Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TENTANG

HAK UNIVERSAL DI DALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT

DOSEN PEMBIMBING
Dr. MASKAWATI UMAR, S.H.,M.H

DISUSUN
OLEH

KELOMPOK VI

1. Abidzar Al Ghifari
2. Aprianda
3. Muh. Ryan Anugrah
4. Nurhidayah Ramadani
5. Sitti Zulqaiddah Au
6. Sri Rahayu
7. Nurul Armelia

INSTITUT ILMU HUKUM DAN EKONOMI


LAMADDUKELLENG
2022
KATA PENGANTAR

Atas berkat rahmat Allah SWT karena atas izinnya saya masih diberikan

kesempatan untuk menyusun makalah ini sebagai tambahan ilmu, tugas, dan

pedoman. Saya menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan

walaupun kita menginginkan kesempurnaan.

Dalam penyusunan makalah ini saya mengumpulkan dari berbagai sumber

terutama dari internet yang memudahkan saya dalam menyelesaikan tugas ini.

Dalam hal pembangunan dan penyempurnaan makalah ini saya mengharapkan

kritikan, masukan dan saran dari berbagai kalangan untuk membangun

penyempurnaan makalah ini.


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................i

KATA PENGANTAR .......................................................................................ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ........................................................................... 1


B. RUMUSAN MASALAH ....................................................................... 2
C. TUJUAN PENULISAN......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MASYARAKAT HUKUM ADAT ........................... 3


B. HAK UNIVERSAL DI DALAM MASYARAKAT
HUKUM ADAT ..................................................................................... 4
C. PERLINDUNGAN HAK UNIVERSAL DI DALAM
MASYARAKAT HUKUM ADAT ...................................................... 7

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN ............................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Secara faktual setiap provinsi di Indonesia adalah kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat dengan karakteristiknya masing-masing yang telah ada
ratusan tahun yang lalu. Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat
yang teratur, yang bertingkah laku sebagai kesatuan, menetap di suatu daerah
tertentu, mempunyai penguasa-penguasa, memiliki hukum adat masing-masing
dan mempunyai kekayaan sendiri baik berupa benda yang berwujud ataupun
tidak berwujud serta menguasai sumber daya alam dalam jangkauannya.
Negara dituntut untuk bertanggungjawab dalam mengakui hak-hak yang
asasi tersebut. Pengakuan itu bersifat pembenaran atau penerimaan negara
terhadap hak-hak masyarakat adat yang melekat sebagai bagian dari
keberadaan masyarakat adat. Sementara pada hak hukum, negara dituntut
untuk melakukan pemberian agar hak tersebut dapat dinikmati oleh masyarakat
adat sebagai warga negara.
Hak masyarakat adat di Indonesia merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari konsepsi HAM sebagaimana diakui, dihormati, dan dilindungi
oleh negara dalam UUD 1945 dan beberapa peraturan perundang-undangan
lainnya, sehingga pemenuhan hak masyarakat adat semestinya dipenuhi oleh
negara sebagaimana halnya dalam konsepsi hak asasi manusia bahwa negara
bertanggungjawab atas terpenuhinya hak setiap individu di wilayahnya.
Beberapa hak yang melekat pada masyarakat hukum adat di Indonesia
sebagaimana diakui dan diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan
Indonesia adalah hak ulayat yang dimanifestasikan dalam hak untuk mengelola
hutan serta pengelolaan KSDH dan ekosistemnya. Hak-hak tersebut harus
diupayakan oleh Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang menjadi hak universal dalam masyarakat hukum adat?
2. Bagaimana perlindungan hak universal dalam masyarakat hukum adat?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui hak universal dalam masyarakat hukum adat.
2. Untuk mengetahui perlindungan hak universal dalam masyarakat hukum
adat.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Masyarakat Hukum Adat?

Konsep masyarakat hukum adat pertama kali diperkenalkan oleh


Cornelis Van Vollenhoven. Ter Haar sebagai murid dari Cornelius Van
Vollenhoven menjelaskan lebih mendalam tentang masyarakat hukum adat.
Ter Haar memberikan pengertian sebagai berikut, masyarakat hukum adat
adalah kelompok masyarakat yang teratur, menetap di suatu daerah tertentu,
mempunyai kekuasaan sendiri, dan mempunyai kekayaan sendiri baik berupa
benda yang terlihat maupun yang tidak terlihat, dimana para anggota kesatuan
masing-masing mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang
wajar menurut kodrat alam dan tidak seorang pun di antara para anggota itu
mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk membubarkan ikatan yang telah
tumbuh itu atau meninggalkan dalam arti melepaskan diri dari ikatan itu untuk
selama-lamanya.
Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia,
pengertian dan kriteria masyarakat adat masih tidak konsisten. Adapun
pengertian dan kriteria masyarakat hukum adat yang dapat ditemukan dari
beberapa undang-undang, seperti di bawah ini:

Berdasarkan UU kehutanan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Masyarakat hukum adat diakui keberadaannya, jika menurut


kenyataannya memenuhi unsur antara lain:
1. Masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban;
2. Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya;
3. Ada wilayah hukum adat yang jelas;
4. Ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat, yang masih
ditaat; dan
5. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya
untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup yang telah diubah dengan UU Hak Cipta.

Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun


temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada
asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta
adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan
hukum.

Berdasarkan RUU tentang Masyarakat adat:

Masyarakat Hukum Adat yang selanjutnya disebut Masyarakat Adat


adalah sekelompok orang yang hidup secara turun temurun di wilayah
geografis tertentu, memiliki asal usul leluhur dan/atau kesamaan tempat
tinggal, identitas budaya, hukum adat, hubungan yang kuat dengan tanah dan
lingkungan hidup, serta sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik,
sosial, budaya, dan hukum.
Berdasarkan RUU ini, negara mengakui masyarakat adat yang masih
hidup dan berkembang di masyarakat, pengakuan ini dilakukan terhadap
masyarakat adat yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Memiliki komunitas tertentu yang hidup berkelompok dalam suatu bentuk
paguyuban, memiliki keterikatan karena kesamaan keturunan dan/atau
teritorial;
2. Mendiami suatu wilayah adat dengan batas tertentu secara turun-temurun;
3. Mempunyai kearifan lokal dan identitas budaya yang sama;
4. Memiliki pranata atau perangkat hukum dan ditaati kelompoknya sebagai
pedoman dalam kehidupan masyarakat adat; dan/atau
5. Mempunyai kelembagaan adat yang diakui dan berfungsi.
B. Hak Universal dalam Masyarakat Hukum Adat
Hukum internasional memasukkan hak masyarakat adat (Indigenous
Peoples rights) bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Rumusan hak asasi
masyarakat adat telah tertuang dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa
(PBB) tentang Hak-hak Masyarakat Adat (Declaration on the rights of
Indigeneous Peoples (UNDRIP)).
Secara formal, UNDRIP ditetapkan oleh Majelis Umum PBB pada
tanggal 13 September 2007, di mana Indonesia adalah salah satu negara
anggota PBB yang senantiasa konsisten mendukung dan ikut menandatangani
UNDRIP tersebut.
UNDRIP adalah salah satu standar minimum internasional yang bisa
digunakan oleh negara untuk perlindungan, penghormatan dan pemenuhan
hak-hak masyarakat adat. Dari sisi muatan materinya, UNDRIP mempertegas
hak kolektif masyarakat adat, yang antara lain terdapat lima (5) hak masyarakat
adat yang penting, yakni; hak untuk menentukan nasib sendiri; Hak Atas
Tanah, Wilayah, dan Sumber Daya Alam; Hak Turut Serta (Partisipasi) dan
Hak Untuk Mendapat Informasi; Hak Budaya Masyarakat Adat; Hak Atas
Keadilan.
Tulisan ini sendiri ingin menjabarkan lima hak masyarakat adat tersebut
sebagai berikut;
a. Hak Untuk Menentukan Nasib Sendiri
Hak untuk menentukan nasib sendiri adalah hak untuk menentukan jalan
hidup masyarakat adat dalam prinsip-prinsip kebebasan dan kesetaraan,
yang terdiri dari;
1) Masyarakat adat berhak menentukan pilihan tentang jalan hidup
2) Masyarakat adat berhak menentukan, mengembangkan rencana dan
urutan kepentingan bagi pemanfaatan tanah, wilayah, dan sumber daya
mereka (Pembangunan).
3) Masyarakat adat berhak menyatakan atau mengungkap jati diri,
melestarikan bahasa, budaya, dan tradisi-tradisi, serta mengatur dan
mengelola hidup sendiri tanpa terlalu banyak campur tangan pemerintah.
4) Masyarakat adat berhak mendapatkan otonomi dan atau membangun
pemerintahan sendiri.
5) Masyarakat adat berhak mempertahankan dan membangun lembaga-
lembaga politik, hukum, ekonomi, sosial, dan budaya sendiri
6) Masyarakat adat berhak untuk tidak kehilangan penghidupan dan mata
pencaharian.
7) Masyarakat adat berhak menentukan hubungan Lembaga pemerintahan
mereka dengan pemerintah pusat atau negara.
b. Hak Atas Tanah, Wilayah, dan Sumber Daya Alam
Hak-hak masyarakat adat melingkupi kepemilikan, pengelolaan tanah
dan pemanfaatan wilayah, dan sumber daya alamnya. Hak-hak tersebut
berdasarkan pada hak kepemilikan, keutuhan budaya, dan penentuan nasib
sendiri, dan serangkaian tindakan khusus yang perlu diambil untuk
melindungi hak-hak ini dengan mempertimbangkan ketidakadilan yang
telah terjadi di masa lalu serta kerentanan masyarakat adat terhadap
gangguan dari luar.
Pada dasarnya, hak-hak ini menyatakan penghormatan terhadap
hubungan masyarakat adat dengan tanah, wilayah, dan sumber daya
alamnya berdasarkan pola-pola tradisional yang dijalankan secara turun-
temurun, di samping jaminan hak milik perdata pada masyarakat yang lain.
Perlindungan hak masyarakat adat atas tanah, wilayah, dan sumber
daya alamnya mempertimbangkan hal-hal utama, yaitu;
1) Masyarakat adat tak boleh dipindahkan secara paksa (diusir) dari tanah
mereka kecuali dengan alasan pemindahan tersebut sebagai “tindakan
luar biasa” dan telah memenuhi serangkaian prasyarat yang jelas. Dalam
keadaan ini, negara harus menjamin ganti rugi dan rehabilitasi penuh dan
pemindahan tersebut tetap masyarakat adat memiliki hak untuk kembali
ke tanah yang mereka tinggalkan jika keadaan luar biasa tidak lagi
berlaku.
2) Eksplorasi atau eksploitasi sumber daya alam di tanah atau wilayah
masyarakat adat tidak boleh tanpa persetujuan masyarakat adat dan
masyarakat adat berhak untuk menuntut/mendapatkan manfaat yang adil
dari kegiatan-kegiatan itu.
c. Hak Turut Serta (Partisipasi) dan Hak Untuk Mendapat Informasi.
Hak turut serta (partisipasi) adalah hak untuk diikutkan dan dilibatkan
dalam pengambilan keputusan tentang segala hal yang berdampak pada
masyarakat adat. Pandangan masyarakat adat harus turut didengar dan
dipertimbangkan secara adil. Informasi-informasi harus tersedia dalam
bahasa yang bisa dipahami masyarakat adat dan penyajiannya harus
mengindahkan budaya masyarakat adat. Sejalan dengan itu, informasi yang
terkait harus tersedia secara penuh dan terbuka agar semua pihak dapat turut
serta secara nyata.
Hak turut serta dan hak mendapat informasi terkait erat dengan hak
Free, Prior, and Informed Consent (FPIC). Hak FPIC memberi masyarakat
adat pilihan untuk menerima atau menolak setiap kegiatan yang mungkin
menimbulkan dampak terhadap tanah, wilayah, atau sumber daya alam
mereka sebelum kegiatan tersebut diberi izin resmi dan dilaksanakan.
Selain itu, masyarakat adat juga harus mendapatkan informasi yang
lengkap dan tepat waktu agar mampu terlibat penuh dalam pengambilan
keputusan yang terkait dengan kegiatan-kegiatan itu. Setiap keputusan yang
diambil harus berdasar atas informasi yang tepat, serta bebas dari unsur
paksaan, ancaman, atau rekayasa.
d. Hak Budaya Masyarakat Adat
Hak budaya mengisyaratkan bahwa semua kelompok budaya memiliki
hak hidup beserta hak untuk menikmati kebudayaan, agama, serta bahasa
mereka sendiri. Sehingga, dalam konteks masyarakat adat ditekankan pada
perhatian khusus terhadap warisan budaya masyarakat adat, termasuk
kesenian, ilmu pengetahuan, lagu-lagu, dan cerita rakyat.
Selain itu, hak budaya masyarakat adat mencakup masalah
kelangsungan hidup masyarakat adat, perlindungan pranata-pranata
ekonomi dan politik, pola tata ruang, serta bahasa dan agama asli
masyarakat adat.
Negara wajib menjaga agar tak ada kelompok budaya masyarakat adat
yang dipaksa meleburkan diri ke dalam kelompok lain atau menghapuskan
budaya mereka di bawah ancaman atau paksaan dan tak boleh membeda-
bedakan penduduknya (termasuk masyarakat adat) atas dasar budaya atau
suku bangsa.
Hak budaya memungkinkan masyarakat adat menuntut ganti rugi atas
upaya-upaya di masa lalu yang telah menggerogoti kelangsungan hidup
budaya mereka dan meminta perlindungan terhadap ancaman-ancaman di
masa kini ataupun di masa yang akan datang.
e. Hak Atas Keadilan
Hak atas keadilan adalah bahwa masyarakat adat yang telah dirugikan
dengan cara apa pun harus bisa mendapatkan keadilan. Tindakan
penanggulangan yang dilakukan untuk memenuhi keadilan tersebut harus
ditetapkan secara hukum, dapat dilaksanakan di lapangan dengan manfaat
nyata bagi masyarakat adat tersebut dengan tidak berat sebelah, serta jujur
dan transparan.
Hak atas keadilan ini melingkupi keadilan prosedural ataupun
substantif. Keadilan prosedural mencakup hak untuk mendapat persidangan
yang jujur dan adil atas perkara yang diajukan. Keadilan substantif meliputi
hak untuk mendapat ganti rugi atau tindakan penanggulangan yang adil dan
setimpal. Masyarakat adat boleh menuntut keadilan pada berbagai tingkat,
baik nasional maupun internasional. Walaupun prosedur pada tataran
internasional hanya dapat dipandang sebagai tambahan (bukan pengganti)
untuk menuntut hak di tingkat nasional.

C. Perlindungan Hak Universal di dalam Masyarakat Hukum adat


Untuk melindungi hak-hak dasar masyarakat hukum adat maka oleh
Konstitusi yaitu pada Pasal 18 B ayat (2) UUD RI Tahun 1945 bahwa Negara
mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta
hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang diatur dalam undang-undang, Konstistusi dengan jelas mengamanatkan
bahwa harus dibuat peraturan perundang-undangan bisa dalam bentuk undang-
undang atau peraturan daerah yang mengatur tentang masyarakat hukum adat
dan kearifan lokalnya sehingga keberadaan mereka diakui secara sah dan
memiliki legalitas. Sehingga hak-hak masyarakat hukum adat tidak hanya
diakui dan dihormati oleh hukum adat mereka sendiri tetapi juga oleh hukum
nasional kita.
Namun di dalam praktek dalam konsep bernegara, masyarakat hukum
adat dan hak ulayatnya hanya beberapa kepala daerah saja yang konsisten
menerapkan / melaksanakan amanat Konstitusi untuk melindungi budaya dan
kearifan lokal miliknya dikarenakan kesadaran akan pentingnya budaya dan
kearifan lokal sebagai asset daerah dan menjadi salah satu bidang yang akan
memberikan pendapatan daerah dengan destinasi budaya lokal dalam
mengembangkan bidang kepariwisataan di daerahnya. Beberapa daerah yang
telah mengeluarkan peraturan daerah terkait perlindungan terhadap masyarakat
adat dan budayanya diantaranya adalah Propinsi Bali, Kalimantan dan Irian
Jaya. Perlindungan terhadap masyarakat adat dan kearifan lokal tidak hanya
mengandung makna melestarikan budaya bangsa yang mulai tergerus oleh
perkembangan peradaban tetapi juga mampu meningkatkan pendapatan
masyarakat setempat dengan perkembangan kepariwisataan. Hal ini secara
ekonomi akan memberikan pendapatan kepada daerah dan juga meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sekitarnya.
Konsep negara hukum menurut Jimly Asshiddiqie sama dengan pendapat
Moh. Mahfud MD yang menyatakan bahwa konsepsi negara hukum
merupakan terjemahan yang tepat dari dua istilah yaitu rechsstaat dan rule of
law. Konsep tersebut selalu dikaitkan dengan konsep perlindungan hukum
sebab konsep-konsep tersebut tidak lepas dari gagasan untuk memberi
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (Supriadi,2010:
82-83). Konsep Negara Hukum dalam hal ini tidak hanya terkait dengan
konsep Negara dalam berhukum tetapi juga adalah aturan-aturan yang ada
dalam hukum itu sendiri. Hukum dalam tatanan aturan-aturan harus bisa
memberi perlindungan dan pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian juga halnya dengan hak-hak komunal masyarakat hukum adat harus
mendapatkan perlindungan dan pengakuan secara hukum terhadap keberadaan
mereka di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
Menurut Abdul Manan (2009:6-7), bahwa hukum harus dapat dijadikan
pembaru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus dibentuk
dengan berorientasi kepada masa depan (for word looking) tidak boleh hukum
itu dibangun dengan berorientasi kepada masa lampau (back word looking).
Oleh karena itu hukum harus dapat dijadikan pendorong dan pelopor untuk
mengubah kehidupan masyarakat kepada yang lebih baik dan bermanfaat untuk
semua pihak. Hal ini memberi makna bahwa aturan-aturan hukum yang dibuat
dalam hal perlindungan masyarakat hukum adat dan kearifan lokalnya haruslah
berorientasi pada perlindungan tidak hanya terhadap pengakuan keberadaan
masyarakat adat dan hak ulayatnya tetapi juga agar hukum juga harus memberi
tempat bagi hukum adat setempat ketika berhadapan di muka pengadilan ketika
terjadi pelanggaran terhadap hukum adat masyarakat setempat.
Lemahnya posisi hukum adat ketika berhadapan dengan hukum nasional
di muka pengadilan mengakibatkan hak-hak masyarakat hukum adat menjadi
terkalahkan oleh hukum nasional. Banyak contoh-contoh kasus dimana ketika
hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dilanggar oleh orang diluar
masyarakat adat tersebut hingga harus di ajukan ke siding pengadilan, hakim
akan menggunakan hukum nasional dan bukan hukum adat sebagai bahan
pertimbangan dalam memutuskan sebuah perkara adat. Hal ini bisa disebabkan
karena pengetahuan hakim tentang hukum adat masyarakat tersebut sangatlah
minim sehingga mempersulit hakim dalam memberikan putusannya.
Sedangkan Negara sendiri mengakui keberadaan masyarakat hukum adat dan
kearifan lokalnya sebagaimana yang disebutkan dalam konstitusi dan beberapa
peraturan perundang-undangan. Pengakuan dan perlindungan terhadap
masyarakat hukum adat hanya dalam bentuk tulisan saja tetapi tidak
dilaksanakan secara lisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Berbagai bentuk peraturan perundang-undangan yang dibuat yang
mengatur tentang keagrariaan dan sumber daya alam serta undang-undang
tentang desa dan peraturan lain yang dengan jelas memberikan pengakuan
terhadap keberadaan masyarakat hukum adat dan hak ulayatnya namun ketika
terjadi perselisihan atau sengketa terhadap hak-hak komunal masyarakat
hukum adat hingga sampai ke ranah pengadilan, tidak jarang hak komunal ini
akan kalah dengan hak-hak penguasaan yang diberikan oleh Negara
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan tanpa melihat hak
dasar yang telah ada dan dimiliki oleh masyarakat hukum adat. Hal ini
disebabkan karena hak-hak komunal masyarakat hukum adat tidak diberikan
alas hak berupa sertifikat sebagai bentuk sah penguasaan atas tanah atau
sumber daya alam.
Hakim dalam memutuskan sebuah perkara tentunya menggunakan dasar
hukum dan pertimbangan-pertimbanagan dalam putusannya. Dasar hukum
yang dipergunakan adalah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
masalah yang dipersengketakan dan peraturan perundang-undangan ini jelas
yang dibuat dan disahkan oleh badan legislatif dan eksekutif yang bentuknya
tertulis dan bahkan ada yang dalam bentuk kitab undang-undang.
Konsep negara hukum sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
dan perlindungan terhadap hak-hak mereka. Demikian juga halnya dengan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dal ini termuat dalam Konstitusi yaitu
UUD RI Tahun1945 pada Pasal 1 ayat (3) yang mana negara hadir untuk
melindungi hak-hak dasar yang dimiliki oleh rakyatnya. Hak dasar yang
dimaksudkan salah satunya adalah pengakuan terhadap keberadaan mereka
sebagai manusia individu dan manusia yang bermasyarakat termasuk
keberadaan mereka sebagai bagian dari masyarakat hukum adat. Jadi menjadi
kewajiban Negara yang dalam hal ini pemerintah pusat hingga daerah harus
melaksanakan amanat Konstitusi memberikan pengakuan dan perlindungan
terhadap masyarakat hukum adat dan hak ulayatnya melalui di buatnya
peraturan perundang- undangan yang khusus mengatur tentang masyarakat adat
dan hak ulayatnya agar hak-hak dasar yang mereka miliki tidak terganggu dan
diganggu oleh orang-orang di luar kelompok masyarakatnya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. hak masyarakat adat telah diatur dalam beberapa perjanjian internasional.
Masyarakat adat dalam hukum internasional merupakan bagian dari hak asasi
manusia baik itu secara individu maupun kelompok (kolektif). Prinsip dasar
hukum internasional dan hukum hak asasi manusia telah diterima masuk
kedalam hukum nasional dan pada tataran implementatif peraturan hukum
nasional untuk memperhatikan perlindungan hak-hak masyarakat adat dapat
terjamin sesuai dengan semangat konstitusi dan hak asasi manusia di Indonesia
2. Negara Indonesia sebagai Negara yang memiliki kultur sejarah kerajaan,
memiliki warisan nilai-nilai adat budaya yang kuat di dalam kehidupan
masyarakatnya. Adat budaya yang di wariskan turun temurun menjadi
sebuah kebiasaan yang menjadi pedoman hidup masyarakat Indonesia
hingga sekarang. Sebagai Negara kepulauan dengan beribu suku bangsa
dengan berbagai adat budaya yang berbeda-beda dalam kelompok
masyarakat adat dan kearifan lokalnya menjadikan Negara Indonesia
terkenal sebagai Negara yang kaya akan suku bangsa. Keberadaan
masyarakat adat dalam berbagai peraturan perundang-undangan
termasuk Konstitusi mengakui adanya keberadaan masyarakat adatnya
dan bahkan konstitusi memerintahkan untuk dibuatkan peraturan
tersendiri dalam bentuk undang-undang untuk melindungi keberadaan
masyarakat adat dan hak ulayatnya. Namun di dalam praktek di dalam
kehidupan masyarakat keberadaan mereka belum mendapat
perlindungan secara sungguh-sungguh. Hal ini dapat dilihat dari belum
semua kepala daerah.
DAFTAR PUSTAKA

Syofyan, ahmad. 2015. “Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat Menurut


Hukum Internasional”. Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum 6

Safroedin Bahar, 2005, Seri Hak Masyarakat Hukum Adat: Inventarisasi dan
Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat, Jakarta: Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia.

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/05/pengantar_dan_asas_asas_
hukum_adat_istiadat.

Anda mungkin juga menyukai