Anda di halaman 1dari 62

PULAU REMPANG : INVESTASI,

HAK ADAT DAN HAM

Oleh : Prof. Dr. Hasim Purba, SH.,M.Hum


1. Ketua Tim Peneliti Inventarisasi dan Identivikasi Tanah Ulayat dan
Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Sumatera Utara, Riau dan Sumatera
Selatan, Kerjasam USU dengan Kementerian ATR/BPN Tahun 2022/2023
2. Ketua Dewan Penasehat MD KAHMI Kota Medan

Forum Guru Besar dan Doktor


Insan Cita
Ahad, 17 September 2023
1
A. Pendahuluan

 Tanah merupakan unsur esensial


dalam hidup dan kehidupan umat
manusia.

 Sifat esensial ini dibuktikan karena dua


(2) hal yang menyebabkannya yaitu :
Pertama, karena sifatnya yang
merupakan suatu benda kekayaan yang
bersifat tetap, bahkan dari aspek
ekonomi sangat menguntungkan.

Kedua, karena fakta, suatu kenyataan


bahwa tanah merupakan tempat tinggal
persekutuan masyarakat, memberi
penghidupan kepada persekutuan
masyarakat, bahkan merupakan tempat
dimana para warga persekutuan
masyarakat bila kelak meninggal 2
dikebumikan. 2
 Antara masyarakat dengan tanah yang
didiaminya terdapat hubungan yang sangat
erat, bahkan demikian eratnya hubungan
tanah dengan pemiliknya tak jarang
memiliki sifat religio magis, menyebabkan
masyarakat adat memperoleh hak untuk
menguasai tanah.
 Mengingat pentingnya kedudukan tanah
bagi masyarakat adat, maka bagaimana
sederhana tingkat budayanya, setiap
masyarakat adat sudah barang tentu
mempunyai cara pengaturan tentang tanah.
 Selain itu dalam suatu masyarakat adat,
tanah menjadi sumber utama bagi
kehidupan mereka, tanah juga memberi
cash income.

3
3
Bagi masyarakat tradisional, tanah
dan kampung halaman itu tidak
hanya merupakan suatu benda-
benda ekonomi, tetapi juga bagian
menyeluruh dari kehidupannya.
Bila tanah dan kampung halaman
itu terusik, apa lagi
terasingkan/tergusur oleh negara
atau fihak ketiga, yang akan
terancam bukan hanya kehidupan
ekonomi dari masyarakat
tradisional tersebut saja, tetapi juga
keseluruhan eksistensi masyarakat
tradisional itu sendiri.
4
4
B. Hak Masyarakat Adat Dalam
Perkembangan Politik Pertanahan

