Anda di halaman 1dari 4

Unsur dan Ciri-ciri

Menurut Marion Levy bahwa ada empat kriteria yang harus dipenuhi agar sebuah kelompok
dapat disebut sebagai masyarakat, yaitu:[8]

1. Kemampuan bertahan yang melebihi masa hidup seorang anggotanya.


2. Perekrutan seluruh atau sebagian anggotanya melalui reproduksi atau kelahiran.
3. Adanya sistem tindakan utama yang bersifat swasembada.
4. Kesetiaan pada suatu sistem tindakan utama secara bersama-sama.

Sedangkan menurut Soerjono Soekanto unsur-unsur pembentuk masyarakat adalah sebagai


berikut:[9]

1. Beranggotakan dua orang atau lebih.


2. Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan.
3. Berhubungan dengan jangka waktu yang cukup lama yang menghasilkan manusia baru
yang berkomunikasi, dan membuat aturan-aturan yang mengatur hubungan antar anggota
masyarakat.
4. Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan antar
anggota masyarkat.

Menurut Soerjono Soekanto, ciri-ciri masyarakat yaitu:[10]

1. Hidup secara berkelompok.


2. Melahirkan kebudayaan.
3. Mengalami perubahan.
4. Adanya interaksi
5. Adanya seorang pemimpin.
6. Memiliki stratifikasi sosial.

Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiah, saling
“berinteraksi”. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana agar warganya dapat saling
berinteraksi. Negara modern misalnya, merupakan kesatuan manusia dengan berbagai macam
prasarana, yang memungkinkan para warganya untuk berinteraksi secara intensif, dan dengan
frekuensi yang tinggi. Suatu negara modern mempunyai suatu jaringan komunikasi berupa
jaringan jalan raya, jaringan jalan kereta api, jaringan perhubungan udara, jaringan
telekomunikasi, sistem radio dan televisi, berbagai macam surat kabar di tingkat nasional, suatu
sistem upacara pada hari-hari raya nasional dan sebagainya. Negara dengan wilayah geografis
yang lebih kecil berpotensi untuk berinteraksi secara intensif daripada negara dengan wilayah
geografis yang sangat luas. Tambahan pula bila negara tersebut berupa kepulauan, seperti halnya
negara kita.

Adanya prasarana untuk berinteraksi menyebabkan warga dari suatu kelompok manusia itu
saling berinteraksi. Sebaliknya, bila hanya adanya suatu potensi untuk berinteraksi saja belum
berarti bahwa warga dari suatu kesatuan manusia itu benar-benar akan berinteraksi. Suatu suku
bangsa, misalnya saja suku bangsa Bali, mempunyai potensi untuk berinteraksi, yaitu bahasa
Bali. Namun, adanya potensi itu saja tidak akan menyebabkan bahwa semua orang Bali tanpa
alasan mengembangkan aktivitas yang menyebabkan suatu interaksi secara intensif di antara
semua orang Bali tadi.

Hendaknya diperhatikan bahwa tidak semua kesatuan manusia yang bergaul atau berinteraksi itu
merupakan masyarakat, karena suatu masyarakat harus mempunyai suatu ikatan lain yang
khusus. Sekumpulan orang yang mengerumuni seorang tukang penjual jamu di pinggir jalan
tidak dapat disebut sebagai suatu masyarakat. Meskipun kadang-kadang mereka juga berinteraksi
secara terbatas, mereka tidak mempunyai suatu ikatan lain kecuali ikatan berupa perhatian
terhadap penjual jamu tadi. Demikian juga sekumpulan manusia yang menonton suatu
pertandingan sepak bola, dan sebenarnya semua kumpulan manusia penonton apapun juga, tidak
disebut masyarakat. Sebaliknya, untuk sekumpulan manusia itu kita pakai istilah kerumunan.
Dalam bahasa Inggris telah dipakai istilah crowd

h Nurdiyansah Dalidjo

Istilah “Masyarakat Adat” sesungguhnya bukanlah hal yang asing bagi kita. Indonesia adalah
negara dengan populasi Masyarakat Adat yang tinggi dengan perkiraan mencapai sekitar 40-70
juta jiwa, di mana 20 juta di antaranya adalah anggota AMAN. Dengan dinamika situasi yang
ada, - di mana Masyarakat Adat sebagai kelompok minoritas seringkali mengalami diskriminasi,
stigma, kekerasan, intimidasi, dan kriminalisasi, - definisi atas apa atau siapa itu Masyarakat
Adat, terkadang masih dipahami secara samar atau keliru. Ketiadaan Undang-Undang tentang
Masyarakat Adat, berdampak besar pada situasi dan kelangsungan hidup Masyarakat Adat.
Lewat artikel ini, AMAN hendak menajamkan arti dan konteks dari Masyarakat Adat di
Nusantara.
Potret para pemuda adat di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat memegang foto tetua adat mereka.

Definisi dan Karakter Masyarakat Adat

AMAN mempadankan terminologi “Indigenous Peoples” - yang dipakai secara global - sebagai
“Masyarakat Adat.” Masyarakat Adat adalah kelompok masyarakat yang memiliki sejarah asal-
usul dan menempati wilayah adat secara turun-temurun. Masyarakat Adat memiliki kedaulatan
atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial-budaya yang diatur oleh hukum adat, dan
lembaga adat yang mempertahankan keberlanjutan kehidupan Masyarakat Adat sebagai
komunitas adat.

Terdapat empat warisan leluhur atau asal-usul sebagai pembeda antara Masyarakat Adat dan
kelompok masyarakat lainnya. Unsur-unsur tersebut, antara lain identitas budaya yang sama,
mencakup bahasa, spiritualitas, nilai-nilai, serta sikap dan perilaku yang membedakan
kelompok sosial yang satu dengan yang lain; sistem nilai dan pengetahuan, mencakup
pengetahuan tradisional yang dapat berupa pengobatan tradisional, perladangan tradisional,
permainan tradisional, sekolah adat, dan pengetahuan tradisional maupun inovasi lainnya;
wilayah adat (ruang hidup), meliputi tanah, hutan, laut, dan sumber daya alam (SDA) lainnya
yang bukan semata-mata dilihat sebagai barang produksi (ekonomi), tetapi juga menyangkut
sistem religi dan sosial-budaya; serta hukum adat dan kelembagaan adat aturan-aturan dan
tata kepengurusan hidup bersama untuk mengatur dan mengurus diri sendiri sebagai suatu
kelompok sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
Sementara itu, mengacu pada Deklarasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak-hak
Masyarakat Adat atau Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP), karakteristik
penanda Masyarakat Adat, antara lain identifikasi diri (self-identification); keberlanjutan sejarah
(sebelum diinvasi oleh kekuatan penjajah atau kolonial); penduduk asal (sejarah); hubungan
spiritual dengan tanah dan wilayah adat; identitas yang khas (bahasa, budaya, kepercayaan);
serta sistem sosial politik dan ekonomi yang khas.

Secara internasional, sebelum lahirnya UNDRIP, Konvensi ILO No. 169 atau Konvensi
Masyarakat Adat 1989 menjadi instrumen internasional pertama yang mengakui Masyarakat
Adat. Konvensi tentang Masyarakat Adat yang ditetapkan oleh negara-negara anggota
Organisasi Perburuhan Internasional pada 1989 itu, bertujuan untuk merevisi Konvensi ILO No.
107 (Konvensi Masyarakat Adat 1957). Prinsip utama konvensi tersebut adalah perlindungan
terhadap Masyarakat Adat atas kebudayaan, gaya hidup, tradisi, dan kebiasaan.

Selain itu, hak asal-usul merupakan pula faktor yang secara tegas membedakan Masyarakat
Adat dengan kerajaan atau kesultanan. Kerajaan atau kesultanan merupakan konsep negara
lama. Sehingga, Masyarakat Adat tidak sama dengan kerajaan atau kesultanan.

Sejak awal, Indonesia telah mengakui keberadaan Masyarakat Adat lewat Undang-Undang
Dasar (UUD) 1945. Ppengakuan dan penghormatan terhadap Masyarakat Adat, tercantum di
dalam Pasal 18B ayat (2) dan Pasal 28I ayat (3).

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak
tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.” UUD 1945 Pasal 18B
ayat (2)

“Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan
zaman dan peradaban.” UUD 1945 Pasal 28I ayat (3)

Anda mungkin juga menyukai