Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ini, tanah mempunyai hubungan yang erat sekali dengan manusia. Tanah merupakan faktor penting untuk kelangsungan hidup manusia bukan saja berfungsi sebagai tempat berdiam, mendirikan rumah, tempat berusaha atau tempat dimana jasad mereka dikubur, tetapi juga merupakan sumber kekuasaan dan jaminan hidup bagi suatu bangsa. Jumlah luas tanah yang dapat dikuasai manusia sangat terbatas sekali sedangkan jumlah manusia yang berhajat dengan tanah semakin lama semakin bertambah. Kondisi yang tidak seimbang antara persediaan tanah dengan kebutuhan akan tanah itu telah menimbulkan berbagai persoalan dan kasus-kasus persengketaan tanah yang memerkukan penyelesaian yang baik, benar dan memberikan perlindungan serta kepastian hukum juga keadilan. Pada masyarakat adat di kenal sebuah istilah yang disebut hak ulayat. Hak ulayat adalah hak yang utamanya berkenaan dengan hubungan hukum antara masyarakat hukum adat dengan tanah dalam lingkungan wilayahnya. Bagi masyarakat Hukum Adat (apalagi yang masih sangat bercorak agraris) tanah merupakan modal utama. Hal ini karena tanah merupakan tempat tinggal sekaligus tempat bercocok tanam dan tempat beribadah bagi masyarakat Hukum Adat. Betapa pentingnya tanah sehingga dari jaman raja-raja sampai dengan sekarang dirasakan perlu untuk mengatur mengenai masalah tanah ini. Pada masyarakat Hukum Adat jaman dahulu yang masih belum mengenal arti Hukum Agraria yang dibukukan, peraturan mengenai tanah sudah ada. Pada waktu itu berlaku ketentuan bahwa siapa yang pertama kali membuka suatu lahan dan mendudukinya, maka dialah yang dianggap menjadi pemilik tanah itu. Dalam hal ini untuk pembuktian kepemilikan tanah tidak diperlukan surat-menyurat secara tertulis, tetapi cukup adanya pengakuan secara lisan dari masyarakat setempat bahwa benar tanah yang bersangkutan telah lama diduduki oleh orang yang bersangkutan, sehingga orang tersebut dianggap sebagai pemiliknya.

Untuk memberikan perlindungan terhadap warga negara yang benar-benar mempunyai hak atas tanah tersebut, maka Negara mengaturnya di dalam UUPA dimana dalam Pasal 26 ayat (1) UUPA mengatakan bahwa Jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB II PERMASALAHAN

2.1 Bagaimana Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria memberikan pengakuan terhadap tanah hak ulayat ? 2.2 Bagaimana perlindungan hukum terhadap masyarakat hukum adat yang tanah hak ulayatnya diambil untuk kepentingan pembangunan ? 3.3 Bagaimana Syarat-syarat dan Prosedur Pendaftaran Hak Milik Atas Tanah Yang Berasal Dari Hak Ulayat?

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Dasar Hukum Hak Ulayat. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. UUD 1945 tidak menyebut tanah melainkan bumi. Mengenai arti bumi ini tidak terdapat penjelasan lebih lanjut. Menurut Pasal 1 ayat (3) UUPA, bahwa Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa adalah hubungan yang bersifat abadi. Mengenai bumi diatur dalam UUPA, sebagaimana Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2), bahwa seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indoneisa, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Hal ini berarti bahwa di Indonesia, pengertian tanah diapakai dalam arti yuridis sebagai suatu pengertian yang telah dibatasi dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, dasar hak menguasai dari negara hanya permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum. Setelah Indonesia merdeka dan berlangsung hingga diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dengan mengingat pentingnya tanah dalam kahidupan, jauh sebelum diundangkan UUPA telah dikenal sistem penguasaan sumber daya alam di berbagai daerah di Indonesia yang dikenal sebagai hal ulayat. Walaupun tidak dijelaskan secara jelas mengenai pengertian hak ulayat tetapi dari berbagai pendapat para ahli, hak ulayat adalah merupakan pengakuan/kepunyaan bersama seluruh anggota masyarakat dan di dalamnya juga terkandung adanya hak kepunyaan perorangan yang berarti orang perorangan boleh mempunyai (memiliki) tanah dalam lingkungan hak ulayat tersebut. Apabila ditelaah pendapat-pendapat yang diberikan para ahli di atas, terdapat kesamaan pendapat mengenai hukum adat, yaitu di dalam hukum adat termuat peraturan4

