3
3
Bagi masyarakat tradisional, tanah
dan kampung halaman itu tidak
hanya merupakan suatu benda-
benda ekonomi, tetapi juga bagian
menyeluruh dari kehidupannya.
Bila tanah dan kampung halaman
itu terusik, apa lagi
terasingkan/tergusur oleh negara
atau fihak ketiga, yang akan
terancam bukan hanya kehidupan
ekonomi dari masyarakat
tradisional tersebut saja, tetapi juga
keseluruhan eksistensi masyarakat
tradisional itu sendiri.
4
4
B. Hak Masyarakat Adat Dalam
Perkembangan Politik Pertanahan
16
Hak ulayat adalah nama yang diberikan
para ahli hukum pada lembaga hukum
dan hubungan hukum kongkrit antara
masyarakat hukum adat dengan tanah
wilayah, yang disebut dengan hak ulayat.
Hak ulayat hukum adat mempunyai
prinsip:
- Mengandung hak kepentingan bersama, para
anggota atau warganya, yang termasuk
bidang hukum perdata,
- Mengandung unsur kewajiban mengelola,
mengatur dan memimpin penguasaan,
pemeliharaan, peruntukan dan
penggunaannya, yang termasuk hukum
publik.
17
17
Ada beberapa pendapat para pakar
tentang hak ulayat seperti :
Boedi Harsono, menyatakan
bahwa hak ulayat merupakan
serangkaian wewenang dan
kewajiban suatu masyarakat
hukum adat, yang berhubungan
dengan tanah yang terletak dalam
wilayahnya. Hak ulayat
merupakan pendukung utama
penghidupan dan kehidupan
masyarakat yang bersangkutan
sepanjang masa.
18
18
Maria S.W. Sumardjono, antara lain
menyatakan bahwa kriteria penentuan
masih ada atau tidaknya hak ulayat,
harus dilihat pada tiga hal, yaitu :
1. Adanya masyarakat hukum adat
yang memenuhi ciri-ciri tertentu
sebagai subjek hak ulayat.
2. Adanya tanah/wilayah dengan
batas-batas tertentu yang
merupakan objek hak ulayat.
3. Adanya kewenangan masyarakat
hukum adat untuk melakukan
tindakan-tindakan tertentu.
19
Dalam perkembangan hukum dan
reformasi diberbagai bidang
kehidupan bangsa Indonesia,
ternyata dari aspek konstitusi
pengakuan eksistensi keberadaan
masyarakat hukum adat dan hak-
haknya mendapat apresiasi yang
cukup luas.
20
Melalui Amandeman Kedua UUD 1945,
Pasal 18 B ayat (1) dan ayat (2)
menyebutkan :
(1)Negara mengakui dan menghormati
satuan-satuan pemerintah daerah yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa
yang diatur dengan undang-undang.
(2)Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip negara kesatuan Republik
Indonesia yang diatur dalam undang-
undang. 21
Amanah Pasal 18 ayat (2) UUD 1945
tersebut menjadi landasan
konstitusional tentang pengakuan dan
penghormatan atas masyarakat
hukum adat serta hak-hak
tradisionalnya.
Namun perlu disepakati bahwa
pengakuan dan penghormatan
terhadap hak-hak masyarakat hukum
adat tersebut perlu upaya kongkrit
untuk pemulihannya, sehingga
keberadaan hak-hak tersebut
membawa manfaat kesejahteraan bagi
seluruh anggota masyarakat hukum
adat itu sendiri. 22
Sejalan dengan Pasal 18 B ayat (1) dan ayat
(2) UUD 1945, maka Pasal 28 I ayat (3)
(Amandemen Kedua) UUD 1945
menyebutkan bahwa “Identitas budaya dan
hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan
peradaban.
Pernyataan pengakuan terhadap hak
masyarakat tradisional (hak masyarakat adat)
dalam Pasal 28 I ayat (3) tersebut, ternyata
tidak serta merta pengakuan dimaksud dapat
dilakukan, sebab apabila dirujuk kepada Pasal
18 ayat (2) Amandeman ke dua UUD 1945
keberadaan masyarakat adat dan hak ulayat
tersebut harus memenuhi syarat-syarat secara
kumulatif. 23
Ada beberapa syarat kumulatif
yang harus dipenuhi untuk
pengakuan keberadaan
masyarakat hukum adat dan hak
ulayatnya tersebut yaitu :
a. Bahwa masyarakat hukum
adat itu masih hidup;
b. Sesuai dengan perkembangan
masyarakat;
c. Sesuai dengan prinsip NKRI;
d. Diatur dalam Undang-Undang.
24
Dengan adanya persyaratan-persyaratan
tersebut sebenarnya pada satu sisi dapat
dijadikan sebagai tolok ukur untuk
penentuan apakah masyarakat adat dan
hak-hak ulayat masyarakat adat yang
bersangkutan masih eksis atau tidak; akan
tetapi pada sisi lain dapat dianggap
persyaratan tersebut akan menghapus
keberadaan masyarakat hukum adat dan
hak-hak ulayatnya, karena itu keadaan
pengaturan yang ambivalem ini
menimbulkan pertanyaan apakah Negara
(Pemerintah) serius dan sungguh-sungguh
untuk mengakui dan memberdayakan
masyarakat hukum adat dan mengakui ha-
hak ulayatnya. 25
Sebab ambivalensi sikap pemerintah
dan ketidaktentuan pengaturan
pengakuan terhadap eksistensi
masyarakat hukum adat dan hak-hak
ulayatnya telah menimbulkan suatu
proses marginalisasi dan pengkebiran
terhadap masyarakat hukum adat
baik dari aspek regulasi maupun
implementasinya.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai
peraturan perundang-undangan yang
erat bersentuhan dengan keberadaan
masyarakat hukum adat dan hak-hak
ulayatnya ternyata semakin tereduksi.
26
Sebenarnya dengan keluarnya UU No. 5
tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok
Agraria tanggal 24 September 1960, secara
yuridis Pasal 3 dan Pasal 5 mengamanahkan
jaminan keberadaan hukum adat dan hak-
hak masyarakat adat atas tanah ulayatnya.
Ternyata dalam perkembangannya telah
terjadi pelemahan terhadap masyarakat
hukum adat dan hak-hak atas tanah
ulayatnya melalui berbagai produk peraturan
perundang-undangan yang secara
substansial banyak mengurangi eksistensi
hak-hak masyarakat adat terutama atas
tanah dan terhadap sumber daya alam yang
menjadi hak mereka.
27
Kehadiran berbagai produk hukum
tersebut seperti Undang-Undang
Kehutanan; Undang-undang
Sumber Daya Air; Undang-Undang
Perkebunan; Undang-Undang
Pertambangan, Undang
Penanaman Modal (Investasi) dan
beberapa produk hukum dibawah
Undang-Undang yang dikeluarkan
Kementerian/ Lembaga turut
memperlemah hak-hak
masyarakat adat.
28
Kondisi inilah sebenarnya yang
menjadikan timbulnya berbagai konflik
dihampir seluruh wilayah nusantara ini
yang berakar pada konflik/sengketa
perebutan wilayah dan sumberdaya alam
antara kelompok masyarakat adat dengan
pihak perusahaan yang dengan alasan
pembangunan, invenstasi, perekonomian,
yang terkadang tidak sedikit akhirnya
masyarakat adat menjadi tergusur dari
kampung halamannya sendiri, atau mereka
hanya jadi penonton atas hingar bingar
para investor dunia usaha yang
mengekspoiltasi kekayaan sumber alam
yang ada di wilayah masyarakat adatnya.
29
Tidak jarang berbagai konflik sosial baik
horinzontal maupun vertikal yang
berbasis perebutan sumber daya alam
dan lahan terus berkembang, bahkan
mempunyai eskalasi yang luas yang
sebenarnya dapat mengancam keutuhan
dan eksistensi Bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kehadiran para investor dunia usaha
nasional maupun multinasional pada satu
sisi dianggap dapat mendorong
pembangunan dan perekonomian, namun
pada sisi lain dianggap manjadi
perampokan hak-hak masyarakat adat.
30
D. Reformasi Agraria (Pertanahan) Yang
Berbasis Konstitusi dan HAM Dalam
Rangka Kesejahteraan Rakyat
Salah sutu Tugas dan Kewajiban Negara
menurut Konstitusi UUD 1945 adalah
melindungi segenap Bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia.
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 mengamanatkan
bahwa : “Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat”.
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yaitu Undang-
Undang Nomor 5 tahun 1960) didasarkan pada Pasal
33 ayat (3) UUD 1945.
Oleh karena itu seharusnya seluruh Undang-undang
dan peraturan terkait lainnya yang berkaitan dengan
pengelolaan pertanahan, termasuk kegiatan Investasi
harus mengacu kepada UUD 1945 dan Ketentuan
Pokok Bidang Agraria (Pertanahan) tersebut.
31
Apresiasi Konstitusi dan Hukum Nasional
Terhadap Hak-hak Tanah Rakyat
Sejak bergulirnya era reformasi, pembaruan
Agraria menjadi salah satu sasaran utama.
TAP MPR RI No: IX/MPR/2001, tentang
Pembaruan Agaria dan pengelolaan Sumber
Daya Alam.
Pasal 2 menyebutkan :
“Pembaruan Agraria mencakup suatu posisi
yang berkesinambungan berkenaan dengan
penataan kembali pengusaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan Sumber Daya
Agraria, dilaksanakan dalam rangka
tercapainya kepastian dan perlindungan
hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi
seluruh rakyat Indonesia”.
32
32
Pasal 4
Pembaruan agraria dan pengelolaan
sumber daya alam harus dilaksanakan
sesuai dengan prinsip -prinsip:
a. Memelihara dan mempertahankan
keutuhan Negara Repubik
Indonesia.
b. Menghormati dan menjunjung tinggi
Hak Asasi Manusia.
c. Menghormati supremasi hukum
dengan mengakomodasi keaneka
ragaman dalam unifikasi hukum.
d. Mensejahterakan rakyat, terutama
melalui peningkatan kualitas
sumber daya alam.
e. Mengembangkan demokrasi,
kepatuhan hukum, transparansi,
dan optimalisasi, partisipasi rakyat. 33
f. Mewujudkan keadilan termasuk
kesetaraan jender dalam penguasaan,
pemilikan, penggunaan, pemanfaatan dan
pemeliharaan sumber daya
agraria/sumber daya alam.
g. Memelihara kelanjutan yang dapat
memberi manfaat yang optimal, baik
untuk generasi sekarang maupun
generasi mendatang dengan tetap
memperhatikan daya tampung dan daya
dukung lingkungan.
h. Melaksanakan fungsi sosial, kelestarian
dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi
sosial budaya setempat.
i. Meningkatkan keterpaduan dan
koordinasi antar sektor pembangunan dan
antara pelaksanaan pembaruan agraria
dan pengelolaan sumber daya alam. 34
34
Pasal 5
42
Keputusan Walikota Batam Nomor 105/HK/IV/2004 tentang
Penetapan Wilayah Perkampungan Tua di Batam menyatakan
bahwa Wilayah Kampung Tua tidak direkomendasikan untuk
diberikan Hak Pengelolaan (HPL) kepada Otoritas Batam dan
kewenangan dibawah Pemerintah Kota Batam sesuai dengan
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Hal ini dikarenakan Kampung Tua telah ada dan exis jauh
sebelum terbitnya Kepres Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah
Kawasan Industri Pulau Batam, disamping itu saat Kepres
diterbitkan belum ada ganti rugi dari Otorita Batam kepada
masyarakat Kampung Tua.
