocok untuk menyemai benih padi, hari yang baik untuk
bermufakat atau merencanakan kegiatan.
2. SUMA adalah hari dua kaki, manusia dan ayam, hari yang kurang baik, menggali lobang
kurang baik, cocok berburu, cocok membuat jeratan, memancing, menjala ikan.
3. NGGARA adalah hari terik, cocok berperang, buang sial, membuat obat, berburu, membuka
lahan pertanian, cocok untuk menjumpai orang, yang dijumpai tidak akan tahan.
4. BUDAHA adalah hari si empat kaki, hari padi, cocok untuk menanam, menyimpan padi ke
lumbung, hari yang baik untuk membuat pesta-pesta adat.
5. BERAS PATI adalah hari yang licin, hari cocok untuk membuat pesta adat, memulai
membangun rumah, memasuki rumah baru, hari yang cocok berjualan, melamar pekerjan, hari
yang tidak cocok untuk bersitegang suara.
6. CUKRA ENEM adalah hari penyelesaian, hari yang santai, hari cocok untuk pergi merantau,
melamar pekerjaan, menghadap para penguasa negara, memulai usaha jualan. pesta adat,
membuat acara gendang karo, melamar jodoh.
7. BELAH NAIK adalah hari Raja, cocok menikah, melamar pekerjaan, cocok untuk semua
pesta adat.
8. ADITIA NAIK adalah hari yang baik, hari yang baik untuk melaksanakan semua pesta adat,
bermufakat atau merencanakan kegiatan.
9. SUMANA SIWAH adalah hari kurang baik, hati-hati melakukan segala aktivitas, cocok
berburu.
10. NGGARA SEPULUH adalah hari yang terik (panas), hati-hati dalam berbicara, jangan
bersitegang suara, awas api, cocok membuat obat, berperang, buang sial, memasuki rumah baru,
pesta perkawinan.