peraturan hukum yang mengatur kehidupan orang-orang Indonesia dalam bentuk tak tertulis dan mempunyai akibat hukum. Di dalam masyarakat hukum adat, tanah mempunyai arti penting, karena menurut sifatnya tanah merupakan satu-satunya benda kekayaan yang meskipun mengalami keadaan yang bagaimanapun juga, masih bersifat tetap dalam keadaannya, bahkan kadang-kadang menjadi lebih menguntungkan. Karena faktanya, tanah merupakan tempat tinggal persekutuan, memberikan kehidupan kepada persekutuan, merupakan tempat dimana para warga persekutuan yang meninggal dunia dikebumikan dan merupakan pula temapat tinggal kepada dayang-dayang perlindungan persekutuan dan roh para leluhur persekutuan. Dengan demikian dapatlah dimengerti bahwa hak ulayat tidak secara gamblang dijelaskan tentang adanya dasar hukum atau aturan-aturan yang mengatur, melainkan hak ulayat diakui oleh Undang-Undang dan penerapannya mengacu pada Undang-Undang Pokok Agraria serta hukum adat yang berlaku.

3.2 Kedudukan Hak Ulayat. Pada dasarnya hak ulayat keberadaannya dalam UUPA adalah sudah diakui, akan tetapi pengakuan tersebut masih diikuti oleh syarat-syarat tertentu, yaitu: eksistensi dan mengenai pelaksananya. Oleh karena itu, hak ulayat dapat diakui sepanjang menurut kenyataan masih ada. Maksudnya adalah apabila di daerah-daerah dimana hak itu tidak ada lagi, maka tidak akan dihidupkan kembali. Pelaksanaan tentang hak ulayat dalam UUPA diatur di dalam pasal 3 yang berbunyi sebagai berikut : Pelaksanaan hak ulayat harus sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak bertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi. Sesuai dengan apa yang diterangkan dalam penjelasan umum (Angka H/3) disini ditegaskan pula bahwa kepentingan sesuatu masyarakat harus tunduk pada kepentingan nasional dan negara yang lebih tinggi dan lebih luas". Oleh sebab itu, pelaksanaan hak ulayat secara mutlak, yaitu seakan-akan anggotaanggota masyarakat iu sendirilah yang berhak atas tanah wilayahnya itu, dan seakan hanya di peruntukan masyarakat hukum adat itu sendiri. Maka sikap yang demikianlah yang oleh UUPA dianggap bertentangan, hal ini sesuai dengan asas-asas yang tercantum dalam pasal 1 dan 2.
5

Dalam UUPA dan hukum tanah nasional, bahwasanya hak ulayat tidak di hapus, tetapi juga tidak akan mengaturnya, dalam artian adalah mengatur hak ulayat dapat berakibat melanggengkan atau melestarikan eksistensinya. Karena pada dasarnya hak ulayat terhapus dengan sendirinya melalui proses alamiah, yaitu dengan menjadi kuatnya hak-hak perorangan dalam masyarakat hukum adat yang bersangkutan (uraian 85 dan 106 E). Mengenai kriteria dan penentuan masih adanya kedudukan hak ulayat, tanda-tanda yang perlu diteliti untuk menentukannya meliputi 3 unsur, yaitu: a. Unsur masyarakat adat, yaitu terdapatnya sekelompok orang yang masih merasa terikat dengan tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. b. Unsur wilayah, yaitu terdapatnya tanah ulayat tertentu yang manjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari, dan. c. Unsur hubungan antara masyarakat tersebut dengan wilayahnya, yaitu terdapatnya tatanan hukum adat menganai pengurusan, penguasaan dan penggunaan tanah ulayatnya yang masih berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut.

3.3 Syarat-syarat dan Prosedur Pendaftaran Hak Milik Atas Tanah Yang Berasal Dari Hak Ulayat. 3.3.1 Syarat dan Prosedur Yang Harus Dilalui Seseorang Masyarakat Adat Yang Akan Mengajukan Permohonan Pensertipikat Tanah Hak Ulayat Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertipikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidangbidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Pendaftaran tanah diselenggarakan untuk menjamin kepastian hukum, pendaftaran tanah ini diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan pemerintah.
6

Data Fisik menurut Pasal 1 angka 6 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagianbangunan diatasnya. Sedangkan data yuridis menurut Pasal 1 angka 7 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. Secara garis besar kegiatan dari pendaftaran tanah meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah, Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan diatasnya. Sedangkan data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum dibidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. Dilihat cara pelaksanaannya pendaftaran tanah dapat dibagi menjadi 2 (dua) : a. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau sebagian wilayah suatu desa/kelurahan.

b. Pendaftaran tanah secara sporadik adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa atau kelurahan secara individual atau masal. Secara garis besar tujuan pendaftaran tanah dinyatakan dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yaitu : a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. Untuk itu kepada pemegang haknya diberikan sertipikat sebagai tanda buktinya. b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
7

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Tujuan pendaftaran tanah yang tercantum pada huruf a merupakan tujuan utama pendaftaran tanah yang diperintahkan oleh Pasal 19 UUPA. Disamping itu terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan untuk tercapainya pusat informasi mengenai bidangbidang tanah sehingga pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah dapat dengan mudah memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Dengan demikian terselenggaranya pendaftaran tanah yang baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi dibidang pertanahan. Adapun syarat-syarat yang dipenuhi agar pendaftaran tanah dapat menjamin kepastian hukum adalah : 1. Tersedianya peta bidang tanah yang merupakan hasil pengukuran secara kadasteral yang dapat dipakai untuk rekonstruksi batas dilapangan dan batasbatasnya merupakan batas yang sah menurut hukum. 2. Tersedianya daftar umum bidang-bidang tanah yang dapat membuktikan pemegang hak yang terdaftar sebagai pemegang hak yang sah menurut hukum. 3. Terpeliharanya daftar umum pendaftaran tanah yang selalu mutakhir, yakni setiap perubahan data mengenai hak atas tanah seperti peralihan hak tercatat dalam daftar umum. Selain dari itu syarat-syarat pendaftaran Hak Milik atas tanah yang berasal dari Hak Ulayat dapat dilihat dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang berbunyi : Pasal 24 : (1) Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hakhak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya. (2) Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih
8

secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahulu-pendahulunya, dengan syarat: a. Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya. b. Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya. Pasal 25 : (1) Dalam rangka menilai kebenaran alat bukti sebagaimana dimaksud Pasal 24 dilakukan pengumpulan dan penelitian data yuridis mengenai bidang tanah yang bersangkutan oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik. (2) Hasil penelitian alat-alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam suatu daftar isian yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 26 : (1) Daftar isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) beserta peta bidang atau bidang-bidang tanah yang bersangkutan sebagai hasil pengukuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) diumumkan selama 30 (tiga puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau 60 (enam puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sporadik untuk memberi kesempatan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan. (2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di Kantor Panitia Ajudikasi dan Kantor Kepala Desa/Kelurahan letak tanah yang bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau di kantor pertanahan dan kantor kepala desa/kelurahan letak tanah yang bersangkutan dalam pendaftaran tanah secara sporadik serta di tempat lain yang dianggap perlu. (3) Selain pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dalam hal pendaftaran tanah secara sporadik individual, pengumuman dapat dilakukan melalui media massa. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan oleh Menteri.
9

Pasal 27 : (1) Jika dalam jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) ada yang mengajukan keberatan mengenai data fisik dan atau data yuridis yang diumumkan, Ketua Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik mengusahakan agar secepatnya keberatan yang diajukan diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat. (2) Jika usaha penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membawa hasil, dibuatkan berita acara penyelesaian dan jika penyelesaian yang dimaksudkan mengakibatkan perubahan pada apa yang diumumkan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), perubahan tersebut diadakan pada peta bidang-bidang tanah dan atau daftar isian yang bersangkutan. (3) Jika usaha penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dilakukan atau tidak membawa hasil, Ketua Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik memberitahukan secara tetulis kepadapihak yang mengajukan keberatan agar mengajukan gugatan mengenai data fisik dan atau data yuridis yang disengketakan ke Pengadilan. Pasal 28 : (1) Setelah jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) berakhir, data fisik dan data yuridis yang diumumkan tersebut oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik disahkan dengan suatu berita acara yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri. (2) Jika setelah berakhirnya jangka waktu pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) masih ada kekurang kelengkapan data fisik dan atau data yuridis yang bersangkutan atau masih ada keberatan yang belum diselesaikan, pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan catatan mengenai hal-hal yang belum lengkap dan atau keberatan yang belum diselesaikan. (3) Berita acara pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar untuk : a. Pembukuan hak atas tanah yang bersangkutan dalam buku tanah. b. Pengakuan hak atas tanah. c. Pemberian hak atas tanah.
10

Ketentuan mengenai pemberian Hak Milik atas tanah (baru) yang dikuasai negara dan atas hak pengolahan diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata cara Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengolahan. Pasal 22 ditegaskan ada 3 (tiga) hal yang menjadi dasar hak atas Tanah: a. Menurut Hukum Adat. b. Karena Ketentuan Undang-Undang. c. Karena Penetapan Pemerintah. Terjadinya hak milik berdasarkan hukum adat yaitu yang diatur pada Pasal 16 UUPA bahwa hak-hak tanah berasal dari hukum adat atas seijin masyarakat adat dan tanah yang telah diusahakan tersebut secara terus menerus bahkan turun- temurun dapat diakui sebagai Hak Milik. Pemahaman hak ulayat menurut peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat disebutkan, hak ulayat adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam termasuk tanah dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun. Sedangkan tanah ulayat adalah bidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu. Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan. Adapun langkah-langkah yang harus dilalui dalam pendaftaran hak ulayat ini antara lain masalah lembaga konversi : Langkah 1: menyiapkan dokumen persyaratan Menyiapkan paket dokumen berikut yang akan menyertai Surat Permohonan, sebagai berikut: a. Fotocopy KTP (bila perorangan) atau Akta Pendirian (bila Badan Hukum) b. Pernyataan tertulis mengenai jumlah bidang luas dan status hak tanah-tanah yang telah dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah negara yang dimohon.

11

Langkah 2 : membuat dan menyampaikan surat permohonan a. Membuat surat permohonan Hak Milik atas tanah negara yang ditujukan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Melampirkan dokumen persyaratan dilangkah 1. b. Sampaikan surat permohonan yang sudah lengkap tersebut kepada Kantor Pertanahan melalui sub bagian tata usaha dan meminta tanda bukti terima surat dan berkas permohonan. Langkah 3 : Membayar biaya permohonan Membayar segala biaya permohonan setelah menerima surat pemberitahuan dari kantor pertanahan. Langkah 4: Menerima surat keputusan Menerima surat keputusan pemberian hak milik atas tanah Negara untuk atas nama pemohon, yang selanjutnya disebut penerima hak. Surat permohonan bisa ditolak. Isyarat bahwa surat permohonan akan ditolak adalah tidak adanya langkah ketiga, melainkan langsung ke langkah 4 berupa SK Penolakan. Dalam hukum adat (recht verwaarkling) tentang pendaftaran tanah, diatur dalam PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, menggantikan PP No. 10 tahun 1961, yang mengatur pelaksanaan pendaftaran tanah sebagaimana diperintahkan dalam pasal 19 UUPA, PP tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia No. 57 tahun 1997, sedang Penjelasannya dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696. Berlakunya hukum adat (rechtverwaarkling) pada pendaftaran tanah dapat dilihat dalam rumusan Pasal 24 PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sebagai berikut: 1. Untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa buktibukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya. 2. Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan
12

penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahuluanpendahulunya, dengan syarat: a. Penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya. b. Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya. Keberadaan hak ulayat di suatu daerah akan dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran tanah, dan bila batas-batasnya dapat ditentukan menurut tata cara pendaftaran tanah, batas tersebut digambarkan pada peta dasar pendaftaran tanah dan tanah dicatat dalam daftar tanah. Walaupun dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran, tetapi terhadap tanah ulayat tidak diterbitkan sertipikat. Karena subyek hak ulayat adalah masyarakat hukum adat tertentu, bukan orang perseorangan dan bukan kepala persekutuan adat.

3.3.2 Lembaga Adat Yang Melakukan Penyelesaian Awal Terhadap Obyek Tanah Hak Ulayat Yang Akan Dimohonkan Sertipikatnya Bentuk suatu penyelesaian sengketa merupakan serangkaian aktifitas yang diperlukan oleh para pihak yang bersengketa dengan menggunakan strategi untuk menyelesaikannya. Mekanisme penyelesaian sengketa dapat muncul dalam berbagai bentuk. Secara umum media penyelesaian sengketa yang tersedia dapat digolongkan dalam dua bentuk yaitu melalui pengadilan dan penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau sering disebut sebagai alternatif penyelesaian sengketa (Alternative Dispute Resolution / ADR). ADR merupakan sebuah pengertian konsep penyelesaian konflik atau sengketa yang kooperatife yang diarahkan pada suatu kesepakatan atau solusi terhadap konflik atau sengketa yang bersifat win-win solution (menang). Bentuk penyelesaian sengketa lainnya yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersengketa adalah negosiasi. Penyelesaian sengketa model ini disebut penyelesaian untuk menghasilkan suatu keputusan atau kesepakatan tanpa campur tangan atau bantuan pihak ketiga. Biasanya penyelesaian model ini tidak berdasarkan peraturan yang ada melainkan berdasarkan aturan yang mereka buat sendiri.
13

Sedangkan penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga meliputi penyelesaian yang berbentuk ajudikasi, arbitrase dan mediasi. Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa ini mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah bahwa ketiga bentuk penyelesaian ini bersifat triadic karena melibatkan pihak ketiga. Sedangkan perbedaannya adalah sebagai ajudikasi merupakan penyelesaian yang dilakukan oleh pihak ketiga yang mempunyai wewenang untuk campur tangan dan ia dapat melaksanakan keputusan yang telah ditentukan tanpa memperhatikan apa yang menjadi kehendak para pihak. Berbeda dengan ajudikasi, arbitrase merupakan penyelesaian sengketa yang dilakukan pihak ketiga dan keputusannya disetujui oleh pihak-pihak yang bersengketa. Sedangkan mediasi adalah bentuk penyelesaian yang melibatkan, pihak ketiga untuk membantu pihak-pihak yang bersangkutan untuk mencapai persetujuan. Sebagai salah satu tindak lanjut dari pemberian jaminan kepastian dan perlindungan hukum Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 mencantumkan lembaga

Rechtsverwerking sebagaimana disebut dalam Pasal 32 ayat (2) yang telah lama ada menurut hukum adat. Lembaga Rechtsverwerking dalam hukum adat adalah dianggap melepaskan hak atau kehilangan hak untuk menuntut yang artinya apabila seorang memiliki tanah tetapi selama jangka waktu tertentu membiarkan tanahnya tidak diurus, dan tanah itu dipergunakan oleh orang lain dengan itikad baik, hilanglah hak menuntut pengembalian tanah tersebut. Pelepasan hak rechtsverwerking terutama didasarkan pada sikap seseorang dari mana disimpulkan bahwa ia tidak hendak mempergunakan lagi sesuatu hak, lain dari daluwarsa atau lampau waktu verjaring yang semata-mata didasarkan pada waktu saja. Agar jual beli dengan pelepasan adat sah jika pendaftaran tanah seperti diuraikan diatas dikenal dengan istilah Recht Kadaster yang diselenggarakan dengan tujuan menjamin kepastian dan perlindungan hukum kepada mereka yang tercantum namanya dalam buku tanah sebagai pemegang hak dengan diterbitkannya sertipikat hak atas tanah yang merupakan salinan dari buku tanah dan surat ukur yang dijahit menjadi satu. Ini berarti hal-hal yang diterangkan dalam buku tanah dan surat ukur tersebut mempunyai kekuatan hukum dan harus pendaftaran tanah sangat dibutuhkan dalam setiap tahap pengolahan, dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai tahap pengendalian. Pemanfaatan data pendaftaran tanah sangat diperlukan oleh organisasi yang bertanggung jawab dalam pengelolaan pertanahan dan pengembangan administrasi pertanahan. Sebagai jaminan kepastian dan perlindungan hukum pemanfaatan data pendaftaran tanah diperlukan pula oleh berbagai pihak yang berkaitan dan berurusan dengan
14

tanah, mulai dari instansi pemerintah, pihak swasta dan kalangan masyarakat baik masyarakat umum secara perorangan, secara kelompok maupun badan hukum.

