Anda di halaman 1dari 67

Implementasi Penguatan Hak

Ulayat Atas Tanah dan Benda-


benda yang ada di atas tanah
dari HUMA Dalam Konstek
Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Umum
Sarjita
PusatStudi Lingkungan Hidup UGM-
WB: Yogyakarta, 12-13 Oktober 2019
Regulasi Masyarakat Hukum Adat dalam UU PTUP

Pihak yang berhak (Psl 1 butir 3, Psl


19 ayat (2);
Masyarakat yang terkena dampak;
(Penjelasan Psl. 19 ayat (2) Misalnya:
masyarakat yang berbatasan langsung
dengan lokasi Pengadaan Tanah.
Bagaimana dengan Masyarakat yang
Terdampak, tetapi tidak bebrbatasan
lansung dgn Lokasi PTUP?
(Tahapan Konsutasi Publik)
MHA dan Tokoh Adat; GR
Masyarakat Hukum Adat (Penjelasan Psl.
40 huruf e tentang Pihak yang berhak GR)
GR Tanah Ulayat diberikan dalam bentuk
tanah pengganti, permukiman kembali, atau
bentuk lain yng disepakati olh MHA ybs.
Tokoh Adat (Penjelasan Pasal 3 Pengampu
Kepentingan: Pemuka Adat dan Tokoh
Agama
Pasca
Dikeluarkannya
Putusan MK 35
Tahun 2012
Latar Belakang Masalah
Di era reformasi, di mana prinsip-prinsip
demokrasi, keadilan dan keberlanjutan atas
penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan (P4) sumber daya alam harus
dikedepankan
Amanat Ketetapan MPR-RI Nomor IX/MPR/2001
tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan
Sumber Daya Alam.
Implementasi atas substansi Ketetapan MPR-RI
tersebut, realitas yang terjadi akan selalu terkait
dengan isu pluralisme hukum dan unifikasi hukum.
Kajian evaluatif dalam pengelolaan SDA
menyulut konflik, dikarenakan:
Pertama, orientasi pengelolaan SDA yang telah
bergeser dari keadilan sosial menjadi sekedar
nilai ekonomi;
Kedua, lembaga dan norma hukum yang tersedia
belum bekerja secara efektif untuk menangani
dan menyelesaikan sengketa dan konflik;
Ketiga, hampir pada setiap kegiatan pengelolaan
SDA posisi tawar masyarakat termasuk
masyarakat hukum adat sangat lemah.
Kementerian ATR/BPN

berusaha untuk memperjuangkan agar RUU


Pertanahan segera disahkan menjadi UU;
UU tersebut agar mampu bersinergi dan menjadi
isntrumen untuk mengharmonisasikan peraturan
perundang-undangan terkait agraria, tata ruang dan
tanah, khususnya dalam mengimplementasika
peraturan perundang-undangan yang substansinya
untuk menguatkan hak ulayat masyarakat hukum
adat dengan peraturan perundang-undangan
sektoral lainnya;
Per UU Sektoral -Pertanahan
Mengharmonisasikan peraturan perundang-undangan
sektoral yang mengatur konsep dasar pengertian, kriteria,
dan tindak lanjut penguatan hak ulayat masyarakat hukum
adat;
Perundang-undangan dimaksud, seperti UU Perlindungan
Lahan Pertanian Berkelanjutan, UU Budidaya, UU
Pertambangan: Mineral dan Batubara, serta Migas, UU
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU
Penanaman Modal, UU Perkebunan, UU Penataan Ruang,
UU Kehutanan, UU Pemerintahn Daerah, UU Desa, UU
Pengelolaan Wilayah Pesisir P2K, UU Penataan Ruang, UU
Sumber Daya Air, dan Draf RUU Pengakuan dan
Perlindungan Hak-hak Masyarakat Hukum Adat.
Permasalahan/Problematika:
a. bagaimanakah identification, yaitu soal siapakah yang dimaksud
masyarakat adat itu, apa saja kriterianya, apa bedanya dengan
masyarakat adat yang bukan adat/asli/pribumi (non-indigenous
peoples)?.
b. bagaimanakah posisi relasi-hubungan masyarakat adat dengan tanah
dan wilayah di mana mereka hidup dan dari mana mereka mendapatkan
penghidupannya, termasuk sumber daya alamnya?.
c. bagaimanakah self-determination yang sering berbias politik dan hingga
sekarang masih menjadi perdebatan sengit?.
d. bagaimanakah strategi penguatan hak-hak masyarakat hukum adat
dalam kaitannya dengan akses pengelolaan Agraria, Tata Ruang dan
Pertanahan (TR, PTUP, PT, SKP, RA) terkait otoritas Kementerian
ATR/BPN?
e. bagaimana implementasi peraturan perundang-undangan sektoral (UU
Perkebunan, Kehutanan, Pertambangan, Perairan dan Pulau Pulau Kecil
terkait penguatan hak ulayat masyarakat hukum adat?.
Catatan: Rumusan huruf a-c untuk menggali eksistensi, d untuk menggali
kewenanganan di Kementeraian ATR/BPN, e untuk mengelaborasi kewenangan
lintas sektor di luar sektor pertanahan
Kajian Eksistensi HUMA mengetahui:
a. identification, yaitu soal siapakah yang dimaksud masyarakat
adat itu, apa saja kriterianya, apa bedanya dengan masyarakat
adat yang bukan adat/asli/pribumi (non-indigenous peoples).
b. posisi relasi-hubungan masyarakat adat dengan tanah dan
wilayah di mana mereka hidup dan dari mana mereka
mendapatkan penghidupannya, termasuk sumber daya alamnya.
c. self-determination yang sering berbias politik dan hingga
sekarang masih menjadi perdebatan sengit.
d. strategi penguatan hak-hak masyarakat hukum adat dalam
kaitannya dengan akses pengelolaan SDA di wilayah/kawasan
otoritas Kementerian ATR/BPN.
e. implementasi peraturan perundang-undangan sektoral (UU
Perkebunan, Kehutanan, Pertambangan, Perairan dan Pulau
Pulau Kecil terkait dalam penguatan hak ulayat masyarakat
hukum adat.
UU No. 5 Tahun 1960
Psl 2 ayat (4), Psl 3,
Pasal 5. beserta
Peraturan Turunannya

