Anda di halaman 1dari 6

Nama : Zidna Sabrina

NPM : 110110190165

Eksistensi Hak Ulayat

Hak Ulayat merupakan pendukung utama penghidupan dan kehidupan masyarakat


yang bersangkutan sepanjang masa. Hak Ulayat adalah nama yang diberikan para
ahli hukum pada lembaga hukum dan hubungan hukum konkret antara masyarakat-
masyarakat hukum adat dengan tanah wilayahnya, yang disebut tanah ulayat.

Eksistensi Hak Ulayat dalam hukum positif Indonesia masih ada. Hal demikian diakui


dalam UUD NRI 1945 Pasal 18B ayat 1 dan ayat 2 serta dalam berbagai Undang-
undang.

Menurut Soerjo Wignjodipoero,ulayat Hak ulayat itu sendiri bagian yang tidak
terpisahkan dari masyarakat hukum adat.Bagi masyarakat hukum adat tanah itu
mempunyai kedudukan yang sangat penting karena merupakan satu-satunya benda
kekayaan yang bersifat tetap dalam keadaannya, bahkan lebih menguntungkan.
Selain itu tanah merupakan tempat tinggal, tempat pencaharian, tempat
penguburan, bahkan menurut kepercayaan mereka adalah tempat tinggal dayang-
dayang pelindung persekutuan dan para leluhur persekutuan. 1

Saat ini meskipun Indonesia telah memiliki unifikasi hukum pertanahan yang
berpuncak di UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA). Dengan adanya UUPA tersebut, tidak ada lagi dualisme hukum
pertanahan, dimana hukum yang berlaku didasarkan padagolongan masing-masing
namun penting untuk diingat bahwa hukum adat dan termasuk pula didalamnya ada
hak ulayat adalah merupakan dasar hukum Tanah Nasional. 2

Di dalam UUPA rumusan Hak Ulayat secara tegas dapat dilihat di dalam Pasal 3
yang menyebutkan bahwa dengan mengingat ketentuan dari Pasal 1 dan Pasal 2
pelaksanaan hak-hak ulayat dan hak-hak yang serupa dengan itu dari masyarakat
hukum adat, sepanjang kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa sehingga
sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan

1
Salle Aminuddin, 2007, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, Kreasi Total Media, Yogyakarta.
2
UU No. 5 Tahun 1960
bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan yang
lebih tinggi.3

Selanjutnya dilihat dari ketentuan penjelasan UUPA di dalam angka II tentang


Dasar-Dasar dari Hukum Agraria Nasional butir (3) disebutkan bahwa bertalian
dengan hubungan antara bangsa dan bumi serta air dan kekuasaan negara sebagai
yang disebut dalam Pasal 1 dan 2, maka di dalam Pasal 3 diadakan ketentuan
mengenai hak ulayat dari kesatuan-kesatuan masyarakat hukum. Hak Ulayat yang
dimaksud disini yakni akan mendudukan hak itu pada tempat yang sewajarnya di
dalam alam bernegara dewasa ini.

Mengenai pengakuan terhadap masyarakat hukum adat dan hak-haknya dinyatakan


UUD 1945. Pasal 18B ayat 1 dan ayat 2 UUD 1945 yang menyebutkan :

(1). Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah


yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-
undang.

(2). Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat


hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

Pasal 18B ayat 2 UUD 1945 menyatakan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
suatu masyarakat untuk dapat dikategorikan sebagai masyarakat hukum adat
beserta hak ulayat yang dapat dinikmatinya secara aman. Persyaratan-persyaratan
itu secara kumulatif adalah:

a. Sepanjang masih hidup

b. Sesuai dengan perkembangan masyarakat

c. Sesuai dengan prinsip NKRI

d. Diatur dalam Undang-undang.

Pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan


Nasional Nomor 18 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penatausahaan Tanah Ulayat

3
Arizona Yance, 2008, mengintip Hak Ulayat Dalam Konstitusi Indonesia.
Kesatuan Masyarakat Hukum Adat (“Permen ATR/BPN 18/2019”), diuraikan lebih
lanjut mengenai ‘hak ulayat kesatuan masyarakat hukum adat atau yang serupa itu’.

Hak ulayat kesatuan masyarakat hukum adat atau yang serupa itu adalah hak
kesatuan masyarakat hukum adat yang bersifat komunal untuk menguasai,
mengelola dan/atau memanfaatkan, serta melestarikan wilayah adatnya sesuai
dengan tata nilai dan hukum adat yang berlaku.

Kesatuan masyarakat hukum adat sendiri adalah sekelompok orang yang memiliki
identitas budaya yang sama, hidup secara turun temurun di wilayah geografis
tertentu berdasarkan ikatan asal usul leluhur dan/atau kesamaan tempat tinggal,
memiliki harta kekayaan dan/atau benda adat milik bersama serta sistem nilai yang
menentukan pranata adat dan norma hukum adat sepanjang masih hidup sesuai
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Mengenai Sepanjang kenyataannya masyarakat hukum adat itu masih ada.


Mengacu pada penjelasan Pasal 67 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan mengatur tentang keberadaan masyarakat hukum adat
, jika menurut kenyataannya memenuhi unsur antara lain: 4

A. Masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban


B. Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya
C. Ada wilayah hukum adatnya yang jelasAda pranata dan perangkat
hukum, khususnya peradilan, yang masih ditaati dan masih
mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya
untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.

Dalam halprosedur keseluruhan untuk menetapkan komunitas hukum adat dan hak
atas tanah ulayatnya kini dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan
Masyarakat Hukum Adat (“Permendagri 52/2014”).

Dalam peraturan tersebut, digunakan istilah ‘wilayah adat’, yaitu tanah adat yang
berupa tanah, air, dan atau perairan beserta sumber daya alam yang ada di atasnya
dengan batas-batas tertentu, dimiliki, dimanfaatkan dan dilestarikan secara turun-
temurun dan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat

4
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
yang diperoleh melalui pewarisan dari leluhur mereka atau gugatan kepemilikan
berupa tanah ulayat atau hutan adat.

Pasal 5 Permendagri 52/2014 kemudian berbunyi:

Bupati/Walikota melalui Camat atau sebutan lain melakukan identifikasi


sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a dengan melibatkan masyarakat
hukum adat atau kelompok masyarakat.5

1. Identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan


mencermati:
a. sejarah Masyarakat Hukum Adat;
b. wilayah Adat;
c. hukum Adat;
d. harta kekayaan dan/atau benda-benda adat; dan
e. kelembagaan/sistem pemerintahan adat.

2.Hasil identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan verifikasi


dan validasi oleh Panitia Masyarakat Hukum Adat kabupaten/kota.

3. Hasil verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3),


diumumkan kepada Masyarakat Hukum Adat setempat dalam waktu 1 (satu)
bulan.

Panitia masyarakat hukum adat kabupaten/kota yang dibentuk untuk melakukan


pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat, menyampaikan rekomendasi
kepada bupati/walikota berdasarkan hasil verifikasi dan validasi 6

Mengenai penyelesai hak ulayat ini diatur dalam Peraturan Menteri Agraria
tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Ditentukan bahwa :

1. Ketentuan hukum adat setempat sangat menentukan dalam


pelaksannaan hak ulayat
2. Hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada
apabilaketentuan hukum adat masih diakui dan dilaksanakan dan
ditaati oleh setiap orang sebagai warga persekutuan hukum adat
5
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan
Masyarakat Hukum Adat
6
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2019 tentang
Tata Cara Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat
tersebut. Untuk menjalani kehidupan dan memenuhi kebutuhan
hidup sehari hari dilakukan pada tanah ulayat mereka. Mengenai
pengurusan, penguasaan dan penggunaan tanah ulayat yang
berlakudiatur berdasarkan tatanan hukum adatnya.Pengakuan hak
ulayat dilakukan jika menurut kenyataannya masih ada yaitu jika
terdapat segolongan orang yang terikat pada tatanan hukum adatnya.

Lebih lanjut pengaturan mengenai hak ulayat diserahkan kepada peraturan daerah
masing-masing di mana hak ulayat itu berada. Realisasi dari pengaturan tersebut
dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Hak Ulayat
Masyarakat Hukum Adat, yang dipergunakan sebagai pedoman dalam daerah
melaksanakan urusan pertanahan khususnya dalam hubungan dengan masalah hak
ulayat masyarakat adat yang nyata-nyata masih ada di daerah yang bersangkutan.
Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap
hak ulayat dan hak-hak serupa dari masyarakat hukum adat,

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang Pokok Agraria.


Kebijaksanaan tersebut meliputi :

1. Penyamaan persepsi mengenai hak ulayat

2. Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari
masyarakat hukum adat

3. Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya Masih adanya


hak ulayat masyarakat hukum adat di suatu daerah hanya dapat diketahui dan
dipastikan dari hasil tinjauan dan penelitian setempat berdasarkan kenyataan,
bahwa:

1. Masih adanya suatu kelompok orang sebagai warga suatu persekutuan


hukum adat tertentu, yang merupakan suatu masyarakat hukum adat

2. Masih adanya wilayah yang merupakan tanah ulayat masyarakat hukum


adat tersebut, yang didasari sebagai tanah kepunyaan bersama para
warganya
3. Masih adanya penguasa adat yang pada kenyataannya dan diakui oleh
para warga mayarakat hukum adat yang bersangkutan, melakukan kegiatan
7
sehari-hari sebagai pelaksana hak ulayat.

Ketiga unsur tersebut pada kenyataannya harus masih ada secara kumulatif.
Penelitian mengenai unsur hak ulayat di atas akan ditugaskan kepada Pemerintah
Kabupaten, yang dalam pelaksanaannya mengikutsertakan para pakar hukum adat
dan para tetua adat setempat.

Mengenai eksistensi hak ulayat ini juga dapat ditemui pada perubahan keempat
UUD 1945 ditetapkan juga di Pasal 32 ayat (1) bahwa Negara memajukan
kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradapan dunia dengan menjamin
kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai
budayanya. Dimana bearti kebudayaan ini masih teteap ada. Begitu pula pada Pasal
28 ayat (3) UUD 1945 bahwa identitas budaya dan masyarakat tradisional dihormati
selaras dengan perkembangan zaman dan peradapan.

7
Lutfi Nasution, 2011, Catatan Ringkas tentang Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan dan
Pemnfaatan Tanah, Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sarasehan Oleh Badan Pertanahan Nasional, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai