Anda di halaman 1dari 16

Hukum Adat Sebagai Aspek Kebuyayaan

Kurnia Annisa1, Febri Zuan Putra2

1
Ilmu Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Email : 05040721068@student.uinsby.ac.id

2
Ilmu Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Email : 05010721010@student.uinsby.ac.id

Abstrak

Tulisan ini akan menjelaskan mengenai kebudayaan dan kultur serta fenomena
permasalahan suku-suku yang terdapat di Indonesia. Dimana Indonesia banyak
sekali terdapat suku-suku yang berdiri sehingga juga menjadikan keberagaman
terkait budaya dan kultur didalamnya. Hal ini jika tidak diimbangi dengan hukum
adat yang baik, maka bisa saja Indonesia terpecah belah menjadi beberapa bagian
dikarenakan tidak di akuinya hukum adat yang berlaku dalam masyarakat adat
tersebut. Untuk itu tulisan ini dibuat supaya bisa mengetahui lebih dalam mengenai
keberagaman kebudayaan dan kultur dalam masyarakat yang ada di Indonesia.

Kata Kunci: Suku, Budaya, Kultur, Masyarakat.

1
Pendahuluan
Kultur budaya yang terdapat di Indonesia sangatlah banyak sekali. Dimana
dengan keberagaman tersebut Indonesia menjadi salah satu negara yang berdiri
dengan rasa damai meskipun memiliki banyak sekali suku-suku yang padahal hal
tersebut bisa menjadi ancaman dari bangsa Indonesia bisa menjadi terpecah belah.
Namun yang terjadi dilapangan yakni setiap suku-suku tersebut bisa hidup
berdampinga dengan baik antar satu sama lain. Meskipun juga dibutuhkan kekuatan
yang ekstra untuk mempertahankan keberagaman tersebut menjadi satu keutuhan
yang utuh yang seperti pada semboyan “Bhinneka Tunggal Ika, Berbeda-Berda
Tetapi Tetap Satu Jua”
Di era multikultural seperti saat ini, menjadikan kita semua masyarakat
Indonesia harus saling membantu dalam mempertahankan keutuhan bangs aini
meskipun terdapat perbedaan diantara satu sama lain di dalamnya. Oleh karena itu
pada kesempatan penulisan pada kali ini, kami sebagai penulis akan memberi
sedikit tulisan kami mengenai:
a. Kebudayaan dalam masyarakat.
b. Kultur beberapa suku di Indonesia
c. Kasus-kasus Adat dalam Fenomena Kebudayaan

Dengan tulisan ini diharapkan memberi sedikit wawasan mengenai


keberagaman masyarakat indonesia yang dimana hidup dengan berbagai suku-suku
adat dan bisa menjadi satu kesatuanyang utuh yakni Indonesia.

Kebudayaan dalam Masyarakat


Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta “buddhayah”, yaitu bentuk
jamak dari “buddhi” yang berarti budi atau akal. Prof. Dr. Koentjaraningrat
mengartikan kebudayaan sebagai seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta
karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan
miliknya dengan belajar. Menurut E.B. Tylor kebudayaan adalah kompleks yang
mencakup kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain-lain kemampuan yang
didapatkan seseorang sebagai anggota masyarakat. Kemudian Selo Soemardjan dan
Soleiman Soemardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa, dan

2
cipta masyarakat. Sedangkan C. Kluckhohn menguraikan kebudayaan terdiri dari 7
(tujuh) unsur yaitu:
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia;
2. Mata pencaharian hidup dan sistem – sistem ekonomi;
3. Sistem kemasyarakatan;
4. Bahasa;
5. Kesenian;
6. Sistem pengetahuan;
7. Religi 1

