2008016024
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa masalah penting sebagai berikut:
Analisis
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Indonesia adalah negara yang majemuk
dengan beragam suku bangsa dan budaya, pengakuan terhadap Masyarakat Hukum Adat
(MHA) dan kawasan hutan adatnya, menjadi salah satu bukti kehadiran Pemerintah untuk
melindungi hak masyarakat tradisional sekaligus mensejahterakannya dalam bingkai
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam hal inilah masyarakat hukum adat sebenarnya diakui keberadaannya oleh
pemerintah baik itu pemerintah pusat dan pemerintah daerah, Meskipun diakui oleh
konstitusi, masyarakat hukum adat seringkali diabaikan dalam perumusan aneka
kebijakan, perencanaan dan proses pembangunan di Indonesia. Hal ini juga yang
melahirkan ketegangan-ketegangan selama ini hadir antara masyarakat hukum adat
berhadapan dengan kebijakan pembangunan yang digagas oleh pemerintah negara
Republik Indonesia.
Tanah adat masyarakat madu manis secara visual dapat dilihat. Namun secara
legal formal keberadaan tanah adat tersebut mungkin sulit untuk dibuktikan karena tidak
ada sertifikat tanah adat dan belum ada perda yang memberikan pengukuhan atau
pengakuan terhadap keberadaan masyarakat adat beserta tanah adatnya. Ini menandakan
penghormatan dan perlindungan negara terhadap masyarakat adat beserta hak-hak
tradisionalnya terutama hak atas tanah adat belum optimal. Pengambilalihan tanah adat
untuk perkebunan harus dilakukan melalui musyawarah untuk mencapai
mufakat/sepakat, termasuk kesepakatan mengenai imbalan yang harus diberikan kepada
masyarakat adat. Musyawarah tersebut belum berjalan dengan baik, perusahaan yang
ngambil alih lahan tersebut sehingga pengambilalihan tanah adat merugikan masyarakat
adat.
Tanah adat adakalanya juga diambil oleh aparat dan langsung diberikan kepada
penanam modal karena menganggap tanah tersebut merupakan tanah negara. Ini
disebabkan tidak adanya bukti legal formal yang dapat menguatkan keberadaan tanah
adat tersebut. Pengambilalihan tanah adat juga dapat mengakibatkan hilangnya tanah adat
karena tanah adat yang digunakan untuk perkebunan berubah menjadi tanah HGU yang
menjadi tanah negara jika jangka waktunya telah berakhir.
Dalam hal tanah yang diperlukan merupakan tanah hak ulayat masyarakat hukum
adat yang menurut kenyataannya masih ada, mendahului pemberian hak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pemohon hak wajib melakukan musyawarah dengan masyarakat
hukum adat pemegang hak ulayat dan warga pemegang hak atas tanah yang
bersangkutan, untuk memperoleh kesepakatan mengenai penyerahan tanah dan
imbalannya (Pasal 9 ayat (2) UU No. 18 Tahun 2004). Lebih lanjut dalam Penjelasan
Pasal 9 ayat (2) UU No. 18 Tahun 2004 dijelaskan bahwa ”musyawarah dengan
masyarakat hukum adat pemegang hak ulayat dan para warga pemegang hak atas tanah
tidak selamanya diikuti dengan pemberian hak atas tanah”.
Saling klaimnya kepemilikan hutan antara negara yang dalam hal ini kementrian
kehutanan dengan masyarakat hukum adat yang menjadi sebab awal terjadinya konflik
antara masyarakat hukum adat dengan pemerintah maupun dengan perusahaan. Negara
berdalih bahwahutan telah ditunjuk dan ditetapkan sebagai hutan negara dengan adanya
kawasan hutan namun di sisi lain masyarakat hukum adat berdalih bahwa hutan dimiliki
semenjak sebelum negara itu ada.
Dalam hal ini perusahaan sawit harus mencapai persetujuan daripada masyarakat
hukum adat madu manis agar pejabat yang berwenang dapat menerbitkan izin usaha
perkebunan.