Anda di halaman 1dari 10

Masyarakat Hukum Adat

Ter Haar
Kelompok masyarakat yang teratur, menetap di suatu daerah tertentu, mempunyai
kekuasaan sendiri, dan mempunyai kekayaan sendiri baik berupa benda yang terlihat
maupun tidak terlihat, dimana para anggota kesatuan masing-masing mengalami
kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat alam dan tidak
seorangpun diantara para anggota itu mempunyai pikiran atau kecenderungan untuk
membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau meninggalkannya dalam arti
melepaskan diri dari ikatan itu untuk selama-lamanya.

van Vollenhoven
Suatu masyarakat hukum yang menunjukkan pengertian-pengertian kesatuan-
kesatuan manusia yang mempunyai : Tata susunan yang teratur, daerah yang tetap,
penguasa-penguasa atau pengurus, dan harta kekayaan.
Konvesi ILO No.169 tahun 1989 di Jenewa
Masyarakat adat sebagai masyarakat yang berdiam di negara-negara yang merdeka
dimana kondisi sosial, kultural dan ekonominya membedakan mereka dari bagian-
bagian masyarakat lain di negara tersebut, dan statusnya diatur, baik seluruhnya
maupun sebagian oleh adat dan tradisi masyarakat adat tersebut atau dengan hukum
dan peraturan khusus.

Kongres Masyarakat Adat Nusantara I tanggal 17 Maret 1999


Masyarakat Adat adalah Komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul
leluhur secara turun temurun di atas suatu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas
tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya, yang diatur oleh hukum adat dan
lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakatnya.
AMAN memperkirakan populasi Masyarakat Adat di Indonesia 60 – 70 juta orang.
Asal Usul Leluhur Sebagai Unsur Pembeda Masyarakat Adat dari Masyarakat yang Lain

▪ Kelompok Orang dengan Identitas Budaya yang Sama : bahasa, spritualitas, nilai-nilai,
sikap dan perilaku yang membedakan kelompok sosial yang satu dengan yang lain.
▪ Sistem Nilai dan Pengetahuan : (kearifan) tradisional bukan semata-mata untuk
dilestarikan, tetapi juga untuk diperkaya/dikembangkan sesuai kebutuhan hidup
berkelanjutan.
▪ Wilayah Hidup : tanah, hutan, laut dan SDA lainnya bukan semata-mata barang produksi
(ekonomi), tetapi juga menyangkut sistem religi dan sosial-budaya.
▪ Aturan-Aturan dan Tata Kepengurusan Hidup Bersama Sosial (Hukum Adat dan Lembaga
Adat) : untuk mengatur dan mengurus diri sendiri sebagai suatu kelompok sosial,
budaya, ekonomi dan politik
Masyarakat Hukum Adat dalam Peraturan Perundang-undangan Indonesia

Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 : Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur
dalam undang-undang.
28I ayat (3) UUD 1945: Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan peradaban.

Pasal 33 UUD 1945


1) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.
2) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
3) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip
kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
• Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Azasi Manusia
Ketetapan ini menegaskan bahwa pengakuan dan perlindungan kepada masyarakat hukum
adat merupakan bagian dari penghormatan terhadap hak azasi manusia.
Pasal 41 : Identitas budaya masyarakat tradisional, termasuk hak atas tanah ulayat
dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman.

• Tap MPR N0. IX Tahun 2001 Tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya
Alam Pasal 4 huruf j : ”Mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat hukum
adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya agraria/sumber daya alam”
• UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

• UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

• UU No. 5 tahun 1994 tentang Pengesahan Konvensi Internasional mengenai


Keanekaragaman Hayati (United Nation Convention on Biological Diversity) Dalam pasal 8
huruf j :… menghormati, melindungi dan mempertahankan pengetahuan, inovasi-inovasi
dan praktik-praktik masyarakat asli (masyarakat adat) dan lokal yang mencerminkan gaya
hidup berciri tradisional, ……
• UU No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria.
Pasal 3 : … pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-
masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada,
…………………….. .
Pasal 5 : Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah
Hukum Adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan
negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa dengan sosialisme Indonesia serta
aturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur
yang bersandarkan pada hukum agama.

• UU No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.


Pasal 51 ayat (1) huruf b : Masyarakat hukum adat sebagai satu kesatuan merupakan
salah satu pihak yang dapat menjadi pemohon dalam persidangan Mahkamah
Konstitusi.

• UU No 22 Tahun 2001 tentang Migas

• UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

• UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal


Konvensi International Labour Organization (ILO) 169 tahun 1989
• Pasal 6 memuat prinsip partisipasi dan konsultasi dalam keseluruhan proses
pengambilan keputusan yang menimbulkan dampak terhadap kelompok masyarakat
ini pada tingkat nasional.
• Pasal 7 sampai Pasal 12 mencakup berbagai aspek mengenai hubungan antara
sistem hukum adat dan sistem hukum nasional.
• Pasal 13 sampai Pasal 19 memuat pengaturan tentang Hak-hak atas tanah adat.

Convention on Biological Diversity (Konvensi Keanekaragaman Hayati) tahun 1992 di


ratifikasi dengan UU no 5 tahun 1994.
Sebagai suatu usaha perlindungan terhadap hak-hak kepemilikan intelektual
(intelectual property right) dari masyarakat adat, Pertukaran Teknologi (Sharing
Technology) dan Keamanan Hayati (Bio-Savety).

Resolution of World Conservation Strategy, Caring for the Earth (Keputusan Strategi
Konservasi Dunia Menjaga Bumi) Tahun 1991, yang mendukung peran khusus dan
penting dari Masyarakat Adat sedunia dalam menjaga lingkungan.
UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Pasal 67 ayat (1), yang berbunyi:
Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui
keberadaannya, berhak:
1. melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari
dari masyarakat adat yang bersangkutan;
2. melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan
tidak bertentangan dengan UU, dan
3. mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.

Di dalam penjelasan Pasal 67 UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, bahwa


masyarakat hukum adat diakui keberadaannya jika menurut kenyataannya memenuhi
unsur, antara lain:
1. masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechsgemeenschap)
2. ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya
3. ada wilayah hukum adat yang jelas
4. ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat yang masih ditaati
5. masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk
pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Terdapat tiga kelompok isu mengenai Masyarakat Hukum Adat, yaitu :

1. Sifat mendua peraturan perundang-undangan terhadap masyarakat adat;

2. Marjinalisasi terhadap masyarakat adat; dan

3. Hilangnya otonomi masyarakat adat.

Yang Harus Dilakukan :

1. Normalisasi Kedudukan masyarakat adat, antara lain melalui:


Pemetaan wilayah ulayat masyarakat adat.
Dilakukan melalui kebijakan pemerintah pusat, karena kemungkinan ditemuinya
wilayah ulayat masyarakat adat yang melampaui batas Kabupaten dan Propinsi.
2. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan, antara lain :
• Harmonisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masyarakat
adat;
• Pemberian hak pemanfaatan SDA harus didasarkan atas persetujuan yang
transparan dari masyarakat adat; dan
• Pembentukan peraturan daerah (Perda) tentang pengakuan masyarakat adat.

3. Pemberdayaan masyarakat adat, melalui pendampingan :


• Dapat mengembangkan dirinya secara wajar;
• Memperoleh pengetahuan dan wawasan dalam kaitan kehidupan berbangsa dan
bernegara;
• Mampu mengemukakan dan mempertahankan kepentingannya secara layak dan
proporsional;
• Mampu menjalin hubungan baik, dengan pihak pemerintah maupun pihak luar
(warga masyarakat pendatang).

Anda mungkin juga menyukai