Dari berbagai definisi di atas, dapat diperoleh pengertian mengenai


kebudayaan, yaitu sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata
yang semuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat.
Hukum yang berlaku pada setiap masyarakat mengalami proses
perkembangan yang berlangsung terus menerus sepanjang sejarah, mengikuti
mobilitas dan perpindahan yang terjadi karena berbagai sebab. Perkembangan
tersebut bersamaan dengan hukum yang berlaku dan kebudayaan suatu masyarakat,
karena hukum merupakan salah satu aspek dari kebudayaan suatu masyarakat. Hal
ini menyebabkan terjadinya suatu perbedaan yang dimana masih terlihat
persamaannya di setiap lapisan masyarakat contohnya corak, sifat dan struktur yang
khas. Hukum Adat yang mengatur masyarakat harus tetap dianut dan
dipertahankan, tidak hanyak berhubungan dengan pergaulan antar sesama manusia

1
Ida Bagus Alit Yoga Maheswara, Dkk, “Aspek Legalitas Hukum Pidana Dengan Hukum Adat”,
Jurnal Hukum Dan Kebudayaan, Vol. 1 No. 2 (Desember, 2020), 46.

3
dan alam nyata, tetapi mencakup pula kepentingan yang berhubungan dengan
kepercayaan yang mereka anut dan hormati.2
Jika hukum adat dilihat dari segi wujud kebudayaan maka hukum adat
termasuk dalam kebudayaan yang berwujud sebagai kompleks dari ide yang
fungsinya untuk mengarahkan dan mengatur tingkah laku manusia dalam
kehidupan bermasyarakat, dengan demikian hukum adat merupakan aspek dalam
kehidupan masyarakat sebagai kebudayaan bangsa Indonesia.3 Sedangkan jika
hukum adat ditinjau sebagai aspek kebudayaan dan manusia dalam hidup
bermasyarakat telah dibekali untuk berlaku dengan menjunjung tinggi nilai budaya
khususnya bagi orang dalam masyarakat tertentu yang belum tentu dianggap
penting oleh warga masyarakat lain.
Nilai-nilai budaya tercangkup lebih konkret terdapat dalam norma-norma
sosial yang diajarkan kepada setiap masyarakat supaya dapat dijadikan pedoman
yang berlaku pada waktu melakukan berbagai peranan dalam berbagai situasi
sosial. Namun terdapat sebagian norma-norma sosial yang bergabung dalam
kaitannya dengan norma lain dan menjelma sebagai pranata atau lembaga sosial
yang semuanya lebih mempermudah masyarakat mewujudkan perilaku yang sesuai
dengan apa yang dianut kelompoknya.
Sebagai contoh untuk menjelaskan hubungan antara hukum dan
kebudayaan, dapat dijelaskan mengenai hubungan kekerabatan dalam sistem
kekerabatan orang Bali. Menurut desain hidup kebudayaan orang Bali penentuan
garis keturunan merupakan hal yang amat penting. Nilai utamanya adalah bahwa
“hanya anak laki-laki dianggap sebagai penerus dan penghubung garis keturunan”.
Hal ini menghasilkan norma sosial yang menghubungkan garis keturunan dari
pihak ayah, sehingga dapat ditarik garis keturunan yang berkesinambungan yang
menghubung-hubungkan para laki-laki sebagai penghubung dan penerus garis
keturunan. Norma sosial tentang garis keturunan ini berhubungan dengan norma

2
Edyta Putri Sunarya, “Meninjau Hubungan Antara Hukum Adat Dengan Kebudayaan”, (LPKN,
24 Februari 2021), Diakses Pada 2 April 2023 Pukul 20.30,
Https://Ilmu.Lpkn.Id/2021/02/24/Meninjau-Hubungan-Antara-Hukum-Adat-Dengan-Kebudayaan/
3
Ida Bagus Alit Yoga Maheswara, Dkk, “Aspek Legalitas Hukum Pidana Dengan Hukum Adat”,
47.