Salah satu kebijakan politik pertanahan


pemerintah Hindia Belanda adalah dengan
menerbitkan ketentuan Agrarische Wet Tahun
1870 dan ketentuan Domein Verklaring atas
tanah-tanah di Idonesia.
Kebijakan politik pertanahan tersebut telah
membawa konsekwensi hukum terjadinya
dualisme hukum pertanahan di Indonesia
yang mengakibatkan ada tanah-tanah yang
tunduk dan diatur menurut ketentuan hukum
pertanahan yang dibuat pemerintah
penjajahan Belanda dan ada tanah-tanah
yang masih tetap diatur dengan hukum adat.
5
Dualisme hukum pertanahan ini dalam
perjalanannya setelah Indonesia merdeka
dirasakan menimbulkan persoalan yang rumit
dan tidak sejalan dalam mendukung tujuan
negara yakni melindungi seluruh bangsa
Indonesia, dan seluruh tumpah darah
Indonesia serta mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kondisi dualisme hukum bidang pertanahan
ini juga tidak sejalan dengan amanah
konstitusi Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang
secara tegas menyatakan bahwa bumi, air
dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasi oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. 6
Sebagaimana telah dimaklumi bahwa
politik hukum pertanahan yang
digariskan pemerintah jajahan Hindia
Belanda hanya bertujuan untuk
memuluskan kepentingan dan misi
bangsa penjajah, maka jelaslah bahwa
pemerintah Indonesia harus mampu
menghapuskan dualisme hukum
pertanahan dengan membentuk
Unifikasi Hukum Pertanahan Nasional
melalui UU No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
atau yang lebih dikenal dengan Undang-
Undang Pokok Agraria (UUPA) yang
secara resmi diundangkan pada tanggal
24 September 1960. 7
Persoalan mendasar yang dihadapi
masyarakat adat seperti dalam konteks
hubungan dengan tanah adatnya dimana
wilayah itu menjadi tempat masyarakat adat
tersebut hidup, dan tempat mereka mencari
kehidupan dari sumber alam yang ada.
Disamping itu persoalan mendasar lainnya
adalah siapakah masyarakat adat itu, apakah
mereka masih eksis, apa kreteria yang dapat
dijadikan untuk menentukan eksis tidaknya
suatu masyarakat adat. Pertanyaan-
pertanyaan tersebut tentunya membutuhkan
suatu penjelasan dan pengaturan yang tegas
sehingga hal tersebut tidak menjadi isu-isu
yang hanya diperbincangkan atau
perdebatan saja.
8
Bila dirujuk kepada historis masyarakat adat
itu sendiri, biasanya masyarakat adat
memiliki seperangkat aturan dan tatanan
hidup yang menjadi pedoman bagi mereka
dalam menata kehidupannya diberbagai
bidang seperti dalam politik pemerintahan di
lingkungan masyarakat adat tersebut,
termasuki bagaimana pola pengaturan
hubungan-hubungan hukum antara warga
masyarakat adat dengan pengelolaan dan
pemilikan tanah-tanah adatnya.
Masyarakat adat yang dipimpin oleh Raja
atau Sultan maupun sebutan jabatan lainnya
menjadi figur penentu arah dan bentuk
aturan hukum yang berlaku dalam
masyarakat adat tersebut.
9
Kekuasaan Raja atau Sultan tidak hanya
mempengaruhi hak ulayat persekutuan,
tetapi juga hak-hak perorangan, bahkan
karena besarnya dominasi kekuasaan
Raja/Sultan terkadang hak milik
perorangan anggota persekutuan
berubah menjadi hak pengelolaan atau
hak memungut hasil saja.
Sikap dominasi kekuasaan Raja/Sultan
sebenarnya semata-mata ditujukan untuk
menghormati dan menjunjung
Raja/Sultan, sedangkan dalam
kenyataannya, rakyat menganggap
dirinya sendiri yang benar-benar
mempunyai hak atas tanahnya.
10
Raja/Sultan sendiripun tidak
menganggap dirinya sebagai pemilik
tanah dalam arti luas, tetapi mempunyai
kewenangan untuk melindungi dan
pengaturannya, dan sebagai
imbalannya rakyat diwajibkan
melakukan penyetoran sebagian hasil
buminya.
Pada zaman penjajahan, fungsi hukum
tanah diabdikan sepenuhnya untuk
kepentingan Pemerintah Hindia
Belanda, tanpa memberikan perhatian
yang memadai terhadap hak-hak
masyarakat adat atas tanahnya yang
telah ada sebelumnya.
11
Akibatnya fungsi tanah sebagai sumber
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, berubah
menjadikan rakyat sebagai penyewa diatas
tanah-tanah yang telah jatuh ke tangan
pemerintah penjajahan Belanda melalui
kebijakan politik pertanahan Domein Verklaring,
dimana Pemerintah Hindia Belanda berasumsi
dengan kebijakan tersebut akan mempermudah
menguasai tanah di Indonesia untuk
mendukung usaha perkebunan yang sedang
mereka kembangkan untuk menghasilkan
komoditi ekspor saat itu.
Dengan diberlakukannya UU No. 5 Tahun 1960
maka fungsi dan wewenang negara dalam
bidang pertanahan dikukuhkan menjadi Hak
Menguasai Negara (HMN). 12
Hak Menguasai Negara yang diatur
dalam Pasal 2 UUPA tersebut
memberikan kewenangan kepada negara
atas tanah meliputi :
a. Mengatur dan menyelenggarakan
peruntukan, penggunaan,
persediaan dan pemeliharaan bumi,
air dan ruang angkasa.
b. Menentukan dan mengatur hak-hak
yang dapat dipunyai atas bumi, air
dan ruang angkasa itu.
c. Menentukan dan mengatur
hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-
perbuatan hukum yang mengenai
bumi, air, dan ruang angkasa. 13
Dengan adanya hak menguasai negara
tersebut ada kewajiban negara untuk
mengatur bagaimana eksistensi hak-hak
tanah yang telah ada sebelumnya,
termasuk hak-hak masyarakat adat atas
tanahnya, hak-hak atas hak-hak atas
tanah konsesi yang pernah dilakukan
masyarakat hukum adat dengan berbagai
Perusahaan Asing terutama perusahaan
perkebunan sebelum Indonesia merdeka.
Hal ini sebenarnya harus diakomodir
secara benar dan bagaimana pengakuan
negara terhadap hak tersebut, terutama
hak-hak yang bersifat Keperdataan yang
dijamin oleh hukum. 14
C. Pemulihan Hak Masyarakat
Adat Atas Tanahanya

 Pasal 3 UUPA sebagai dasar hak ulayat


menyebutkan dengan mengingat
ketentuan-ketentuan Pasal 1 dan 2
pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak
yang serupa itu dari masyarakat-
masyarakat hukum adat, sepanjang
menurut kenyataannya masih ada, harus
sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kepentingan nasional dan negara, yang
berdasarkan pada persatuan bangsa
serta tidak boleh bertentangan dengan
undang-undang dan peraturan-peraturan
lain yang lebih tinggi.
 Ketentuan ini pertama berpangkal pada
pengakuan adanya hak ulayat didalam
hukum pertanahan nasional (UUPA). 15
15
UUPA (UU No. 5 Tahun 1960) tidak
memberikan pengertian hak ulayat;
namun dalam penjelasan Pasal 3
UUPA disebutkan “bahwa yang
dimaksud dengan hak ulayat dan
hak-hak yang serupa itu” ialah apa
yang didalam perpustakaan adat
disebut “beschikkingsrecht”.
Selanjutnya pada penjelasan umum
III angka (3) dijelaskan ketentuan
mengenai hak ulayat dari kesatuan-
kesatuan masyarakat hukum yang
dimaksud akan mendudukkan hak
itu pada tempat yang sewajarnya
didalam alam bernegara.

16
Hak ulayat adalah nama yang diberikan
para ahli hukum pada lembaga hukum
dan hubungan hukum kongkrit antara
masyarakat hukum adat dengan tanah
wilayah, yang disebut dengan hak ulayat.
Hak ulayat hukum adat mempunyai
prinsip:
- Mengandung hak kepentingan bersama, para
anggota atau warganya, yang termasuk
bidang hukum perdata,
- Mengandung unsur kewajiban mengelola,
mengatur dan memimpin penguasaan,
pemeliharaan, peruntukan dan
penggunaannya, yang termasuk hukum
publik.

17
17
Ada beberapa pendapat para pakar
tentang hak ulayat seperti :
Boedi Harsono, menyatakan
bahwa hak ulayat merupakan
serangkaian wewenang dan
kewajiban suatu masyarakat
hukum adat, yang berhubungan
dengan tanah yang terletak dalam
wilayahnya. Hak ulayat
merupakan pendukung utama
penghidupan dan kehidupan
masyarakat yang bersangkutan
sepanjang masa.
18
18
Maria S.W. Sumardjono, antara lain
menyatakan bahwa kriteria penentuan
masih ada atau tidaknya hak ulayat,
harus dilihat pada tiga hal, yaitu :
1. Adanya masyarakat hukum adat
yang memenuhi ciri-ciri tertentu
sebagai subjek hak ulayat.
2. Adanya tanah/wilayah dengan
batas-batas tertentu yang
merupakan objek hak ulayat.
3. Adanya kewenangan masyarakat
hukum adat untuk melakukan
tindakan-tindakan tertentu.
19
Dalam perkembangan hukum dan
reformasi diberbagai bidang
kehidupan bangsa Indonesia,
ternyata dari aspek konstitusi
pengakuan eksistensi keberadaan
masyarakat hukum adat dan hak-
haknya mendapat apresiasi yang
cukup luas.

20
Melalui Amandeman Kedua UUD 1945,
Pasal 18 B ayat (1) dan ayat (2)
menyebutkan :
(1)Negara mengakui dan menghormati
satuan-satuan pemerintah daerah yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa
yang diatur dengan undang-undang.
(2)Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip negara kesatuan Republik
Indonesia yang diatur dalam undang-
undang. 21
 Amanah Pasal 18 ayat (2) UUD 1945
tersebut menjadi landasan
konstitusional tentang pengakuan dan
penghormatan atas masyarakat
hukum adat serta hak-hak
tradisionalnya.
 Namun perlu disepakati bahwa
pengakuan dan penghormatan
terhadap hak-hak masyarakat hukum
adat tersebut perlu upaya kongkrit
untuk pemulihannya, sehingga
keberadaan hak-hak tersebut
membawa manfaat kesejahteraan bagi
seluruh anggota masyarakat hukum
adat itu sendiri. 22
Sejalan dengan Pasal 18 B ayat (1) dan ayat
(2) UUD 1945, maka Pasal 28 I ayat (3)
(Amandemen Kedua) UUD 1945
menyebutkan bahwa “Identitas budaya dan
hak masyarakat tradisional dihormati selaras
dengan perkembangan zaman dan
peradaban.
Pernyataan pengakuan terhadap hak
masyarakat tradisional (hak masyarakat adat)
dalam Pasal 28 I ayat (3) tersebut, ternyata
tidak serta merta pengakuan dimaksud dapat
dilakukan, sebab apabila dirujuk kepada Pasal
18 ayat (2) Amandeman ke dua UUD 1945
keberadaan masyarakat adat dan hak ulayat
tersebut harus memenuhi syarat-syarat secara
kumulatif. 23
Ada beberapa syarat kumulatif
yang harus dipenuhi untuk
pengakuan keberadaan
masyarakat hukum adat dan hak
ulayatnya tersebut yaitu :
a. Bahwa masyarakat hukum
adat itu masih hidup;
b. Sesuai dengan perkembangan
masyarakat;
c. Sesuai dengan prinsip NKRI;
d. Diatur dalam Undang-Undang.

24
Dengan adanya persyaratan-persyaratan
tersebut sebenarnya pada satu sisi dapat
dijadikan sebagai tolok ukur untuk
penentuan apakah masyarakat adat dan
hak-hak ulayat masyarakat adat yang
bersangkutan masih eksis atau tidak; akan
tetapi pada sisi lain dapat dianggap
persyaratan tersebut akan menghapus
keberadaan masyarakat hukum adat dan
hak-hak ulayatnya, karena itu keadaan
pengaturan yang ambivalem ini
menimbulkan pertanyaan apakah Negara
(Pemerintah) serius dan sungguh-sungguh
untuk mengakui dan memberdayakan
masyarakat hukum adat dan mengakui ha-
hak ulayatnya. 25
Sebab ambivalensi sikap pemerintah
dan ketidaktentuan pengaturan
pengakuan terhadap eksistensi
masyarakat hukum adat dan hak-hak
ulayatnya telah menimbulkan suatu
proses marginalisasi dan pengkebiran
terhadap masyarakat hukum adat
baik dari aspek regulasi maupun
implementasinya.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai
peraturan perundang-undangan yang
erat bersentuhan dengan keberadaan
masyarakat hukum adat dan hak-hak
ulayatnya ternyata semakin tereduksi.
26
Sebenarnya dengan keluarnya UU No. 5
tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok
Agraria tanggal 24 September 1960, secara
yuridis Pasal 3 dan Pasal 5 mengamanahkan
jaminan keberadaan hukum adat dan hak-
hak masyarakat adat atas tanah ulayatnya.
Ternyata dalam perkembangannya telah
terjadi pelemahan terhadap masyarakat
hukum adat dan hak-hak atas tanah
ulayatnya melalui berbagai produk peraturan
perundang-undangan yang secara
substansial banyak mengurangi eksistensi
hak-hak masyarakat adat terutama atas
tanah dan terhadap sumber daya alam yang
menjadi hak mereka.
27
Kehadiran berbagai produk hukum
tersebut seperti Undang-Undang
Kehutanan; Undang-undang
Sumber Daya Air; Undang-Undang
Perkebunan; Undang-Undang
Pertambangan, Undang
Penanaman Modal (Investasi) dan
beberapa produk hukum dibawah
Undang-Undang yang dikeluarkan
Kementerian/ Lembaga turut
memperlemah hak-hak
masyarakat adat.