Permen ATR/BPN Nomor 18/2019


Regulasi Dalam Konstitusi
Pasal 18 B ayat (2): Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
diatur dalam undang-undang. Pasal 28 I ayat
(3): Identitas budaya dan hak masyarakat
tradisional dihormti selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban.
Regulasi dalam UUPA beserta Peruu
Pelaksanaannya
Pasal 3 UU Nomor 5 Tahun 1960 yang meletakan
penghormatan dan perlindungan hak ulayat masyarakat
hukum adat.
PMNA/Ka. BPN Nomor 5 Tahun 1999 ttg Pedoman
Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum
Adat.
PMNA/Ka. BPN Nomor 9 tahun 2015 tentang Tata Cara
Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum
Adat dan Masyarakat Yang Berada Di Kawasan Tertentu.;
Permen ATR/BPN No. 10/2016 tentang Tata Cara
Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum
Adat dan Masyarakat Yang Berada Di Kawasan Tertentu.
Regulasi dan kebijakan:
InstruksiKepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 2 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan
PMNA/Ka. BPN Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Pedoman Penyelesaian Hak Ulayat Masyarakat
Hukum Adat
Surat Deputi Bidang Pengukuran dan Pendaftaran
Tanah BPN menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor
600-1999-D.IV tertanggal 3 Juli 2000, tentang
Petunjuk Teknis Pilot Proyek Identifikasi Tanah
Ulayat berupa Kegiatan Pengukuran dan Pemetaaan
di Negarai Tigo Jangko Sumatera Barat.
Permen ATR/BPN No.
18/2019 mencabut 10/2016
Permen ATR/BPN Nomor 9 Tahun 2015
(Dinamika Regulasi dan Kebijakan)
Dinamika Regulasi adan Kebijakan
Tanah hak Ulayat MHA
Pengertian
Permen ATR/BPN Nomor 10 Tahun 2016
Regulasi di Kemendagri
PMDN NOMOR 52 TAHUN 2014 TENTANG
PEDOMAN PENGAKUAN DAN
PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT
Masyarakat Hukum Adat adalah Warga Negara
Indonesia yang memiiki karakteristik khas, hidup
berkelompok secara harmonis sesuai hukum adatnya,
memiliki ikatan pada asal usul leluhur dan atau
kesamaan tempat tinggal, terdapat hubungan yang
kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta adanya
sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi,
politik, sosial, budaya, hukum dan memanfaatkan satu
wilayah tertentu secara turun temurun.
Regulasi di Kemendagri
Wilayah Adat adalah tanah adat yang berupa tanah, air, dan
atau perairan beserta sumber daya alam yang ada di atasnya
dengan batas-batas tertentu, dimiliki, dimanfaatkan dan
dilestarikan secara turun-temurun dan secara berkelanjutan
untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang
diperoleh melalui pewarisan dari leluhur mereka atau
gugatan kepemilikan berupa tanah ulayat atau hutan adat.
Hukum Adat adalah seperangkat norma atau aturan, baik
yang tertulis maupun tidak tertulis, yang hidup dan berlaku
untuk mengatur tingkah laku manusia yang bersumber
pada nilai budaya bangsa Indonesia, yang diwariskan
secara turun temurun, yang senantiasa ditaati dan dihormati
untuk keadilan dan ketertiban masyarakat, dan mempunyai
akibat hukum atau sanksi.
Perda Terkait Hak Ulayat MHA
a) Perda Provinsi Sumatera Barat Nomor 9
Tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok
Pemerintahan Nagari;
b) Perdasus Provinsi Papua Nomor 23 Tahun
2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat
Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga
Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah;
c) Perda Kabupaten Lebak Nomor 32 Tahun
2001 tentang Perlindungan Atas Hak
Ulayat Masyarakat Baduy;
Regulasi HUMHA
d) Perda Kabupaten Nunukan Nomor 03 Tahun
2004 tentang Hak Ulayat Masyarakat hukum
Adat;
e) Perda Kabupaten Nunukan Nomor 04 Tahun
2004 tentang Hak Ulayat Masyarakat hukum
Adat Lundayeh Kabupaten Nunukan.
f) Perda Provinsi Daerah Istimewa Aceh
Nomor 7 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Kehidupan Adat.
Posisi Hukum Adat Dalam HTN
Pembaruan Hukum Tanah
Nasional (HTN), hukum adat
merupakan sumber utamannya.
Dalam hubungan dengan HTN
positip yang tertulis Hukum
Adat berfungsi sebagai hukum
yang melengkapi.
Konsep Hak ulayat
Hukum Pertanahan Nasional yang tunggal,
orang menunjuk kepada kenyataan/realitas
bahwa terdapat keanekaragaman isi, norma-
norma hukum adat di berbagai
daerah/wilayah mengenai hal-hal yang
sama.
konsepsi (hukum adat bersifat komunalistik
yang memungkinkan penguasaan tanah
secara individual, dengan hak-hak yang
bersifat pribadi, sekaligus mengandung
unsur kebersamaan) dan azas-azas yang
sama, biarpun lembaga-lembaga hukumnya
bisa berbeda dengan bahasa sebutannya yang
berbeda juga.
Soerojo
Soerojo menyebut bahwa konsep tanah
wewengkon atau tanah ulayat yang dalam
hukum internasional dikenali sebagai
konsep teritorialitas atau daerah yuridiksi.
Konsep hak meminta perlindungan ke
bawah kekuasaan seseorang penguasa
agar terhindar dari sanksi adat dalam
hukum internasional disebut hak asilum
atau hak meminta suaka.
Sebutan Keanekaragaman Hak Uayat
Patuanan (Ambon),
Panyapeto (Kalimantan),
Wewengkon (Jawa),
Prabumian (Bali),
Pawatasan (Kalimantan),
Totabuan (Bolaang
Mongondow), Limpo
(Sulawesi Selatan), Nuru
(Pulau Buru), Ulayat
(Minangkabau), Torluk
(Angkola), Paer (Lompok)
dan Golat (Batak).
Empat Azas Keunggulan Hukum Adat
(Soepomo)
azas, pranata dan konsep hukum adat
yang yang mempunyai nilai universal.
Keempat azas tersebut adalah azas
gotomg royong, azas fungsi sosial
manusia dan miliknya, azas persetujuan
sebagai dasar kekuasaan umum, dan azas
perwakilan dan permusyawaratan dalam
sistem pemerintahan.
Empat Azas Keunggulan Hukum Adat
(Soerojo)
pranata maro (dalam Hukum Internasional disebut
production sharing contract), pranata panjer (dalam
Hukum Internasional disebut commitment fee atau
down payment), pranata kebiasaan untuk
mengijinkan tetangga tanpa perlu meminta izin
secara eksplisit terlebih dahulu (dalam hukum
internasional disebut innocent passage), pranata dol
oyodan atas tanah (yang berpadanan dalam Hukum
Internasional dengan voyage charter atau time
charter), dan pranata jonggolan (yang berpadanan
dengan lien atau mortgage dalam Hukum
Internasional).
Mahfud MD
UUPA merupakan hukum yang berkarakter
responsive. Selanjutnya jika UUPA dilihat dari
nilai sosial yang mendasarinya, maka UUPA
merupakan hukum prismatik yang ideal, karena
mengkombinasikan (mengambil segi-segi baik)
dua ekstrem pilihan nilai sosial yaitu nilai sosial
paguyuban (gemeinschap) dan nilai sosial
patembayan (geselschap) dengan titik berat pada
nilai kepentingan yang populistik (kemakmuran
bersama) tanpa menghilangkan hak individu.
Mahfud MD
Dari sisi filosofi sudah baik, akan tetapi
pilihan kepentingan dan nilai sosial oleh
Pemerintah telah menggeser pesan subtantif
filosofis yang mendasarinya. Sebagai contoh
bergesernya penggunaan hak menguasai yang
berintikan “mengatur” dalam kerangka
populisme menjadi “memiliki” secara mutlak
dalam rangka pragmatisme untuk
melaksanakan program pembangunan ekonomi
yang berorientasi pada pertumbuhan.
Satjipto Rahardjo
menyikapi regulasi pengaturan HTN, khususnya Hak
Ulayat Masyarakat Hukum Adat dari yang semula
bersifat Otoriter ke Partisipatif. Dalam menjalankan
pengaturan secara partispasif, Negara tidak lagi
memonopoli kebenaran dan hak untuk mengatur. Negara
tetap memiliki otoritas untuk mengatur, tetapi substansi
nyata disebarkan ke masyarakat. Di sini Negara
mengakui bahwa institusi asli (masyarakat hukum adat)
juga memiliki potensi untuk mengatur sendiri
masyarakatnya, di samping itu hendaknya Negara
mengakomodasi kearifan-kearifan lokal (local wisdom)
yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat.
Penghapusan dan membangun Kembali
Peradilan Adat
Maka atas nama kedaulatan Negara
tersebut, entitas-entitas komunitas asli bisa
dipingirkan, bahkan dinegasikan. Hampir
semua kegiatan yang bersifat publik diberi
label Negara seperti, Pengadilan Negara
(PN, PA, dan PTUN), Kepolisian Negara,
dan legislasi, dan akhirnya eksistensi
Peradilan Adat-pun di hapuskan dengan UU
Darurat Nomor 1 Tahun 1951 dan digantikan
oleh peradilan Negara.
Penghapusan dan membangun Kembali
Peradilan Adat
Setelah masyarakat adat menggugat, maka
dimunculkan kembali peradilan adat (UU
Nomor 21 Tahun 2001 Jo. UU Nomor 35 Tahun
2008 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua,
sebagaimana tertuang dalam Pasal 50 ayat (1)
dan (2) s/d Pasal 51 ayat (1-8). Di dalam Draf
RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak
Masyarakat Hukum Adat/PPHMMA ttg
eksistensi dan mekanisme opersional Peradilan
Adat dituangkan dalam Pasal 44 s/d 50
Dinamika Tuntutan Era Reformasi
2 Putusan Mahkamah Konstitusi terkait judicial
review UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Penguasaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil/HP3 dan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Putusan Nomor 35/PUU-X/2013).
Hal tersebut mengingatkan kepada kita sebagai
anak bangsa, agar jangan terulang kembali
pemberlakuan sejenis UU Nomor 5 Tahun 1979
tentang Pemerintahan Desa, yang dari sisi
substansi undang-undang tersebut jelas-jelas telah
menghancurkan sendi-sendi struktur pemerintahan
masyarakat adat.
Tesoriero 4 (empat) prinsip ekologis,
Holisme: adanya hubungan tidak terpisahkan antara Tuhan-
Manusia dan Agraria (Bumi, air dan ruang angkasa,
termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya).
Keberlanjutan: Mampu dipertahankan dalam jangka
panjang (generasi yang akan datang), sumber daya
seharusnya digunakan hanya pada laju yang ia pulihkan.
Keanekaragaman: Terjamin bekerjannya atau berprosesnya
berbagai sistem alam yang mampu berkembang, beradaptasi
dan tumbuh
Keseimbangan; Secara alamiah hal ini mengarah pada
kepedulian untuk solusi-solusi perdamaian dan tanpa
kekerasan dari konflik yang mungkin terjadi
Joyo Winoto
Joyo Winoto pengelolaan pertanahan harus berkontribusi
secara nyata:
Meningkatkan kesejahteraan rakyat dan melahirkan sumber-
sumber baru kemakmuran rakyat;
Meningkatkan tatanan kehidupan bersama yang lebih
berkeadilan dalam kaitan dengan penguasaan, pemilikan
tanah, dan penggunaan serta pemanfaatan tanah;
Menjamin keberlanjutan sistem kemasyarakatan,
kebangsaaan, dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan
akses seluas-luasnya pada generasi akan dating pada
sumber-sumber ekonomi masyarakat-tanah; dan
Menciptakan tatanan kehidupan bersama secara harmonis
Free and Prior Informed Consent
(FPIC).
Free, berkaitan dengan keadaan bebas tanpa
paksaan, artinya kesepakatan hanya mungkin
dilakukan di atas berbagai pilihan bebas masyarakat.
Prior, artinya sebelum proyek atau kegiatan tertentu
diijinkan pemerintah terlebih dahulu harus mendapat
ijin masyarakat.
Informed, artinya informasi yang terbuka dan seluas-
luasnya mengenai proyek yang akan dijalankan baik
sebab maupun akibatnya.;
Consent artinya persetujuan diberikan oleh
masyarakat sendiri
Requirements for a FPIC in
tress circumstances:
Impacts on land natural
resorces;
Relocation from land and
natural resources;
Significant impact on cultural
heritage.
Desa Adat (self governing community)
berbentuk Desa Adat atau sekadar organisasi komunitas
yang mempunyai pemerintahan sendiri dan mempunyai
otonomi asli. Komunitas ini memiliki struktur yang lepas
dari atau di luar struktur birokrasi Negara, berazaskan
rekognisi (pengakuan dan penghormatan,.
Desa Adat di Bali dengan otoritas kewenangan yang
dimiliki bersifat asal usul, mengelola urusan-urusan
masyarakat yang berskala lokal, susunan asli, musyawarah.
Kelebihan atau keunggulan sesuai konstek sejarah yang
mempunyai asal usul jauh sebelum lahir NKRI, relevan
dengan konsep pengakuan dan penghormatan yang teruang
dalam konstitusi (Pasal 18B UUD 1945),
mengakomodasikan keragaman desa-desa di Indonesia;
Struktur Umum Masyarakat Hukum Adat
(Papua/Jayapura: Perdasus 23/2008)

Ondoafi

Khoselo/ Khoselo/
Clan Clan

Keluarga Keluarga Keluarga


Struktur Penguasaan Tanah Ulayat di
Sumatra Barat (Perda No.6/2008)
Tanah
Ulayat
Nagari

Tanah Tanah
Ulayat Suku Ulayat Suku

Tanah Tanah Tanah


Ulayat Ulayat Ulayat
Kaum Kaum Kaum

Tanah
Tanah Uayat Tanah Ulayat
Ulayat
Rajo Rajo
Rajo
Struktur Kepemimpinan Masyarakat
Hukum Adat
Ondoafi juga dibantu oleh empat kepala Klan
kecil (Iymea) yang disebut sebagai Khoselo, dan
berfungsi dalam 4 fungsi, yaitu bidang
Religi/Spiritual (Wakuyaw), Keamanan dan
Perang (Flaime), Kesejahteraan (Endafu), Duta
Besar Kampung (Kandai Makolone).
fungsi pendamping tersebut terdiri dari Penasehat
(Abu Afaa – Alafo Nolofa), Urusan
Kerumahtanggaan (Abu Afaa – Meakhban
Nolofa), Juru Bicara (Abu Akho), Pembantu
Umum (Waijowa).
Wewenang Ondoafi: (Mansoben : 1995)
(a) memberikan izin bagi rakyatnya yang ingin
mencari nafkah di hutan, dusun sagu, atau
danau;
(b) menggunakan dan memanfaatkan
sumberdaya alam milik kampung;
(c) mengadakan pengawasan terhadap eksploitasi
suberdaya alam agar tidak berlebihan;
(d) mengawasai setiap warga masyarakat agar
tidak melanggar batas-batas hak Iymea-nya dan
kampung lain. (Mansoben : 1995)
Tugas dan kewajiban Khoselo
Pertama: Sebagai pemimpin yang mempunyai
wewenang penuh untuk mengatur perkawinan
setiap anak laki-laki dan perempuan yang
menjadi warganya, seorang Khoselo harus
membayar dan mengatur proses pemberian
maskawin setiap anak laki-laki dari Iymea-nya
yang melakukan perkawinan. Selain itu, dia
berkewajiban untuk mengatur penggunaan
maskawin yang diterima dari perkawinan anak-
anak gadis dari Iymea-nya.
Tugas dan kewajiban Khoselo
Kedua: Dalam hal pengaturan
pemanfaatan sumberdaya alam, Khoselo
berhak memberi izin atau melarang setiap
upaya untuk memanfaatkan atau
mengeksploitasi tanah dan hutan,
termasuk juga dusun-sagu sagu yang
menjadi milik dari Iymea-nya demi
kesejahteraan bersama seluruh warganya.
Tugas dan kewajiban Khoselo
Ketiga: Khoselo juga bertugas untuk memimpin
upacara-upacara adat, seperti upacara kematian,
perkawinan dan inisiasi, yaitu upacara yang
dimaksudkan untuk mempersiapkan generasi penerus
dalam melakukan peperangan. Akan tetapi untuk saat
ini upacara tersebut sudah tidak dilakukan lagi, karena
dianggap sudah tidak diperlukan lagi. Di beberapa
kampung di Sentani, upacara inisiasi ini sudah tidak
dilakukan sejak terjadinya pembakaran terhadap
rumah-rumah tempat upacara inisiasi (Kombo) tersebut,
karena sudah diterimanya agama Nasrani pada akhir
1928 sebagai pegangan spiritual masyarakat.
Tugas dan Kewajiban Khoselo
Keempat: Sebagai seorang hakim dalam
peradilan yang terjadi di dalam Iymea-
nya, seorang Khoselo bertugas untuk
mengadili dan memberi putusan atas
perkara yang terjadi diantara warganya.
Kelima: Untuk menjaga kesuburan tanah
dan kekayaan alam di wilayah
kekuasaannya, seorang Khoselo biasa
menggunakan kekuatan magic (Pulo).
Konsep Keluarga
Pertama: Adalah rumah tempat tinggal satu
keluarga.
Kedua: Konsep tersebut adalah sinonim dari
keluarga inti, yaitu satu kesatuak kecil yang
berbentuk keluarga dan terdiri dari suami istri
serta anak-anak yang belum berkeluarga.
Ketiga: Konsep tersebut mengandung pengertian
klan kecil, yaitu gabungan dari keluarga inti yang
dapat secara jelas menunjukkan asal keturunannya
secara partilineal darai nenek moyang yang sama.
Ondhoafi dalam Penguasaan tanah
Ondoafi bertanggungjawab atas segala perilaku terkait
dengan hak atas tanah bagi setiap jalinan kekerabatan
yang bersatu di bawah naungannya. Setiap satuan
kekerabatan mempunyai hak untuk memanfaatkan
tanah adat sebagai sumber penghidupan dan tempat
untuk membangun rumah.
Seluruh luas tanah yang menjadi tanggungjawab
seorang Ondoafi dibagi peruntukannya berdasarkan
tipologi dan bentuk pemanfaatan yang sesuai atas
tanah tersebut yang terdiri dari areal pemukiman
penduduk, areal perburuan, dusun sagu dan
pemanfaatan umum lainnya
Khoselo terkait dgn Tanah
Ondoafi membagi tanah-tanah yang ia
kuasai kepada setiap Kepala Klan
(Khoselo) sesuai dengan fungsi dan
kedudukannya dalam struktur
pemerintahan adat. Dengan dimikian
Khoselo lah yang berhak untuk membagi-
bagikan tanah tersebut kepada warga di
tingkat Klan kecil yang kemudian
dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup
bersama.
Bentuk-bentuk Penguasaan Tanah
Tanah Kampung (Yo Khani) dimiliki
seluruhnya oleh Ondoafi, sedangkan
masyarakat hanya berhak untuk memakai
dan memanfaatkan tanah tersebut.
Tanah-tanah yang secara langsung dikuasai
oleh Ondoafi itu biasa disebut sebagai Yo
Kla, yaitu tanah-tanah yang dimanfaatkan
secara komunal yang terdiri dari gunung,
sungai, hutan perburuan, dusun sagu dan
areal untuk berkebun masyarakat.
Penguasaan tanah Oleh Ondoafi.
hak kepemilikan Ondoafi bukan berarti secara mutlak
dan sepenuhnya, karena hak tersebut bukanlah hak
pribadi, tapi hak yang menempel pada jabatan sebagai
Ondoafi yang diwariskan secara turun-temurun di
dalam tradisi kepemimpinannya yang patrilineal.
Oleh karena itu hak kepemilikan seorang Ondoafi atas
Yo Khani sangat terkait erat dengan tugas-tugas dan
kewajibannya sebagai pemimpin yang harus
melindungi, mengayomi, menjaga kedamaian hidup
bersama, dan memberi nafkah kepada janda-janda dan
anak-anak yatim, serta menjamin kesejahteraan seluruh
warga masyarakatnya.
Tanah Ulayat untuk Kepentingan Umum
Anggota Warga MHA
• Clan • Cla
Kebun/
n
Dusun Sagu Ladang
Bersama

Upara
Tempat
Adat/Para-
Berburu
para, dll

• Clan • Cla
n
Pasal 2 ayat (4) UUPA
Hak menguasai dari Negara tersebut di
atas pelaksanaannya dapat dikuasakan
kepada daerah-daerah Swatantra dan
masyarakat-masyarakat hukum adat,
sekedar diperlukan dan tidak
bertentangan dengan kepentingan
nasional, menurut ketentuan-ketentuan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 5 tentang Hukum Adat

Hukum agraria yang berlaku atas bumi,


air dan ruang angkasa ialah hukum adat,
sepanjang tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional dan Negara, yang
berdasarkan atas persatuan bangsa,
dengan sosialisme Indonesia serta dengan
peraturan-peraturan yang tercantum dalam
Undang-undang ini dan dengan peraturan
perundangan lainnya, segala sesuatu
dengan mengindahkan unsur-unsur yang
bersandar pada hukum agama.
Asas dan Pengolongan Benda Dalam Hkm Adat,
Perdata dan Masyarakat Internasional

F.D Holleman dalam C.F.G Sunayati


Hartono: De Commune Trek in het
Indonesischleven, ada Empat Corak
masyarakat Hukum Adat Indonesia,
yaitu: a. Magis religius; b.
Communal /Masyarakat lebih penting
dari individu; c. Conrete/nyata atau
riil; dan d. Contant/Tunai.
Perbedaan Fundamental Antara Sistem Hukum Adat dgn Hukum Barat

No. Hukum Barat Hukum Adat


a. Zakelijke rechten yaitu hak Tidak mengenal adanya pembagian hak-
atas sesuatu barang yang hak dalam dua golongan seperti Hukum
bersifat mutlak, dan Barat, jika terjadi perkara, maka
Persoonlijke rechten, yaitu hak sepenuhnya diserahkan di tangan hakim;
perorangan atas suatu objek
yang hanya berlaku terhadap
orang tertentu

b. Publiekrecht – Hukum Umum Tidak mengenal, kalaupun ada yang


dengan Privaatrecht –Hukum bersifat publik degan yang bersifat
Privat privat, kedua-duanya memiliki batas
yang berbeda dengan yang ditetapkan
menurut Hukum Barat.

c. Pelanggaran hukum: Pidana-olh Hukum Adat tidak mengenal, jika ada


Hakim Pidana, Perdata Hakim pelanggaran hukum adat dibutuhkan
Perdata pembetulan kembali Hukum Adat.
Hak-hak Kebendaan Dalam Hukum
Adat: Hilman Hadikusumo
• Tanah dan Tanaman Tumbuh
Macam • Hewan dan Ternak
Harta • Bangunan dan Peralatan

• Pemilikan: penemuan,
pembagian
• Pewarisan: Kolektif, Mayorat

Hak-Hak
dan Individual; Harus
Terjadinya dipehatikan pula Macam harta,
tempat dimana harta berada,
Hak
Kebendaan bentuk perkawinan pewaris,
Agama yg dianutnya
• Transaksi: bersifat sementara
dan Tetap/selamanya dan/atau
bagi hasil

• Hak Ulayat;
Macam • Hak Milik
Hak • Hak Pakai
Azas Universal Hukum Adat: D. D.
Sudradjat, Asas dan penggolongan Hukum Benda, 2019, hlm 294.

Asas Gotong Royong;


Azas Fungsi Sosial Manusia dan Milik dalam masyarakat;
Asas persetujuan sebagai dasar kekuatan umum;
Asas perwakilan dan permusyawaratan dalam sistem
Pemerintahan: Sesepuh Desa Para cerdik Pandai/DPA;
Lurah-Perabot Desa/Presiden/Pemerintah; Rapat
Desa/DPRnya;
Asas Pemisahan Horizontal;
Asas Parimirnma: pemberian yang wajar kepada
seseorang yang setimpal dengan prestasi, perbuatan,
kedudukan, jasa dan karya yang bersangkutan bagi
negara. Contoh hak untuk mengelola TPD atau TAD di
Bali.
Teknik Analisis Konflik HUMA

Anda mungkin juga menyukai