4
sosial lainnya dalam kaitan dengan pengaturan dengan hal-hal yang berhubungan
dengan kekerabatan, seperti norma sosial bahwa seorang istri harus mengikuti
suaminya ke tempat tinggal kerabat suaminya. Norma sosial tentang garis
keturunan bisa juga bergabung dengan norma sosial yang berkaitan dengan norma
yang berkenaan dengan pewarisan. Demikain juga norma sosial tentang
perkawinan, dimana seorang wanita dalam perkawinannya harus meninggalkan
rumah orangtuanya selanjutnya mengikuti suaminya. Norma sosial ini semuanya
bergabung menjadi suatu lembaga atau pranata sosial, yaitu pranata atau lembaga
keluarga. Pranata ini diikuti sebagai pedoman berlaku oleh semua anggota
masyarakat, sehingga dapat diketahui siapa yang berperan sebagai ayah, sebagai
ibu, dan anak-anak. Bila ada anggota masyarakat yang tidak mengindahkan norma
sosial itu, maka ini berarti nilai-nilai budaya yang mendasarinya diingkari, dan
kalau pelanggaran itu terlalu sering terjadi, maka nilai budaya tersebut lama-lama
bisa memudar dan terancam punah.
Sebagian dari norma sosial itu jika dilanggar akan memperoleh ganjaran
atau sanksi yang konkrit, dikenakan oleh petugas hukum atau wakil-wakil
masyarakat yang diberi wewenang untuk itu. Jadi terdapat nilai-nilai budaya yang
telah tercermin dalam norma sosial juga dimasukkan ke dalam peraturan hukum
dan karena ada perlindungan melalui proses hukum maka upaya mencegah
pelanggarannya lebih maksimal dibandingkan dengan norma sosial yang
merupakan hanya sekedar kebiasaan saja.
Hukum menggunakan kekuasaannya untuk memaksa orang-orang agar
menghormati nilai-nilai dan norma-norma sosial untuk membantu kelestarian
budaya. Dengan kata lain dapat dikemukakan hukum mendorong agar warga
masyarakat tidak menyimpang karena ada ancaman akan digunakan paksaan.
Adomson Hoebel (1958: 48) mengemukakan empat (4) fungsi hukum yang utama
dalam kelangsungan budaya, yaitu:
1. Untuk mengindentifikasi garis-garis kelakuan yang dapat diterima bagi
pengisian budaya dan menghukum perikelakuan yang menyimpang dan
juga mempertahankan integrasi minimal di antara aktifitas individu dan
kelompok dalam masyarakat;

5
2. Menyediakan wewenang dan untuk menentukan siapa yang boleh
melaksanakan paksaan untuk melindungi norma-norma hukum;
3. Untuk menyelesaikan kasus-kasus persengketaan yang muncul;
4. Untuk merumuskan kembali hubungan-hubungan bila kondisi-kondisi
kehidupan berubah, dan juga untuk membantu menjaga penyesuaian
budaya.4

Kultur Beberapa Suku di Indonesia


Ketika mendengar istilah kultur, tanpa tahu asal muasalnya, maka kita akan
mencari tahu apa itu kultur. Dengan hal tersebut maka bisa disimpulkan bahwa
kultur merupakan sebuah pandangan hidup yang dilakukan oleh sebuah kelompok
orang yang dimana hal tersebut telah diakui secara bersama.5 Hal-hal tersebut yang
mencakup dari cara berfikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam wujud
fisik maupun abstrak. Dengan telah dijelaskannya kultur tersebut maka dalam sub
bab ini kita membahas mengenai kultur beberapa suku yang ada di Indonesia
tepatnya suku yang banyak dikenal.
1. Suku Jawa
Dalam wilayah suku jawa mereka terkenal memiliki kultur budaya
yang agak tenang dimana mereka biasa menyebutnya sebagai (kalem).
pun hal itu juga pada saat berbicara antar sesama orang, mereka biasa
menggunakan bahasa yang halus. Namun memang beberapa wilayah di
jawa juga terkadang dalam berbicara bisa dibilang agak kasar seperti
pada wilayah Surabaya dan sekitarnya. Orang-orang suku jawa banyak
mendominasi hidup di Indonesia dikarenakan Kawasan jawa merupakan
Kawasan yang berada pada pusat pemerintahan sehingga menjadikan
wilayahnya menjadi padat penduduk. Hal ini mendorong untuk mereka
melakukan transmigrasi ke wilayah lain yang biasa disebut dengan

4
Anak Agung Gede Oka Parwata, dkk, Buku Ajar: Memahami Hukum Dan Kebudayaan, (Bali:
Pustaka Ekspresi, 2016), 47-49.
5
Tatang M. Amirin, “Implementasi Pendekatan Pendidikan Multikultural Kontekstual Berbasis
Kearifan Lokal Di Indonesia”, Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, Volume 1,
Nomor 1 (2012), 2

6
merantau. Dengan hal itu menjadikan banyaknya orang jawa yang
tersebar di Indonesia.
Suku jawa terkenal dengan norma-norma keagamaan dan ketuhanan
dimana pada masa zaman dulu mereka telah mengenal animisme
(kepercayaan kepada roh-roh leluhur) yakni dengan beberapa mereka
menggunakan sesaji pada tiap diadakannya upacara keagamaan. Hal ini
pun masi terjadi sampai sekarang. Namun pada masa sekarang karena
telah disebarkan agama islam. Maka sesaji itu ditujukan untuk berdoa
kepada tuhan yang maha esa. Beberapa acara yang masih terdapat sesaji
tersebut seperti nyadran, ruwah desa, dll.
2. Suku Bali
Lalu kita akan membahas bagiaman kultur yang berjalan pada suku
bali. Suku bali sendiri merupakan sebuah suku yang bernaung dalam
kawasan pulau Bali. Rata-rata suku ini memeluk agama hindu
dikarenakan suku ini merupakan keturunan dari masyarakat majapahit
dimana kerajaan tersebut memeluk agama hindu. aliran hindu yang
dianut oleh suku ini yakni siwa-buddha. Suku bali ini mendiami pulau
bali yang tepatnya saat ini menjadi sebuah provinsi bali yang terdiri dari
delapan kabupaten. Pulau ini terdiri dari wilayah pegunungan dan juga
pesisir yang dimana mereka menyebut wilyah pegunungan dengan
sebutan kaja dan wilayah pesisir dengan sebutan kelot. Kelompok
masyarakat di bali pegunungan lebih suka disebut sebagai orang aga
atau Bali Aga. Untuk membedakan mana orang bali yang menganut
hindu atau tidak, maka bisa sebut saja orang yang terpengaruh agama
hindu dengan sebutan Bali Hindu.6
Dalam kehidupan sosialnya, masyarakat suku Bali menggunakan
sistem strata sosial yakni “SistemKasta”. Sistem kasta tersebut telah
dijalankan dengan tidak sangat ketat seperti masa lalu. Namun kasta ini
digunakan ketika adanya upacara-upacara tertesntu seperti ketika

6
Zulyani Hidayah, “Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia”, Jakarta: PT Pustaka LP3ES,Hal 50

7
adanya pernikahan, maka kasta ini digunakan sebgai pembeda jalur
keturunan leluhur seseorang. Kasta-kasta tersebut seperti:7
a. Brahmana: untuk kalangan pemuka agama dan pendeta.
b. Kesatria: Untuk raja dan kaum bangsawan, petinggi kerajaan dan
bala tentaranya.
c. Waisya: untuk abdi keraton, ahli pembuat senjata, cendekiawan
d. Sudra: untuk masyrakat yang bekerja sebagai buruh dll.
3. Suku Melayu
Selanjutnya yakni terdapat suku melayu yang berada pada sekitar
wilayah di sebagian luhur Malaysia, pesisir timur Sumatera, sekeliling
pesisir Kalimantan, Thailand Selatan, serta pulau-pulau kecil yang
terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. Di Indonesia,
jumlah suku Melayu sekitar 15% dari seluruh populasi, yang sebagian
luhur menduduki provinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau,
Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan Kalimantan Barat.
Suku melayu di Indonesia sendiri dibedakan menjadi dua golongan
yakni Suku Melayu Deutero dan Melayu Proto. Melayu Deutero adalah
rumpun Melayu Muda yang datang sesudah Melayu Proto pada Zaman
Logam sekitar bertambah kurang 500 SM. Rumpun yang masuk
gelombang kedua ini meliputi suku bangsa Melayu, Aceh,
Minangkabau, Sunda, Jawa, Manado, dllnya. yang bermukim di pulau
Sumatra, Jawa, Bali, Madura, dan Sulawesi. Melayu Proto adalah
rumpun Melayu Tua yang datang kali pertama pada masa bertambah
kurang 1500 SM meliputi suku bangsa Dayak, Toraja, Sasak, Nias,
Batak, Kubu dllnya. yang bermukim di pulau Kalimantan, Sulawesi,
Nias, Lombok, dan Sumatra.8
4. Suku Batak

7
Suku Bali – Sejarah, Agama, Kasta, Ragam Sub Suku & Penjelasan, Rimba Kita, diakses pada 10
april 2023, 22.48 https://rimbakita.com/suku-bali/
8
Suku Melayu, Diakses pada 12 April 2023, 16.32 https://p2k.unkris.ac.id/id1/1-3073-2962/Suku-
Melayu_43256_p2k-unkris.html#Melayu_Indonesia.

8
Suku batak juga merupakan salah satu etnis duku terbesar di
Indonesia. Identitas Batak populer dalam sejarah Indonesia modern
setelah di dirikan dan tergabungnya para pemuda dari Angkola,
Mandailing, Karo, Pakpak, Simalungun, dan Toba di organisasi yang di
namakan Jong Batak tahun 1926, tanpa membedakan Agama dalam satu
kesepahaman.
Suku batak menganut agama Kristen dan islamdimana mereka
memiliki kepercayaa dan religi terhadap mula jadi nabolon yang
memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasannya terwujud
dalam debata natolu. Terkait dengan jiwa dan roh, suku batak toba
mengenal tiga konsep yaitu
a. Tondi: adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan,
oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia.
b. Sahala: adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang.
Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki
sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang
dimiliki para raja atau hula-hula.
c. Begu: adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya
sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu
malam.

Kekerabatan dalam suku batak menyangkut hubungan hukum antar


orang dalam pergaulan hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku
Batak, yakni berdasarkan garis keturunan (genealogi) dan berdasarkan
sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada. Bentuk
kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari
silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa
Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis
terjadi melalui perjanjian (padan antar marga tertentu) maupun karena
perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah
ikatan sedarah dalam marga, kemudian Marga. Artinya misalnya
Harahap, kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya.

9
Berhubung bahwa Adat Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang
sering kali disesuaikan dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap
perbedaan corak tradisi antar daerah.9

5. Suku Bugis
Suku Bugis adalah kelompok etnis yang menempati wilayah
Sulawesi Selatan. Selain penduduk asli Sulawesi Selatan, pendatang
dari Melayu dan Minangkabau yang merantau ke wilayah ini sejak abad
ke-15 juga dikategorikan masuk ke dalam kelompok etnis Suku Bugis.
Suku Bugis tersebar di daerah dataran rendah dan pesisir. Dataran
rendah yang mereka tinggali termasuk wilayah yang sangat subur,
sehingga sebagian besar masyarakat Bugis bekerja sebagai petani.
Sedangkan orang Bugis yang memilih bertempat tinggal di daerah
pesisir bekerja sebagai nelayan.
Islam masuk ke dalam masyarakat Suku Bugis pada abad ke-17. Saat
itu datang penyiar agama Islam yang berasal dari Minangkabau. Ia
diutus oleh Sultan Iskandar Muda dari Aceh untuk menyebarkan agama
Islam di Sulawesi. Para penyiar agama Islam ini adalah Abdul Makmur
atau Datuk ri Bandang yang berhasil mengislamkan wilayah Gowa dan
Tallo. Kemudian ada Suleiman atau Datuk Patimang yang menyebarkan
agama Islam di Luwu. Selanjutnya yang terakhir adalah Nurdin Ariyani
atau Datuk ri Tiro yang menyiarkan agama Islam di Bulukumba.
Ketiganya mengemban tugas yang sulit di tengah masyarakat Sulawesi
yang erat menganut tradisi lokal. Oleh karena itu, keberhasilan
ketiganya dianggap luar biasa.
6. Suku Asmat Papua
Suku asmat merupakan suku yang berasal dari Papua. Suku ini
dikenal dengan ukiran kayunya yang unik. Populasi dari ini tersebur
menjadi dua tempat yakni suku asmat yang tinggal pada wilayah pesisir

9
“Suku Batak”, Wiki wand, diakses pada 12 April 2023, 08.19,
https://www.wikiwand.com/id/Suku_Batak

10
dan pada wilayah pedalaman. Jika pada wilayah pesisir mereka
memiliki mata pencaharian sebagai nelayan, berbeda dengan yang
mereka tinggal dalam kawasan pedalaman mata pencahariannya dengan
cara berburu dan juga berkebun.
Disana mayoritas masyrakatnya beragama Kristen dimana mereka
melindungi hewan babi, bahkan ketika terdapat seseorang yang
menabrak babi mereka akan mendapat denda yang luamayan besar
untuk mengganti rugi babi yang tertabrak tersebut. Suku ini juga
terkenal dengan tradisi dan keseniannya, mereka sangat terampil dalam
mengukir dimana ukirannya telah diakui secara internasional.
Ukirannya juga menceritakan tentang sesuatu seperti kisah leluhur dan
kehidupan sehari-hari mereka.
Disana terdapat rumah yang dinamakan rumah yeu yang merupaka
temoat berkumpulnya mereka disetiap ada kegiatan yang memerlukan
musyawarah serta kegiatan religius yang diperlukan oleh seluruh
penduduk kampung. Orang-orang asmat sebenarnya terbagi ke dalam
beberapa subkelompok suku bangsa yang timbul karena adanya
federasi-federasi desa dalam zaman peperangan antar kampung dan
kelompok dulu. Masyarakat asmat menganut prinsip hubungan
kekerabatan yang patrilineal sifatnya, akan tetapi dalam pola tempat
tinggal bisa saja seorang lelaki ikut dengan kelompok keluarga batuk
istrinya. Kelaurga-keluarga batih itu tergabung lagi kedalam kelompok
patrineal sampai pada cikal bakal yang pertama beberapa tingkatan ke
atas.10

Kasus-kasus Adat dalam Fenomena Kebudayaan


Indonesia adalah negara yang kaya akan suku bangsa dan unsur budaya
sehingga tradisi yang dimiliki dari masing-masing adat pun beragam. Tak dapat
dipungkiri bahwa Indonesia memiliki beragam adat istiadat atau hukum adat. Setiap

10
Zulyani Hidayah, “Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia”, Jakarta: PT Pustaka LP3ES, 33-34

11
adat istiadat tersebut merupakan warisan nenek moyang, sehingga menjadi suatu
kewajiban bagi suku bangsa untuk melestarikan dan menjunjung tinggi. Oleh sebab
itu, setiap adat istiadat maupun hukum adat di Indonesia terus diterapkan,
dihormati, dan terus dijunjung tinggi hingga saat ini.
Adat adalah cara hidup atau tata cara yang dilakukan oleh suatu masyarakat.
Kasus-kasus adat dalam fenomena kebudayaan bisa berupa kebiasaan atau tradisi
yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat. Beberapa contoh kasus adat
dalam fenomena kebudayaan:11
1. Hukum Adat Potong Jari, Papua
Daerah Papua terkenal dengan adatnya yang begitu kental, salah
satunya yaitu tradisi potong jari. Masyarakat yang tinggal di pedalaman
hutan Papua atau suku-suku native Papua, serta masyarakat
pedesaan/perkampungan yang masih menjunjung tinggi hukum adatnya
Pemotongan jari ini dilakukan sebagai bentuk mencegah kembalinya
malapetaka yang telah merenggut nyawa seseorang didalam keluarga
yang berduka. Tradisi Potong Jari di Papua sendiri dilakukan dengan
berbagai banyak cara, mulai dari menggunakan benda tajam seperti
pisau, kapak atau parang. Pemotongan jari ini berasal dari suku Dani di
Papua hal ini bertujuan untuk melambangkan rasa sedih dari pihak
keluarga bukan hanya menitikan air mata melainkan juga memotong
jari-jari mereka.
2. Hukum Adat Berjenjang, Aceh
Orang yang melakukan kesalahan akan mendapatkan hukuman
sesuai dengan kesalahan yang mereka perbuat. Mulai dari teguran,
meminta maaf kepada masyarakat, hingga hukuman fisik.
3. Hukum Adat Pengasingan, Maluku
Ibu hamil yang hampir melahirkan akan mendapatkan pengasingan
dari keluarga mereka. Ibu hamil tersebut akan ditempatkan di gubuk

11
Laurensia Putri Darma, “Eksistensi Hukum Terhadap Tradisi Adat Yang Melanggar HAM”,
(Bandungbergerak.Id, 24 Juli 2022), diakses pada 8 April 2023 pukul 19.55,
Https://Bandungbergerak.Id/Article/Detail/2868/Eksistensi-Hukum-Terhadap-Tradisi-Adat-Yang-
Melanggar-Ham.

12
yang dikenal dengan nama Tikusune berukuran 2x3 meter yang hanya
dilengkapi sebuah kasur. Sampai sekarang, hukum adat tersebut masih
dilestarikan oleh masyarakat Suku Naulu Pulau Seram Provinsi
Maluku.12
4. Tanah Adat Suku Anak Dalam, Jambi
Suku Anak Dalam atau Suku Orang Rimba di Jambi adalah suku
bangsa yang hidup secara nomaden dan bergantung pada hutan sebagai
sumber penghidupan. Namun, lahan hutan tempat tinggal mereka telah
diklaim oleh perusahaan perkebunan sawit dan membuat suku tersebut
terancam kehilangan tanah adat mereka. Kasus ini menjadi sorotan
nasional dan internasional, dan menimbulkan kontroversi antara hak
suku adat dan kepentingan perusahaan.13
5. Hukuman Adat di Suku Nias
Hukum adat Nias secara umum disebut Fondrakõ yang mengatur
segala sendi-sendi kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian.
Fondrakő ditetapkan untuk mengatur tata kehidupan masyarakat Nias
dengan sanksi berupa kutuk bagi yang melanggarnya. Fondrakő
merupakan forum musyawarah, penetapan, dan pengesahan adat dan
hukum. Fondrakõ dengan kekuatan hukumnya yang maha dahsyat dapat
menjatuhkan kutuk bagi orang yang melanggar sumpah Fondrakõ yaitu
hukuman siksa tiada tara, sengsara atau penderitaan sampai ke anak
cucu, bahkan dapat membunuh siapa saja tanpa belas kasihan. Akan
tetapi sebaliknya Fondrakõ dapat memberikan kebahagiaan,
kesejahteraan dan berkat berlimpah bagi orang yang mematuhi,
mengamalkan dan mengimplementasikan hukum Fondrakõ dalam

12
Muhammad Farih Fanani, “Hukum Adat Adalah Hukum Kebiasaan, Kenali Pengertian Dan
Contohnya” (merdeka, 5 Agustus 2022), diakses pada 11 April 2023 pukul 19.30,
Https://Www.Merdeka.Com/Sumut/Hukum-Adat-Adalah-Hukum-Kebiasaan-Kenali-Pengertian-
Dan-Contohnya-Kln.Html
13
Singgih Wiryono, “Jubir Kementrian ATR: Konflik Tanah Suku Anak Dalam Berlangsung 22
Tahun Diselesaikan Hadi Tjahjanto” (kompas, 26 September 2022), diakses pada 11 April 2023
pukul 20.30, Https://Nasional.Kompas.Com/Read/2022/09/26/20095191/Jubir-Kementerian-Atr-
Konflik-Tanah-Suku-Anak-Dalam-Berlangsung-22-Tahun

13
kehidupannya. Proses penetapan dan pengesahan Fondrakõ ini terkesan
mistis karena melibatkan binatang atau benda yang diumpamakan
sebagai siksaan atau kutuk yang akan dialami oleh pelanggarnya.14

Dalam banyak kasus, kasus adat dalam fenomena kebudayaan melibatkan


perselisihan antara kebiasaan adat dan undang-undang atau kebijakan yang
ditetapkan oleh pemerintah atau otoritas lainnya. Hal ini dapat menghasilkan
konflik dan perdebatan tentang pentingnya mempertahankan kebiasaan adat versus
kebutuhan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan sosial dan budaya yang
terjadi.