Contoh Kasus Tanah Ulayat dalam Masyarakat Adat Batak Toba Pada umumnya Kecamatan Nassau Kabupaten Tobasamosir dihuni oleh suku Batak yang terdiri dari marga-marga yaitu marga Siagian, Pasaribu dan Sianipar, dan Siahaan. Sehingga adapun tanah adat adalah didasarkan atau sifatnya kemargaan. Apabila ditelusuri dari sejarah dari pada struktur penguasaan tanah adat tersebut adalah dikarenakan ketika dahulu kala marga tersebut adalah orang yang pertama kali membuka lahan atau bertempat tinggal ke daerah tersebut yang pada waktu itu masih kosong (semak belukar). Dengan waktu yang sangat lama marga tersebut beranak cucu dan tetap tinggal di daerah tersebut dan lama kelamaan terbentuklah sebuah perkampungan atau komunitas manusia yang ditempati oleh satu marga. Karena wilayah/daerah tersebut masih dalam penguasaan satu garis keturunan, tidak ada pembagian antara anak, melainkan untuk sebagai tempat mencari nafkah generasi ke generasi. Dengan waktu yang tak terhitung maka marga tersebut terus berkembang hingga sampai beberapa keturunan (suddut), sehingga tak memungkinkan adanya lagi hak untuk melakukan pembagian. Karena hal tersebut maka dijadikanlah sebagai tanah adat yang berlaku secara terus menerus generasi ke generasi sebagai mereka mencari nafkah. Penguasaan terhadap tanah adat berdasarkan penemuan nenek moyang terdahulu terjadi di berbagai daerah atau di beberapa lahan serta oleh marga - marga yang saling berbeda pula. Bahwa pada umumnya daerah Nassau pada zaman dahulu adalah tanah adat. Sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa Nassau merupakan tanah adat dari berbagai marga-marga. Oleh karena adanya klaim marga-marga tersebut atas tanah adat tersebut sehingga menimbulkan perkelahian antar marga. Yang mana marga yang berbeda tersebut saling mengklaim bahwa tanah tersebut adalah kekuasaan mereka. Marga-marga tersebut saling mengklaim bahwa tanah tersebut adalah merupakan peninggalan atau wrisan nenek moyang mereka.

15

Setelah timbulnya konflik, lahir pulalah konflik yang lebih besar yaitu perang antar marga. Perang antar marga yang memperebutkan tanah tersebut akhirnya berujung kepada setelah adanya pemenang dari pada perang tersebut. Sehingga yang menjadi berhak atas tanah tersebut adalah mereka (marga) yang menang dalam perang tersebut. Konflik yang terjadi di Desa Sipagabu antara marga Siagian dan Pasaribu yaitu memperebut tanah ulayat. Dahulu daerah ini khusus punya kerajaan marga pasaribu, sebelum pemerintahan Belanda. Pada saat terjadinya konflik antara marga Siagian dan marga Pasaribu banyak pertumpahan darah, dimana kedua marga ini saling membunuh untuk memiliki status tanah tersebut. Semakin banyaknya pertumpahan darah di daerah ini, sehingga daerah ini disebut dengan tanah golat yang artinya tanah darah, maka marga Pasaribu menarik diri dari daerah ini, sehingga yang berkuasa di daearah Sipagabu sampai sekarang yaitu marga siagian. Tetapi seiring dengan waktu kekuasaan marga Pasaribu di daerah Sipagabu ini dihidupkan kembali hak marga Pasaribu, karena sebenarnya yang mempunyai hak atas daerah ini adalah marga Pasaribu yaitu kepunyaan Raja Malintang.

16

BAB 1V PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran Perlu dikembangkannya upaya-upaya untuk mempertahankan keberadaan hak ulayat dan keberadaan nilai-nilai hukum adat baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Tujuannya agar hak ulayat dan nilai-nilai hukum adat trdisional tersebut tidak musnah/hilang dan digeser oleh nilai-nilai baru yang belum tentu sesuai dengan masyarakat. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melalui peyuluhan kepada masyarakat akan pentingnya masyarakat memelihara hak ulayat dalam masyarakat hukum ada.

17

DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Mukti Affan, 2006, Pokok Pokok Bahasan Hulum Agraria, Medan: Usu Press Notonegoro, 1991, Politik Hukum dan Pembagunan Agraria di Indonesia, Jakarta: Bina Aksara Soerjono Wingjodipuro, 1983, Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta : Sumur Bandung Abdurrahman, 1984, Hukum Adat Menurut Perundang perundangan Republik Indonesia,Cendana Press, Jakarta.

18

Anda mungkin juga menyukai