Anda di halaman 1dari 12

MASYARAKAT HUKUM ADAT

Disusun guna memenuhi tugas Mata kuliah Hukum Adat


Dosen : Dr. Diah Arimbi, S.Si.T., M.H.

Disusun oleh :
1. Ainun Fajriyani (20210212003)
2. Arsyad Faiturrohman (20210212019)
3. Ayu Wardani (20210212046)
4. Lutfiana Karimatul Azizah (20210212010)
5. Mukti Wasihah (20210212006)
6. Yanuar Ajeng Pranata 20210212018)

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA PURWOKERTO


PROGRAM PENDIDIKAN HUKUM SYARIAH
2022
BAB I
A. LATAR BELAKANG
Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Indonesia merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari perjalanan panjang sejarah perkembangan
hukum di Indonesia. Secara historis, MHA sudah ada, hidup, tumbuh dan
berkembang di Indonesia sejak masa kerajaan, penjajahan Belanda dan
pada masa kemerdekaan Indonesia. Campur tangan oleh pemerintah
kerajaan, penjajah dan pemerintah Indonesia terus berubah sesuai dengan
perkembangan ketatanegaraan.1
Istilah masyarakat hukum adat sebetulnya masih banyak menjadi
topik perdebatan hingga kini. Sebagian kalangan memandang masyarakat
hukum adat mengandung kerancuan antara “masyarakat-hukum adat”
dengan “masyarakat hukum-adat”. Istilah masyarakat hukum-adat
menekankan kepada hukum adat. Di lain pihak ada juga yang berpendapat
bahwa masyarakat-hukum adat hanya mereduksi masyarakat adat dalam
dimensi hukum saja, padahal masyarakat adat juga bergantung pada
dimensi lainnya, seperti dimensi sosial, politik, agama, budaya, ekologi,
dan ekonomi. Secara sederhana, tidak semua masyarakat adat memiliki
instrumen yang bisa dikualifikasikan sebagai hukum tetapi mereka tetap
memiliki hak-hak tradisional atau hak-hak adat yang didasarkan pada
hubungan kesejarahan dan norma-norma lokal yang luluh dari interaksi
yang panjang. Sehingga seharusnya konstitusi negara tidak membeda-
bedakan antara masyarakat adat dengan masyarakat hukum adat.
B. TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Masyarakat Hukum
Adat
2. Untuk mengetahui Corak berfikir Masyarakat Hukum Adat
3. Untuk mengetahui Bentuk dan Struktur Masyarakat Hukum Adat

1
Tholib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia : Dalam Kajian Kepustakaan, (Bandung, Alfabeta
2008) hlm 146
C. MANFAAT
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk menambah wawasan keilmuwan, memperluas cakrawala
berfikir, serta melatih kemampuan untuk dapat menulis dengan baik
dan benar
2. Untuk memperkaya hasanah ilmu hukum, khususnya dalam Hukum
Adat dan lebih spesifiknya lagi dalam bidang masyarakat hukum adat
BAB II

A. PENGERTIAN MASYARAKAT HUKUM ADAT


Masyarakat berasal dari Bahasa Arab “syaraka” yang berarti
saling berperan serta, saling bergaul. Dalam bahasa latin masyarakat
berasal daari kata “society” bentuk jamak dar “socius” sekumpulan
kawan sepergaulan. Masyarakat menurut KBBI adalah sejumlah manusia
dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka
anggap sama.
Konsep masyarakat hukum adat pertama kali dikemukakan oleh
Cornelius Van Vollenhoven. Ter Haar (murid dari Cornelius Van
Vollenhoven) mengemukakan lebih mendalam tentang masyarakat hukum
adat. Menurut Ter Haar, masyarakat hukum adat adalah kelompok
masyarakat yang teratur, menetap di suatu daerah tertentu, mempunyai
kekuasaan sendiri, dan mempunyai kekayaan sendiri baik berupa benda
yang terlihat maupun yang tidak terlihat, dimana para anggota kesatuan
masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang
wajar menurut kodrat alam dan tidak seorang pun diantara para anggota itu
mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk membubarkan ikatan yang
telah tumbuh itu atau meninggalkan dalam arti melepaskan diri dari ikatan
itu untuk selama-lamanya.2
Dalam hal ini, Soepomo juga mendeskripsikan tentang masyarakat
hukum adat/persekutuan hukum adat. Beliau menyatakan bahwa
persekutuan hukum di Indonesia dapat di bagi menjadi dua golongan,
menurut dasar susunannya, yaitu yang berdasar pertalian suatu keturunan
(genealogi) dan yang mendasar lengkungan daerah (teritorial).3
Hazairin menegaskan, bahwa masyarakat hukum adata adalah
kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang mempunyai kelegkapan-
kelengkapan untuk sanggup berdiri sendiri, yaitu :

