Anda di halaman 1dari 4

No.

Jawaban
1 a. Adat atau kebiasaan dapat diartikan sebagai berikut:
“Tingkah laku seseorang yang terus menerus dilakukan dengan cara tertentu dan
diikuti oleh masyarakat luar dalam waktu yang lama”.
Hukum adat atau hukum kebiasaan adalah serangkaian aturan yang mengikat
pada suatu masyarakat yang tidak tertulis dan bersumber dari kebiasaan yang
tumbuh dan berkembang pada suatu masyarakat tertentu yang kemudian diterima
menjadi hukum secara turun temurun.
Hukum adat sering pula disebut sebagai hukum yang hidup dalam masyarakat
(living law).
Istilah “Hukum Adat” dikemukakan pertama kalinya oleh Prof.Dr. Cristian
Snouck Hurgronye dalam bukunya yang berjudul “De Acheers” (orang-orang
Aceh), yang kemudian diikuti oleh Prof.Mr.Cornelis van Vollen Hoven dalam
bukunya yang berjudul “Het Adat Recht van Nederland Indie”.

b. Unsur-unsur dari Hukum Adat sebagai berikut:


 Adanya tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat
 Tingkah laku tersebut teratur dan sistematis
 Tingkah laku tersebut mempunyai nilai sakral
 Adanya keputusan kepala adat
 Adanya sanksi/akibat hukum
 Tidak tertulis
 Ditaati dalam masyarakat.

c. MR. L.W.C. Van Den Berg berpandangan bahwa hukum adat adalah
hukum agama yang dianut suku bangsa yang bersangkutan sebagaimana yang
dikemukakan oleh teorinya yang terkenal RECEPTIO IN COMPLEXU yang
isinya antara lain sebagai berikut:
 Selama bukan sebaliknya dapat dibuktikan menurut ajaran ini, hukum bagi
pribumi ikut agama karena jika memeluk agama harus juga mengikuti
hukum-hukum agama itu dengan setia.
 Hukum agama adalah sesuatu hukum yang bulat dan utuh.

d. Karena hukum adat berkembang mengikuti perkembangan masyarakat dan tradisi


rakyat yang ada. Dalam perkembangannya, praktek yang terjadi dalam masyarakat
keberadaan hukum adat sering menimbulkan pertanyaan-pertanyaan apakah aturan
hukum adat ini tetap dapat digunakan untuk mengatur kegiatan sehari-hari
masyarakat dan menyelesaikan suatu permasalahan-permasalahan yang timbul di
masyarakat hukum adat. Sementara itu negara kita juga mempunyai aturan hukum
yang dibuat oleh badan atau lembaga pembuat undang-undang dan peraturan
perundang-undangan lainnya. Antara hukum adat dengan hukum negara
mempunyai daya pengikat yang berbeda secara konstitusional bersifat sama tetapi
terdapat perbedaan pada bentuk dan aspeknya. Dapat disimpulkan hukum adat
adalah suatu norma atau peraturan tidak tertulis yang dibuat untuk mengatur
tingkah laku masyarakat dan memiliki sanksi.
Keberadaan hukum adat ini secara resmi telah diakui oleh negara keberadaannya
tetapi penggunaannyapun terbatas. Merujuk pada pasal 18B ayat (2) UUD 1945
dimana menyebutkan”Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam undang-undang” yang berarti bahwa negara
mengakui keberadaan hukum adat serta konstitusional haknya dalam system
hukum Indonesia. Disamping itu juga diatur dalam Pasal 3 UUPA “Pelaksanaan
hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat,
sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga
sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan
bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-
peraturan lain yang lebih tinggi”.
2 a. Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang teratur, menetap di
suatu daerah tertentu, mempunyai kekuasaan sendiri, dan mempunyai kekayaan
sendiri baik berupa benda yang terlihat maupun yang tidak terlihat, dimana para
anggota kesatuan masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai
hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak seorang pun diantara para anggota
itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk membubarkan ikatan yang telah
tumbuh itu atau meninggalkan dalam arti melepaskan diri dari ikatan itu untuk
selama-lamanya (Husen Alting,2010:30).

b. Masyarakat Hukum Genealogis


Masyarakat hukum genealogis adalah bentuk kelompok masyarakat yang para
anggotanya terikat oleh garis keturunan yang sama dari satu leluhur baik secara
langsung karena hubungan darah atau pertalian karena perkawinan. Pertalian
karena genealogis ini, dibedakan atas 3 (tiga) pertalian keturunan, yaitu:
 Patrilineal, yaitu masyarakat hukum menurut garis keturunan laki-laki, di
mana susunan pertalian masyarakat tersebut ditarik menurut garis
keturunan bapak. Bentuk masyarakat ini terdapat pada masyarakat suku
Batak, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian.
 Matrilineal, yaitu masyarakat hukum menurut garis perempuan,
masyarakat yang tersusun berdasarkan garis keturunan ibu. Bentuk
masyarakat seperti ini, terdapat pada masyarakat Minangkabau,
masyarakat Kerinci, Semendo di Sumatera Selatan dan beberapa suku di
Timor.
 Bilateral/Parental, yaitu masyarakat yang tersusun menurut garis keturunan
orang tua, yaitu bapak dan ibu secara bersama-sama. Disebut bilateral
karena terdiri dari keturunan ibu dan bapak. Bentuk masyarakat seperti ini,
terdapat pada suku Bugis dan umumnya masyarakat di Sulawesi, Dayak,
dan Jawa.
3 a. Matrilineal, yaitu masyarakat hukum menurut garis perempuan, masyarakat yang
tersusun berdasarkan garis keturunan ibu.

b. Bentuk perkawinan semendo, yaitu pada hakikatnya bersifat matrilocal dan


exogami, bahasa awamnya adalah dimana pihak perempuan melamar pihak laki
laki untuk dijadikan suami dan memberikan sejumlah uang sebagai uang beli.
Perkawinan seperti ini biasanya hanya dijumpai pada keadaan darurat dimana
pihak perempuan sulit mendapatkan jodoh.

c. Masyarakat Bilateral Jawa


Masyarakat jawa yang menganut sistem garis keturunan ibu dan bapak adalah
berdasarkan keluarga/ezin, yaitu suatu unit terkecil yang dalam keseluruhannya
merupakan sebuah desa. Adapun sistem perkawinannya disebut kawin bebas
artinya orang boleh kawin dengan siapa saja sepanjang hal itu diizinkan sesuai
dengan kesusialaan setempat disepanjang peraturan yang digariskan oleh agama.
4 a. Sistem kewarisan yang di pakai oleh adat Minangkabau adalah sistem kewarisan
Kolektif – Matrilinial, yang artinya harta pusaka peninggalan para pewaris tidak
dapat dibagi-bagikan, yang dapat dibagikan hanyalah hak penggunaannya kepada
para ahli waris yang berhak yaitu ahli waris yang ditentukan berdasarkan sistem
Matrilinial adalah pihak perempuan.

b. Kedudukan janda dalam hukum waris adat dengan sistem patrilinial seperti
didaerah Batak, Lampung dan Bali hanya mengenal bahwa anak laki-laki atau
keturunan laki-laki yang berhak menjadi ahli waris, sehingga janda bukan
merupakan ahli waris dari almarhum suaminya, namun janda merupakan
penghubung atau jembatan pewarisan dari bapak kepada anak-anaknya yang laki-
laki. Pada masyarakat matrilineal yang sistem pewarisannya ditarik dari garis
perempuan atau ibu, seperti pada masyarakat Minangkabau, seorang duda tidak
mewaris harta peninggalan dari almarhumah istrinya.

c. Hak ulayat masyarakat adat sebagai salah satu bentuk atau cara pemilikan tanah
oleh lembaga hukum ada yang banyak terdapat dalam wilayah nusantara, bahkan
merupakan jumlah terbanyak dari luas wilayah pertanahan di Indonesia. Tanah
ulayat masyarakat adat merupakan bentuk wilayah hukum masyarakat adat yang
kepemilikannya dikuasai secara kemunal oleh sekelompok suku-suku yang
mendiami wilayah tertentu dengan dipimpin oleh seorang tokoh adat atau tuaka.

Anda mungkin juga menyukai