Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MASYARAKAT HUKUM ADAT

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK 9

1. Ira Mumirah (D1A022426)


2. I Gede Agusta Wiyana (D1A022417)
3. Juliati Melati (D1A022432)
4. Juan Arqy Maesifa (D1A022430)
5. Juanda Ali Sahbana (D1A022431)
6. Kaima Nurakmiati (D1A022343)
7. Fitri Alawia (D1A022)
8. Lalu Fikri
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmatNya sehingga makalah ini dapat
tersusun hingga selesai, tidak lupa kami mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk, maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin masih ada
kekurangan dalam makalah ini oleh karna itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kebaikan makalah ini.

Mataram, 25, Mei, 2023

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan Negara yang memiliki beberapa suku yang memiliki hokum
adatnya masing masing, dimana di akui oleh hukum agama dan hukum Negara. Dalam
prakteknya sebagian masyarakat masih mengunakan hukum adatnya untuk mengelola
ketertiban dalam lingkungannya. Hukum adat di akui keberadaannya tetapi di batasi
dalam perakteknya.
Berkaitan dengan keberadaan hukum adat, dimana merupakan norma-norma
dalam adat atau kebiasaan yang erlaku dalam suatu lingkungan dalam bentuk aturan yang
tidak terulis dan tersebar di berbagai masyarakat. Hukum yang berlaku dalam adat
tersebut adalah suaru kekhasan dan kekayaan budaya dari kemajemukan bangsa
Indonesia yang seharusnya kita lestarikan. Upaya untuk melestarikan budaya dan tradisi
tersebeut tidak terlepas dari norma dan upaya mempertahankan norma dan aturan adat
kebiasaan.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan di bahas dalam makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan masyarakat hukum adat?
2. Apa peraturan yang mengatur masyarakat tersebut?
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini sendiri adalah untuk memenuhi kewajiban kami sebagai
mahasiswa akan
1. Menjelasakan masyarakat hukum adat.
2. Menjelaskan peraturan yang mengatur masyarakat hukum adat.
D. Manfaat
Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kami sebagai pembuat dan
tentunya bagi siapapun, dan dapat memberikan ilmu mengenai masyarakat hukum dalam
Negara Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Masyarakat Hukum Adat


Masyarakat hukum adat disebut juga dengan istilah “masyarakat tradisional” atau
the indigenous people, dalam kehidupan sehari-hari lebih dikenal dengan istilah
“masyarakat adat”. Pengertian masyarakat hukum adat adalah masyarakat yang timbul
secara spontan diwilayah tertentu, yang berdirinya tidak ditetapkan atau diperintahkan
oleh penguasa yang lebih tinggi atau penguasa lainnya, dengan rasa solidaritas yang
sangat besar diantara para anggota masyarakat sebagai orang luar dan menggunakan
wilayahnya sebagai sumber kekayaannya hanya dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh
anggotanya.
Masyarakat-masyarakat hukum adat seperti desa (Jawa), marga (Sumatera
Selatan), nagari (Minangkabau), kuria (Tapanuli), wanua (Sulawesi Selatan) adalah
kesatuan-kesatuan kemasyarakatan yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk
sanggup berdiri sendiri. Kelengkapan itu mempunyai kesatuan hukum, kesatuan
penguasa dan kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi
semua anggotanya. Semua anggotanya sama dalam hak dan kewajibannya. Kehidupan
mereka berciri; komunal, dimana gotong royong, tolong menolong, serasa dan selalu
mempunyai peranan yang besar.
Masyarakat hukum adat menurut UU No.32/2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, Masyarakat hukum adat adalah sekelompok masyarakat
yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan
pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta
adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial,dan
hukum.Masyarakat hukum adat akan diakui sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Apabila setiap masyarakat hukum adat tersebut ditelaah secara seksama maka
masing-masing mempunyai dasar dan bentuknya. Masyarakat hukum adat sampai
sekarang tetap hidup dengan hukum adatnya berdasarkan ikatan geneologis (keturunan)
dan berdasarkan ikatan territorial (lingkungan daerah) dan atau campuran keduanya yaitu
yang bersifat geneologis-teritorial.
1. Masyarakat Hukum Adat Geneologis, Teritorial, dan Campuran
a. Masyarakat Hukum Adat Geneologis
Masyarakat hukum adat Geneologis disebut juga masyarakat Unilateral
maksudnya masyarakat yang anggota-anggotanya menarik dari garis keturunan hanya
dari satu pihak saja yaitu pihak laki-laki saja atau dari pihak wanita saja. Ciri dari
perkawinan tersebut di atas adalah : Masyarakat hukum adat yang bersifat geneologis
adalah satu kesatuan masyarakat yang teratur, yang keanggotaannya berasal dari dan
terikat akan kesatuan kesamaan keturunan dari satu leluhur baik yang berasal dari
hubungan darah ataupun karena hubungan perkawinan. Masyarakat hukum adat
geneologis, dibedakan atas:
1) Masyarakat Hukum Patrilinial, yaitu masyarakat yang susunan pertalian darahnya
mengikuti garis bapak (laki-laki). Contohnya masyarakat Lampung, Batak, Bali,
Sumba, Nias, Maluku dan Irian
2) Masyarakat Hukum Matrilinial adalah masyarakat yang susunan pertalian
darahnya ditarik menurut garis keturunan ibu (wanita). Contohnya masyarakat
Minangkabau, Kerinci, Semendo Sumatera Selatan dan Timor.
3) Masyarakat Hukum Parental adalah masyarakat yang susunan pertalian darahnya
ditarik menurut garis keturunan orang tua secara bersama-sama (ayah dan Ibu).
Jadi hubungan kekerabatannya berjalan secara sejajar, seimbang dan
kedudukannya sama tinggi untuk menentukan hak dan kewajiban seseorang
dalam sistem kekerabatannya. Contohnya Jawa, Aceh, Kalimantan dan Sulawesi.
b. Masyarakat Teritorial
Masyarakat Hukum Adat Teritorial adalah masyarakat yang hidup tetap dan
teratur yang anggota-anggota masyarakatnya terikat pada suatu “daerah kediaman”
yang sama. Diantara anggotanya yang pergi merantau untuk waktu sementara masih
tetap merupakan anggota kesatuan teritorial itu. Begitu juga orang yang datang dari
luar dapat masuk menjadi anggaota kesatuan dengan memenuhi persyaratan adat
setempat.
Masyarakat hukum adat (persekutuan) Teritorial dibedakan dalam 3 (tiga)
macam:
1) Persekutuan desa, suatu tempat kediaman bersama didalam daerahnya sendiri
termasuk beberapa pedukuhan yang terletak disekitarnya yang tunduk pada
perangkat desa yang berkediaman di pusat desa.Contohnya desa di Jawa dan
Bali.
2) Persekutuan daerah, suatu derah kediaman bersama terdiri dari beberapa
desa dan menguasai tanah hak ulayat bersama yang terdiri dari beberapa
dukuh atau kampung dengan satu pemerintahan adat. Masing-masing anggota
persekutuannya memiliki struktur pemerintahan secara mandiri, tetapi
merupakan bawahan dari daerah. Contoh “marga” di Lampung dan “nagari”
di Minangkabau.
3) Perserikatan desa, beberapa desa dan terletak berdampingan dan masing-
masing berdiri sendiri mengadakan perjanjian kerjasama untuk mengatur
kepentingan bersama. Contohnya kepentingan dalam mengatur pemerintahan
adat bersama, pertahanan bersama, kehidupan ekonomi, hasil pertanian,
pemasaran bersama.
c. Masyarakat Hukum Geneologis-Teritorial
Masyarakat hukum ini adalah kesatuan masyarakat yang hidup tetap dan teratur
dimana anggota-anggotanya bukan saja terikat pada tempat kediaman pada suatu
daerah tertentu, tetapi juga terikat pada hubungan keturunan dalam ikatan pertalian
darah dan atau hubungan kekerabatan.
Tidak dapat dipungkiri pada masa sekarang ini bentuk-bentuk kehidupan
kekerabatannya mengalami perkembangan. Bahkan hampir tidak dapat ditemukan
lagi bentuk masyarakat yang benarbenar geneologis maupun teritorial. Sebagian
terbesar telah mengarah pada bentuk masyarakat campuran (geneologisteritorial).
Kondisi ini dimungkinkan oleh karena:
1) Timbulnya hubungan perkawinan campuran, antar suku, maupun antar daerah
2) Program mobilisasi penduduk yang memungkinkan pembauran suku atau
pemukiman
3) Hubungan kekerabatan modern berupa pengangkatan anak dan pengakuan
atas dasar hubungan baik.
2. Masyarakat Adat Dalam Bentuk dan Tujuan yang Khusus
a. Masyarakat Alternerend (beralih-alih)
Masyarakat alternerend adalah masyarakat yang keanggotaannya ditarik
berdasarkan garis keturunan yang beralihalih sesuai dengan bentuk perkawinan
orangtuanya. Apabila perkawinan orangtuanya dilakukan menurut garis ibu dalam bentuk
perkawinan Semanda maka anak yang dilahirkan akan menarik garis keturunan ibu.
Sedangkan jika perkawinan orangtuanya dilakukan menurut garis bapak dalam bentuk
perkawinan jujur maka anak yang dilahirkan akan menarik garis keturunan bapak. Jika
perkawinan orangtuanya dilakukan dalam bentuk perkawinan mentas maka anak yang
dilahirkan menarik garis keturunan bapak dan ibu. Jadi masyarakat alternerend adalah
bentuk masyarakat yang tergantung dari perkawinan orangtuanya.
b. Masyarakat Adat Keagamaan
Di beberapa daerah tertentu terdapat kesatuan masyarakat adat yang khusus
bersifat keagamaan. Masyarakat adat yang masuk kelompok ini adalah kesatuan
masyarakat yang semata-mata berhimpun karena kesamaan tujuan keagamaan. Jadi ada
kesatuan masyarakat adat keagamaan menurut agama Hindu, Islam, Kristen/Katolik dan
ada yang bersifat campuran.
c. Masyarakat Adat Perantauan
Pada masa sekarang ini persebaran penduduk disebabkan merantau sudah hampir
merata. Banyak masyarakat dari daerah lain merantau ke daerah yang mereka anggap
akan memberikan perubahan hidup mereka. Dikalangan masyarakat adat Jawa (mereka
menempati daerah-daerah transmigrasi) seperti di Lampung, dapat dikatakan tidak pernah
terjadi yang membentuk masyarakat desa adat sendiri, disamping desa yang sempurna.
Masyarakat adat Jawa yang bersifat Ketetanggaan itu mudah membaur dengan penduduk
setempat. Masyarakat adat yang berada didaerah perantauan cenderung untuk membentuk
kelompok-kelompok kumpulan
d. Kepengurusan Masyarakat Adat
Kenyataan dewasa ini menunjukkan bahwa sebagian terbesar warga masyarakat
Indonesia masih tinggal daerah pedesaan. Jumlah penduduk daerah pedesaan yang sangat
besar itu apabila dapat terbina dengan baik akan menjadi aset pembangunan bangsa.
Apabila dibandingkan dalam struktur masyarakat hukum adat, juga terdapat suatu badan
pengurus yang menjalankan pemerintahan. Pengurus tersebut bertugas dan berwenang
mengatur semua kegiatan persekutuan untuk kepentingan-kepentingan anggotanya.
B. Peraturan Yag Mengatur Masyarakat Adat
Jumlah Undang-Undang yang diterbitkan Pemerintah Pusat sejak Tahun 1950 sampai
dengan tahun 2005 kurang lebih berjumlah 1137 Undang-Undang. Ribuan lainnya berupa
peraturan pelaksana dari mulai PP sampai Peraturan Presiden. Sementara pada tingkat
Perda, hanya dalam waktu 7 tahun, sudah terdapat 13.530 Perda yang diterbitkan oleh
Pemerintah Daerah bersama DPRD. Dari belasan ribu peraturan yang diterbitkan, cukup
sulit untuk menelusuri seluruh pengaturan mengenai masyarakat hukum adat. Dari
sumber-sumber data yang tersedia, perda-online (www.perdaonline.org) hanya mencatat
29 Perda yang mengatur mengenai lembaga adat dari2 639 Perda. Sementara data Perda
yang disajikan oleh HuMa (CD Perda dan Aturan Lokal), hanya menemukan 3 buah
Perda yang langsung menunjuk masyarakat hukum adat tertentu (misal Baduy,Rejang
dan Desa Guguk) sebagai pemegang otoritas atas wilayah adatnya. Minimnya pengakuan
langsung melalui peraturan perundang-undangan khususnya perda terhadap masyarakat
hukum adat mengakibatkan lemahnya posisi masyarakat hukum adat terhadap otoritas
pemerintah. Sementara pada tingkat Undang-Undang, sebagaimana telah disinggung di
atas, justru menempatkan masyarakat hukum adat berada dalam ketidakjelasan status
hukumnya.
Pengaturan masyarakat hukum adat dalam peraturan perundang-undangan lainnya.
Salah satu peraturan perundang-undangan lain yang mengatur mengenai masyarakat adat
adalah TAP MPR. No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan
Sumber Daya Alam. TAP MPR tersebut menentukan bahwa salah satu prinsip dalam
pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam adalah “mengakui, menghormati,
dan melindungi hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber
daya agraria/sumber daya alam.” Pengaturan lain mengenai masyarakat hukum adat juga
terdapat di dalam Keputusan Presiden No. 111 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan
Komunitas Adat Terpencil. Keputusan presiden ini menempatkan masyarakat hukum adat
sebagai 7 komunitas adat terpencil untuk dijadikan sebagai pihak yang akan menerima
program-program pemberdayaan pemerintah karena lokasi dan keadaannya dipandang
terpencil. Terdapat pula Surat Edaran Menteri Kehutanan yang berkaitan dengan
keberadaan dan hak-hak masyarakat adat atas hutan. Surat Edaran No.
S.75/MenhutII/2004 tentang Surat Edaran Masalah Hukum Adat dan Tuntutan
Kompensasi/Ganti rugi oleh Masyarakat Hukum Adat yang ditandatangani tanggal 12
Maret 2004 ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia. Pada
intinya Surat Edaran Menteri Kehutanan itu berisi tujuh hal, antara lain:
 Perlu dilakukannya penelitian oleh pakar hukum adat, tokoh masyarakat, instansi
atau pihak lain yang terkait serta memperhatikan aspirasi masyarakat setempat
untuk menentukan apakah suatu komunitas yang melakukan tuntutan terhadap
kawasan hutan yang dibebani Hak Pengusahaan Hutan/Izin Usaha Pemanfaatan
Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) masih merupakan masyarakat hukum adat atau
bukan. Penelitian tersebut harus mengacu kepada kriteria keberadaan masyarakat
hukum adat sebagaimana ditentukan dalam penjelasan Pasal 67 ayat (1) UU
Nomor 41 Tahun 1999.
 Untuk menetapkan hutan negara sebagai hutan adat yang pengelolaannya
diserahkan kepada masyarakat hukum adat (rechtsgemeenschap), Bupati/Walikota
melakukan pengusulan hutan negara tersebut untuk ditetapkan sebagai hutan adat
dengan memuat letak, luas hutan serta peta hutan adat yang diusulkan kepada
Menteri Kehutanan dengan rekomendasi Gubernur, dengan ketentuan sepanjang
menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada (de
facto) dan diakui keberadaannya (de jure).
 Apabila berdasarkan hasil penelitian permohonan tersebut memenuhi syarat,
maka agar masyarakat hukum adat tersebut dapat ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Provinsi.
 Peraturan daerah tentang keberadaan masyarakat hukum adat selanjutnya
disampaikan kepada Menteri Kehutanan untuk diajukan permohonan
penetapannya sebagai hutan adat. Atas permohonan tersebut Menteri Kehutanan
dapat menerima atau menolak penetapan hutan adat.
 Apabila berdasarkan permohonan tersebut Menteri Kehutanan dapat menerima
maka akan ditetapkan hutan adat untuk masyarakat yang bersangkutan
 Berkaitan dengan tuntutan ganti rugi atau kompensasi oleh masyarakat hukum
adat terhadap para pemegang HPH/IUPHHK yang melakukan kegiatan/operasi di
wilayah masyarakat hukum adat tersebut, maka ganti rugi atau kompensasi tidak
harus berbentuk uang, tetapi dapat berupa bentuk mata pencaharian baru atau
keterlibatan dalam usaha pemanfaatan hutan di sekitarnya atau pembangunan
fasilitas umum/sosial yang bermanfaat bagi masyarakat hukum adat setempat dan
dalam batas kewajaran/tidak berlebihan, serta tidak bertendensi pemerasan dan
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat hukum adat setempat.
 Dengan adanya tuntutan ganti rugi atau kompensasi oleh masyarakat hukum adat
terhadap para pemegang HPH/IUPHHK, gubernur atau bupati/walikota dapat
memfasilitasi pertemuan antara pihak yang bersangkutan untuk penyelesaian
dengan cara musyawarah dan mufakat. Namun apabila mengalami jalan buntu,
maka penyelesaiannya disarankan dilakukan melalui proses pengadilan dengan
mengajukan gugatan secara perdata melalui peradilan umum.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Masyarakat hukum adat memiliki budaya masing masing dalam adatnya dan
memiliki peraturan-peraturan yang berbeda dalam mengatur adatnya sendiri, banyak
keunikan dalam masyarakat adat di setiap daerahnya yang menyebabkan banyaknya
budaya dan sosialisasi dalam suatu adat tersebut. Indonesia memiliki budaya yang
beragam dari sabang smpai merauke, jadi mari kita lestarikan budaya tersebut akan cucu-
cucu kita mengetahui bahwa Indonesia itu sangatlah beragam budayanya
B. Saran
Pada kenyataanya, makalah ini masih bersifat sangat sederhana dan simpel. Serta
dalam penyusunan makalah ini pun masih memerlukan kritikan dan saran oleh bapak
yang lebih mengerti akan masalah ini, dan semoga kritik serta saran dari bapak dan
teman-teman dapat memberikan kami pengetahuan tentang pembuatan makalah yang
benar.
DAFTAR PUSTAKA

Hilman Hadikusuma, 2000. Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia.


Mandar Maju, Bandung.

Soerjono Soekanto, 2000. Hukum Adat Indonesia. Raja Grafindo


Persada, Jakarta.

I Gede AB Wiranata, 2005. Hukum Adat Indonesia dan


Perkembangannya dari Masa Ke Masa. Citra Aditya Bakti,
Bandung.

- Beranda hukum.com, “ masyarakat hukum”

http://www.berandahukum.com/2015/05/masyarakat-hukum-adat.html

- Makalah eksitensi masyarakat hukum adat

http://educationdotc.blogspot.co.id/2017/04/makalah-eksistensi-masyarakat-hukum-
adat.html

Anda mungkin juga menyukai