2
Husein Alting, 2010 hlm. 30
3
Soepomo, 1981
1. Mempunyai kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak
bersama atas tanah dan air bagi semua anggotanya
2. Bentuk hukum kekeluargaannya mempengaruhi sistem
pemerintahan
3. Penghidupannya, yang terutama berlandaskan atas pertanian,
peternakan, perikanan, dan pemungutan hasil hutan dan hasil
air, ditambah sedikit dengan perburuan binatang liar,
pertambangan, dan kerajinan tangan, berciri komunal dimana
gotong royong dan tolong menolong masih kuat dan semua
anggota masyarakat mempunyai kesamaan hak dan kewajiban
serta semua mempunyai peranan yang besar dalam kehidupan
bersama

Berdasarkan dari pendapat para pakar diatas, maka dapat


dirumuskan bahwa masyarakathukum adat memiliki kriteria sebagai
berikut :

1. Terdapat masyarakat yang teratur,


2. Menempati suatu tempat teratur,
3. Ada kelembagaannya,
4. Memiliki kekayaan bersama,
5. Susunan masyarakat berdasarkan pertalian suatu keturunan dan
berdasarkan lingkungan daerah,
6. Hidup secara komunal (gotong royong dan tolong menolong).

Maka dapat disimpulkan, pengertian masyarakat hukum adat


adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di
wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur,
adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem
nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.
B. CORAK BERFIKIR MASYARAKAT HUKUM ADAT
1. Komunalistik
Yang dimaksud dengan komunalistik disini adalah individu dan
masyarakat kedudukannya sama, karena masyarakat tidak bisa hidup
karena individu, dan individu tidak akan bisa survive tanp adanya
masyarakat.
Contoh : perkawinan bukan hanya urusan antar individu, namun
juga keluarga besar dari masing-masing mempelai
2. Magis Religius
Disini masyarakat hukum adat mempercayai adanya makrokosmis
(alam gaib) yang mempengaruhi mikrokosmis (dunia manusia),
sehingga harus selalu seimbang. Oleh karena itu ada upacara adat.
Contoh : dalam perkawinan (di masyarakat adat ada yang
menganut sistem patrilineal), perempuan setelah menikah akan
dipindah kerumah suaminya dan tinggal disana. Dipercaya bahwa
ketika perempuan meninggalkan rumah, akan terjadi
ketidakseimbangan magis. Oleh karena itu, keluarga si laki-laki akan
memberikan pemberian (buntel kadhut) pada saat tunangan untuk
menyeimbangkan magis tersebut.
3. Kontan/Tunai
Kontan/Tunai adalah perbuatan yang selesai pada saat itu juga,
apabila ada permaslahan setelah perbuatan itu, maka dianggap bukan
akibat dari perbuatan itu.
Contoh : jual beli, adopsi anak.
4. Visual
Visual ini maksudnya adalah tanda tentang suatu hal yang akan
terjadi.
Contoh : cincin tunangan, panjer.
C. BENTUK DAN STRUKTUR MASYARAKAT HUKUM ADAT
1. Bentuk masyarakat mukum adat (dari luar) menurut Hazairin
a) Masyarakat hukum adat tunggal
- Dalam 1 wilayah, hanya terdapat 1 masyarakat hukum adat
- Setiap individu yang tinggal diwilayah tersebut memiliki 1
kesatuan nilai, pandangan hidup dan kepercayaan yang sama
- Hanya memiliki 1 penguasa, wakil masyarakat hukum adat
bertugas mengatur ke dalan dan berhubungan dengan dunia
luar
- Dalam 1 wilayah dibagi menjadi sub-sub wilayah, dan setiap
sub wilayah memiliki pemimpin. Pemimpin sub wilayah ini
hanya perpanjangan tangan si penguasa masyarakat hukum
adat itu
- Tidak ada otonmi, pemimpin-pemimpin pada sub wilayah
bekerja atas nama penguasa
b) Masyarakat hukum adat bertingkat
- Dalam 1 wilayah, ada 2 atau lebih masyarakat hukum adat
- Ada masyarakat hukum adat atasan dan ada masyarakat hukum
adat bawahan
- Kekuasaan dan kewenangan ada 2 (atasan dan bawahan0
- Masyarakat hukum adat bawahan terbentuk apabila ada 4 suku
yang berbeda dalam 1 wilayah. Sebelum menjadi nagari, ada
tahapannya. Mulai dari taratak (1 suku menggunakan tanah
untuk berladang) ketika belum ada hak dan kewajiban, lalu
berkembang menjadi dusun (ketika suku-suku lain juga , dan
kemudian nagari, kemudian memilih wali nagari (penguasa)
- Kekuasaan wali nagari terbagi-bagi menjadi kekuasaan-
kekuasaan di bawahnya, yaitu kepala-kepala suku. Kepala suku
biasanya dipilih dari yang paling dihormati dan paling tua.
- Kepala suku memiliki otoritas penuh untuk mengatur sukunya
(kekuasaan ke dalam), namun dibatasi wali nagari untuk
bertindak ke luar. Sebaliknya, wali nagari dibatasi oleh kepala
suku untuk bertindak ke dalam dan punya otoritas penuh untuk
bertindak ke luar. (Konsep Negara Federal : kepala suku
mengatur urusan-urusan ada, tanah, perkawinan)
- Suku-suku tersebut hidup berdampingan, tidak ada batas yang
jelas. Batasannya hanya berdasarkan keefektifan
penggunaannya (effective occupation).
c) Masyarakat hukum adat berangkai
- Terdapat 2 atau lebih masyarakat hukum adat setingkat yang
melakukan kerjasam (sama-sama bawhan lain atasan, atau
sama-sama atasan)
2. Struktur masyarakat hukum adat (dari dalam) menurut Soepomo
a) Teritorial
Masyarakat hukum adat yang strukturnya bersifat teritorial
yaitu masyarakat hukum adat yang disusun berazaskan lingkungan
daerah, yaitu masyarakat hukum adat yang para anggotanya merasa
bersatu dan bersama-sama merupakan kesatuan masyarakat hukum
adat yang bersangkutan. Oleh karena itu, merasa ada ikatan antara
mereka masing-masing dengan tanah tempat tinggal mereka.
Landasan yang mempersatukan para anggota masyarakat hukum
adat yang strukturnya bersifat teritorial adalah ikatan antara orang
yang anggota masing-masing masyarakat tersebut dengan tanah
yang didiami sejak kelahirannnya, yang didiami oleh orang tuanya,
yang didiami oleh neneknya, yang dialami oleh nenek moyangnya,
secara turun-temurun ikatan dengan tanah menjadi inti azas
teritorial.
Ada 3 jenis masyarakat hukum adat yang strukturnya
bersifat teritorial :
1) Masyarakat hukum desa
Masyarakat hukum desa adalah segolongan atau
sekumpulan orang yang hidup bersama berazaskan
pandangan hidup, cara hidup dan sistim kepercayaan
yang sama, yang menetap pada suatu tempat kediaman
bersama, merupakan satu kesatuan tata susunan yang
tertentu, baik keluar maupun kedalam.
2) Masyarakat hukum wilayah (persekutuan wilayah)
Masyarakat hukum wilayah adalah suatu kesatuan
sosial yang teritorial yang melingkupi beberapa
masyarakat hukum desa yang masing-masingnya tetap
merupakan kesatuan-kesatuan yang berdiri tersendiri.
3) Masyarakat hukum serikat desa (perserikatan desa)
Masyarakat hukum serikat desa adalah suatu
kesatuan sosial yang teritorial, yang selalu dibentuk atas
dasar kerjasama diberbagai-bagai lapangan demi
kepentingan bersama masyarakat hukum desa yang
tergabung dalam masyarakat hukum serikat desa
tersebut.
b) Geneologis
Masyarakat hukum adat yang strukturnya berdasarkan azas
keturunan ialah masyarakat hukum adat yang anggota-anggotanya
merasa terikat dalam suatu ketertiban berdasarkan kepercayaan
bahwa mereka semua berasal satu keturunan yang sama. Artinya,
seseorang menjadi anggota masyarakat hukum adat yang
bersangkutan karena ia menjadi atau menganggap diri keturunan
dari seorang bapak asal (nenek moyang dari laki-laki), tunggal
melalui garis keturunan laki-laki atau dari seorang ibu asal (nenek
moyang dari perempuan), tunggal melalui garis keturunan
perempuan, sehingga menjadi semua anggota-anggota masyarakat
tersebut sebagai satu kesatuan dan tunduk pada peraturan-peraturan
hukum adat yang sama.
Dalam masyarakat hukum adat yang ditentukan
berdasarkan keturunan, terdapat 4 macam pertalian keturunan,
yaitu :
1) Patrilineal
Struktur masyarakat Patrilineal, yaitu susunan
masyarakat yang menarik garis keturunan dalam
hubungan diri dengan orang lain melalui garis laki-laki.
2) Matrilineal
Struktur masyarakat Matrilineal, yaitu struktur
masyarakat yang menarik garis keturunan dengan
menggabungkan diri dengan orang lain melalui garis
perempuan.
3) Patrilineal Beralih-alih
Struktur masyarakat Patrilineal Beralih-alih, yaitu
struktur masyarakat yang menarik garis keturunan
secara bergiliran atau berganti-ganti sesuai dengan
bentuk perkawinan yang dialami oleh orang tua, yaitu
bergiliran kawin jujur, kawin semendo maupun kawin
semendorajo-rajo.
4) Parental/Bilateral
Struktur masyarakat Parental/Bilateral, yaitu
pertalian keturunan yang ditarik secara garis keturunan
melalui garis ayah maupun garis ibu. Pada masyarakat
terstruktur secara bilateral tidak ada perkawinan khusus,
begitu juga dengan tempat tinggal dalam perkawinan
tidak ditentukan dengan jelas. Contoh masyarakat
bilateral/Parental dalam mayarakat Aceh, Jawa, Sunda,
Makasar.
c) Teritorial-Geneologis
Masyarakat hukum adat Teritorial-Geneologis adalah
kesatuan masyarakat yang tetap dan teratur, dimana anggotanya
bukan saja terikat pada tempat suau kediaman di daerah tertentu,
tetapi juga terikat dalam hubungan keturunandalam ikatan pertalian
darah dan/atau kekerabatan.
BAB III
KESIMPULAN
Masyarakat Hukum Adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun
temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal
usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya
sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.
Corak berfikir masyarakat hukum adat :
1. Komunalitas
2. Magis/Religius
3. Kontan/Tunai
4. Visual
Bentuk masyarakat hukum adat (dari luar) menurut Hazairin :
1. Masyarakat hukum adat tunggal
2. Masyarakat hukum adat bertingkat
3. Masyarakat hukum adat berangkai
Struktur masyarakat hukum adat (dari dalam) menurut Soepomo :
1. Teritorial
2. Geneologis
3. Teritorial-Geneologis
DAFTAR PUSTAKA
1. Yulia, 2016, Buku Ajar HUKUM ADAT, Jl. Sulawesi, Unimal Press
2. Virgil Dominique, Afif Satria, Safira Isella, 2016, Rangkuman Hukum
Adat
3. Tholib Setiady, 2008 Intisari Hukum Adat Indonesia: Dalam Kajian
Kepustakaan, Bandung, Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai