Anda di halaman 1dari 41

HUKUM ADAT

HUKUM TANAH
PROF. DR. SRI HAJATI, S.H.MS
• Hak Ulayat
• Hak Pertuanan
• Hak Purba
• Beschikkingsrecht
• Hak yg dipunyai oleh suku/clan sebuah
serikat desa atau biasanya oleh sebuah
desa untuk menguasai seluruh tanah
seisinya dlm wilayahnya
• Hak ulayat mempunyai kekuatan berlaku
ke dalam dan keluar
Berlakunya hak Ulayat
KE DALAM
• Memberikan izin kpd warga persekutuan
utk mengambil hasil hutan dan membuka
tanah
• Izin kpd Penguasa diperlukan untuk
kepentingan persekutuan
KE LUAR
• Pada dasarnya org diluar persekutuan tdk
boleh membuka tanah di dalam
persekutuan namun hrs izin & membayar
uang pemasukan/mesi/recognisi
Perbedaan
• Izin bagi warga persekutuan untuk
mengatur agar kepentingannya tidak
berbenturan
• Izin dan membayar mesi, membuktikan
ybs bukan warga persekutuan dan
membuktikan bahwa tanah ybs bukan
miliknya
Berlakunya Hak Ulayat ke dalam

• Warga masyarakat Hk Adat mempunyai


hak thd tanah wilayahnya (hak ulayat)
yaitu :
1. Membuka tanah
2. Hak untuk memungut hasil hutan
Pembukaan tanah dpt dilakukan :

1. Warga masyarakat hk adat secara


bersama-sama dibawah pimpinan kepala
adat
2. Warga masyarakat hk adat secara
perorangan
Ada 3 cara Pembukaan tanah yg
dilakukan secara bersama-sama
dibawah pimpinan kepala adat

1. Mathok sirah (wong), mathok


galeng = Gogol Tetap
2. Mathok sirah(wong), gilir
galeng = Gogol Tidak Tetap
3. Bluburan
Tanah Gogolan dibedakan:

 Tanah gogol tetap = tingkat


tanah nya subur.
 Tanah gogo tidak tetap = tingkat
kesuburanya kurang.
Hubungan hak ulayat dengan
hak perorangan
• Semakin maju dan bebas penduduk dlm
usaha-usaha pertaniannya, semakin
lemahlah hak ulayat itu dg sendirinya
• Hak ulayat dan hak perorangan itu
bersangkut paut dalam hubungan kempis
mengembang, desak mendesak, batas-
membatasi, mulur mungkret tiada henti.
• Bila tanah itu ditelantarkan maka tanah itu
kembali menjadi wilayah persekutuan shg
sifatnya elastis tergantung pd hak
perseorangan
• Bila hak perseorangan menguat, hak
ulayat melemah dan sebaliknya
Kedudukan hak Ulayat pd masa
penjajahan Belanda
• Domein Verklaring
• Tanah yg tdk dpt dibuktikan pemiliknya
merupakan tanah negara
• Diberikan kpd investor asing --- hak
domein verklaring
• Hak ulayat disebut Beschikkingsrecht, ada
pengakuan thd persekutuan hk, jd pd
masa penjajahan Bld jelas diatur
Pengaturan Hak Ulayat
• Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945
(Amandemen II)
• Pasal 3 dan 5 UUPA
• Penjelasan umum angka II Nomor 3 UUPA
• Permen Agraria/Kepala BPN 5/1999--->
telah dicabut
• Keppres 34/2003 dan Perpres 36/2005
• Permen ATR 9/2015 dicabut dengan
Permen ATR 10/2016 (Hak Komunal) 
telah dicabut
Agrarisch Besluit Stb. 1870 No. 118
– Domein Verklaring

Pasal 1
• Semua tanah (di Indonesia) yg tdk dapat
dibuktikan bahwa tanah tsb adalah tanah
dg hak eigendom adalah domein negara
Kedudukan hak Ulayat dlm UUPA
• Pasal 3
• Pasal 5
• Eksistensi hak ulayat msh diakui
• Sepanjang msh ada, tdk boleh dimunculkan hak
ulayat lg
• Tdk boleh bertentangan dg kepentingan umum,
tdk ada batasan yg jelas
• Pasal 3 & 5 tdk ditindak lanjuti dg pasal-pasal yg
lain/berdiri sendiri
• UUPA seolah-olah tdk ngatur
ttg hak atas tanah masy. Hk
adat
• UUPA tdk memberikan
kriteria, mengenai eksistensi
hak ulayat
Pasal 3 UUPA
• Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dlm
Pasal 1 & 2, pelaksanaan hak ulayat dan hak-
hak yg serupa itu dari masyarakat-masyarakat
hk adat, sepanjang menurut kenyataannya
masih ada, harus sedemikian rupa shg sesuai
dg kepentingan nasional dan negara, yg
berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak
boleh bertentangan dg UU dan peraturan-
peraturan lain yg lebih tinggi.
Pasal 5 UUPA
• Hukum Agraria yg berlaku atas bumi, air, ruang
angkasa ialah hk adat, sepanjang tidak
bertentangan dg kepentingan nasional dan
negara, yg berdasarkan atas persatuan
bangsa, dg sosialisme Indonesia serta dg
peraturan-peraturan yg tercantum dlm UU ini
dan peraturan perundangan lainnya, segala
sesuatu dg mengindahkan unsur-unsur yg
bersandar pd hk agama
Pengakuan hak ulayat
• Permen Agraria/Kepala BPN No.
5/1999 ttg Pedoman Penyelesaian
masalah hak Ulayat mayarakat Hukum
Adat ---24 Juni 1999
• Tujuan : utk melaksanakan urusan
pertanahan dlm kaitannya dg hak
ulayat yg masih ada di daerah tsb
Kriteria penentu adanya hak ulayat (Pasal 2 Permen
Agraria/Kepala BPN No. 5 Th 1999

1. Adanya masy. Hk adat tertentu


2. Adanya hak ulayat yg menjadi lingkungan hidup &
tempat mengambil keperluan hidup masyarakat hk
adat
3. Adanya tatanan hk adat mengenai pengurusan,
penguasaan dan penggunaan tanah ulayat yg berlaku
dan ditaati oleh masyarakat hk adat
Ke-3 nya merupakan kriteria kumulatif
Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional
(Permen Agraria/Kepala BPN) No. 5 Tahun 1999
tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat
Masyarakat Adat, yang dimaksud dengan hak ulayat
adalah :
• kewenangan yang menurut adat dipunyai oleh
masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah
tertentu yang merupakan lingkungan hidup para
warganya untuk mengambil manfaat dari sumber
daya alam (SDA), termasuk tanah dalam wilayah
tersebut, bagi kelangsungan hidup dan
kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara
lahiriah dan batiniah secara turun temurun dan
tidak terputus antara masyarakat hukum adat
tertentu dengan wilayah yang bersangkutan.
hak ulayat adalah :
• kewenangan yang menurut adat dipunyai oleh
masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu
yang merupakan lingkungan hidup para warganya
untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam
(SDA), termasuk tanah dalam wilayah tersebut, bagi
kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul
dari hubungan secara lahiriah dan batiniah secara
turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat
hukum adat tertentu dengan wilayah yang
bersangkutan. (Pasal 1 Permen Agraria/Kepala BPN No. 5
Tahun 1999 telah dicabut oleh Permen ATR 9/2015 DAN
10/2016)
Salah satu lingkup hak ulayat adalah tanah,
yang disebut “tanah ulayat”.
Tanah ulayat menurut Pasal 1 angka 2
Permen Agraria/Kepala BPN No. 5 Tahun
1999, adalah :

• bidang tanah yang di atasnya terdapat hak


ulayat dari masyarakat hukum adat
tertentu.
Permen ATR 9/2015, 10 2016
• Hak Komunal?
• Hak Ulayat?
• Hak komunal atas tanah (hak komunal)
adalah hak milik bersama atas tanah
suatu masyarakat hukum adat, atau hak
milik bersama atas tanah yang diberikan
kepada masyarakat yang berada dalam
kawasan tertentu (Pasal 1 angka 1
Permen ATR 10/2016
Permen ATR 18/2019
• Mencabut Permen ATR 10/2016
• Hak Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat
atau yang serupa itu adalah hak kesatuan
masyarakat hukum adat yang bersifat komunal
untuk menguasai, mengelola dan/atau
memanfaatkan, serta melestarikan wilayah
adatnya sesuai dengan tata nilai dan hukum
adat yang berlaku
• Tanah Ulayat Kesatuan Mayarakat Hukum Adat
adalah tanah persekutuan yang berada di
wilayah masyarakat hukum adat yang menurut
kenyataannya masih ada
Hak ulayat dikelola oleh
masyarakat hukum adat, yaitu :

• sekelompok orang yang terikat oleh


tatanan hukum adatnya sebagai warga
bersama suatu persekutuan hukum
karena kesamaan tempat tinggal ataupun
atas dasar keturunan (Pasal 1 angka 3
Permen Agraria/Kepala BPN No. 5 Tahun
1999).
Hak ulayat masyarakat hukum adat
dianggap masih ada menurut Pasal 2 ayat
(2) Permen Agraria/Kepala BPN No. 5
Tahun 1999, apabila :

a. terdapat sekelompok orang yang masih


merasa terikat oleh tatanan hukum
adatnya sebagai warga bersama suatu
persekutuan hukum tertentu, yang
mengakui dan menerapkan ketentuan-
ketentuan persekutuan tersebut dalam
kehidupan sehari-hari;;
b. terdapat tanah ulayat tertentu yang
menjadi lingkungan hidup para warga
persekutuan hukum tersebut dan
tempatnya mengambil keperluan
hidupnya sehari-hari; dan
c. terdapat tatanan hukum adat mengenai
pengurusan, penguasaan dan
penggunaan tanah ulayat yang berlaku
dan ditaati oleh para warga persekutuan
hukum tersebut.
Isi wewenang hak ulayat
• Mengatur dan menyelenggarakan penggunaan
tanah (pemukiman, bercocok tanam dll), dan
persediaan (pembuatan
pemukiman/persawahan baru, dll) dan
pemeliharaan tanah
• Mengatur dan menentukan hubungan hukum
antara orang dengan tanah (memberikan hak
tertentu pada subyek tertentu)
• Mengatur dan menetapkan hubungan hukum
antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan
hukum yang berkenaan dengan tanah (jual beli,
warisan dll)
Lahirnya wewenang dan
kewajiban dalam hak ulayat
• Wewenang dan kewajiban dalam hak
ulayat lahir dari hubungan secara lahiriah
dan batiniah secara turun menurun antara
masyarakat hukum adat tersebut dengan
wilayah yang bersangkutan.
• Hubungan itu selain merupakan hubungan
lahiriah, juga batiniah yang bersifat religio-
magis
• Hubungan tersebut pada dasarnya
merupakan hubungan yang bersifat abadi
UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
Pasal 4 :
1)Semua hutan di dalam wilayah RI termasuk
kekayaan alam yg terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
2) Penguasaan hutan oleh negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memberi wewenang
kepada pemerintah untuk:
a.Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang
berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan
hasil hutan.
b. Menetapkan status wilayah tertentu sebagai
kawasan hutan dan kawasan hutan sebagai
bukan kawasan hutan dan
c. Mengatur dan metetapkan hubungan-
hubungan hukum antara orang dengan
hutan serta mengatur perbuatan-perbuatan
hukum mengenai kehutanan.
3) Penguasaan hutan oleh negara tetap
memperhatikan hak masyarakat hukum adat,
sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui
keberadaannya serta tidak bertentangan
dengan kepentingan Nasional
Pasal 5
1. Hutan berdasarkan strukturnya terdiri dari :
a. Hutan Negara
b. Hutan Hak
2. Hutan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dapat berupa hutan adat.
3. Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan hutan adat
ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya
menyebabkan hukum adat yg bersangkutan masih ada
dan diakui keberadaannya.
4. Apabila dalam perkembangannya masyarakat hukum
adat yg bersangkutan tidak ada lagi, maka hak
pengelolaan hutan adat kembali kpd pemerinta.
Pasal 1 Pasal 5
Ayat (4) 1. Hutan berdasarkan strukturnya terdiri
Hutan Negara adalah hutan yang berada dari :
pada tanah yang tidak dibebani hak atas a. Hutan Negara
tanah. b. Hutan Hak
2. Hutan Negara sebagaimana dimaksud
Ayat (5) pada ayat (1) huruf a dapat berupa hutan
Hutan Hak adalah hutan yang berada pada adat.
tanah yang dibebani hak atas tanah. 3. Pemerintah menetapkan status hutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dan hutan adat ditetapkan
sepanjang menurut kenyataannya
menyebabkan hukum adat yg
bersangkutan masih ada dan diakui
keberadaannya.
4. Apabila dalam perkembangannya
masyarakat hukum adat yg bersangkutan
tidak ada lagi, maka hak pengelolaan
hutan adat kembali kpd pemerintah.
Pasal 1
Ayat (4)
Hutan Negara adalah hutan yang berada pada
tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.
Ayat (5)
Hutan Hak adalah hutan yang berada pada
tanah yang dibebani hak atas tanah.
Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Kehutanan
Sepanjang menurut kenyataan masih ada dan
diakui keberadaannya berhak :
(1) Melakukan pemungutan hasil hutan untuk
menentukan kebutuhan hidup sehari-hari
masyarakat adat yg bersangkutan.
(2)Melakukan kegiatan pengelolaan hutan
berdasarkan hukum adat yg berlaku dan tidak
bertentangan dengan undang-undang.
(3) Mendapat pemberdayaan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan
Penjelasan Pasal 67 ayat (1) disebutkan bahwa
Masyarakat Hukum Adat diakui keberadaannya,
jika menurut kenyataannya memenuhi unsur
antara lain :
(1) Masyarakat masih dalam bentuk baguyuban
(rechtgemenschap);
(2) Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat
penguasa adat;
(3) Ada wilayah hukum adat yg jelas;
(4) Ada pranata dan perangkat hukum,
khususnya peradilan adat yg masih ditaati;
(5) Ada pengukuhan dengan peraturan daerah.
PUTUSAN MK NO.35/PUU-X/2012 :
Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa
Hutan Adat adalah Hutan yang berada di
wilayah adat, dan bukan lagi Hutan Negara.
Pasal 1 angka 6 UU Kehutanan
• MK menghapus kata “negara” dalam Pasal 1
angka 6 UU Kehutanan, sehingga Pasal 1 angka
6 UU Kehutanan menjadi “Hutan adat adalah
hutan yang berada dalam wilayah
masyarakat hukum adat”
Pasal 5 ayat (1)
• MK juga menafsirkan bersyarat Pasal 5 ayat (1)
UU Kehutanan sepanjang tidak dimaknai
“Hutan negara sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf (a), tidak termasuk hutan adat”
dan menghapus frasa “dan ayat (2) dalam
Pasal 5 ayat (3)

Anda mungkin juga menyukai