28
Kondisi inilah sebenarnya yang
menjadikan timbulnya berbagai konflik
dihampir seluruh wilayah nusantara ini
yang berakar pada konflik/sengketa
perebutan wilayah dan sumberdaya alam
antara kelompok masyarakat adat dengan
pihak perusahaan yang dengan alasan
pembangunan, invenstasi, perekonomian,
yang terkadang tidak sedikit akhirnya
masyarakat adat menjadi tergusur dari
kampung halamannya sendiri, atau mereka
hanya jadi penonton atas hingar bingar
para investor dunia usaha yang
mengekspoiltasi kekayaan sumber alam
yang ada di wilayah masyarakat adatnya.
29
Tidak jarang berbagai konflik sosial baik
horinzontal maupun vertikal yang
berbasis perebutan sumber daya alam
dan lahan terus berkembang, bahkan
mempunyai eskalasi yang luas yang
sebenarnya dapat mengancam keutuhan
dan eksistensi Bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kehadiran para investor dunia usaha
nasional maupun multinasional pada satu
sisi dianggap dapat mendorong
pembangunan dan perekonomian, namun
pada sisi lain dianggap manjadi
perampokan hak-hak masyarakat adat.
30
D. Reformasi Agraria (Pertanahan) Yang
Berbasis Konstitusi dan HAM Dalam
Rangka Kesejahteraan Rakyat
 Salah sutu Tugas dan Kewajiban Negara
menurut Konstitusi UUD 1945 adalah
melindungi segenap Bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia.
 Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 mengamanatkan
bahwa : “Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat”.
 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yaitu Undang-
Undang Nomor 5 tahun 1960) didasarkan pada Pasal
33 ayat (3) UUD 1945.
 Oleh karena itu seharusnya seluruh Undang-undang
dan peraturan terkait lainnya yang berkaitan dengan
pengelolaan pertanahan, termasuk kegiatan Investasi
harus mengacu kepada UUD 1945 dan Ketentuan
Pokok Bidang Agraria (Pertanahan) tersebut.
31
Apresiasi Konstitusi dan Hukum Nasional
Terhadap Hak-hak Tanah Rakyat
 Sejak bergulirnya era reformasi, pembaruan
Agraria menjadi salah satu sasaran utama.
 TAP MPR RI No: IX/MPR/2001, tentang
Pembaruan Agaria dan pengelolaan Sumber
Daya Alam.
 Pasal 2 menyebutkan :
“Pembaruan Agraria mencakup suatu posisi
yang berkesinambungan berkenaan dengan
penataan kembali pengusaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan Sumber Daya
Agraria, dilaksanakan dalam rangka
tercapainya kepastian dan perlindungan
hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi
seluruh rakyat Indonesia”.
32
32
 Pasal 4
 Pembaruan agraria dan pengelolaan
sumber daya alam harus dilaksanakan
sesuai dengan prinsip -prinsip:
a. Memelihara dan mempertahankan
keutuhan Negara Repubik
Indonesia.
b. Menghormati dan menjunjung tinggi
Hak Asasi Manusia.
c. Menghormati supremasi hukum
dengan mengakomodasi keaneka
ragaman dalam unifikasi hukum.
d. Mensejahterakan rakyat, terutama
melalui peningkatan kualitas
sumber daya alam.
e. Mengembangkan demokrasi,
kepatuhan hukum, transparansi,
dan optimalisasi, partisipasi rakyat. 33
f. Mewujudkan keadilan termasuk
kesetaraan jender dalam penguasaan,
pemilikan, penggunaan, pemanfaatan dan
pemeliharaan sumber daya
agraria/sumber daya alam.
g. Memelihara kelanjutan yang dapat
memberi manfaat yang optimal, baik
untuk generasi sekarang maupun
generasi mendatang dengan tetap
memperhatikan daya tampung dan daya
dukung lingkungan.
h. Melaksanakan fungsi sosial, kelestarian
dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi
sosial budaya setempat.
i. Meningkatkan keterpaduan dan
koordinasi antar sektor pembangunan dan
antara pelaksanaan pembaruan agraria
dan pengelolaan sumber daya alam. 34
34
 Pasal 5

(1) Arah kebijakan pembaruan agaraia adalah :


a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai
peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan agaria dalam rangka sinkronisasi
kebijakan antar sektor demi terwujudnya
peraturan perundang-undangan yang
didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai mana
yang dimakksud dalam pasal 4 ketetapan ini.
b. Melaksanakan penataan kembali kekuasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
(landreform) yang berkeadilan dengan
memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat.
c. Menyelenggarakan pendataan melalui
inventarisasi dan registrasi penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
secara komprehensip dan sistematis dalam
rangaka pelakasanaan landreform.
35
d. Menyelesaaiakan konflik-konflik yang
berkenan dengan sumber daya agraria
yang timbul selama ini sekaligus dapat
mengantisipasi potensi konflik dimasa
mendatang guna menjamin telaksananya
penegakan hukum dengan didasarkan
atas prinsip-prinsip sebagai mana di
maksud dengan Pasal 4 ketetapan ini.
e. Memperkuat kelembangaan dan
kewenangannya dalam rangka
mengemban pelaksanaan pembaruan
agraria dan menyelesaikan konflik-konflik
yang berkenaan dengan sumber daya
agraria yang terjadi.
f mengupayakan dengan sungguh-sungguh
pembiayaan dalam melaksanakan
program pembaruan agraria dan
penyelesaian konflik-konflik sumber daya
agraria yang terjadi. 36
Selanjutnya dengan Amandemen IV
UUD 1945 perihal Hak-hak Dasar
Rakyat/Warga Negara Indonesia juga
diatur lebih rinci khususnya dalam
Pasal 28

Pasal 28 C ayat (1)


“Hak untuk mengembangkan diri
melalui pemenuhan kebutuhan dasar “

Pasal 28 H ayat (4)


“Hak atas milik pribadi tidak boleh
diambil alih sewenang-wenang oleh
siapapun”.

Pasal I ayat (3)


“Hak atas identitas budaya dan hak
masyarakat tradisional“. 37
37
Dalam UU No : 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, pada Pasal 36
disebutkan:
(1) Setiap orang berhak mempunyai milik,
baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain demi
pengembangan dirinya, keluarga,
bangsa, dan masyarakat dengan cara
yang tidak melanggar hukum;
(2) Tidak seorangpun boleh dirampas
miliknya dengan sewenang-wenang
dan secara melawan hukum ;
(3) Hak milik mempunyai fungsi sosial.

 Fungsi sosial dimaksud adalah bahwa


semua hak atas tanah dapat
dilepaskan dari pemiliknya apabila
untuk “Kepentingan Umum”
38
D. Pulau Rempang dan Keberadaan Kampung Tua serta
Masyarakatnya.

Masyarakat yang mendiami wilayah Kampung Tua Batam telah


bermukim dan menguasai tanah perkampungan tersebut sejak
zaman penjajahan Belanda sampai sekarang.
Dengan adanya fakta sejarah tersebut terdapat pengakuan dan
penghormatan atas hak-hak masyarakat Kampung Tua telah
diakui semua pihak karena hal itu dijamin oleh Konstitusi (UUD
1945), sebagaimana telah diurakan pada slide sebelumnya.
39
Keberadaan Kampung Tua tersebut telah ada jauh sebelum
Pemerintah membentuk Badan Otorita Batam melalui
Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 41 Tahun 1973 tentang
Daerah Industri Pulau Batam.
Salah satu isi Kepres Nomor 41 Tahun 1973, Pasal 6 ayat (1)
huruf a menyatakan bahwa seluruh areal tanah yang terletak di
Pulau Batam diserahkan dengan Hak Pengelolaan kepada
Satuan Otoritas Pengembangan Industri Pulau Batam.
40
 Dalam perkembangannya diterbitkan Undang-Undang Nomor 53
Tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Batam, maka untuk
selanjutnya Otorita Batam dalam mengembangkan kawasan Pulau
Batam harus bekerjasama dengan Pemerintah Kota Batam.
 Selanjutnya terbit Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007
yang mengatur tentang Perubahan Badan Otorita Batam menjadi
Badan Pengawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam (BP3 Batam), yang juga menyatakan bahwa seluruh Pulau
Batam sekitarnya termasuk Pulau Rempang dan Pulau Galang
dinyatakan diberikan Hak Pengelolaan (HPL) kepada BP3 Batam.
41
Terbit lagi Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2011 Tentang

Perubahan Atas PP Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan


Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Perubahan
peraturan ini menambah perluasan areal HPL meliputi Pulau Batam,
Pulau Tomtom, Pulau Setokok, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau
Galang, Pulau Galang Baru serta Pulau Janda Berias dan
Gugusannya.

42
 Keputusan Walikota Batam Nomor 105/HK/IV/2004 tentang
Penetapan Wilayah Perkampungan Tua di Batam menyatakan
bahwa Wilayah Kampung Tua tidak direkomendasikan untuk
diberikan Hak Pengelolaan (HPL) kepada Otoritas Batam dan
kewenangan dibawah Pemerintah Kota Batam sesuai dengan
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
 Hal ini dikarenakan Kampung Tua telah ada dan exis jauh
sebelum terbitnya Kepres Nomor 41 Tahun 1973 tentang Daerah
Kawasan Industri Pulau Batam, disamping itu saat Kepres
diterbitkan belum ada ganti rugi dari Otorita Batam kepada
masyarakat Kampung Tua.

43
 Pemerintah Kota Batam menetapkan beberapa kriteria Perkampungan Tua seperti :

1. Perkampungan tersebut telah ada sebelum Otoritas Batam didirikan padaTahun


1971.

2. Belum pernah dilakukan ganti rugi oleh Otoritas Batam, dengan catatan ganti rugi
yang diberikan harus tepat sasaran dan disertai dengan dokumen yang lengkap.