43
Pemerintah Kota Batam menetapkan beberapa kriteria Perkampungan Tua seperti :
2. Belum pernah dilakukan ganti rugi oleh Otoritas Batam, dengan catatan ganti rugi
yang diberikan harus tepat sasaran dan disertai dengan dokumen yang lengkap.
44
4. Ditandai dengan batas – batas fisik permukiman, kebun, batas alam
seperti jalan, sungai, laut, batas pengalokasian lahan, dan batas hak
pengelolaan lahan, serta batas administratif yang dibuktikan dengan peta
dan bukti fisik lapangan.
45
c. SK Bersama Walikota Batam dan Ketua BP Batam Nomor : KPTs.
II/SKB/HKNIII/ZOII Nomor 03/SKB/2011, tanggal 19 Agustus 2011,
tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Perkampungan Tua.
46
Untuk menentukan keberadaan dan eksisten Kampung
Tua dan Masyarakatnya, serta apa yang menjadi hak-hak
mereka harus mendasarkan pada berbagai aspek seperti :
1.Aspek Sejarah/Historis.
2. Aspek Sosiologis dan Antropologis.
3. Aspek Konstitusional/Hukum/Legalitas.
4. Aspek Politis.
5. Aspek Ekonomis,
6. Aspek Geo Strategis.
Berdasarkan aspek-asfek dan fakta-fakta tersebut diatas
sebenarnya keberadaan dan eksistensi Kampung Tua dan
Masyarakatnya serta haka-hak mereka sudah diakui baik
secara formal maupun secara fakatual.
47
E. Timbulnya Konflik & Permasalahan .
Permasalahan dan konflik timbul setelah adanya rencana
Proyek Pembangunan dengan sebutan “Pengembangan
Kawasan Rempang : Mesin Ekonomi Baru Indonesia”.
Proyek ini dimulai adanya kerjasama Pemerintah Pusat
melalui BP Batam dengan PT.Makmur Elok Graha
(MEG), dengan nilai investasi sekitar Rp 381 Triliun hingga
Tahun 2080.
Untuk tahap awal PT MEG telah berhasil meyakinkan
Perusahaan Investor dari Tiongkok, Xinyi International
Investment Limited, untuk berinvestasi senilaiUSD 11.5
Miliar atau bsetara Rp 174 Triliun.
48
Perusahaan investor Xinyi Group berencana membangun fasilitas
hilirisasi pasir kuarsa atau pasir silica serta ekosistem rantai pasok
industry kaca serta industri kaca panel surya di Kota Batam, yang
penandatanganan kerjasama lansung disaksikan Presiden RI Joko
Widodo dengan Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Xin
Jinping.
Proyek ini juga menjadi kesatuan dari kegiatan Launching Rempang
Echo City oleh Menko Bidang Perekonomian RI yang pelaksanaannya
oleh PT. MEG. Yang akan mengembangkan Pulau Rempang menjadi
tujuh zona :
1. Rempang Integreted Industrial Zone.
2. Rempang Integreted Agro-Tourims Zone.
3. Rempang Integreted Comercial an Residential.
4. Rempang Integreted Tourism Zone
5. Rempang Forest andSolar Fam Zone.
6. Wildlife and Nature Zone.
7. Galang Heritage Zone.
49
E. Simpulan dan Langkah Atasi Konflik Yang Terjadi.
Konflik sosial dan bentrokan yang terjadi tidak
terlepas dari adanya tindakan dari pihak Investor
yang dikawal aparat keamanan yang ingin
menguasai lahan masyarakat Kampung Tua dan
ingin memindahkan/menggusur mereka dari
wilayah tempat tinggal mereka yang sekaligus
sebagai wilayah mereka mencari nafkah
penghidupan tanpa melalui penyelesaian yang
mengedepankan musyawarah, dialogis partisipatif
serta memberikan penghormatan terhadap hak-hak
mereka.
50
Pendekatan kekuasaan dan kekerasan melalui
tangan-tangan aparat Negara (Polri, TNI)
tentunya menimbulkan reaksi dan perlawanan
balik dari masyarakat yang akhirnya
menimbulkan persoalan baru seperti adanya
kerusakan fasilitas umum, mengganggu dan
mengancam ketenangan kehidupan masyarakat,
bahkan sampai mengganggu kegiatan belajar-
mengajar pada beberapa sekolah yang ada.
Adanya sejumlah warga masyarakat yang
ditangkap dan ditahan Aparat Penegak Hukum
(Polri) dengan berbagai delik pidana yang
disangkakan kepada mereka akan memperkeruh
persoalan. 51
Kehadiran Investasi dalam bidang Ekonomi harus
mampu memberikan manfaat yang luas bagi
masyarakat, bukan malah untuk menghancurkan
Tatanan Sosial Kehidupan Masyarakat lokasi
pelaksanaan investasi.
Undang-Undang No.25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal (baik penanaman modal dalam
negeri maupun penanaman modal asing)
menegaskan bahwa kegiatan investasi bertujuan
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dalam rangka memajukan Kesejahteraan Umum.
52
Kehadiran Investasi dalam bidang Ekonomi harus mampu
memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat, bukan
malah untuk menghancurkan Tatanan Sosial Kehidupan
Masyarakat lokasi pelaksanaan investasi.
Undang-Undang No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman
Modal (baik penanaman modal dalam negeri maupun
penanaman modal asing) menegaskan bahwa kegiatan
investasi bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dalam rangka memajukan Kesejahteraan Umum.
Pemerintah dan BP Batam beserta Investor seharusnya
tetap mengedepankan pendekatan dialogis yang
partisipatif dengan masyarakat guna mencari formula
pembangunan Pulau Rempang tanpa menggusur warga
Kampung Tua yang terkena dampak proyek Rempang
Echo City.
53
54
55
56
57
58
59
BIODATA
Identitas
Nama Lengkap : Prof Dr. H. Hasim Purba, SH.,M.Hum
Tempat/Tgl. Lahir : Simalungun, 03 Maret 1966
Pekerjaan : PNS Dosen FH USU
NIP : 196603031985081001
Jabatan Fungsional : Guru Besar Pada FH USU
Pangkat/Golongan : Pembina Utama / IV D
Alamat Kantor : Jln. Universitas No.4 Kampus USU
Medan
Alamat Rumah : Jln. Tri Darma No.38 Kampus USU
Medan
Telepon/HP : HP. 081361342092
Alamat E-mail : hasim_purba14@yahoo.com
Riwayat Pendidikan
1.Sarjana Hukum (SH) Fakultas Hukum USU Medan, lulus Tahun 1991.
2.Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana USU, lulus Tahun 2001.
3.Doktor Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU, lulus Tahun 2010.
Riwayat Jabatan/ Pekerjaan Saat ini :
1.Guru Besar Pada Fakultas Hukum USU dan Dosen Pada
Beberapa Universitas di Medan - Sumut Tahun 1992 sd Sekarang.
2.Ketua Progran Studi Magister Kenotariatan FH USU Periode 2021
- 2026
3.Ketua Komisi I Majelis Wali Amanat (MWA) USU Periode 2020-
2025
4.Dekan Fakultas Hukum Universitas Harapan Medan Periode
2021 - 2023
5.Ketua Bidang Hukum Pengurus Yayasan UISU Medan.
6.Ketua Dewan Perpustakaan Provinsi Sumut Periode 2020 – 2023.
7.Ketua Dewan Penasehat MD KAHMI Mrdan Periode 2021 – 2026.
8.Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan PP IKA USU Periode
2022 - 2026
TERIMA KASIH
atas
PERHATIAN & PARTISIPASI ANDA
62