Anda di halaman 1dari 14

TEORI IDENTITAS MASYARAKAT

MULTIKULTURAL

Oleh :
Irgi Alfahrezi Mokoginta
NIM : 1923090

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM


NEGERI MANADO

2020
TEORI IDENTITAS MASYARAKAT MULTIKULTURAL

Abstrak:
Manusia sebagai makhluk yang sangat mulia telah dianugerahi sebagai penghuni
bumi dan dinobatkan sebagai khalifah (pemimpin). Peran manusia sebagai
pemimpin telah memberikan kebebasan kepada manusia untuk melakukan
berbagai kreatifitas dan inovasi yang membawa kemaslahatan kepada manusia
lainnya yang hidup bergandengan dengan dirinya sendiri. Salah satu karya terbaik
manusia adalah kebebasan manusia dalam melahirkan berbagai budaya sesuai
dengan kondisi kehidupan mereka masing-masing. Kebebasan ini telah membawa
dampak terhadap banyaknya lahir budaya-budaya yang telah dibangun oleh
manusia, sehingga sering terjadi pertemuan dua atau lebih budaya yang saling
berbeda. Perbedaan budaya dalam kehidupan manusia disebut dengan
multicultural. Tulisan ini akan memberikan pemahanan lebih lanjut tentang
kehidupan manusia sebagai penghuni bumi serta sikap yang harus ditampilkan
dalam berkehidupan dengan manusia lain yang berasal dari keragaman budaya.
Kata kunci: Multikultural, Kehidupan Manusia

Abstract:
Humans as very noble beings have been awarded as inhabitants of the earth and
crowned as caliphs (leaders). The role of humans as leaders has given freedom to
humans to carry out various creations and innovations that bring benefit to other
humans who live hand in hand with themselves. One of the best works of man is
human freedom in giving birth to various cultures according to their respective
living conditions. This freedom has had an impact on the birth of many cultures
that have been built by humans, so that there are often meetings of two or more
different cultures. Cultural differences in human life are called multicultural. This
paper will provide further understanding of human life as an inhabitant of the
earth and the attitude that must be displayed in living with other humans
originating from cultural diversity.
Key Word: Multicultural, Human Life
A. Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa manusia
untuk selalu mengikuti setiap perkembangan yang terjadi. Hal ini merupakan
sebuah keniscayaan yang patut dijadikan sebagai acuan dalam menjalani
kehidupan sebagai warga dunia. Sistem kehidupan manusia saat ini telah
memberikan banyak perubahan-perubahan yang jauh berbeda dengan masyakat-
masyarakat sebelumnya.
Hal ini sesuai dengan pernyataan yang disampaikan oleh Zainuddin Maliki
perubahan sosial yang terjadi ditengah-tengah masyarakat diakibatkan oleh
terjadinya ledakan ilmu pengetahuan1. Ilmu pengetahuan telah banyak
memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan kehidupan manusia dan
tidak sedikit pula sebagian dari mereka yang memanfaatkan hasil ilmu
pengetahuan untuk melakukan kejahatan yang dapat merubah dan bahkan sampai
merusak pola kehidupan manusia.
Ilmu pengetahuan, transformasi, komunikasi dan informasi telah membawa
manusia untuk lebih mudah mengenal, mencari informasi, melihat kondisi bagian-
bagian tertentu dari dunia ini, sehingga membuat manusia lebih mudah dalam
mencari kehidupan yang lebih baik. Dengan begitu, tidak menutup kemungkinan
bahwa manusia memiliki kecenderungan untuk hidup bergabung dengan manusia
lainnya dalam satu tempat yang mereka anggap dapat bertahan hidup pada daerah
tersebut.
Kesempatan untuk dapat hidup pada satu tempat dengan manusia lainnya
yang datang dan berkumpul dari berbagai daerah telah memberikan warna
tersendiri dan menjadi ciri khas sebuah daerah. Warna dan ciri khas ini, sedikit
atau banyaknya akan dipengaruhi oleh keragaman individu yang datang, sehingga
berbagai peluang yang mengancam atau memberikan kenyamanan dalam
menjalani kehidupan bisa saja terjadi.
Keragaman manusia yang ada pada sebuah daerah, sebaiknya tidak
dijadikan sebagai peluang untuk dibeda-bedakan dan saling mengucilkan antara
kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas, berkulit putih dengan hitam,
yang kaya dengan miskin, yang cerdas dengan bodoh dan lain sebagainya. Tetapi
dapat dijadikan sebagai alasan untuk mempersatukan dan saling memperkuat
antara yang satu dengan lainnya.
Perkumpulan beberapa orang manusia dalam sebuah daerah akan
membentuk kelompok yang sering dikenal dengan masyarakat. Masyarakat
merupakan sekumpulan manusia yang memiliki tujuan hidup yang sama. Sebagai
makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup secara sendiri-sendiri dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Untuk itu, manusia selalu memiliki
kecenderungan untuk menjadikan dirinya sebagai sebuah anggota dalam
kelompok masyarakat.
Setiap individu yang masuk dalam sebuah komunitas masyarakat, selalu
datang dengan membawa kepribadiannya masing-masing, termasuk didalamnya
budaya-budaya yang dianutnya sebelum menjadi anggota masyarakat atau yang
telah dibawanya sejak kecil, sehingga individu yang berkumpul dalam satu
masyarakat yang luas dan banyak, sering tergabung dan saling berbaur satu dan
lainnya dengan membawa budayanya masing-masing.
Hal ini tidak dapat dihindari, karena setiap individu memiliki hak untuk
bergabung dalam sebuah komunitas masyarakat yang diminatinya. Untuk itu,
dalam tulisan ini akan mengkaji tentang keberagaman budaya yang dianut oleh
individu dalam sebuah komunitas budaya sehingga mereka dapat memenuhi
kebutuhan tiap-tiap anggota masyarakat dan dapat hidup secara berdampingan dan
penuh dengan rasa keharmonisan.
B. Pembahasan
1. Masyarakat
Istilah masyarakat sudah tidak asing lagi terdengar oleh kita. Dalam
setiap daerah memiliki anggota masyarakat masing-masing dan menganut
sebuah budaya yang dibangun oleh masyarakat itu sendiri sebagai acuan
nilai, norma, identitas bagi individu-individu yang tergabung dalam
kelompok masyarakat tersebut.
Secara lebih rinci Maclver menjelaskan bahwa masyarakat adalah
suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, wewenang dan kerja sama antara
berbagai kelompok dan penggolongan dan pengawasan tingkah laku serta
kebebasan-kebebasan manusia secara keseluruhan dan selalu berubah2.
Selanjutnya ditambahkan oleh Auguste Comte bahwa masyarakat
adalah suatu keseluruhan organik, keseluruhan yang pada dasarnya selalu
terdiri dari bagian-bagian yang saling tergantung. Manurut Auguste
masyarakat bersifat dinamis dan selalu berkembang. Perkembangan yang
terjadi pada masyarakat selalu berubah setiap saat sehingga perubahan ini
akan terus berlangsung seiring dengan berjalannya waktu.
Lebih lanjut ditambahkan oleh Hasan Shadily bahwa masyarakat
adalah golongan besar atau kecil yang terkumpul dari beberapa manusia,
dengan atau karena sendirinya, saling bertalian secara golongan dan
mempunyai pengaruh kebatinan antara mansuia yang satu dengan manusia
lainnya3.
Menurut Soerjono Soekanto (2013:22) bahwa ciri-ciri masyarakat
adalah sebagai berikut4:
1. Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang hidup
bersama. Tingkatan hidup bersama ini bisa dimulai dari dua
kelompok.
2. Hidup bersama untuk waktu yang cukup lama. Dalam hidup
bersama ini, akan terjadi interaksi antara manusia-manusia yang
ada dalam kelompok masyarakat. Interakasi ini akan berlangsung
secara terus menerus tanpa henti dan akan melahirkan sistem
interaksi yang akan tampak dalam peraturan-peraturan yang akan
mengatur hubungan antar manusia.
3. Mereka sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan yang
saling melengkapi dan saling membutuhkan satu dengan yang
lainnya.
4. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama, sistem kehidupan
bersama menimbulkan kebudayaan karena setiap anggota
kelompok merasa dirinya terkait satu dengan lainya.

Berdasarkan pendapat di atas, maka penulis menambahkan bahwa


salah satu ciri khas dari masyarakat adalah komunitas manusia yang
tinggal secara bersama-sama dan memiliki saling keterkaitan satu sama
lain dan tinggal dalam sebuah daerah yang sama, sehingga dengan
sendirinya mereka akan menciptakan sebuah kebudayaan-kebudayaan
yang khas sehingga memiliki perbedaan dengan masyarakat lainnya.
Masyarakat tercipta dari perkumpulan individu yang memiliki
komitemen yang kuat untuk hidup bersama secara berdampingan. Dalam
hal ini Abu Ahmadi memberikan pendapat bahwa agar sekelompok
individu dapat dikatakan sebagai masyarakat, maka ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi, diantaranya5:
1. Harus ada sekumpulan individu dalam volume yang cukup
banyak sehingga kelihatan sebagai sebuah perkumpulan yang
besar.
2. Telah memiliki tempat tinggal pada sebuah daerah tertentu dan
dalam waktu yang cukup lama.
3. Adanya aturan-aturan atau udang-undang yang berlaku dan
mengatur sistem kehidupan mereka untuk kepentingan dan tujuan
bersama.
Lebih lanjut ditambahkan oleh Nurani Soyomukti bahwa masyarakat
merupakan perkumpulan dari setiap individu yang memiliki komitmen
untuk bersatu6. Untuk itu, agar individu dapat dikatakan sebagai anggota
dari sebuah masyarakat dan diakui oleh anggota masyarakat lainnya, maka
individu tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Setiap anggota harus sadar bahwa individu merupakan bagian dari
masyarakat tempat individu tersebut hidup.
2. Adanya hubungan timbal balik antara anggota-anggota
masyarakat dan saling memenuhi satu dengan lainnya.
3. Ada sebuah tujuan atau identitas yang dimiliki secara bersama-
sama, seperti nasib yang sama, kepentingan yang sama, tujuan
yang sama dan ideologi yang sama.

Individu memiliki kecenderungan yang sangat kuat untuk masuk


kedalam sebuah komunitas masyarakat. Hal ini diakibatkan karena
individu tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara
sendiri-sendiri. Manurut Abdullasyani bahwasanya ada tiga alasan bagi
individu untuk menjadikan dirinya sebagai anggota dan bagian dari
masyarakat, diantaranya7:
1. Individu ingin memiliki status yang relatif dominan terhadap
masyarakat
2. Masyarakat ingin memiliki status yang relatif dominan terhadap
individunya
3. Individu dan masyarakat saling tergantung
2. Multikultural
Multikultural merupakan pembahasan yang cukup lama dikaji dalam
bidang ilmu sosial. Menurut Azyumardi Azra menjelaskan bahwa
multikultural pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat
diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan
tentang penerimaan terhadap realitas keagamaan, pluralitas, dan
multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat8.
Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang
kemudian diwujudkan dalam kesadaran politik.
Lebih lanjut ditambahkan oleh A. Rifai Harahap bahwa
multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan,
penyikapan dan tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk
dari segi etnis, budaya, agama dan sebagainya, namun mempunyai cita-
cita untuk mengembangkan semangat kebangsaan yang sama dan
mempunyai kebanggan untuk mempertahankan kemajemukan tersebut.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, maka dapat difahami bahwa
multikultural adalah keberagaman budaya yang ada dalam sebuah
komunitas masyarakat, dan diharapkan dengan keberagaman ini akan

menjadikan sebuah kekompakan dalam masyarakat dan menghindari


perpecahan dan pertikaian antar individu atau kelompok yang ada dalam
masyarakat tersebut.
Hal ini dipertegas oleh Bikku Parekh yang mengategorikan konsep
multikulturalisme kedalam tiga bagian pokok9:
1. Perbedaan subkultur (subculture divesity), yaitu individu atau
sekompok masyarakat yang hidup dengan cara pandang dan
kebiasaan yang berbeda dengan komunitas besar dengan sistem
nilai atau budaya pada umumnya yang berlaku.
2. Perbedaan dalam perspektif (perspectival diversity) yaitu individu
atau kelompok dengan perspektif kritis terhadap mainstream nilai
atau budaya mapan yang dianut oleh mayoritas masyarakat di
sekitarnya.
3. Perbedaan komunalitas (communal diversity), yakni individu atau
kelompok yang hidup dengan gaya hidup yang genuine sesuai
dengan identitas komunal mereka (indigeneous people way of
life).
Multikulturalisme merupakan budaya yang lebih dari dua dan
berkembang ditengah-tengah masyarakat. Dalam hal ini Koentjaraningrat
menjelaskan bahwa ada tiga bentuk dari kebudayaan, diantaranya adalah
sebagai berikut10:
1. Wujud ide, yang sifatnya abstrak dan tidak dapat diraba, tetapi
memiliki lokasi didalam kepala tiap-tiap individu. Wujud ide ini
baru tampak apabila dihasilkan dalam bentuk karya-karya yang
jelas.
2. Kelakukan berpola dari manusia untuk masyarakat, yaitu aktifitas
yang dilakukan untuk kepentingan masyarakat.
3. Hasil karya manusia yaitu sebuah wujud atau sifat yang paling
konkrit.

Ketiga wujud kebudayaan ini, apabila dirinci secara khusus kedalam


unsur-unsurnya, maka dapat dibedakan menjadi:
1. Sistem religi dan upacara keagamaan
2. Sistem dan organisasi kemasyarakatan
3. Sistem pengetahuan
4. Bahasa
5. Kesenian
6. Sistem mata pencaharian hidup
7. Sistem tekhnologi dan peralatan.
Multikultural yang terjadi dalam kehidupan manusia, ternyata tidak
hanya terjadi dalam ruag lingkup budaya, jauh dari itu Zakki Mubarok
menambahkan bahwa seorang tokoh bernama Parekh membedakan lima
macam multikulturalisme, yaitu11:
1. Multikulturalisme isolasionis, mengacu pada masyarakat dimana
berbagai kelompok kultural menjalankan hidup secara otonom
dan terlibat dalam interaksi yang hanya minimal satu sama lain.
2. Multikulturalisme akomodatif, yaitu masyarakat yang memiliki
kultur dominan yang membuat penyesuaian dan akomodasi-
akomodasi tertentu bagi kebutuhan kultur kaum minoritas.
Masyarakat ini merumuskan dan menerapkan undang-undang,
hukum, dan ketentuan-ketentuan yang sensitif secara kultural, dan
memberikan kebebasan kepada kaum minoritas untuk
mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan meraka.
Begitupun sebaliknya, kaum minoritas tidak menantang kultur
dominan. Multikulturalisme ini diterapkan di beberapa negara
Eropa.
3. Multikulturalisme otonomis, masyarakat plural dimana
kelompok-kelompok kutural utama berusaha mewujudkan
kesetaraan (equality) dengan budaya dominan dan menginginkan

kehidupan otonom dalam kerangka politik yang secara kolektif


bisa diterima. Perhatian pokok-pokok kultural ini adalah untuk
mempertahankan cara hidup mereka, yang memiliki hak yang
sama dengan kelompok dominan; mereka menantang kelompok
dominan dan berusaha menciptakan suatu masyarakat dimana
semua kelompok bisa eksis sebagai mitra sejajar.
4. Multikulturalisme kritikal atau interaktif, yakni masyarakat plural
dimana kelompok-kelompok kultural tidak terlalu terfokus
(concern) dengan kehidupan kultural otonom; tetapi lebih
membentuk penciptaan kolektif yang mencerminkan dan
menegaskan perspektif-perspektif distingtif mereka.
Multikulturalisme kosmopolitan, berusaha menghapus batas-batas
kultural sama sekali untuk menciptakan sebuah masyarakat di mana setiap
individu tidak lagi terikat kepada budaya tertentu dan, sebaliknya, secara
bebas terlibat dalam percobaan-percobaan interkultural dan sekaligus
mengembangkan kehidupan kultural masing-masing.

3. pengelolaan identitas melalui cultural


identity theory

Salah satu teori yang berkaitan dengan persoalan negoisasi atau pengeloaan
identitas dalam rangka mewujudkan komunikasi antar budaya yang mindfull adalah
hasil pemikiran dari Collier & Thomas, yaitu cultural identity theory (Gudykunst,
2002:294). Collier & Thomas mennyajikan sebuah teori interpretif tentang
bagaimana identitas kultural dikelola dalam interaksi antarbudaya.
Teori ini dinyatakan dalam 6 asumsi, 5 aksioma, dan 1 teorema. Asumsi-
asumsi yang mendasari teori identitas cultural adalah:
(1) individu-individu menegoisasikan iden- titas dalam suatu wacana.
(2) Komunikasi antarbudaya terjadi melalui asumsi diskursif dan pengakuan
terhadap identitas cultural yang berbeda
(3) Kompetensi komunikasi antar budaya mencakup pengelolaan makna secara
koheren dan keterkaitan dalam mengikuti aturan dan hasil yang positif
(4) Kompetensi komunikasi antar budaya mencakup negoisasi makna bersama,
aturan-aturan, dan hasil- hasil positif.
(5) Kompetensi komunikasi antarbudaya mencakup pengesahan identitas cultural.
(6) Identitas cultural berubah sebagai se- buah fungsi ruang lingkup (bagaimana
identitas pada umumnya), salience (bagaimana pentingnya identitas), dan
intensitas (bagaimana kuatnya identitas dikomunikasikan kepada orang lain)
Berdasarkan 6 asumsi di atas, Collier& Thomas kemudian mengembangkan 5
aksioma, yaitu:
(1) semakin berbeda norma dan makna dalam suatu wacana, maka kontak
antarbudaya akan semakin sering
(2) Jika individu-individu memiliki kompe- tensi komunikasi antar budaya, maka
mereka akan semakin baik dalam mengembangkan dan memelihara relasi
antarbudaya.
(3) Semakin berbeda identitas cultural dalam suatu wacana, maka kontak
antarbudaya akan semakin sering
(4) Jika asal identitas cultural seseorang sesuai dengan pengakuan identitas cultural
yang diberikan orang lain, maka akan semakin tercipta kompetensi antarbudaya
(5) Referensi-referensi linguistic terhadap indentitas cultural secara sistematis
berubah bersama-sama dengan factor sosio- kontekstual seperti partisipan, tipe-
tipe peristiwa, dan topic.
Akhirnya, teorema yang diajukan oleh Collier & Thomas adalah
bahwa jika identitas cultural diakui, maka identitas kultural tersebut
menjadi penting bagi identitas-identitas
4. Masyarakat Multikultural
Multikultural berasal dari bahasa Inggris, yaitu multicultural, apabila
dikaitkan dengan masyarakat maka arti adalah suatu masyarakat yang
terdiri dari banyak kebudayaan. Di dalam masyarakat multikultural ada
bermacam-macam kebudayaan yang hidup bersama dan saling
berdampingan sertasalingberinteraksi dalam suatu masyarakat. Dengan
adanya keanekaragaman kebudayaan tersebut diperlukan adanya sikap
saling menghormati, saling menyesuaikan diri antara unsur-unsur
kebudayaan yang satu dan unsur-unsur kebudayaan yang lain dengan tetap
berpegang kepada nilai, norma dam kepribadian bangsa sehingga
kehidupan masyarakat akan tetap seimbang, tentram, dan damai.
Masyarakat multikultural merupakan sebuah komunitas masyarakat
yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda-beda antara satu
dengan lainnya yang digabung menjadi satu dan saling menganut
budayanya masing-masing. Menurut J. S. Furnivall Masyarakat multikultural
adalah masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih komunitas (kelompok)
yang secara kultural dan ekonomi terpisah-pisah serta memiliki struktur
kelembagaan yang berbeda-beda satu sama lainnya.
Lebih lanjut ditambahkan oleh Parekh dalam Azyumardi Azra,
masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari
beberapa macam kumunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan
sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk
organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan (“A Multicultural society,
then is one that includes several cultural communities with their
overlapping but none the less distinc conception of the world, system of
meaning, values, forms of social organizations, historis, customs and
practices”.
Agar lebih jelas Pierre L. Van Den Berghe menjelaskan ciri-ciri
masyarakat multikultural diantaranya adalah:
1. Terjadi segmentasi ke dalam bentuk-bentuk kelompok subkebudayaan
yang berbeda satu dengan yang lain.
2. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-
lembaga yang bersifat nonkomplementer.
3. Kurang mengembangkan konsensus diantara para anggota-anggotanya
terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.
4. Secara relatif seringkali mengalami konflik diantara kelompok
yang satu dengan kelompok yang lain.
5. Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion)
dan saling ketergantungan dalam bidang ekonomi.
6. Adanya dominasi politik suatu kelompok terhadap kelompok lain.
Lebih lanjut dijelakan oleh Clliford Geertz bahwa masyarakat
multikultural dengan masyarakat pluralistik dengan ditandai adanya
ikatan-ikatan primordial yang diartikan dengan budaya pencitraan atau penandaan
yang diberikan (given). Setiap individu atau kelompok memiliki karakter
yang berbeda dengan individu atau kelompok lain.
Multikultural budaya yang ada ditengah-tengah masyarakat tersebut,
pastilah akan menciptakan sebuah interaksi, baik langsung maupun tidak
langsung antara unsur-unsur kebudayaan yang satu dengan unsur-unsur
kebudayaan yang lain; interaksi dari masing-masing budaya itu saling membawa
pengaruh, secara sadar dan tidak sadar ternyata akan menyebabkan perubahan-
perubahan. Jadi di dalam masyarakat multikultural ada tiga kemungkinan
terjadinya interaksi dari unsur-unsur kebudayaan, yaitu:
1. Hubungan antara unsur-unsur budaya daerah
2. Hubungan antara unsur-unsur budaya daerah dengan unsur budaya luar
3. Hubungan antara unsur-unsur budaya nasional dengan unsur budaya luar.
Dengan adanya perubahan-perubahan ini, maka tidak menutup
kemungkinan akan menimbulkan berbagai konflik dan permasalahn yang terjadi
dalam masyarakat dan tidak dapat dihindari. dalam hal ini Cogan, memberikan
sebuah pendapat untuk mewujudkan dan mengembangkan masyarakat
multikultural, menurut pandangan, ada beberapa karakteristik yang harus dimiliki
oleh warga masyarakat, di antaranya sebagai berikut12:

1. The ability to look at and approach problems as a member of a global


society (kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga
masyarakat global).
2. The ability to work with others in a cooperative way and to take
responsibility for one’s roles/duties within society (kemampuan bekerja
sama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas peran atau
kewajibannya dalam masyarakat)
3. The ability to understand, accept, appreciate and tolerate cultural
differences (kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati
perbedaan-perbedaan budaya)
4. The capacity to think in critical and systemic way (kemampuan berpikir
kritis dan sistematis)

5. The willingness to resolve conflict and in a non-violent manner


(kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan)
6. The willingness to change one’s lifestyle and consumption habits to
protect the envirinment (kemampuan mengubah gaya hidup dan pola
makanan pokok yang sudah biasa guna melindungi lingkungan).
7. The ability to be sensitive toward and to defend human right e.g, rights
of women, ethnic minorities, etc. (memiliki kepekaan untuk
mempertahankan hak asasi manusia, seperti hak kaum wanita, dan
minoritas etnis).
8. The willingness and ability to participate in politics at local, national
and international levels (kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam
kehidupan politik pada tingkatan pemerintah lokal, nasional, dan
internasional).

C. Kesimpulan
Manusia sebagai salah satu pencipta tatanan kehidupan sosial dan budaya dalam
sebuah kelompok kehidupan, harus mampu dalam menjalani kehidupan dan bersanding
dengan manusia lainnya yang berbeda budaya dengan dirinya sendiri. Keragaman budaya
harus dipandang sebagai kekayaan yang sangat berharga, tidak dipandang sebagai
perbedaan yang harus diperselisihkan. Disamping itu, perbedaan ini dapat dijadikan
sebagai bahan atau materi untuk saling mempelajari budaya yang satu dengan lainnya.
Keragaman budaya yang diramu menjadi istilah multikultural adalah bentuk optimalisasi
kemampuan manusia sebagai makhluk yang kreatif dan inovatif.
Referensi
Abdulsyani. 2002. Sosiologi Skematik Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara. Abu

Ahmadi. 2009. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.

Azra, Azyumardi, 2007. “Identitas dan Krisis Budaya, Membangun


MultikulturalismeIndonesia”,http://www.kongresbud.budpar.go.id/58%20ay
yumardi%20azra.htm.

Bhikhu Parekh. 2000. Rethingking Multiculturalism: Cultural Diversity and Political


Theory. Cambridge: Harvard University Press.

Cogan, Jhon, J & Ray Dericott. 1998. Citizenship Educational For The 21st Century:
Setting The Contexs. London: Kogan Page.

Geertz, Hildred. 1981. Aneka Budaya dan Komunitas di Indonesia (terj.). Jakarta:
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial & FS UI.

Keesing, Roger M. 1992. Antropologi Budaya,Suatu Perspektif Kontemporer


(terj.). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Mutakin,Awan-

Pasya G Kamil. 2000. Masyarakat Indonesia dalam Dinamika.


Bandung: Buana Nusa.

Nurani Soyomukti. 2010. Pengantar Sosiologi. Yogyakarta: Ar-ruzz Media. Zainuddin

Maliki. 2008. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Gajah Mada Press. Zakki Mubarak,

dkk. 2008. Buku Ajar II Mata Kuliah Pengembangan


Kepribadian terintegrasi (MPKT) cet. Kedua.: Manusia, Akhlak, Budi
Pekerti dan Masyarakat . Depok: Penerbit FE UI.

Anda mungkin juga menyukai