3. Perkampungan Tua tersebut mempunyai bukti-bukti antara lain : surat-surat lama,


tapak perkampungan, situs purbakala, kuburan tua, bangunan bernilai budaya
tinggi, tanaman budidaya berumur tua, silsilah keluarga, yang tinggal dikampung
tersebut serta bukti-bukti lain yang mendukung.

44
4. Ditandai dengan batas – batas fisik permukiman, kebun, batas alam
seperti jalan, sungai, laut, batas pengalokasian lahan, dan batas hak
pengelolaan lahan, serta batas administratif yang dibuktikan dengan peta
dan bukti fisik lapangan.

5. Mengacu kepada Perda Nomor 2 tahun 2004 tentang Rencana Tata


Ruang Wilayah Kota Batam Tahun 2004-2014.

a. SK Walikota Batam Nomor KPTS. 105/HR/ III /2004 tanggal 23 Maret


2004 tentang Penetapan Perkampungan Tua.

b. SK Walikota Batam Nomor KPTS. 89/HK/ III /2006 tanggal 29 Maret


2006 tentang Penetapan Wilayah Perkampungan Tua.

45
c. SK Bersama Walikota Batam dan Ketua BP Batam Nomor : KPTs.
II/SKB/HKNIII/ZOII Nomor 03/SKB/2011, tanggal 19 Agustus 2011,
tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Perkampungan Tua.

d. SK Walikota Batam Nomor : IOI/BP3-BTM/P2/IIIIZOIS, tanggal 30


Maret 2015, tentang Inventarisasi dan Verifikasi Tanah Masyarakat di
Perkampungan Tua di Kota Batam kepada Camat dan Lurah Sekota
Batam.

e. Surat Rumpun Khasanah Warisan Batam (RKWB) Nomor :


047/RKWB/VIII/2016, tanggal 29 Agustus 2016, tentang Nama-Nama
Titik Wilayah Perkampungan Tua yang ada di Mainland Kota Batam.

46
 Untuk menentukan keberadaan dan eksisten Kampung
Tua dan Masyarakatnya, serta apa yang menjadi hak-hak
mereka harus mendasarkan pada berbagai aspek seperti :
1.Aspek Sejarah/Historis.
2. Aspek Sosiologis dan Antropologis.
3. Aspek Konstitusional/Hukum/Legalitas.
4. Aspek Politis.
5. Aspek Ekonomis,
6. Aspek Geo Strategis.
 Berdasarkan aspek-asfek dan fakta-fakta tersebut diatas
sebenarnya keberadaan dan eksistensi Kampung Tua dan
Masyarakatnya serta haka-hak mereka sudah diakui baik
secara formal maupun secara fakatual.

47
E. Timbulnya Konflik & Permasalahan .
Permasalahan dan konflik timbul setelah adanya rencana
Proyek Pembangunan dengan sebutan “Pengembangan
Kawasan Rempang : Mesin Ekonomi Baru Indonesia”.
Proyek ini dimulai adanya kerjasama Pemerintah Pusat
melalui BP Batam dengan PT.Makmur Elok Graha
(MEG), dengan nilai investasi sekitar Rp 381 Triliun hingga
Tahun 2080.
Untuk tahap awal PT MEG telah berhasil meyakinkan
Perusahaan Investor dari Tiongkok, Xinyi International
Investment Limited, untuk berinvestasi senilaiUSD 11.5
Miliar atau bsetara Rp 174 Triliun.

48
 Perusahaan investor Xinyi Group berencana membangun fasilitas
hilirisasi pasir kuarsa atau pasir silica serta ekosistem rantai pasok
industry kaca serta industri kaca panel surya di Kota Batam, yang
penandatanganan kerjasama lansung disaksikan Presiden RI Joko
Widodo dengan Presiden Republik Rakyat Tiongkok (RRT) Xin
Jinping.
 Proyek ini juga menjadi kesatuan dari kegiatan Launching Rempang
Echo City oleh Menko Bidang Perekonomian RI yang pelaksanaannya
oleh PT. MEG. Yang akan mengembangkan Pulau Rempang menjadi
tujuh zona :
1. Rempang Integreted Industrial Zone.
2. Rempang Integreted Agro-Tourims Zone.
3. Rempang Integreted Comercial an Residential.
4. Rempang Integreted Tourism Zone
5. Rempang Forest andSolar Fam Zone.
6. Wildlife and Nature Zone.
7. Galang Heritage Zone.

49
E. Simpulan dan Langkah Atasi Konflik Yang Terjadi.
Konflik sosial dan bentrokan yang terjadi tidak
terlepas dari adanya tindakan dari pihak Investor
yang dikawal aparat keamanan yang ingin
menguasai lahan masyarakat Kampung Tua dan
ingin memindahkan/menggusur mereka dari
wilayah tempat tinggal mereka yang sekaligus
sebagai wilayah mereka mencari nafkah
penghidupan tanpa melalui penyelesaian yang
mengedepankan musyawarah, dialogis partisipatif
serta memberikan penghormatan terhadap hak-hak
mereka.

50
Pendekatan kekuasaan dan kekerasan melalui
tangan-tangan aparat Negara (Polri, TNI)
tentunya menimbulkan reaksi dan perlawanan
balik dari masyarakat yang akhirnya
menimbulkan persoalan baru seperti adanya
kerusakan fasilitas umum, mengganggu dan
mengancam ketenangan kehidupan masyarakat,
bahkan sampai mengganggu kegiatan belajar-
mengajar pada beberapa sekolah yang ada.
Adanya sejumlah warga masyarakat yang
ditangkap dan ditahan Aparat Penegak Hukum
(Polri) dengan berbagai delik pidana yang
disangkakan kepada mereka akan memperkeruh
persoalan. 51
Kehadiran Investasi dalam bidang Ekonomi harus
mampu memberikan manfaat yang luas bagi
masyarakat, bukan malah untuk menghancurkan
Tatanan Sosial Kehidupan Masyarakat lokasi
pelaksanaan investasi.
Undang-Undang No.25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal (baik penanaman modal dalam
negeri maupun penanaman modal asing)
menegaskan bahwa kegiatan investasi bertujuan
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dalam rangka memajukan Kesejahteraan Umum.

52
 Kehadiran Investasi dalam bidang Ekonomi harus mampu
memberikan manfaat yang luas bagi masyarakat, bukan
malah untuk menghancurkan Tatanan Sosial Kehidupan
Masyarakat lokasi pelaksanaan investasi.
 Undang-Undang No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman
Modal (baik penanaman modal dalam negeri maupun
penanaman modal asing) menegaskan bahwa kegiatan
investasi bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dalam rangka memajukan Kesejahteraan Umum.
 Pemerintah dan BP Batam beserta Investor seharusnya
tetap mengedepankan pendekatan dialogis yang
partisipatif dengan masyarakat guna mencari formula
pembangunan Pulau Rempang tanpa menggusur warga
Kampung Tua yang terkena dampak proyek Rempang
Echo City.
53
54
55
56
57
58
59
BIODATA

Identitas
Nama Lengkap : Prof Dr. H. Hasim Purba, SH.,M.Hum
Tempat/Tgl. Lahir : Simalungun, 03 Maret 1966
Pekerjaan : PNS Dosen FH USU
NIP : 196603031985081001
Jabatan Fungsional : Guru Besar Pada FH USU
Pangkat/Golongan : Pembina Utama / IV D
Alamat Kantor : Jln. Universitas No.4 Kampus USU
Medan
Alamat Rumah : Jln. Tri Darma No.38 Kampus USU
Medan
Telepon/HP : HP. 081361342092
Alamat E-mail : hasim_purba14@yahoo.com

Riwayat Pendidikan
1.Sarjana Hukum (SH) Fakultas Hukum USU Medan, lulus Tahun 1991.
2.Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana USU, lulus Tahun 2001.
3.Doktor Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana USU, lulus Tahun 2010.
Riwayat Jabatan/ Pekerjaan Saat ini :
1.Guru Besar Pada Fakultas Hukum USU dan Dosen Pada
Beberapa Universitas di Medan - Sumut Tahun 1992 sd Sekarang.
2.Ketua Progran Studi Magister Kenotariatan FH USU Periode 2021
- 2026
3.Ketua Komisi I Majelis Wali Amanat (MWA) USU Periode 2020-
2025
4.Dekan Fakultas Hukum Universitas Harapan Medan Periode
2021 - 2023
5.Ketua Bidang Hukum Pengurus Yayasan UISU Medan.
6.Ketua Dewan Perpustakaan Provinsi Sumut Periode 2020 – 2023.
7.Ketua Dewan Penasehat MD KAHMI Mrdan Periode 2021 – 2026.
8.Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan PP IKA USU Periode
2022 - 2026
TERIMA KASIH
atas
PERHATIAN & PARTISIPASI ANDA

62

Anda mungkin juga menyukai