Penutup
Indonesia merupakan negara yang bisa kuat dikarenakan bahwa suku-suku
yang terdapat di dalamnya bisa rukun bersatu meskipun pada dasarnya mereka
memiliki perbedaan. Dengan perbedaan tersebut, menjadikan Indonesia memilik
hukum adat setempat untuk mengatur jalannya kehidupan yang terjadi di sekitar
kawasan suku-sukunya. Dengan menganut semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”
Indonesia bisa membuktikan bahwa sampai saat ini wilayah Indonesia masih tetap
bersatu walaupun banyak terdapat keberagaman budaya di dalamnya.

Amstrong Harefa, “Eksistensi ”Fondrakõ” dalam Hukum Adat Nias,” Jurnal Ilmiah Pendidikan,
14

Humaniora, Sains dan Pembelajarannya, Vol. 7 No. 1 (April, 2007), 1034.

14
Daftar Pustaka
Darma, L. P. “Eksistensi Hukum Terhadap Tradisi Adat Yang Melanggar HAM”
24 Juli 2022, diakses 8 April 2023,
Https://Bandungbergerak.Id/Article/Detail/2868/Eksistensi-Hukum-
Terhadap-Tradisi-Adat-Yang-Melanggar-Ham
Fanani, F. M. “Hukum Adat Adalah Hukum Kebiasaan, Kenali Pengertian Dan
Contohnya” 5 Agustus 2022, diakses 11 April 2023,
Https://Www.Merdeka.Com/Sumut/Hukum-Adat-Adalah-Hukum-
Kebiasaan-Kenali-Pengertian-Dan-Contohnya-Kln.Html
Harefa, A. (2013). Eksistensi “Fondrakõ” Dalam Hukum Adat Nias. Didaktik:
Jurnal Ilmiah Pendidikan, Humaniora, Sains, Dan Pembelajarannya, 7(1),
1026-1039.
Maheswara, I. B. A. Y., Arthadana, M. G., & Apsaridewi, K. I. (2020). Aspek
Legalitas Hukum Pidana Dengan Hukum Adat. Hukum dan Kebudayaan, 1(2
Desember), 44-59.
Parwata, G. O., & Agung, A. (2016). Memahami hukum dan kebudayaan: buku
ajar. Pustaka Ekspresi.
Singgih Wiryono, “Jubir Kementrian ATR: Konflik Tanah Suku Anak Dalam
Berlangsung 22 Tahun Diselesaikan Hadi Tjahjanto” 26 September 2022,
diakses 11 April 2023,
Https://Nasional.Kompas.Com/Read/2022/09/26/20095191/Jubir-
Kementerian-Atr-Konflik-Tanah-Suku-Anak-Dalam-Berlangsung-22-Tahun
Suku Bali – Sejarah, Agama, Kasta, Ragam Sub Suku & Penjelasan, Rimba Kita,
diakses pada 10 april 2023, 22.48 https://rimbakita.com/suku-bali/
“Suku Batak”, Wiki wand, diakses pada 12 April 2023, 08.19,
https://www.wikiwand.com/id/Suku_Batak
Suku Melayu, Diakses pada 12 April 2023, 16.32 https://p2k.unkris.ac.id/id1/1-
3073-2962/Suku-Melayu_43256_p2k-unkris.html#Melayu_Indonesia.
Sunarya, E. P “Meninjau Hubungan Antara Hukum Adat Dengan Kebudayaan” 24
Februari 2021, diakses 2 April 2023,

15
Https://Ilmu.Lpkn.Id/2021/02/24/Meninjau-Hubungan-Antara-Hukum-Adat-
Dengan-Kebudayaan/
Tatang M. Amirin, “Implementasi Pendekatan Pendidikan Multikultural
Kontekstual Berbasis Kearifan Lokal Di Indonesia”, Jurnal Pembangunan
Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, Volume 1, Nomor 1 (2012),

Zulyani Hidayah, “Ensiklopedia Suku Bangsa di Indonesia”, Jakarta: PT Pustaka


LP3ES (2015).

16

Anda mungkin juga menyukai