28
Christopher Wright, Hidup Sebagai Umat Allah (Jakarta: BPK-GM, 2010) 188-191

28
11. BUDAHA NGADEP adalah hari santai, hari yang baik, hari yang cocok untuk melaksanakan
kegiatan pesta adat, bermufakat atau merencanakan kegiatan, mendatangi pihak Kalimbubu,
pesta perkawinan, membuka usaha, melamar pekerjaan.
12. BERAS PATI TANGKEP adalah hari baik, cocok menjumpai orang yang berpangkat,
melamar kerja, pesta perkawinan, hari yang cocok untuk bersembah kepada yang kuasa.
13. CUKERA DUDU (LAU) adalah hari baik, pesta perkawinan, menanam pisang, mendatangi
orang tua atau Kalimbubu, memasuki rumah baru.
14. BELAH PURNAMA RAYA adalah hari, hari pesta raja, pesta untuk orang yang memiliki
jabatan, guro-guro aron, mengantar anak kepihak Kalimbubu
15. TULA adalah hari sial, cocok untuk membuka lahan pertanian, cocok menanam kelapa.
16. SUMA CEPIK adalah hari kurang baik, cocok untuk berburu.
17. NGGARA ENGGO TULA adalah hari yang baik untuk buang sial, membuat obat.
18. BUDAHA GOK adalah hari yang kurang baik, tapi hari ini dikenal sebagai hari padi
19. BERAS PATI adalah hari untuk memulai membuka lahan pertanian, menebang pohon untuk
peralatan rumah, memancing, membangun gubuk diladang.
20. CUKRA SI 20 adalah hari yang baik untuk membuat obat, memasuki rumah baru, hari yang
baik untuk berpergian.
21. BELAH TURUN adalah hari baik untuk buang sial, membuat jeratan, memancing, berburu.
22. ADITIA TURUN adalah hari membuat obat, buang sial, berburu, memancing, turun ke laut.
23. SUMANA MATE adalah hari yang baik untuk kegiatan berburu dan memancing ikan.
24. NGGARA SIMBELIN adalah hari yang baik untuk membuat obat, buang sial, dan hari yang
cocok untuk berdoa kepada yang maha kuasa.
25. BUDAHA MEDEM adalah hari bercocok tanam, hari yang baik untuk melakukan
perjalanan.
26. BERAS PATI MEDEM adalah hari tenang, mengantar makanan kerumah orang tua,
mendatangi Kalimbubu, melaksanakan pesta perkawinan, membuat obat.
27. CUKRANA MATE adalah hari buang sial, membuat obat, berburu, memancing, membuka
lahan pertanian.
28. MATE BULAN adalah hari untuk buang sial, berburu, memancing ikan ke laut.
29. DALAN BULAN adalah hari kurang baik, tapi cocok untuk menindik anak perempuan.
30. SAMI SARA adalah hari penutup, berdoa kepada yang kuasa.29
Nama-nama bulan dalam masyarakat Karo: Sipaka sada (kambing), Sipaka dua (lampu),
Sipaka telu (cacing), Sipaka empat (kodok), Sipaka lima (harimau), Sipaka enem (elang), Sipaka
pitu (kayu), Sipaka waluh (kolam), Sipaka siwah (kepiting), Sipaka sepuluh (baluat), Sipaka
sepuluh sada (batu), dan Sipaka sepuluh dua (ikan).30
Amos dengan sadar menggunakan sebutan Yahweh (TUHAN) sebanyak 79 kali dalam
kitabnya dan sangat sedikit menyebutNya sebagai Elohim (Allah) atau Adonai (Tuhan) bahkan
dengan penekanan yang kuat Amos bebrapa kali mengulang rumusan “TUHAN (Yahweh) itulah
29
https://www.kompasiana.com/billwong/550096c2a333112f755112cb/nama-hari-hari-karo-dan-artinya?page=all
diakses pada tanggal 20 Septemebr 2023 pukul 21.00 WIB
30
Tridah Bangun, Manusia Batak karo, 73-74

29
nama-Nya” (Amos 4:13; 5:8; 9:6). Dengan demikian, Amos hendak menekankan bahwa Yahweh
tak lain adalah Allah yang sudah menyatakan diri-Nya kepada umat Israel sejak dari Mesir,
Gunung Sinai dan sepanjang perjalanan di padang gurun. Yahweh adalah satu-satunya Allah
yang dikenal Israel sejak peristiwa Keluaran dari Mesir, sama seperti Israel adalah satu-satunya
umat yang dikenal oleh Yahweh (Amos 3:1-2). Dengan demikian Amos hendak menekankan
adanya hubungan yang khusus dan istimewa antara Yahweh dengan umat Israel.
Tampaknya Amos menyebutkan nama TUHAN (Yahweh) ini dengan menyadari
sepenuhnya arti terdalam nama itu dan konsekuensinya bagi umat Israel. Nama tersebut merujuk
kepada Allah sebagai Allah Yang Hidup dan sekaligus sebagai Sang Sumber Hidup itu sendiri.
Ada 5 makna mengenai Yahweh Yang Hidup Dan Sumber Hidup, yakni:
A. Sebagai Allah yang hidup, Ia berbeda dari allah-allah yang mati (berhala-berhala).
B. Allah yang hidup melihat kehidupan umatNya, mendengar keluhan dari mereka yang
tertindas dan diperlakukan secara tak adil, dan tidak akan berdiam diri terhadap segala
perbuatan jahat yang mencemarkan namaNya.
C. Allah yang hidup juga menghendaki ibadah yang hidup kepadaNya bukan ibadah yang
ditandai dengan ritual-ritual yang kosong makna, melainkan ibadah yang nyata dalam
pengabdian dan pengamalan kehendakNya secara nyata dalam kehidupan sehari hari.
D. Allah yang hidup adalah Sang Sumber Hidup. Dialah yang menganugerahkan kehidupan
bagi umatNya secara khusus.
E. Ajakan untuk mencari TUHAN supaya hidup bukan hanya berarti bebas dari hukuman
yang mendatangkan kematian (bnd. Amos 5:5b, 6b) karena memperoleh pengampunan
dari TUHAN (bnd. 5:14b, 15b) melainkan juga berarti percaya kepada Allah yang benar,
sang Sumber Hidup.31
C. Baal, Kepercayaan Suku Karo Dan Pemeliharaan Tuhan Dan Kebaikan
Terhadap Sesama
Keagamaan Kanaan menganut paham pantheis di mana El dipahami sebagai kepala
pantheon, Baal sebagai penguasa badai hujan, kesuburan dan hidup alamiah, sedangkan Mot
dilihat sebagai ilah kemarau dan kematian. Kemudia ada terdapat tiga dewi penting yaitu
Asyerah, Astarte, dan Anat. Di beberapa daerah ketiga dewi ini pada akhirnya melebur menjadi
dewi agung yang mengatur kesuburan. Dan beberapa dewa yang kurang terkenal diantaranya
illah Dagon (Ibr. Dagan: Gandum) yang dipahami sebagai ayah Baal yang juga berhubungan
dengan kesuburan, illah Astar yaitu Dewa Bintang Fajar, Syamas sebagai Dewa Matahari, Verah
sebagai Dewi Bulan dan Dewa Resyef sebagai Dewa Dunia Alam Maut. Orang Kanaan sangat
berharap kepada Baal agar memberikan kesuburan bagi pertanian mereka dan mencegah segala
ancaman dalam pertumbuhan itu. Demi pengharapan ini maka para pengkiutnya selalu
mengadakan upacara-upacara kultis dan ibadah. Praktek keagamaan Kanaan ini sering
melakukan tradisi ritual Baalisme yaitu dengan cara menyusun syair-syair mantra, menyediakan
korban-korban tuangan dan binatang melaksanakan secara simbolik praktek seksual yang dilihat
sebagai syarat mutlak untuk pertumbuhan agar tetap subur, kebiasaan imam kebir.32
31
Marthinus Theodorus Mawene, Perjanjian Lama Dan Teologi Kontekstual, 211-213
32
Agusjetron Saragih, Isu-Isu Kontekstual Dalam Perjanjian Lama, 137-140

30
Dalam hal pemikiran dan alam kepercayaan orang Karo (yang belum memeluk agama
Islam dan Kristen) “Erkiniteken” (kepercayaan) adanya “Dibata” (Tuhan) sebagai maha pencipta
segala yang ada di alam raya dan dunia. Menurut kepercayaan itu “Dibata” yang menguasai
segala itu terdiri dari:
1. Dibata Idatas atau “Guru Butara Atas” yang menguasai alam raya/langit
2. Ribata Itengah atau “Tuan Paduka Niaiji” menguasai bumi/dunia
3. Dibata Iteruh atau “Tuan Banua Koling” menguasai di bawah atau di dalam bumi
“Dibata” disembah agar manusia mendapatkan kelimpahan rezeki, merekapun percaya adanya
tenaga gaib yaitu berupa semangat atau kekuatan yang berkedudukan di batu-batu besar, kayu
besar, sungai, gunung, goa atau tempat-tempat lain. Tempat inilah yang dikeramatkan, dan
apabila tenagab gaib yang merupakan kekuatan perkasa dari maha pencipta dana lam raya/langit
dunia/bumi atau dalam tanah, disembah dan emndapat restu maka permintaan akan terkabul.
Maka karena itu masyarakat yang berkepercayaan demikian itu melakukan berbagai variasi
untuk melakukan persembahan. Mereka juga percaya bahwa roh manusia yang masih hidup yang
dinamakan “tendi” sewaktu-waktu bisa meninggalkan jasad/badan manusia. Kalau itu terjadi
maka diadakanlah upacara kepercayaan yang dipimpin oleh “Guru Si Baso” (dukun) agar “tendi”
tadi segera kembali kepada manusia bersangkutan.
Amsal 3:21-35 berisi pengajaran hikmat tentang pemeliharaan Tuhan (ay.21-26) dan
kebaikan terhadap sesame (ay.27-35). Pemeliharaan Tuhan ini harus direspons melalui tindakan
kebaikan terhadap sesama karena Tuhan akan mejatuhkan pembalasan kepada orang yang tidak
melakukannya (Ams.3:27-35). Bahkan tema kebaikan dalam perikop yang terakhir ini
bereksinambungan dengan amsal 3:1-20 di man hikmat secara umum disamakan dengan
“kebaikan” dan “kebenaran”. Tampak bahwa pengajaran tentang kebaikan terhadap sesame
dicantumkan dengan sengaja di sini untuk memeprlihatkan kebaikan itu sebagai salah satu
langkah konkret dari “kebaikan” dan “kebenaran”. Pengajaran hikmat dalam Amsal 3:21-26
amatlah teologis karena pengajaran tersebut memperlihatkan bahwa hikmat itu identik dengan
pemeliharaan Tuhan. Istilah tusyiya (hikmat yang murni) dan mezimma (kebijaksanaa)
dikembangkan dengan memeprlihatkannya identik dengan kehidupan, keindahan dan keamana.
Sementara itu, pengajaran pada ayat Amsal 3:27-31 (yang merupakan bagian dari Ams. 3:27-35)
amatlah praktis, berbentuk nasehat teknis untuk berbuat baik terhadap sesame. Orang yang tidak
melakukan kebaikan, tetapi kejahatan kepada sesame akan mendapat pembalasan dari Tuhan (ay.
32-35).33

III. Kesimpulan
Dari hasil pemaparan diatas, penulis menyimpulkan:
1. Adat istiadat dan sistem kekerabatan di dalam masyarakat Karo sangat melekat dalam
sendi-sendi kehidupan hal ini dikarenakan sistem kekerabatan tersbut sudah tertanam
sejak dari dalam kandungan sampai manusia menjadi tulang belulang.

33
Risnawaty Sinulingga, Tafsir Alkitab Kontekstual-Oiukumenis Amsal Pasal 1-9 (Jakarta: BPK-GM, 2022) 224-
226

31
2. Di dalam adat istiadat atau budaya masyarakat Karo selalu menghadirkan prinsip Endi
Enta (Memberi dan Menerima) memang bukan secara nominal mata uang tetapi sudah
mendarah daging dan itu menjadi “utang kegeluhen’ (utang kehidupan) baik yang
menerima begitu juga yang memberi, masing masing saling berkaitan.
3. Masyarakat Karo sejak dahulu kala sudah hidup dalam sistem kekerabatan jauh sebelum
injil masuk ke suku Karo, sehingga “Injil menjadi pelengkap dalam kehidupan” dan hal
ini melatarbelakangi timbulnya istilah “masyarakat Karo marah jika dikatakan tidak
beradat daripada tidak beriman”.
4. Solusi yang bisa penulis berikan agar menjadi seimbang dalam keaktifan masyarakat
Karo di dalam mengikuti peradatan dan keaktifan jemaat di GBKP. Rekomendasi
penulis, selain liturgy yang sudah di kontekstualkan dengan upacara-upacara adat yang
sudah ada, GBKP juga harus melakukan seminar dan memposisikan Gereja sebagai
Kalimbubu, Sembuyak dan Anak Beru bukan hanya memandang dari sudut diakoni
Gereja tetapi Gereja lebih berperan aktif dalam hal tersebut seeprti contoh yang telah
penulis tuliskan di bagian adat kematian, dimana pemuda-pemudi, orangtua mengambil
bagian mulai dari awal sampai akhir acara peradatan kematian.
5. Seminar Teologi mengenai sistem kekrabatan dan upacar keagamaan dalam sudut
pandang Biblika PL terkhususnya, agar masyarakat memandang tanah dan air (dua hal
yang sangat diperlukan di daerah agraris) adalah pemberian Allah bukan pemberian
“dibata-dibata”.

IV. Daftar Pustaka

Abineno J. L. Ch., Pokok-Pokok Penting Dari Iman Kristen (Jakarta: BPK-GM, 2012)
Coote Robert B. Dan David Robert Ord, Pada Mulanya: Penviptaan dan Sejarah Keimaman,
(Jakarta: BPK-GM, 2011)
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2002)
Dyrness William A., Agar Bumi Bersukacita: Misi Holistis Dalam Teologi Alkitab (Jakarta:
BPK-GM, 2004)
Fretheim Terence E., Creation Untamed (Grand Rapids: Baker academic, 2010)
Hadikusuma Hilman, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia (Bandung: Mandar Maju, 2002)
https://katadata.co.id/agung/berita/624be727c1ac9/pengertian-adat-istiadat-menurut-para-ahli-
dan-contohnya-di-indonesia diakses pada tanggal 20 Septemebr 2023 pukul 21.00 WIB
https://www.kompasiana.com/balawadayu/5c1114b16ddcae76a969c7c4/kajian-literatur-budaya-
organisasi diakses pada tanggal 20 Septemebr 2023 pukul 03.21 WIB
https://www.kompasiana.com/billwong/550096c2a333112f755112cb/nama-hari-hari-karo-dan-
artinya?page=all diakses pada tanggal 20 Septemebr 2023 pukul 21.00 WIB
https://www.kompasiana.com/brahmanalimang/550ff053a33311c639ba7dff/sekilas-tentang-
tutur-siwaluh diakses pada tanggal 20 September 2023 pukul 11.36 WIB
Mawene Marthinus Theodorus, Perjanjian Lama dan Teologi Kontekstual (Jakarta: BPK-GM,
2008)
Saragih Agusjetron, Isu-Isu Kontekstual Dalam Perjanjian Lama (Medan: Bina Media perintis,
2021)

32
Sembiring N.J. Dan Sedia Wiling Barus, Otobiografi Neken Jamin Sembiring Kembaren:
Sarjana Cabai Dan Bumbu Giling (Jakarta: Pustaka Sora Mido, 2004)
Setiadi Elly M., dkk, Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar (Jakarta: Kencana, 2017)
Singgih Emanuel Gerrit, Dari Eden ke Babel: Sebuah Tafsir Kejadian 1-11 (Yogyakarta:
Kanisius, 2011)
Singgih Emanuel Gerrit, Garis Besar Teologi-Teologi Perjanjian Lama (Jakarta: BPK-GM,
2023)
Sinulingga Risnawaty, Tafsir Alkitab Kontekstual-Oiukumenis Amsal Pasal 1-9 (Jakarta: BPK-
GM, 2022)
Sitepu Bujur, Ola Lupa Taneh Karo Simalem Ras Pijer Podi Karo,(Medan:1993)
Takenaka Masao, Nasi Dan Allah, (Jakarta: BPK-GM, 1993)
Tridah Bangun, Manusia Batak Karo, (Jakarta: Yayasan Idayu, 1986), h.44-49
Tsumura David Toshio, Nabalkutu, Tu-a-bi-[u] and tohu wabohu, dalam Ugarit-Forschungen 19
(1987)
Westermann Claus, Creation (London: Society For propogation of Christian Knowledge, 1974)
Wright Christopher, Hidup Sebagai Umat Allah (Jakarta: BPK-GM, 2010) 188-191
Wright Crhistopher, Knowing The Holy Spirit Through The Old Testament (Oxford: Monarc,
19988)

33

Anda mungkin juga menyukai