Anda di halaman 1dari 2

Desa A merupakan sebuah desa yang memiliki tanah adat yang terus dilestarikan lebih dari

50 tahun oleh masyarakat adatnya. Tanah adat digunakan masyarakat untuk keberlangsungan
hidup masyarakatnya. Disatu sisi 5 tahun kebelakang ada sebuah perusahaan membuka
perkebunan sawit dengan izin dari pemerintah daerah di tanah adat tersebut.

Pertanyaan 1

Tentukan cara untuk mempertahankan hak ulayat atas tanah adat tersebut, agar tetap di akui
sebagai tanah adat.

Jawaban:

Untuk mempertahankan hak ulayat atas tanah adat, ada beberapa cara yang dapat dilakukan.
Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan:

1. Mengajukan permohonan pengakuan tanah ulayat. Pada Peraturan Menteri Agraria


dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2019 tentang
Tata Cara Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat (“Permen
ATR/BPN 18/2019”), diuraikan lebih lanjut mengenai ‘hak ulayat kesatuan
masyarakat hukum adat atau yang serupa itu’.
2. Melakukan musyawarah dengan pihak-pihak terkait. Jika permohonan hak untuk
usaha perkebunan berada di atas tanah ulayat yang menurut kenyataannya masih ada,
pemohon hak wajib melakukan musyawarah dengan masyarakat adat yang
bersangkutan untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah dan
imbalannya (ganti rugi).
3. Mengajukan gugatan ke pengadilan. Jika hak ulayat atas tanah adat tidak diakui oleh
pihak-pihak terkait, maka dapat diajukan gugatan ke pengadilan.
4. Mengajukan laporan ke Komnas HAM. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM) dapat membantu dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat,
termasuk hak ulayat atas tanah adat.

Pertanyaan 2

Bagaimanankah untuk mendapatkan pengukuhan hak masyarakat adat atas tanah adat
tersebut.

Jawaban:
Untuk mendapatkan pengukuhan hak masyarakat adat atas tanah adat, terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan sebagai berikut.

 Hak atas tanah dari Masyarakat Hukum Adat (MHA) diatur dalam Pasal 27 Kovenan
Internasional untuk Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR). Negara yang memiliki
kelompok suku bangsa, agama atau bahasa, tidak boleh mengingkari haknya dalam
masyarakat, untuk menikmati budaya mereka sendiri, untuk menjalankan dan
mengamalkan agamanya sendiri, atau menggunakan bahasa mereka sendiri.
 Pengakuan hukum terhadap masyarakat hukum adat dan hak penguasaan atas tanah
mereka sangat berbeda antar negara. Di Indonesia, hak kolektif masyarakat adat, baik
memiliki, mengembangkan, mengontrol dan menggunakan tanah adatnya diatur
dalam Pasal 27 ICCPR. Selain itu, terdapat beberapa produk hukum yang diterbitkan
sebagai implementasi dari putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, seperti
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.62/Menhut-II/2013 tentang Perubahan Atas
PerMen Kehutanan No. P.44/MENHUT-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan,
UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Permendagri No. 52 Tahun 2014 tentang
Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, serta PerMen
Agraria dan Tata Ruang (ATR) No. 10 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Hak
Komunal atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang Berada dalam
Kawasan Tertentu.
 Bank Dunia saat ini membantu Indonesia, Filipina, Vietnam, Kamboja, dan Republik
Demokratik Rakyat (RDR) Laos dengan pendaftaran hak atas tanah di daerah
pedesaan, termasuk berbagai bentuk bantuan teknis mengenai hak penguasaan atas
tanah dari masyarakat hukum adat. Selain itu, Bank Dunia juga mendukung organisasi
masyarakat sipil (OMS) di beberapa negara Asia Timur Pasifik untuk memajukan
kesadaran hukum dan pemenuhan hak Masyarakat Hukum Adat

Referensi:
 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
18 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat
Hukum Adat (“Permen ATR/BPN 18/2019”).
 Pasal 27 Kovenan Internasional untuk Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR).
 Maerhaeni Ria Siombo. 2023. Hukum Adat (BMP), Tangerang Selatan: Penerbit
Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai